litaaps

**

Setelah membeli mobil, akhirnya Draco bisa ke mall menyusul teman temannya. Ternyata rangkaian untuk membeli cukup melelahkan juga. Banyak tahapnya. Sebenarnya Ia bisa saja ber-apparate akan tetapi Ia tidak ingin jika hal itu ketahuan muggle nantinya. Berbahaya.

Draco memakirkan mobilnya di basement lantai bawah mall, Ia segera jalan menuju tempat dimana teman temannya kumpul.

“Draco!” Sapa Pansy mengacungkan tangannya.

Draco tersenyum, Ia langsung menghampiri teman temannya.

“Hai, kalian pintar juga memilih tempat muggle ini.” Ucap Draco duduk disebelah Pansy.

“Pansy yang tau.” Balas Theo.

“Dulu aku pernah kesini, ya walaupun hanya sebentar tapi cukup bagus.”

Draco hanya mengangguk. Pilihan Pansy soal tempat memang tidak pernah gagal.

“Pesen minum Drake, biar ngobrolnya santai.” Perintah Theo.

“Ah ya aku lupa. Kalian sudah pesan?”

“Sudah.”

Draco memesan satu cangkir kopi untuknya. Disaat Ia memesan kopi, Ia melihat kue yang kelihatannya enak. Ia jadi ingin membelinya untuk Hermione.

Setelah mendapatkan kopi yang Ia pesan, Draco kembali duduk bersama teman temannya.

“Bagaimana? Ada yang ingin kalian sampaikan?” Tanya Draco to the point.

“Ya begitulah, Om Lucius datang ke kementrian, ke tempatku dan Blaise. Beliau menanyakanmu. Astoria juga bolak balik terus menanyakanmu. Astoria sangat menyebalkan Drake, aku muak.” Ucap Pansy dengan tatapan tajam. Ia risih dengan sikap Astoria yang selalu menganggapnya.

“Apa yang aku lakukan ini salah?” Tanya Draco.

“Ada salahnya ada tidaknya sih. Setiap masalah itu ya diselesaikan bukan lari. Tapi, kami mengerti kau sudah muak, jadi ya mungkin kau bisa lebih lama di dunia muggle. Hanya saja kau harus berhati hati, kau tidak ingin Hermione dalam bahaya kan?”

Pertanyaan Blaise berhasil membuat hati Draco sakit. Selama ini Ia tidak memikirkan keselamatan Hermione. Apakah keluarganya akan melakukan segala hal hanya karna perjodohan bodoh ini?

“Jadi aku harus bagaimana?” Tanya Draco.

“Pulang, dan hadapi semuanya.” Balas Pansy meyakinkan Draco.

**

Pulang? Mana mungkin Ia pulang. Ia benar benar tidak ingin melihat wajah kedua orang tuanya. Ia muak. Selama 8 tahun hidup bukan seperti manusia, melainkan seperti hewan. Ia terus diperintah, jika tidak nurut, maka Ia akan dihukum dengan hukuman yang tidak masuk akal.

Draco izin sebentar ke toilet, Ia memutuskan untuk mencuci mukanya sejenak berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

Setelah tenang, Ia pun keluar dari kamar mandi.

Namun, setelah Ia keluar, Ia berpapasan dengan seorang wanita yang membuat matanya membulat sempurna.

“Draco? Benar kan kamu Draco Malfoy.”

Draco terdiam ketika melihat Daphne berada di hadapannya.

Diagon Alley.

**

1 kata yang mendeskripsikan tempat ini. Unreal. Itu kata pertama yang Hermione rasakan ketika kakinya menginjak ditempat ini. Banyak orang berlalu lalang menggunakan jubah hitam, pakaian layaknya seorang sihir. Ia jadi merasa malu menggunakan pakaian muggle.

“Nah ini Diagon Alley.” Ucap Draco tersenyum kepada Hermione.

“Wah keren!” Hermione tak bisa melepaskan pandangannya dari tempat ini. Benar benar indah.

