litaaps

Art Gallery.

**

Mata Hermione sangat berbinar ketika Ia melihat art gallery dihadapannya. Senyumnya melengkung indah dan wajahnya begitu berseri.

“Yuk?” Ajak Draco.

Hermione hanya mengangguk dan jalan disamping Draco.

“Draco Malfoy. Sudah lama tidak berkunjung?” Sapa salah satu orang disana, lelaki itu berumur 25 tahun mungkin, dia menyapa Draco dengan hangat dan memeluknya.

“Tom, lama banget. Kapan terakhir ya?” Balas Draco.

“Aduh mungkin ada 5 bulan yang lalu.”

Hermione terkejut. 5 bulan yang lalu? Bahkan dia sendiri terakhir ke art gallery 1 tahun yang lalu.

“Oh iya, ini Hermione Granger yang gue ceritain ke lo, bro.” Ucap Draco.

Hermione tersenyum lalu menunduk, “Hermione.”

“Tom, Tom Riddle. Tapi Tom aja.”

“Ah iya.. Kak Tom.” Balas Hermione canggung.

Draco tertawa, “Om.”

Hermione tertawa diikuti dengan Tom juga yang ikut tertawa.

“Yaudah silakan silakan menikmati art gallery nya. Ntar diakhir aja obrolin lukisan lukisan Hermione, gimana?” Tanya Tom.

Hermione menoleh ke arah Draco. Lalu Draco mengangguk.

“Boleh boleh, gue jamin lukisan Hermione indah banget!” Balas Draco.

“Bisa dilihat nanti.”


“Waw.” Hanya itu lah yang bisa Hermione katakan ketika Ia masuk ke dalam.

Begitu banyak lukisan yang ada dihadapannya, membuat hati Hermione sangat bahagia.

“Siapa tau bisa jadi referensi lo untuk ngelukis, biar lebih jago lagi dan lo bisa bikin art gallery lo sendiri.” Ucap Draco.

Hermione hanya mengangguk.

“Liat lukisan itu.” Draco menunjuk salah satu lukisan disana.

Hermione jalan mendekati lukisan itu. “DM? Jangan bilang..”

Draco sedikit tertawa, “Itu lukisan gue. Cuman satu itu aja.”

Mata Hermione membulat, Ia tidak menyangka bahwa Draco ternyata jago melukis juga?

“Lo bisa ngelukis?”

Draco mengangguk. “Bisa.”

“Oh my.. Gue gak nyangka lo bisa ngelukis. Bahkan ini lukisan yang indah loh, inspirasi lo darimana?”

“Nyokap gue. Orang tua gue sangat mendukung apapun yang gue suka, mereka selalu ngedukung apapun yang gue minat, termasuk dibidang seni. Nyokap gue sih yang paling berperan penting, dia sangat mendukung apapun yang gue lakuin, nyokap gue satu satunya wanita yang sangat gue sayang. Lukisan ini adalah nyokap gue. Ya walaupun beda jauh, sengaja gue lakuin karna gue gak mau keliatan banget kalau lukisan ini nyokap gue.”

Mata Hermione berbinar dan senyumnya melengkung menatap Draco.

“Lo hebat, Draco.”

“Lo lebih hebat, Hermione. Udah ah, mau liat yang lain?”

Hermione mengangguk, mereka pun menyusuri art gallery seharian penuh ini.

Merona.

**

Theo menenteng bekal hasil masakan bundanya. Ia berjalan menyusuri lorong fakultas kedokteran menuju kelasnya Hermione. Ia tahu kelas Hermione dimana, jadi seharusnya Ia tidak nyasar.

Ditengah perjalanannya, tiba tiba Theo bertemu dengan sosok perempuan berambut pirang. Ya siapa lagi kalau bukan Luna.

“Luna!” panggil Theo.

Luna menoleh, “Eh, Theo?”

“Hai Lun.” Theo tersenyum kepada Luna.

“Hai, ngapain disini? Mau ke Hermione?”

“Hehehe iya nih. Dia dimana?”

“Ada di kelas. Tapi lagi ngerjain tugas. Deadline nya masih lama, tapi dia udah rajin ngerjain tugas.”

Theo sedikit tertawa, dia sangat mengenal Hermione. Wanita yang ambisnya tidak ada habisnya.

“Yaudah gue gak mau ganggu dia kalau gitu. Boleh nitip makanan ini gak? Buat dia.” Ucap Theo menyodorkan paper bag ditangannya.

“Waah, makanan enak nih kayaknya.” Seru Luna.

“Hahaha iya pasti, masakan bunda gue. Lo mau dimasakin juga?”

Theo memukul kecil mulutnya karena Ia keceplosan. Ia tidak bermaksud berkata demikian, tapi terbawa suasana.

Luna sendiri, karena wajahnya putih, Ia tidak bisa menyembunyikan rona merah dipipinya. Sangat jelas terlihat bahwa Luna sekarang sedang merona.

“Emang boleh?” Tanya Luna malu-malu.

“Emm hehehe boleh.” Balas Theo sedikit berbisik.

“Mau dong kalau boleh!” Seru Luna.

