litaaps

Luka

Luka

image

Luka

image

I Hate You.

**

Hermione menahan rasa sakit dikepalanya demi menghampiri Draco. Ia menaiki taksi untuk menuju tempat tujuannya. Ia benar benar khawatir. Ia takut Draco kenapa napa, Ia tidak ingin Draco terluka.

“Kok sepi ya pak?” Tanya Hermione kepada supir taksi.

“Neng bener tujuannya kesini?” Tanya Pak Supir.

“Di maps nya bener...

”.. Tapi kok sepi ya.”

Hermione memutuskan untuk turun. Ia menelfon ke whatsapp Draco namun tidak aktif, lalu Ia menelfon ke nomer yang barusan memberikannya pesan, namun tidak diangkat.

“Pak, makasih ya.” Ucap Hermione kepada supir taksi.

Setelah itu, taksi itu pun pergi. Hermione memandang rumah kosong yang ada dihadapannya. Aneh. Rasanya sangat aneh. Hermione mengedarkan pandangannya kesana kemari mencari sosok Draco, namun disana tidak ada satu orang pun. Sangat sepi.

“Draco?” Hermione mencoba jalan pelan-pelan.

“Hai.”

Hermione menoleh, Ia terkejut ketika melihat sosok perempuan disebelahnya.

“Lo siapa?” Tanya Hermione.

“Jadi kamu, Hermione Granger?”

Hermione mengerutkan keningnya. “Lo siapa? Draco mana?”

“Draco? Disini gak ada Draco.”

“Maksud lo? Gue kesini mau ketemu Draco. Jangan macem macem.”

Perempuan itu mengeluarkan tongkat yang membuat Hermione membulatkan matanya.

“Lo— penyihir?”

Perempuan itu tertawa puas. Sangat kelihatan jelas bahwa Hermione ketakutan. Dan itu membuatnya senang.

Hermione sendiri, Ia merasa atmosfir disekitarnya berkurang. Rasanya sesak. Entah mengapa semua keberaniannya kini menghilang seketika.

Perempuan itu mendekat, Ia menatap Hermione dengan tajam. Lalu, Ia melirik ke tangan Hermione.

“Lepas.”

Hermione meringis kesakitan ketika perempuan itu melepas paksa gelang yang sedang Ia gunakan.

“Apaan sih lo? Kenapa lo main ambil gelang itu?!” Teriak Hermione.

“Ssst diem. Kenalan dulu, aku Astoria. Tunangannya Draco.”

“Hah?”

“Kamu tau? Selama 2 minggu kemarin Draco pulang ke dunia sihir, dia terlihat sangat senang. Dia tidur selama 2 minggu itu denganku, kami bertunangan dan yaa— kami akan menikah nanti.”

“Maksud lo?”

“Maksud saya?” Astoria lebih mendekati Hermione dan memainkan rambutnya.

“Maksud saya, kamu jauhi calon suami saya, muggle. Kamu tau? Keluarga Malfoy adalah keluarga terkejam yang pernah aku kenal. Terutama Draco. Dia sangat teramat membenci muggle. Dan kemarin selama 2 minggu, dia membicarakan suatu rencana untuk menghancurkanmu, Hermione. Mungkin dimulai dari Ibu mu? Lalu Ayahmu? Dan terakhir kamu. Dalam satu ayunan tongkat saja, kamu bisa mati. Kamu percaya kan?”

Hermione melirik Astoria dengan galak. Ia mengepalkan tangannya. Ia sangat benci wanita ini, Ia benci Astoria.

“Draco gak jahat.”

“Hah? Hahahaha Draco gak jahat? Kamu cuman kenal secuil dari selangit sifat Draco. Cuman 1% 99% nya kamu gak kenal.”

“Tapi gue gak takut.” Ucap Hermione mencoba memberanikan diri.

“Oh ya?” Astoria menjauh dari Hermione dan mengangkat tongkatnya.

“Lo ngapain?”

“Percaya kan dalam satu ayunan tongkat aja, ini bisa bikin kamu mati.”

Hermione meneguk salivanya yang kering. Ia takut. Memang jika dibandingkan dengan wanita dihadapannya, Ia tidak ada apa apanya.

Dia harus kabur. Hermione harus kabur.

Saat Ia hendak lari, tiba tiba kakinya kaku tidak bisa digerakkan.

“Jangan coba coba lari! Stupefy!”

Dalam sekejap, Hermione ambruk dan tak sadarkan diri.