“Draco, minum butterbeer? Udah lama gak minum itu kan?” Tawar Blaise.

“Hahahaha ya. Pans, ajak Hermione ke Leaky Cauldron, disana banyak minuman enak.” Ucap Draco. Mendengar hal itu, Hermione menoleh ke arahnya.

“Lo sendiri kemana?” Tanya Hermione.

“Aku nunggu diluar, ngobrol sebentar dengan Blaise dan Theo.”

“Ah..”

“Yaudah yuk Hermione!” Ajak Pansy.

Pansy dan Hermione memasuki Leaky Cauldron. Ada banyak makanan dan minuman disana, Hermione memesan minuman enak, bukan beer, sementara Pansy memesan butterbeer.

Sementara itu, Draco, Blaise dan Theo diam diluar.

“Bagaimana? Apa yang Father bicarakan kepada kalian?” Tanya Draco kepada Blaise dan Theo.

“Dia menanyakanmu. Seperti yang aku tulis disurat, dia selalu datang ke kementrian untuk bertemu dengan kami bertiga. Bahkan tak jarang Astoria juga menghampiri Pansy dan mengorek informasi tentangmu.” Balas Blaise.

“Astoria?” Tanya Draco.

Blaise mengangguk. “She loves you, mate.”

“Sialan. Akan lebih susah aku menghindari perjodohan ini jika Astoria mencintaiku.”

“Astoria kan mencintaimu dari semenjak sekolah, mate.” Ucap Theo.

“Iya aku tau.”

“Eh bagaimana Granger? Ternyata dia lebih cantik dari yang kau deskripsikan.” Tanya Theo dengan seringai khas diwajahnya.

“Baik, cantik, aku menyukainya.”

“What? Cinta? Sayang?” Tanya Theo heboh.

Draco memutarkan kedua bola matanya. “Aku membeli handphone untuk kalian, pakailah. Mari masuk, aku ingin membicarakan ini kepada Pansy juga.”


“Enak gak?” Tanya Pansy.

“Enak.”

Hermione dari tadi tidak bisa mengalihkan pandangannya. Tempat ini benar benar berisik. Beda dengan cafe di dunia muggle yang indah, aesthetic, terang dan sunyi hanya terdengar musik saja dan beberapa orang yang mengobrol.

Sementara disini, berisik dan banyak sekali sihir berkeliaran dimana mana.

“Hai, sudah pesan?” Tanya Draco duduk diaamping Hermione.

“Udah. Draco, lo mau pesen juga?”

“Nanti aja. Kamu aja dulu.”

Hermione tersenyum, Draco juga tersenyum. Lalu, Hermione mendekatkan mulutnya kepada telinga Draco.

“Gue seneng banget! Makasih ya.”

Draco tersenyum, pipinya memerah. “Sama sama. Apapun yang membuatmu senang, akan aku lakukan.”

Selama 1 hari, Hermione berkelana di Diagon Alley ini. Ia membeli es krim, coklat dengan beragam rasa yang aneh, buku, beberapa aksesoris yang berhubungan dengan sihir. Banyak yang Ia beli.

Tak lupa Ia juga memotret beberapa bagian di Diagon Alley ini.

Dia senang.

Terima kasih Draco, berkat kamu, Hermione jadi lupa akan duka yang ditorehkan oleh 2 oknum tidak bertanggung jawab, Cedric dan Oliver.

Berkenalan dengan mereka.

**

Hari ini Hermione akan berpetualang kedunia Draco. Ia sangat senang karna akhirnya Ia akan mengunjungi dunia sihir yang tidak Ia duga keberadaannya.

Kini, Hermione dan Draco sudah siap untuk pergi ke dunia sihir.

“Naik apa? Mobil?” tanya Hermione.

“Kamu ingin cara yang cepat atau lama?” tanya Draco.

Hermione menautkan jarinya didagunya menandakan bahwa Ia sedang berfikir. “Hmmm, kalau cara cepat?”