Theo hanya mengangguk dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Yaudah, Luna ke kelas dulu ya?”

Theo mengangguk. Saat Luna hendak berbalik, tiba tiba ada 2 mahasiswa yang berlari dengan cepat entah sedang apa, mereka berlari menuju Luna dan akan menabraknya. Melihat itu, Theo segera menarik tubuh Luna.

“Lun, awas!” Teriak Theo menarik tubuh Luna dengan posisi memeluk pinggangnya.

Tubuh Luna menghantam dada Theo. Membuat Luna lagi lagi tak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya.

“Emm, eh, Theo makasih ya hehe.” Ucap Luna gugup.

Theo yang mulai sadar, segera melepaskan ikatan tangannya yang melingkar di pinggang Luna.

“Sorry.”

Luna hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Theo sendiri.

Luna tersenyum, sementara Theo tidak. Ia merasa menyesal telah menitipkan makanan itu kepada Luna.

Ia tidak mau membuat Luna salah paham.

Yang ada dihatinya adalah Hermione. Tidak ada orang lain.

Ia tidak mau membuat orang lain menaruh hati kepadanya, tentu itu sangat merepotkan.

Saat Theo hendak berbalik, matanya tak sengaja menangkap seseorang berdiri jauh disana yang daritadi memperhatikannya.

Dia Hermione. Daritadi Hermione melihat bagaimana Theo berinteraksi dengan Luna.

Dan entah mengapa, diwajahnya tersirat bahwa Hermione tidak suka dengan hal itu.

Keep you safe.

**

Draco berdiri terkejut ketika mendengar gaduh diluar. Ternyata benar, itu Harry, Hermione dan Ron yang tertangkap basah oleh death eater. Draco meringis karena melihat ada Hermione disana.

Kekasihnya sedang disandera oleh seseorang yang sebangsa dengannya.

“Bodoh.” Bisik Draco.

“Sembunyikan para lelaki, biarkan wanita ini bersama ku.” Ucap Bellatrix, wanita berambut keriting menyeramkan.

Malam itu, Draco merasa menjadi kekasih yang sangat buruk karena melihat sang kekasih disiksa oleh Bellatrix, tante nya sendiri.


Draco sudah memanggil Dobby, Ia memerintahkan Dobby untuk menyelamatkan Harry, Ron dan Hermione kabur dari tahanan manor.

“Lepaskan Hermione!!” Teriak Ron mengacungkan tongkatnya.

“Tidak akan pernah, sialan. Hahahaha.” Tawa Bellatrix.

Ron dan Harry sama sama mengacungkan tongkat mereka. Begitupun dengan Draco.

Aksi Draco yang bergabung dengan Harry dan Ron benar benar mengejutkan Narcissa dan Bellatrix.

“Draco?” Bisik Narcissa.

“Lepaskan Hermione.” Ucap Draco dengan keras.

“Apa apaan kau ini? Lepaskan Hermione? Mengapa aku harus melepaskannya? Dia hanya seorang mudblood sialan!” Teriak Bellatrix mempererat ikatan tangannya dirambut Hermione yang membuat Hermione semakin meringis.

“LEPASKAN HERMIONE!” Teriak Draco.

“DRACO!”

Draco menoleh ke arah suara, dia adalah Lucius, sang Ayah yang telah menuntunnya menuju kegelapan.

“Sejak kapan kau membelanya huh?!” Teriak Lucius.

“Sejak aku mencintainya. Aku mencintainya dan aku tak akan pernah membiarkan siapapun menyakitinya termasuk kau! Ayahku sendiri.”

Ungkapan Draco berhasil membuat semuanya terdiam. Lelaki itu menangis dan menatap Hermione dengan penuh kasih sayang. Ia sangat tidak ingin melihat Hermione nya tersiksa.

“Stupefy!” Teriak Draco mengarahkan tongkatnya kepada Lucius.

Ron dan Harry membantunya. Mereka bertiga saling melempar mantra dengan Lucius dan Bellatrix. Narcissa tidak ikut karena Ia terkejut dengan aksi Draco, selain itu, Ia juga tidak ingin menyakiti sang anak.

Pertarungan itu terus berjalan hingga akhirnya Dobby datang. Dobby berhasil melumpuhkan mantera yang dilempar oleh Lucius dan Bellatrix.

Melihat hal itu, Draco dengan segera menarik dan merangkul Hermione.

Draco memeluk Hermione.

“Draco, makasih.” Bisik Hermione.

“I love you, Hermione. Tetap hidup ya aku mohon? Jangan sampai ketangkap lagi. Oke?” Ucap Draco.

“Ron, Harry, tolong.. Tolong jaga Hermione tetap selamat. Tolong.” Ucap Draco kepada Ron dan Harry yang dibalas anggukan oleh mereka.

Baru sesaat mereka merasakan kesenangan. Tiba tiba Bellatrix bangun dan mengacungkan tongkatnya.

“Avada Kedavra!”

Saat itu juga, Draco mendorong Hermione. Mantra yang mengeluarkan sinar hijau itu berhasil membuat tubuhnya kaku.

Bukan kaku, melainkan tidak bergerak sama sekali. Nyawanya menghilang.