Demam.

**

“Draco! Draco mau kemana lagi? Draco?!” Teriak Narcissa berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan langkah sang anak.

“Hermione butuh aku ma. Dia butuh aku. Udah lama aku gak ngasih kabar, dia sakit ma.”

“Draco malfoy!”

Suara menggelegar milik Lucius itu mencuri semua perhatian Draco dan Narcissa.

“Darimana kamu tau muggle itu sakit?” Tanya Lucius.

“Jangan bilang kamu memberikan gelang itu kepada dia?”

“Draco jawab!”

“Bukan urusanmu, Father.”

“Sialan. Kau tau kan gelang itu untuk jodohmu nanti, gelang itu hanya untuk garis keturunan Malfoy. Untuk istrimu. Yaitu Astoria.”

“Astoria bukan istriku.”

“Tapi dia akan sah menjadi istrimu!”

“Terserah Father, yang pasti aku ingin menemui Hermione malam ini. Permisi Father.”

Setelah itu, Draco menghilang memenuhi panggilan rasa rindu yang selama ini memanggilnya untuk menemui sang pujaan hati, Hermione.


Hachim!

“Kamu sih ah ujan ujanan segala. Sakit kan.” Helena mengompres Hermione dengan air hangat.

“Maaf Ma, abis hp Hermione low, taksi di sebrang ya Hermione ujanan aja daripada ditempat les sendiri.”

“Yaudah istirahat ya sayang? Besok gak usah les. Mama sudah izinin.”

Hermione mengangguk. “Makasih Ma.”

“Mama ke kamar ya sayang?”

Hermione hanya mengangguk dan memejamkan matanya.

Setelah Helena pergi, Hermione membuka kembali matanya. Ia meneteskan air matanya.

“Draco.. Gue kangen..”

“Drake, gue sakit tau. Kenapa gak kesini?”

“Gila, baru kali ini gue kangen sama orang sampe nangis. Huaaa Draco..”

Hermione menangis malam itu. Menangis karena sakit, badannya panas dan menangis karena Ia merindukan Draco. Sangat merindukan Draco.

Ditengah aktifitasnya, tiba tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk. Hermione langsung pura pura tidur karena Ia tahu Mama nya pasti yang masuk ke dalam kamar.

Namun dugaannya salah, bukan bau sang Mama yang tercium, melainkan bau yang selama ini Ia rindukan. Dan Ia langsung membuka matanya.

“DRACOO??!!”

Draco tersenyum, Ia menghampiri Hermione.

“Hei.”

Tanpa berfikir panjang, Hermione langsung memeluk Draco. Ia sangat merindukan lelaki ini.

“Gue kangen, lo jahat bangett ilang tanpa kabar. Gue kangen tauu.”

Draco mengusap rambut Hermione. “Demam ya? Kenapa bisa sakit hmm?”

“Ujanan kemarin malem. Gak ada yang jemput.”

“Gitu? Emang harus banget ujanan?”

Hermione mengangguk lemah. “Kalau gak gitu, gak pulang.”

Draco terkekeh pelan. “Udah minum obat?”

“Udah.. Eh gimana kabar lo? Baik baik aja kan?”

“Baik, selalu baik.”

“Kemana aja? Kok ilang?”

“Kamu tau kan aku terlahir dalam keluarga pureblood. Jadi, sedikit susah untuk memainkan ponsel disana.”

“Mmm...” Hermione hanya bergumam.

“Jangan sakit.” Bisik Draco.

“Iyaa enggak, coba sembuhin gue dong pake cara sihir!” Seru Hermione.

Draco sedikit tertawa. Lalu Ia mengeluarkan tongkatnya. Ia mengayunkan tongkat itu dan menggumamkan mantra yang entah mantra apa itu, Hermione tidak tahu.

Ajaibnya, badan Hermione panasnya berkurang!

“Sudah. Masih agak demam, tapi gak terlalu demam seperti tadi.”

“Kerenn!! Makasih Draco.”

“Sama sama, Hermione.”

Hermione kembali memeluk Draco, begitupun Draco. Saking senangnya Draco malam itu, Draco tidak sadar bahwa ada seseorang yang mengintainya dari jauh.

**

Hujan

**

Malam ini hujan turun mengguyur kota Jakarta. Hermione yang baru selesai les merasa kesal karena Ia ingin pulang tapi hujan daritadi tidak berhenti. Malam semakin besar. Dan sialnya, ponselnya mati karena kehabisan battery dan Ia lupa membawa charger.