“Dalam hitungan detik kita akan sampai kesana. Tapi ada resikonya.”

“Apa?”

“Kau akan mual, mungkin hingga muntah muntah.”

Hermione melotot mendengar itu, namun Ia yakin bahwa Ia tidak akan mual mual. “Cara cepat aja.”

“Yakin?”

Hermione mengangguk. “Yakin”

“Benar ya?”

“Iyaaa bener! Cara cepet aja.”

“Baiklah. Sini pegang tanganku. Jika kau ingin berlindung dibelakang lenganku, berlindunglah.”

Hermione mengangguk dan segera Ia memeluk lengan Draco, Ia berlindung dibelakang lengan Draco.

“Siap?”

Hermione mengangguk.

Dalam hitungan detik, mereka pun menghilang. Yang Hermione rasakan yaitu dunia ini seperti berputar sangat cepat. Saking cepatnya hal itu membuat kepala Hermione pusing.

“Sampai!”

“DRACO!” Teriak seorang perempuan berlari dan memeluk Draco dengan cepat.

Belum sempat nyawa Hermione kembali, Ia dikagetkan dengan seorang perempuan yang memeluk Draco. Melihat itu, sepertinya rasa sakit dan mualnya mendadak hilang, tergantikan rasa tak nyaman didalam hati.

“Oh Draco. Aku sangat merindukanmu! Bagaimana kau disana? Baik baik saja kan?” tanya Pansy, perempuan yang memeluk Draco.

“Aku baik baik saja Pans. Kau berlebihan.” Ucap Draco diakhiri dengan tawa kecil.

Pansy melepas pelukannya dan Ia melirik ke arah Hermione. “Oh Merlin! Ada orang? Kau membawa muggle?”

Draco tersenyum, Ia merangkul tangan Hermione. “Perkenalkan, namanya Hermione Granger. Muggle yang aku ceritakan kepada kalian.”

Hermione tersenyum kaku kepada 3 orang didepannya. Ia sangat canggung. “Emm— gu—gue eh saya—”

“Gue lo aja! Gue juga suka kok ngomong gue lo sama temen muggle gue. Yaa sama mereka aja aku kau. Menyesuaikan tempat! Anyway, gue Pansy Parkinson. Sahabat Draco semasa sekolah sampe sekarang.” Pansy mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan.

“Emm a—ah iya, Hermione, Hermione Granger.”

“Oh ini Hermione Granger yang katamu cantik?” Tanya Theo yang membuat Draco melotot ke arahnya.

“Kau kalau ngomong!” Ketus Draco memukul kepala Theo dengan tongkatnya.

“Hehehe maaf. Hai, nama gue Theodore Nott.” Theo menjulurkan tangannya.

“Cih, gegayaan gue gue. Gak biasa juga!” Ledek Pansy.

“Eh kan gue juga punya temen muggle gak kaya si Blaise sama Draco, lingkungan hidupnya penyihir semua.”

“Heh heh heh kau tak boleh begitu. Jika tak ada kami, kau tidak akan punya teman.” Ucap Blaise menyikut lengan Theo.

“Saya Blaise Zabini.”

“Ah iya, Hermione.. Hermione Granger.”

“Oke udah cukup perkenalannya. Jadi kita mau kemana?” Tanya Draco.

“Diagon Alley!” Ucap Pansy.

**

1 hari untuk selamanya.

**

Mata Hermione sudah sembab. Ia sudah lelah berlarian kesana kemari. Pesawat dinyatakan jatuh di salah satu laut di Indonesia. Masih di Indonesia.

Cuaca yang sangat buruk mengakibatkan pesawat kehilangan kendali dan menyerah.

“Kalau aja Papa ngizinin Draco berangkat pagi ini, udah pasti dia masih ada disini Pa! Dia masih ada disisi aku, dia masih ada.” Hermione terduduk lemas. Ia daritadi memarahi Lucius karena Ia yang menyuruh Draco berangkag duluan.

“Suami aku belum ketemu Ma, Draco belum ketemu.”