“No, Dracoo!!”

Sesuai dengan permintaan Draco sebelumnya, Dobby segera membawa Hermione, Harry dan Ron ber-apparate.

“Apapun, apapun akan aku lakukan demi kamu selamat, Hermione.”

Stay with me.

**

Draco turun dari mobilnya ketika Ia sampai didepan rumah Hermione. Ia sangat merindukan rumah ini, tidak banyak yang berubah hanya cat nya semakin segar dan banyak tumbuhan di halaman depan rumah.

Draco menghela nafasnya dan mempersiapkan diri untuk masuk.

Ia memberanikan diri untuk memencet bel rumah milik Hermione.

“Tunggu.”

Draco dapat mendengar suara Helena dan beliau sedang berjalan menuju halaman depan rumah.

Saat pintu rumah terbuka, Helena terdiam seketika. Matanya tak berkedip dan kakinya tidak bergerak.

“Selamat malam, tante.” sapa Draco dengan ramah.

“Kamu?”

“Tante masih ingat?”

“Kamu darimana aja?”

Draco tersenyum sambil salim kepada Helena. Helena menutup mulut dengan satu tangannya.

“Ini benar Draco?”


“Saya mohon maaf tante, di malam terakhir kita bertemu, saya tidak izin untuk menghilangan ingatan Hermione kepada tante dan om, saya main menghilangkan ingatan dia gitu aja. Saya minta maaf tante, om.” ucap Draco menunduk.

“Kamu tau? Dengan kamu menghilangkan ingatan Hermione gitu aja, kita yang kerepotan. Kamu bilang semua jejak tentang kamu hilang, tapi kok masih ada jejak?” tanya Helena.

“Hermione wanita yang cerdas tante, dia yang membuat jejak itu tetap ada.”

“Anak muda Ma, cinta dan sayang lebih besar daripada apapun.” ucap Richard dibarengi tawa dari semuanya.


“Kamu kenapa? Kan aku yang ketemu orang tua kamu nya? Kamu keliatan gelisah.” ucap Draco sambil mengendarai mobilnya.

“Duh bukan itu, Mama mau nerima kamu lagi gak ya? Aku takut..”

Draco menggenggam tangan Hermione. “Mau, kamu tenang aja.”

“Hmmm..” Hermione menoleh ke arah Draco dan tersenyum.

“Kamu masih sama.”

Draco menoleh, “Sama gimana?”

“Masih ganteng!”

“Draco Malfoy emang ganteng.”

Hermione hanya tertawa dan menggenggam tangan Draco.

Malam itu, Draco membawa Hermione ke salah satu restoran makan yang sudah Ia siapkan.

“Mewah banget?” Tanya Hermione.

“Untuk kamu harus mewah.”

Pipi Hermione memerah seketika. Sikap Draco dari dulu memang selalu berhasil membuatnya salah tingkah.

Draco mengajak Hermione ke lantai 3. Lantai tertinggi dari restoran ini. Suasana restoran malam ini sangat romantis dan sepi. Hanya ada mereka berdua yang ada disana. Iringan musik yang indah dan merdu menambah suasana keromantisan.

“Silakan duduk, princess.” Ucap Draco menarik kursi untuk Hermione duduk.

“Thank you, Princes.” Balas Hermione diakhiri tawa ringan.

“Aku udah pesenin beberapa makanan enak buat kamu malam ini.”

“Oh ya?”

“Iya, tunggu ya.”

Tak lama kemudian, satu persatu makanan pun datang. Benar saja, banyak makanan yang Draco pesan, entahlah akan dihabiskan oleh siapa.

“Selamat makan, Hermione.”

“Selamat makan, Draco. Makasih ya udah siapin semua ini.”

“Cuman untuk kamu.”


Setelah selesai makan, Draco mengambil sesuatu yang ada didalam saku kemejanya. Lalu Ia berdiri san berlutut dihadapan Hermione.

Hermione yang sedang memainkan ponselnya terkejut dengan aksi Draco yang tiba tiba ini.

“Hermione..”

Hermione tersenyum terharu dengan apa yang dilakukan oleh Draco. Apakah semua akan secepat ini? Setelah sekian lama, apakah semuanya akan baik baik saja?

“Aku tau, gak seharusnya aku ngelakuin ini. Setelah 7 tahun aku menahan diri untuk gak ketemu sama kamu, gak berhubungan sama kamu, semuanya terasa semu bagiku. Namun sekarang, kamu ada dihadapanku, kamu ada disisi ku, aku tidak ingin menyia nyiakan semuanya. Aku mencintaimu, Hermione. Stay with me?”

Hermione meneteskan air matanya terharu dengan apa yang Ia dengar.

“Draco..” Hermione mengangguk secara perlahan.

“Aku mau sama kamu, selamanya.”

Draco bangkit dan memasang cincin dijari manis Hermione. Lalu mereka berpelukan.

Setelah sekian lama, mudah mudahan ini waktunya untuk mereka bersatu kembali.

“Terima kasih Hermione, terima kasih karena kamu mau menerimaku kembali, terima kasih.”

Hello, again.