“Balik sendiri apa ya?”

“Duh, daritadi gak ada taksi lagi.”

Hermione mengadah. Langit malam ini benar benar gelap tanpa adanya bintang yang menghiasi. Hujan malam ini cukup mengerikan karena dibarengi dengan kilatan petir dan angin yang menghembus kencang.

Hermione merekatkan jaketnya, percuma rasanya memakai jaket. Ia masih merasa kedinginan.

“Duh gimana dong..”

Hermione menghentakkan kakinya. Semua tema teman lesnya sudah pada pulang. Tinggal dia seorang. Dia menyesal tidak menerima tawaran pulang teman temannya.

“Dingin banget lagi.”

“Nah tuh taksi! Tapi di sebrang. Hujanan aja kali ya? Yaudah deh.”

Hermione meyakinkan dirinya untuk menerobos hujan dan berlari menuju arah sebrang jalanan. Alhasil, badannya basah kuyup. Benar benar basah.

“Neng, baru pulang?” Tanya pak supir.

“Iya pak, duh maaf ya mobilnya jadi basah.” Ucap Hermione tak enak.

“Gapapa neng, memang tidak ada yang menjemput?”

“Gak ada pak. Papa saya lagi kerja. Handphone saya low jadi untung lah bapak ada.”

“Yasudah. Kemana neng?”

Malam itu, akhirnya Hermione pulang dengan badan yang menggigil parah.

**

Luna.

**

Setelah berpamitan kepada Draco, Blaise, dan Pansy, kini Theo menjalankan motornya dan bergegas ke fakultas Hermione. Ia nongkrong dengan teman temannya tak jauh dari kampus, jadi jaraknya ke fakultas kedokteran tidak akan lama.

“Hello, mohon maaf abang Theo lama.” Ucap Theo saat Ia baru sampai.

“Enggak kok, eh kenalin yo, ini Luna. Temen gue.”

Theo melirik Luna. “Wah, rambutnya sama kayak Draco. Temen gue.”

“Oh ya?” Jawab Luna.

“Iya, sama sama putih.”

“Saudaraan kali.” sahut Hermione.

“Kayaknya.”

“Enggak kok, aku gak kenal Draco.” jawab Luna.

“Oh kirain kenal. Gue Theodore Nott, sahabat Hermione yang paling ganteng, berkarisma dan menyenangkan.” ucap Theo mengangkat tangannya, ingin berjabatan dengan Luna.

“Luna, Luna Lovegood.” jawab Luna menjabat tangan Theo.

“Wah, dingin Mi tangannya. Ac di FK tarik ya?”

Hermione hanya memukul pundak Theo. “Udah ah, Lun gue duluan ya?”

“Iya Hermione. Hati hati ya.”

“Okey bye Lun!”

Selepas kepergiannya, Luna tidak pernah melepaskan tatapannya dari Theo. Andai dia tahu bahwa tangannya yang dingin bukan karena ac, melainkan karna dirinya.

Thank you

**

Malam ini, Hermione baru selesai les. Ia sengaja mengambil les untuk UTBK karena Ia takut SNMPTN nya ditolak. Jadi Ia memutuskan untuk tetap berusaha UTBK.

Pesan Cedric tidak Ia balas, terlalu malas untuk berhadapan dengan seseorang yang telah menyakitinya.

Hermione menunggu sendirian ditaman dekat tempat lesnya, Papa nya masih shift dirumah sakit, Mamanya tidak bisa mengendarai mobil, Draco daritadi pesannya tidak dibalas. Jadi Ia memutuskan untuk pulang sendiri. Ia menunggu taxi online pesanannya sendiri.

Ditengah menunggu, tiba tiba ada 3 orang lelaki dewasa yang menghampirinya. Awalnya Hermione bodo amat, namun 3 orang itu mendekatinya dan menggodanya, mengeluarkan ekspresi seolah olah menemukan mangsa untuk dimakan.

“Halo cantik. Malam malam begini kok diluar?” tanya salah satu dari ketiga orang itu.

Hermione melirik tajam lalu memalingkan wajahnya, Ia menjauh sedikit namun 3 orang itu semakin mendekatinya bahkan mengepungnya.

“Kemana sih cantik?”

Salah satu orang itu mencolek lengan Hermione dan kini Hermione mulai takut dengen keberadaan mereka.

“Jauh jauh kalian! Gue gak kenal kalian semua!” pekik Hermione berusaha menjauh, namun tidak bisa karena salah satu pemuda itu malah memegang lengan Hermione.