Narcissa memeluk Hermione dengan erat. Ia juga menangis, kehilangan anak lelaki satu satunya adalah hal yang sangat berat untuknya. Kabar ini sangat membuatnya terpukul.

“Pak Lucius.” panggil salah satu anak buah keluarga Malfoy.

“Kami sudah menemukan Mr. Malfoy.”

Hermione berdiri dan menghampiri orang itu.

“Gimana? Draco gapapa kan? Draco baik baik aja kan? Bilang ke saya Draco baik baik aja kan?!” teriak Hermione memukul lengan lelaki yang ada dihadapannya.

“Kita langsung kesana aja ya, Hermione?” tawa Lucius.

Hermione mengiyakan dan mereka langsung ke tempat kejadian perkara.


Sudah hampir ada 12 korban yang ditemukan. Dan tidak ada satupun yang masih hidup, semuanya sudah tidak bernyawa.

Kaki Hermione lemas seketika, Ia jalan melewati jenazah jenazah yang sudah ditutupi itu.

“Disini, Mrs. Malfoy.” tuntun anak buah Lucius.

Hermione diam ketika melihat salah satu jenazah yang sudah ditutup.

“Enggak, Draco masih hidup.”

Hermione enggan membuka penutup itu, jadi yang membukanya adalah Lucius.

“Enggakk! Itu bukan Draco! Tutup! Itu bukan Draco!” Hermione berteriak histeris ketika melihat jenazah yang ada dihadapannya. Ia menutup matanya dan memeluk Narcissa.

“Enggak Ma, Draco bilang dia pergi cuman sehari, jadi besok dia pulang Ma. Iya kan? Draco cuman pergi sehari Ma.” lirih Hermione.

Narcissa tidak menjawab apa apa, kakinya seolah kaku dan lidahnya kelu melihat sang anak ada dihadapannya. Raganya yang sudah tidak bernyawa.

“Segera evakuasi jenazah anak saya. Saya ingin segera mengurus pemakamannya.” perintah Lucius.


Suasana pemakaman kini sangat sendu. Hermione sudah tidak bisa bergerak, badannya lemas dan nafasnya tidak teratur.

Ia melihat sang suami dikebumikan.

Hermione tersenyum, yang Ia lihat bukan peti jenazah, melainkan senyuman Draco yang sangat indah dan manis untuknya.

Ia ingat, dulu Draco yang mengejar ngejarnya, Draco menyatakan cinta duluan dan memintanya menjadi seorang kekasih. Ia tidak menolak karena pada saat itu pun Ia mencintainya.

“Scorpie pasti bangga punya Daddy kayak aku.”

Bahkan untuk melihat Scorpius saja Draco tidak sempat.

Mengapa semua terjadi begitu cepat? Mengapa semua terjadi kepada dirinya? Apa menurut Tuhan 9 tahun bersama Draco itu sudah cukup?

Dunianya hancur. Sang belahan jiwa sudah pergi, bukan hanya 1 hari melainkan selamanya.

Tidak ada yang bisa Ia lakukan selain menangis, bahkan untuk menangis saja rasanya sudah tidak sanggup. Semua energinya seolah olah hilang bersamaan dengan kepergian Draco.

Hermione akan selalu ingat ucapan Draco.

“Iya, cuman satu hari sayang.”

“Kamu bilang cuman satu hari, Drake. Tapi kenapa selamanya?”

**

00.00

**

Pukul 23.00, Draco menutup ponselnya dan lebih memilih memandangi jendela. Hermione sudah tidur, itu artinya waktunya dia yang tidur.

Pukul 23.10 hujan mulai turun, masih kecil, dan aman. Draco akan melanjutkan tidurnya.

Draco memejamkan matanya, Ia tertidur sebentar hingga akhirnya ada keanehan yang Ia rasakan.

Pesawat yang Ia tumpangi tiba tiba sedikit semi sedikit kehilangan arah, dan hujan diluar mulai lebat, bahkan sangat lebat dibarengi dengan petir yang saling bersahutan.