**

Suasana canggung menyelimuti ketiga manusia yang ada didalam ruangan ini. Hermione, Draco, dan Pansy.

“Scorpie gapapa kok, cuman demam biasa. Scorpie suka main ujanan?” Tanya Hermione kepada Scorpie atau Scorpius.

Scorpie mengangguk. “Suka banget dokter! Scorpie suka ujanan sama uncle Theo sama uncle Blaise. Tapi Daddy suka marah. Dokter tau? Daddy kalau marah serem, mukanya merah.”

Hermione melirik Draco lalu tersenyum. “Daddy kamu itu khawatir sama kamu, sayang. Kok bisa anak sehebat ini sakit karna ujanan? Nanti lagi jangan ujan ujanan lagi ya?”

“Iya, dokter. Dokter, aku boleh peluk?”

“Boleh dong sayang, sini hug me.” Hermione melebarkan tangannya dan Scorpius memeluknya.


“Ini resep obat untuk Scorpius, bisa langsung ditebus ya Pans.”

“Makasih ya Hermione.”

“Sama sama.”

Hermione melirik Draco yang sedang menggendong Scorpie. “Cepat sembuh ya, Scorpie? Uncle Theo dan uncle Blaise nya jangan diturutin kalau ngajak ujanan. Oke?”

“Siap dokter!”

“Baik, suster ke pasien selanjutnya ya.” Ucap Hermione kepada suster disebelahnya.

“Baik, dokter.”

“Silakan Pans, terima kasih ya.” Ucap Hermione tersenyum.

Setelah itu, Pansy keluar diikuti oleh Draco. Setelah mereka keluar, Hermione menghela nafasnya, Ia menangis.

7 tahun Ia menunggu, ternyata benar semuanya sia sia. Ia fikir Draco menikah dengan Astoria, tapi ternyata dengan Pansy.


Hermione jalan menuju parkiran malam ini. Jadwal praktik punya Hannah cukup menyita waktunya. Ia benar benar lelah.

Saat di parkiran, Ia dikejutkan dengan Draco dihadapannya.

“Draco.”

“Hermione.”

“Apa kabar?” Tanya Hermione.

“Baik, boleh ngobrol sebentar?”

Hermione hanya mengangguk dan mengikuti langkah Draco menuju taman.

“Scorpie.. Anak kamu sama...”

“Astoria. Scorpie anakku sama Astoria.”

Hermione melebarkan matanya. Jadi benar Draco menikah dengan Astoria?

“Kok bisa sama Pansy?”

“Hermione.. Kita udah pisah selama 7 tahun, dan kamu hanya fokus ke Scorpie?” tanya Draco.

“Kan lo yang ninggalin gue. Gue tetep disini, Draco, nunggu lo berharap semuanya gak sia sia.”

“Hermione..”

“Draco, 7 tahun gue nunggu, 7 tahun gue hidup dengan semua rasa bingung, gelisah dan sesak didada gue. Gue khawatir sama lo, lo masih ada atau enggak, lo sehat atau enggak, keadaan lo gimana. Gue khawatir sama lo. Lo seenaknya ilangin ingatan gue dan berharap gue lupa sama lo.”

“Lo gak tau gimana rasanya jadi gue kan Drake? Gue sayang sama lo! Gue sayang sama lo bahkan sampe sekarang. 7 tahun lo tinggalin gitu aja, tiba tiba lo dateng lagi ke kehidupan gue dengan segudang pertanyaan.”

“Gue butuh penjelasan dari lo, Draco.”

Draco menatap mata Hermione dengan lembut. Ia sungguh sangat merindukan wanita yang ada dihadapannya ini.

7 tahun bagi Draco adalah 7 tahun yang sangat berat. 7 tahun tanpa Hermione, 7 tahun hidup dengan semua kegelapan didunia ini.

“Dimulai dari Scorpie, Draco.”

“Aku terpaksa menerima perjodohan itu, Hermione. Aku menikah dengan Astoria dan— dia menjebakku, dia memantraiku dan kami bercinta. Kabar kehamilan Astoria benar benar membuatku stress dan terpukul, bahkan dulu aku selalu meminta Astoria menggugurkan kandungannya karena semua itu kecelakaan, aku tidak mengharapkan anak darinya..”

Mata Hermione berkaca kaca mendengar semua itu. Kasian Draco, mengapa hidupnya selalu menyedihkan?

“Hingga akhirnya Astoria melahirkan. Astoria meninggal karena melahirkan Scorpie. Aku awalnya sama sekali tidak menyayangi Scorpie, dia dirawat sama Mother dan Pansy. Aku benar benar tidak menyayangi Scorpie, bahkan saat itu aku pergi ke luar negeri menghindari anak kecil itu.”

“Tapi aku sadar, biar bagaimanapun, Scorpie adalah anakku, walaupun dia lahir dari rahim wanita yang sangat aku benci.”

Tangan Hermione bergerak memegang tangan Draco.

“Hermione, selama 7 tahun aku sangat merindukanmu, aku ingin bebas dari semua ini, Hermione. Tapi tak bisa. Jika aku bebas dari semua ini, nyawa kamu akan terancam. Aku gak mau kehilangan kamu selamanya, Hermione. Maaf kan aku, maaf kan aku telah menghilangkan ingatanmu malam itu, maafkan aku.”