“Kamu cantik, kita pake enak kayaknya.”

“Jaga ya mulut kalian! Gue bukan cewek murahan!” Hermione berusaha melawan, tapi Ia tidak bisa.

Hermione takut, Ia menangis dan berusaha memberontak. 3 lelaki itu terus memegang lengan Hermione dan kini mulai mencolek hidung, pipi dan memainkan rambutnya. Hermione benar benar dikepung sekarang.

“Lepas!” teriak seorang lelaki.

Hermione merapalkan doanya, mudah mudahan dia akan menyelamatkan Hermione.

“Woy anjing lepas!”

Hermione mundur dan kaget seketika ketika melihat Cedric dihadapannya. Cedric yang menolongnya. Dan sekarang, lelaki itu sedang berkelahi dengan 3 orang yang menggodanya.

Karena takut, Hermione berusaha menjauh. Ia menangis dan entah mengapa Ia menginginkan keberadaan Draco ada disini.

Setelah berhasil memenangkan pertarungan yang tiba tiba itu, Cedric mendekati Hermione.

“Hei, gapapa? Ada yang luka?” tanya Cedric dengan lembut.

Hermione segera menggelengkan kepalanya. “Enggak, makasih.”

“Pulang sendiri? Gue anter ya?”

“Nggak, makasih. Gue permisi, sekali lagi makasih.” saat Hermione hendak pergi, tangan Cedric menghalanginya.

“Bisa ngomong sebentar? Gue mau lurusin semuanya.”

“Lurusin apa sih kak? Udah gak ada yang harus dilurusin disini. Udah terbukti kan lo brengsek? Bahkan lebih brengsek dari Kak Oliver! Terus apa lagi yang mau dilurusin? Apa lagi yang mau dibenerin? Gak ada kak, gak ada!” Air mata Hermione semakin deras. Air mata karena digoda 3 orang lelaki itu, ditambah dengan keberadaan Cedric yang sialnya membuatnya merasa aman.

“Besok sekolah?” Tanya Cedric.

Hermione hanya mengangguk.

“Besok gue jemput ya? Gue mau ngomong sesuatu sama lo, gue mohon.”

Hermione melirik Cedric dengan tajam. Mulutnya bergerat dan matanya berkaca kaca.

“Untuk apa sih kak? Gak cukup lo sakitin gue?”

“Gue harus jelasin—”

“Jelasin apa lagi? Semuanya udah jelas! Lo—”

“Hermione!”

Omongan Hermione terhenti begitu saja saat Draco memanggilnya. Hermione tersenyum, akhirnya Draco datang untuknya.

“Draco.”

Draco berlari dan segera memeluk Hermione. “Hei, kenapa? Ada apa? Kenapa nangis?”

“Drake..”

“Siapa yang nyakitin kamu? Siapa?”

“Gue gapapa, pulang yuk?”

Draco melirik Cedric. Ia memberikan tatapan tajam kepada Cedric. Draco tau yang sedang ada dihadapannya adalah Cedric meskipun Ia belum pernah bertemu sebelumnya. Ia tahu lelaki ini yang sudah menyakiti Hermione.

Bug!

“Draco!”

“Lo kan? Lo yang udah sakitin dia! Lo udah bikin dia sakit hati, anjing!” Teriak Draco memukul Cedric terus terusan. Hermione diam membatu ketika melihat Draco mengeluarkan bahasa gaul.

“Lo? Dia belajar darimana?” Gumam Hermione.

Cedric yang merasa tidak terima, Ia balik memukul Draco.

Karena kesal, Draco mengeluarkan tongkatnya dengan cara bersembunyi. Dalam satu ayunan saja langsung berhasil membuat Cedric tak sadarkan diri.

“Draco!” Pekik Hermione.

“Ih kenapa bisa pingsan?” Tanya Hermione.

“Gapapa, yang penting kamu gapapa. Iya kan?”

Hermione mengangguk. “Kita tinggalin aja dia?”

“Iya, tinggalin aja. Ayo pulang.”

Apparate.

**

“KAU GILA? BAGAIMANA JIKA ADA MUGGLE YANG MELIHAT HUH?!” Teriak Draco marah.

Tadi saat di mall, begitu melihat Draco, Daphne langsung membawanya. Ia membawa Draco dengan cara apparate. Hal itu membuat Draco sangat marah.