Draco panik, Ia menaruh ponselnya ke dalam tas. Semua penumpang mulai panik, namun Draco berusaha tenang.

Ia melirik jam tangan yang melingkar ditangannya, sudah pukul 23.45. Sudah larut malam.

Turbulensi pesawat semakin cepat, Draco mulai panik dan bantuan oksigen mulai turun, Draco memakainya.

Ia merasakan rasa sesak didadanya, gerakan pesawat sudah sangat tidak terkendali.

Perasaannya tidak enak, jantungnya benar benar bergerak tak karuan. Ia takut. Takut badannya hancur berbarengan dengan pesawat.

“Kuat Drake, Hermione nunggu lo dirumah.”

Bayangan senyuman Hermione melintas dikepalanya. Wanita yang Ia cintai semasa SMA dan kuliah, wanita yang sudah bersamanya selama 9 tahun lamanya. 8 tahun pacaran, dan usia pernikahannya yang sudah menginjak 1 tahun.

“Hei, I love you.” Draco mencium kening Hermione.

Hermione tersenyum. “I love you too, Drake.”

Draco berlutut dihadapannya, dan mengeluarkan sekotak cincin indah.

“Kamu tau? Semenjak ada kamu didalam hidupku, aku selalu bersyukur dan merasa jadi orang yang sangat beruntung didunia ini, Hermione. I love you so much. Makasih, makasih karena kamu telah menjadi jawaban dari segala resahku, aku sangat mencintaimu, Hermione. Mau kah kamu menjadi seseorang yang akan aku lihat setiap paginya setiap hari? Menjadi cinta terakhir dan teman hidupku sampai akhir hayatku.”

“Demi Hermione. Kuat Drake. Kuat.”

Pukul 23.50 turbulensi semakin dahsyat. Bahkan semua orang didalam pesawat ini sudah tak karuan, berteriak, dan berdoa. Berharap semuanya baik baik saja.

“Draco! Aku hamil!”

“Akhirnyaa sayang, makasih Hermione. Makasih.”

-

“Bener ya cuman satu hari?”

“Iya sayang, lusa aku pulang.

-

Aku gak mau kamu pergi.”

“Cuman sehari sayang.”

“Kamu nemenin aku lahiran kan?”

“Pasti dong, kan aku suami kamu. Aku pasti nemenin kamu lahiran.”

Pukul 23.55 pesawat sudah tidak terkendali. Semua barang berjatuhan dan terkena kepala Draco yang membuat kepalanya sakit.

“Draco! Scorpie nendang nendang! Aaaaa aku seneng!”

Senyuman Hermione adalah kebahagiaan untuknya.

Pukul 23.59 dada Draco semakin sesak, pesawat sebentar lagi akan terjatuh.

“Hermione maaf, maaf. Aku akan selalu ada di hati kamu. Hermione, aku sayang kamu. I love you, Hermione.”

Tepat pukul 00.00 pesawat terjatuh dan tak ada lagi kebisingan didalam pesawat.

Malam ini, tubuh mereka berjatuhan satu persatu kedalam air laut, termasuk tubuh Draco.

“Maaf, gak 1 hari, maaf sayang..”

**

I Love You.

**

Malam ini, Hermione akan mengantar Draco ke bandara. Draco akan menjalani jam penerbangan malam menuju ke Amerika.

Hermione memeluk Draco dengan erat, entah mengapa Ia tidak ingin Draco pergi, sangat berat untuknya membiarkan Draco pergi.

“Cuman sehari kan?” tanya Hermione. Ia sudah 5 kali menanyakan hal ini ke Draco.

“Iya sayang. Malam ini kan aku berangkat, besok siang aku sampe dan besok paginya aku pulang. Aku nginep disana satu hari.” Sudah 5 kali juga Draco menjawab hal ini.

“Aku gak mau kamu pergi. Bisa diwakilin Theo aja gak sih?”