Draco menunduk menangis dihadapan Hermione. Tangannya sangat erat menggenggam tangan Hermione.

Perlahan, Hermione memeluk Draco.

“Draco, gue nunggu lo selama 7 tahun. Semua itu belum terlambat kan?”

“Hermione, tapi aku udah menyakitimu, meninggalkanmu.”

“Draco, gue tau gue bodoh. Berani nunggu lo selama 7 tahun. Tapi gue sadar, gue sadar kalau rasa sayang gue emang besar buat lo. Gue sayang sama lo, cinta sama lo. Gue cinta sama lo tanpa syarat, Draco. I love you, unconditionally, Draco.”

Draco tersenyum senang mendengar itu. Ia sempat berfikir bahwa Ia tidak akan bertemu lagi dengan Hermione. Namun semuanya salah, ternyata Ia kini kembali bertemu dengannya. Bahkan Ia bisa memulai semuanya dari awal.

Draco memeluk Hermione dengan erat.

“I love you, Hermione.. I love you.”

“I love you too, Draco..”

Hai.

**

Hermione terkejut ketika melihat anak berusia 3 tahun ada dihadapannya. Ia pun jongkok dan mengajak dia untuk mengobrol.

“Hai adek.” sapa Hermione ramah.

Anak itu hanya melirik, lalu menunduk.

“Siapa nama kamu? Orang tua kamu mana?”

“Mama? Daddy?”

“Iya sayang, Mama dan Daddy nya mana?”

“Disana.” anak itu menunjuk pintu masuk dan keluar poli anak.

“Diluar maksudnya?”

Anak itu mengangguk. “Daddy sibuk, jadi aku selalu dengan Mama.”

“Yaudah masuk yuk? Dokter periksa. Soalnya badan kamu panas sayang, kamu lagi demam ya?”

“Iya, aku lagi demam, dokter.” lirihnya dengan lemah.

“Kasian banget, ayo masuk.. Dokter gendong ya?”

Anak itu hanya mengangguk dan menuruti apa perkataan Hermione. Ia memeriksanya, dan mengajaknya bermain, mengobrol.

Ditengah aktivitas bermain mereka, tiba tiba masuk seorang perempuan berambut hitam panjang bergelombang dengan cemas. Perempuan itu berhasil membuat Hermione terpana seolah olah dunia berhenti bergerak.

“Scorpie, astaga!”

“Mama!!” seru anak bernama Scorpie.

“Astaga, kamu jangan suka lari lari dong ya? Mama khawatir sama kamu. Kalau kamu kenapa napa nanti Daddy kamu ngamuk ke Mama.”

“Maaf Mama, aku ketemu dokter cantik.”

“Oh ya? Siap—”

“Hai.” Sapa Hermione tersenyum.

“Hai Pans.” Lanjutnya.

Ya, dia Pansy. Seseorang yang ada dimasa lalunya. Seseorang yang memiliki hubungan sahabat dengan lelaki yang Ia sayang, Draco.

“Apa kabar?” tanya Hermione.

Pansy sendiri disana masih berdiri tak bergerak.

“SCORPIE! ASTAGA! Daddy kaget, kata Mama kamu ilang, kamu gapapa kan sayang hmm? Gapapa?”

Dunia benar benar berhenti kali ini. Kakinya lemas dan lidahnya tiba tiba kelu.

Dia. Dia yang selama ini Hermione tunggu, Dia yang selama ini Hermione rindukan, Dia yang pergi tiba tiba kini berada dihadapannya.

“Draco..”

Memory.

**

Setelah selesai kerja kelompok dengan Hannah, kini Hermione pulang dengan segala rasa resah dan gelisah yang Ia rasakan.

Banyak sekali pertanyaan yang menumpuk dibenaknya. Tentang siapa itu Draco? Kapan dia memiliki ferret? Kapan dia ke tempat aneh itu? Mengapa semua orang tahu ferret sedangkan dia sendiri tidak tahu? Semua rasanya sangat aneh untuknya.

Sesampainya dirumah, Hermione mendengar orang tuanya sedang mengobrol. Karena penasaran, Ia pun masuk dan menguping.

“Hermione harus ingat siapa Draco, Helena.” ucap Richard sang Papa.

“Tapi bagaimana cara mengembalikan ingatannya? Aku gak ngerti, Richard. Draco yang menghilangkan ingatannya, Draco juga yang harus mengembalikan ingatannya.”

“Begitu permainannya?”

“Iya, begitu setau ku.”

“Kalau kayak gini terus, aku gak tega kepada Hermione. Pasti banyak sekali pertanyaan didalam benaknya.”

“Aku mengerti, Richard. Saat Draco melemparkan mantra itu kepada Hermione, aku pun tidak tega. Tapi apa kata Draco benar. Hermione harus melupakannya. Jika tidak, mereka berdua tidak akan aman. Biar bagaimanapun, kita hanya seorang muggle yang tak ada apa apanya dibandingkan mereka, Richard.”