“Kamu yang gila! Kamu kabur gitu aja gak mikirin perasaan orang tua kamu dirumah? Kamu gak mikirin perasaan Astoria juga yang udah setia nunggu kamu! Dia udah siap buat kamu lamar, kamu nikahin, dia udah siap. Kamu malah seenaknya kabur ke dunia muggle!” Ucap Daphne dengan nada yang tinggi.

“Aku tidak pernah mencintainya. Salah sendiri kau malah menikah dengan Adrian, bukan denganku.”

“Draco, aku tau tapi tolong, aku mencintai Adrian, bukan kamu. Astoria cinta sama kamu, dia yang cinta sama kamu bukan aku.” lirih Daphne.

“Tapi aku gak cinta sama dia Daph! Gak akan pernah cinta. Kamu denger itu.”

Daphne mencoba menggenggam tangan Draco, namun Draco menepisnya dengan kasar.

“Jangan pernah sentuh aku. Jangan pernah ikut campur dengan urusanku, karna kamu udah bukan orang yang berharga buat aku!” ucap Draco dengan tatapannya yang tajam.

Dulu, Draco dan Daphne saling mencintai. Mereka berteman baik hingga akhir Astoria mencintai Draco. Daphne memilih untuk mengalah demi kabahagiaan adiknya sendiri.

Daphne memutuskan menerima lamaran Adrian dan menikah muda dengannya. Hal itu membuat Draco terluka dan semakin murka dengan perjodohan bodoh yang keluarganya lakukan.

“Draco..”

“Aku mencintai muggle.”

Daphne mengangkat kepalanya, menatap Draco heran. “Maksud kamu?”

“Aku mencintai Hermione, temanku yang sangat baik untukku. Jadi aku minta tolong sama kamu, tolong, tolong jangan kasih tau siapapun tentang keberadaan ku, aku mohon Daph. Kamu tau sendiri gimana Father memperlakukan aku saat dimasa sekolah, kamu tau sendiri gimana Father hukum aku kalau aku gak nurut sama dia, kamu tau sendiri kan? Jadi aku mohon, jangan bocorin tentang keberadaan aku, aku mohon.”

Daphne menatap Draco tak percaya. Bagaimana bisa seorang Draco Malfoy yang anti muggle kini mencintai muggle?

“Draco.. Hermione yang kemarin kamu ajak ke Diagon Alley?”

“Kamu tau?”

“Astoria menceritakannya kepadaku. Kamu tau sendiri, Adrian bekerja di dunia muggle, itu membuat aku tinggal didunia muggle juga. Aku mempunyai semua aplikasi muggle, aku lihat kamu di twitter semalam, dia kan? Dia Hermione Granger?”

Draco melirik Daphne galak, Ia tau Daphne tidak sejahat Lucius, tidak selicik Astoria. Tapi bagaimana jika Ia nantinya keceplosan tentang Hermione ke Astoria?

Draco hanya mengangguk sebagai jawabannya, Daphne menghela nafasnya.

“Baiklah, baik. Tapi aku mohon, selesaikan dulu masalahmu dengan Om Lucius. Kamu tau? Astoria udah kayak orang gila dirumah terus neriakin nama kamu, stress aku selalu dipanggil ke Manor untuk menemani Astoria.”

Entah dorongan apa, Draco menggenggam tangan Daphne. “Terima kasih, maaf aku menjadi beban untukmu.”

“Selesaikan semuanya Draco, kabur tidak akan mengurangi masalah, malah akan menambah masalah. Aku hanya takut keluarga Granger yang akan menjadi korbannya. Mereka gak tau apa apa.”

Draco menunduk. Perkataan Daphne benar. Ia harus menyelesaikan semuanya. Tapi bagaimana jika Ia tidak bisa kembali ke Hermione?

“Draco.. Boleh aku meluk kamu? Aku kangen..” lirih Daphne meneteskan air matanya.

Draco tidak menjawab, tidak mengangguk. Ia hanya diam. Namun, di balik sorot matanya, Daphne dapat melihat bahwa Draco mengizinkan. Ia pun memeluknya.

“Jaga dirimu baik baik Drake. Kamu sudah besar, jangan menambah masalah.”

“Menikah dengan Adrian membuatmu lebih dewasa ya?”

Daphne tertawa dan memukul lengan Draco.

Ditengah obrolan mereka, tiba tiba Ia merasakan bahwa gelang yang Hermione gunakan mengeluarkan reaksi yang tidak semestinya.

Hermionenya dalam bahaya.