“Gak bisa sayang, harus langsung aku yang turun karna aku pemegang perusahaan sekarang. Apalagi ini meeting sama beberapa negara, jadi aku harus ada disana langsung. Demi kelangsungan bisnis aku sayang.”

Hermione menghela nafasnya. Jujur, Ia sangat tidak ingin melepaskan Draco.

“Kamu sayang aku kan?” tanya Draco, Hermione mengangguk.

“Cuman sehari sayang, abis itu aku pulang.” Ujar Draco meyakinkan.

“Iya, cuman sehari.” Ucap Hermione mempererat pelukannya.


Malam ini, suasana bandara cukup ramai. Draco diantar oleh Hermione, Narcissa dan Lucius. Draco berangkat sendiri malam ini, Lucius akan menyusul besok pagi bersama Theo dan Pansy.

Draco sengaja harus berangkat malam ini, karena meeting pentingnya akan dilakukan esok hari di sore hari, dan Draco harus disana. Setelah itu, selanjutnya akan diurus oleh Theo, Lucius dan Pansy.

Draco memeluk Hermione dan mencium puncak kepalanya. “Jaga diri disini ya? Izin ke Mama kalau mau kemana mana ya?”

Hermione mengangguk. “Cuman sehari kan?”

Draco tersenyum. “Iya sayang, cuman sehari kok.”

“Aku gak mau kamu pergi.”

“Lusa aku pulang lagi sayang.”

“Kamu nemenin aku lahiran kan?” tanya Hermione berkaca kaca.

Draco terdiam mendengar pertanyaan itu, Ia merasa ada yang aneh dengan istrinya. Pertanyaan macam apa itu? Draco seorang suami, ya sudah pasti akan menemaninya melahirkan.

“Kamu nanya apa sih sayang? Ya udah pasti bisa nemenin kamu dong sayang. Aku kan selalu menanti nantikan kelahiran anak pertama kita.”

“Bener ya? Janji?”

“Sayang, gak usah janji. Aku pasti nemenin kamu.”

“Hmm yaudah. Cium Scorpie.” ucap Hermione mengelus perutnya yang buncit.

Draco berjongkok, Ia mengelus perut Hermione dan menciumnya.

“Hai anak Daddy. Jangan rewel ya? Jangan bikin Mommy kamu sedih sayang, selama Daddy gak ada disamping Mommy, kamu harus bisa jaga dia oke? Kamu kan jagoan Daddy, jadi kamu harus selalu jaga Mommy. I love you sayang, I love you so much. Daddy pergi ya?”

Setelah itu, Draco mencium perut Hermione cukup lama.

Hermione menghapus air matanya dan menubrukkan diri ke pelukan Draco.

“Aku pergi ya?” bisik Draco.

Hermione mengangguk, air matanya semakin deras keluar.

“I love you.” Bisik Draco mencium kening Hermione cukup lama.

Ciuman itu terasa dingin. Hermione bisa merasakannya. Hatinya sangat takut, tapi Ia tidak bisa mencegah suaminya pergi. Ia harus merelakannya.

“I love you too, Draco.”

**

Hug.

**

Hermione menangis dibalik selimutnya. Usia kehamilannya sudah mau memasuki usia 9 bulan yang artinya Ia sebentar lagi akan melahirkan.

Selama kehamilan, Hermione selalu dimanja oleh Draco. Suaminya itu selalu ada untuknya dan banyak menghabiskan waktu dirumah menemaninya dibandingkan di kantor. Draco tidak pernah meninggalkan Hermione jauh jauh selain kekantor. Maka dari itu, kabar Draco akan berangkat ke Amerika benar benar membuatnya sedih.

Walaupun apa kata Draco, Ia hanya akan disana 1 hari saja.

Draco berlari cepat menuju kamarnya. Ia masuk ke dalam kamarnya dan terkejut ketika melihat Hermione menyembunyikkan dirinya dibalik selimut. Hanya suara isak tangis saja yang terdengar.