Hermione masuk ke dalam kamarnya, Ia mengambil buku diary yang ada didalam lemari nya.

Hari ini, gue nemu ferret! Seneng banget, lucu ferretnya.

GILAA GUE GAK NYANGKA FERRET GUE BERUBAH JADI MANUSIA WOY!

Draco namanya.. Draco Malfoy..

Hari ini gue sama Draco mau ke diagon alley! Mau ke dunia nya. Yeaay gak sabar.

Draco, gue seneng lo ada didalam kehidupan gue. Makasih, Draco. Gue seneng. Gue sayang lo, gue sayang banget sama lo.

“Untung gue selalu nulis kejadian penting didalam hidup gue.”

“Draco, percuma lo ilangin ingatan gue, lo terlalu berharga untuk dilupakan.”

Memori itu kembali, Hermione kini ingat siapa Draco, bagaimana Draco menghilangkan ingatannya.

Draco memang menghilangkan jejak ingatan tentang dirinya, namun Ia lupa bahwa Hermione cukup cerdas untuk membuat jejak itu tetap ada.

Good bye.

**

Draco duduk disamping Hermione. Ia menangis melihat keadaan Hermione yang lemah. Ia gagal. Ia gagal menjaga Hermione. Ia gagal.

“Draco.”

Draco membuka matanya ketika mendengar namanya disebut.

“Hai, gimana keadaan kamu? Gimana hmm?” tanya Draco.

“Baik, tadi gue dikasih ramuan sama Ibu nya Theo, gak enak tapi badan gue jadi seger banget. Badan gue juga udah gak demam kan?” tanya Hermione dengan senyumnya yang mengembang.

“Syukurlah kalau begitu. Mau pulang sekarang?”

“Oh iya, Mama pasti khawatir banget kan sama gue?”

Draco mengangguk dan tersenyum. “Kita pulang ya?”

“Iya, Draco.”

Mereka berpamitan kepada Pansy, Blaise, Theo dan Ibunya Theo. Mereka pulang ke rumah Hermione menaiki mobil milik Blaise, tidak ber-apparate.

Disepanjang jalan, Hermione terus melirik Draco, merasa ada yang aneh didalam diri Draco.

“Lo gapapa kan?” tanya Hermione.

“Gapapa, kamu gapapa?”

“Gapapa, Draco. Makasih ya udah nyelametin gue.”

Draco hanya tersenyum dan mengangguk, setelah itu mereka sama sama diam terhanyut dalam fikirannya sendiri.


“Hermione!” seru Helena menangis berhamburan memeluk Hermione.

“Kamu darimana aja sayang, Mama khawatir banget sama kamu.” ucap Helena menangis.

“Hermione baik baik aja kok Ma, buktinya badan Hermione masih utuh kan?”

“Sayang..” Helena kembali memeluk Hermione.

“Ayo masuk nak.” perintah Richard.

“Draco, kamu juga masuk ya.” lanjutnya.

Diruang tamu, hanya ada Draco, Hermione, Helena, dan Richard. Tangan Helena daritadi tidak lepas dari genggaman Hermione.

“Bagaimana bisa semuanya terjadi, Draco?” tanya Richard.

“Semua salah saya om, saya minta maaf. Saya tidak benar menjaga Hermione sehingga semua ini terjadi.”

“Enggak kok, bukan salah Draco Pa, emang Hermione nya aja yang gampang ketipu orang. Jadi gini, awalnya Hermione dapet wa dari orang yang ngaku ngaku Draco. Dia bilang kecelakaan dan minta tolong. Abis itu, aku kesana ternyata gak ada siapa siapa dan gak tau langsung gelap semuanya.” jelas Hermione.

“Nanti lagi jangan percaya sama yang kayak gitu ya sayang? Bisa kan?” pinta Helena.

“Iya mama sayang.”


“Abis ini mau kemana?” tanya Hermione. Dia dan Draco saat ini sedang berada dikamar Hermione.

“Pulang.” balas Draco singkat.

“Emm.. Draco..”

“Hermione, tidur ya? Kamu belum terlalu sehat kan?”

“Hah? Udah sehat kok, seger gini.”

Draco tersenyum, memang Hermiome sudah terlihat sangat segar dari sebelumnya.

Draco meniup mata Hermione hingga membuat wanita itu mengantuk.

“Gue ngantuk sekarang.”

“Tidurlah.”

“Draco, makasih ya lo udah nyelametin gue tadi. Gue mau jujur sama lo boleh?”

Draco diam, Ia tidak menjawab apapun.

“Gue sebenernya sayang sama lo. Gue seneng lo ada disisi gue. Makasih udah dateng ke kehidupan gue, Draco. Gue sayang sama lo.”

Draco senang, perasaannya terbalas karna Ia pun sangat teramat menyayangi Hermione.

“Aku juga sayang kamu, Hermione. Makasih karna mau menampungku disini. Terima kasih.”

“Sama sama, Draco. Gue tidur ya!”

Draco hanya mengangguk. Setelah itu Ia memastikan bahwa Hermione sudah benar-benae tertidur.

Dia sangat menyayangi Hermione, dia ingin menjaga Hermione dari orang orang berbahaya seperti dirinya. Menjaga bukan berarti dia harus ada disampingnya kan?

Dia sangat menyayangi Hermione. Dan Ia harus melakukan ini.

Ia mengayunkan tongkatnya dan mengarahkannya ke kepala Hermione.

Obliviate.

Keep her safe.

**

Hermione, Pansy, Blaise dan Theo akhirnya sampai di rumah Theo. Rumah yang menurut mereka aman untuk menyembuhkan Hermione. Ibu Theo sangat mahir ramuan, dan beliau sudah menyiapkan beberapa ramuan untuj menyembuhkan Hermione.

“Lo tidur disini aja ya, Ibu nya Theo lagi bikin ramuan.” ucap Pansy, Hermione hanya mengangguk.

“Bisa cerita gimana ceritanya, Hermione?” tanya Blaise duduk disebelah Pansy.

“Gue lupa, kemarin atau tadi ya gue dapet chat whatsApp dari orang yang ngaku ngaku Draco, dia bilang kalau dia kecelakaan dan gue susul kesana ternyata gak ada siapa siapa. Kosong. Udah, itu aja gue gak inget apa apa lagi, makanya gue gak ngerti kenapa gue ada ditempat gelap itu.”

Pansy mengerutkan keningnya merasa ada yang aneh. Bagaimana bisa Hermione melupakan sebagian dari ceritanya?

“Lo bener bener gak inget setelah itu ada apa? Maksudnya, kayak kenapa lo pingsan atau apa?” tanya Pansy.

Hermione menggelengkan kepalanya. “Gue gak inget Pans, semuanya tiba tiba gelap gue gak inget apa apa.”

Blaise dan Pansy saling menatap satu sama lain. Mereka yakin pasti ada yang aneh disini. Sebagian memori Hermione hilang, dan mereka harus mendapatkannya.

Tak lama dari mereka mengobrol, Ibu Theo dan Theo masuk membawa ramuan untuk Hermione.

“Hallo cantik, namanya siapa?” sapa Ibu Theo ramah.

“Hai tante, terima kasih. Tante juga cantik. Nama saya Hermione, tante.” balas Hermione.

“Nama yang bagus. Coba tante liat sayang tangannya.”

Hermione menunjukkan luka yang masih berwarna merah segar itu. Lalu, Ibu Theo mengeluarkan tongkat dan mengobati Hermione sedikit demi sedikit.

Rasanya perih, namun Hermione menahannya dengan sekuat tenaga. Ia menggigit bibir bawahnya sendiri.

Setelah diberikan mantra, tangan Hermione diperban.

“Sudah. Kamu minum dua ramuan ini ya? Lalu, kamu akan mengantuk. Tidak apa-apa tidur saja, nanti kamu akan terbangun sendiri.”

“Terima kasih banyak, tante.”

“Sama sama sayang, cepat sembuh ya.”

Hermione tersenyum ramah, lalu Ia meraih satu ramuan diatas nakas.

“Pelan pelan mi, ramuan gak enak.” ucap Pansy.

Hermione mencium bau tak enak didalam ramuan itu, lalu Ia menutup hidungnya dan meminumnya.

Hoek.” Hermione memuntahkan ramuan itu.

“Duh, gue mending minum obat muggle daripada minum ramuan.” lirih Hermione.

“Buat demam lo emang harus pake obat muggle. Tapi kalau buat semua luka yang ada didalam badan lo, harus pake ramuan ini. Inget, lo diculik sama penyihir Mi, bukan sama muggle.”

Hermione menghela nafasnya mendengar kata kata Pansy, Ia meyakinkan hatinya dan meminum dua ramuan itu dengan ketangguhannya.

Setelah selesai Hermione meminum dua ramuan itu, benar saja Hermione mengantuk dan Ia pun tertidur.


“Pansy, bagaimana keadaannya?” tanya Draco baru sampai.

“Baik, dia sedang tertidur. Draco, kami ingin bicara denganmu.”

Draco mengangguk dan duduk bersama Pansy, Blaise dan Theo.

“Kita gak dapetin apa apa dari Hermione, Drake. Aku yakin Hermione pasti di obliviate.”

“Aku tau Pans. Astoria yang melakukannya.”

“Hah? Astoria? Kamu tau darimana?”

“Tadi di manor, Astoria ada disana. Dia memakai gelang milik Hermione, aku melakukan Legilimency kepada Astoria dan ya yang aku lihat dia menyerang Hermione dengan mantra Stupefy lalu Father datang dan mengikat Hermione ditahanan. Astoria juga yang memberikan luka ditangan Hermione itu.”

Semua terdiam mendengarkan omongan Draco. Astoria, Lucius. Mereka ternyata sejahat itu. Bagaimana bisa mereka melakukan semuanya kepada Hermione? Orang yang jelas jelas tidak bersalah disini.

“Lalu apa yang akan kau lakukan, Draco?”

Draco menghela nafasnya. Ia melirik satu persatu sahabatnya.

“Aku harus menjaganya dari orang orang seperti kita, Pans.”