“Hei.” bisik Draco duduk disebelah Hermione.

Hermione membuka selimut, rambutnya berantakkan dan matanya sembab.

“Istri aku.” lirih Draco menarik Hermione ke dalam pelukannya.

“Kamu jahat, katanya mau terus ada disisi aku. Ini malah ke Amerika.” ucap Hermione bersedih.

“Sayang.. Kan cuman sehari? Aku juga gak tega ninggalin istri aku lama lama disana.” Draco berusaha menenangkan istrinya. Dia mengusap lembut kepala sang istri dan sesekali mengecupnya.

“Gamau tau, aku gamau ditinggalin kamu Drake.” ucap Hermione memajukan bibirnya. Bukan kasihan, Draco malah tersenyum, menurutnya Hermione sangat menggemaskan ketika marah begini.

“Sayang.” Draco mempererat pelukannya.

“Cuman sehari aja, aku janji.”

Hermione melingkarkan tangannya dibadan Draco, Ia menenggelamkan wajahnya dibalik dada bidang milik Draco.

“Bener ya sehari?”

“Iya sayang, sehari.”

“Janji?” Hermione mengacungkan jari kelingkingnya.

“Janji.” Draco menautkan jari kelingkingnya ke jari Hermione.

“Udah gak ngambek?” tanya Draco yang dibalas gelengan kepala oleh Hermione.

“Coba tebak aku bawa apa?” tanya Draco.

“Apa?” balas Hermione antusias.

“Tebak dong.”

“Emmmm.” Hermione pura pura berfikir. Ia sebenarnya tahu apa yang Draco bawa, karena bau nya sudah tercium.

“Apa yaaa..”

“Apa coba? Ayo tebak, kan istri aku pinter.”

“Hehehe iyaa, nanti juga Scorpie bakal pinter.”

“Ganteng juga kayak Daddynya.”

“Ish! Pd!”

“Emang bener aku ganteng.”

“Iya ganteng, makanya aku sayang banget.” Hermione memeluk Draco.

“Hahaha sayangku. Jadi aku bawa apa?”

“Martabak matcha yang aku mau!!”

“Betul!” ucap Draco heboh.

“Yeaayy!! Mau mau manaa sini, Scropie udah ngiler Daddy.”

“Hahaha kamu ini.” ucap Draco mengusap lembut kepala Hermione.

Mereka berbahagia siang itu, tidak ada fikiran apapun. Ya, mereka berbahagia.


Setelah memakan martabak bersama sama, kini saatnya mereka untuk menghabiskan waktu bersama.

“Nonton yuk? Disney! Elsa!” ucap Hermione mengambil remote.

“Eh iya Drake..”

“Hmm?” Draco menyimpan ponselnya dan fokus kepada sang istri.

“Kamu kan 3 hari lagi berangkat ya, gimana kalau selama 3 hari itu kita ngabisin waktu bareng? Kamu jangan kerja, dirumah aja temenin aku. Gimana? Kita gak kemana mana, dirumah aja.”

“Boleh sayang. Selamanya juga boleh, gak cuman 3 hari itu.”

“Ih kan maksudnya sebelum kamu berangkat gitu.”

“Iya sayang, ayo nonton.”

“Ayo!!”


She's Gone.

**

Sudah 3 hari Hermione dirawat, bukannya membaik keadaannya malah semakin buruk.

Selama 3 hari ini juga, Draco bolak balik rumah sakit untuk menjaga Hermione.

Tadi, Hermione drop dan tak sadarkan diri, hal itu membuat semua orang disekitarnya terpuruk dan menangis, tidak terkecuali Draco.

Draco daritadi duduk sambil memegang tangannya sendiri. Ia memutar mutarkan cincin tunangan yang menempel di jarinya.

“Gue mohon, sembuh Hermione. Jangan tinggalin gue.” gumam Draco memejamkan matanya, berharap Hermione sembuh dan sesuai rencana mereka, minggu depan mereka akan menikah.

Tak lama kemudian, dokter pun keluar dari ruangan.