Pain

**

Hermione membuka matanya dengan keadaan badan yang sangat lemah. Ia mengedarkan pandangannya dan terkejut betapa gelapnya tempat ini. Dimana dia? Apa yang terjadi kepadanya? Mengapa Ia bisa disini.

Dia berusaha bergerak. Ternyata kaki dan tangannya di ikat oleh tali. Ia meringis kesakitan ketika menggerakan tangannya.

“Mudblood?”

“Apa itu mudblood?”

“Dimana gue? Kenapa gue bisa disini?”

“TOLONG!” Teriak Hermione.

“Tolong.. Ah badan gue lemes banget.”

Hermione berkeringat ketakutan. Tempat ini benar benar gelap, hanya setitik cahaya yang dapat Ia lihat. Itupun entah cahaya yang berasal darimana.

“Draco, tolong..” Lirih Hermione mulai menangis.


“DIMANA HERMIONE? MENGAPA KAU MENCULIK DIA BODOH?!” Teriak Draco mengacungkan tongkatnya kepada sang Ayah.

“Draco, apa sopan santun mu sudah hilang, huh?” Balas Lucius berdiri dari duduknya.

Draco menatap Lucius dengan tajam. Ia mencengkram tongkat dengan keras.

“Kau— aku sangat membencimu kau tau itu kan? Lepaskan Hermione atau—”

“Atau apa? Hanya karna muggle sialan itu kau pergi dari rumah ini? Kau harus ingat kau siapa dan dia siapa Draco! Dia hanya muggle, sangat berbeda jauh dengan kami!”

Cih., persetan dengan semua itu! Aku tidak peduli dengan semua ini! Yang ada didalam hidupku kini hanyalah pergi dan menjauh dari semua ini!”

Draco jalan menjauhi Lucius. Namun, baru saja beberapa langkah, langkahnya sudah terhenti.

“Helena dan Richard Granger kan kedua orang tuanya? Helena mempunyai bisnis pakaian hingga ke seluruh kota, dan Richard Granger bekerja sebagai seorang dokter di salah satu rumah sakit didunia muggle. Lalu Hermione, siswa yang akan masuk ke Universitas. Menurutmu, lebih dulu mana yang harus aku bunuh, Draco?”

Draco mendengus kesal. Demi Tuhan, Ia sangat membenci ayahnya sendiri. Bahkan sudah lama. Ayahnya selalu menekan semua pergerakannya, Ia selalu mengekangnya dan menuntutnya untuk menuruti semua permintaannya.

Lalu sekarang, apa yang harus Ia lakukan?


Alohomora.” bisik Draco.

“Hermione.”

Draco masuk ke dalam sel tahanan bawah tanah milik keluarga Malfoy. Ia segera menyalakan semua lampu dan menemukan sosok yang Ia cari sedang bersender dengan kaki dan tangannya yang terikat.

Sakit rasanya melihat Hermione tersiksa. Dan ini semua karena dirinya.

“Hermione, hei.” Draco segera menghampiri Hermione dan melepas ikatan tali yang mengikat tangan dan kaki Hermione.

“Draco.” lirih Hermione lemah.

“Hei, its oke, udah aman. Kamu udah aman, ada aku sekarang.” Draco memeluk Hermione dan merapikan sedikit rambut Hermione.

Lelaki itu menangis melihat Hermione lemah seperti ini, apalagi ditambah badan Hermione yang semakin demam. Ia semakin merasa bersalah.

“Draco, gue takut.” lirih Hermione menangis memeluk Draco.

“Its oke, ada aku sekarang, kamu jangan takut ya? Ada aku, kamu aman sekarang.”

“Draco, tangan gue.”

Draco meraih tangan Hermione dan betapa terkejutnya Ia ketika melihat luka bekas silatan pisau bertuliskan kata 'mudblood'. Emosi Draco semakin memuncak. Apa yang harus Ia lakukan sekarang?

“Pansy bisa nyembuhin ini. Kamu denger aku, kamu nanti sama aku keluar dari sini, kamu keluar bareng Pansy, Blaise dan Theo ya? Kita gak bisa bawa kamu apparate karena keadaan kamu lemah kayak gini, aku gak mau ambil resiko lebih. Kita keluar sama sama ya?”

“Draco.”

“Iya Hermione? Ada yang sakit? Kenapa? Apa?”

“Gue takut. Lo tetep disamping gue kan?”

Draco mengangguk. Ia meyakinkan Hermione bahwa Ia akan tetap ada disampingnya.

Setelah itu, Draco menggendong Hermione menuju keluar.

“Hermione astaga, kita obatin dulu ya Drake? Biar gak makin lemah nantinya.” ucap Pansy menopang tubuh Hermione.

“Kalian tolong bawa Hermione, obatin dia, oke?” perintah Draco.

“Terus lo kemana?” tanya Hermione.

“Aku nanti nyusul.”

“Beneran? Bener nyusul?”

“Iya, Hermione. Aku nyusul.”

Hanya dengan melewati mata tulus milik Draco, Hermione yakin Draco akan menyusulnya. Ya, semua hanya tentang rasa percaya yang ada didalam diri masing-masing.