“Dokter, bagaimana?” tanya Helena.

“Mohon maaf, sel kanker yang diderita Hermione sudah tidak bisa lagi disembuhkan. Tubuhnya tidak kuat dan mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Hermione meninggal dunia.”

Helena berhamburan ke pelukan Richard dengan penuh air mata kesedihan. Kehilangan anak kesayangannya adalah hal yang sangat menyakitkan. Dunianya hancur. Separuh jiwanya ikut pergi dengan kepergian Hermione.

Draco sendiri, Ia diam ditempat. Kakinya tiba tiba lemas dan jantungnya berdebar tak karuan.

Tunangannya meninggal dunia siang ini.

“Enggak, Hermione gak meninggal. Dokter bohongkan? Cek lagi, siapa tau dokter salah cek.” ucap Draco.

Dokter itu menggelengkan kepalanya. “Mohon maaf, pasien sudah meninggal dunia. Saya harap jenazahnya segera diurus.”

“Enggak, ini pasti ada yang salah. Dokter salah kan?”

“Mohon maaf, saya mohon maaf yang sebesar besarnya. Saya permisi.”

Dokter itu pun pergi dari ruangan Hermione.

Karna emosi, Draco memukul tembok rumah sakit dengan tangannya.

“Hermione, kalau gue tau 7 hari kemarin adalah 7 hari terakhir, gue akan bilang kalau gue sebenernya sayang sama lo. Gue sayang lo, Hermione. Gue sayang lo.”

Kini Draco sadar kalau dia sebenarnya mencintai Hermione. Namun semuanya sudah terlambat, Hermione sudah terbang ke langit dan tak akan kembali lagi.

**

Sakit.

**

Setelah membeli buah buahan, kini Draco melajukan motornya menuju rumah sakit.

Ia sudah tahu ruangan Hermione dimana, ternyata diruangan ICU. Mengapa harus sampe ke ICU? Memang separah apa sakitnya?

“Siang om, tante.” ucap Draco salim kepada orang tua Hermione.

“Siang Draco.” balas Richard, papa Hermione.

“Hermione didalem, kamu mau masuk?” tanya Helena.

Draco masuk ke dalam ruangan Hermione, perasaannya tidak enak, saat Ia masuk, Ia disuguhkan dengan bau obat dan alkohol yang menyengat.

Ia masuk kedalam ruangan itu, dan pemandangan yang Ia temukan adalah Hermione terbaring lemah dengan berbagai selang ditubuhnya. Ia bernafas dengan bantuan alat oksigen yang menempel dihidung dan mulutnya. Matanya terpejam dan bibirnya sangat pucat.

“Hei, kenapa gini? Lo gak pantes tidur disini, Hermione.” Draco masih tidak percaya dengan apa yang ada didepannya.

“Minggu depan kita nikah. Tempat, baju, semua udah siap. Kenapa lo malah sakit? Kecapean ya karna kemarin kita jalan jalan terus? Lo sih, padahal list yang lo kasih gapapa kok gak sehari 1 list.”

“Dra—co.” lirih Hermione.

“Lo kenapa? Sakit apa?”

“Dra—co, maaf.”

Draco terdiam, tubuhnya tiba tiba kaku dan lidahnya kelu.

“Gue sebenernya sakit kanker dan hidup gue gak akan lama lagi.”

Apa apaan? Pintar sekali Hermione berbohong.

“Jangan bercanda. Lo mau sakit kanker beneran karna kualat? Ih amit amit gue mah.”

Hermione tersenyum, Ia sudah menyangka reaksi Draco akan demikian.

“Draco, gue serius.”

“Lo ngomong apa sih? Minggu depan kita nikah. Baju, tempat, catering semuanya udah gue siapin.”

“Itu bukan buat kita.”

“Maksud lo?”

“Itu buat lo sama Astoria.”

“What? Bentar, anjing maksudnya apa? Bukan Astoria, tapi lo! Lo yang bakal nikah sama gue, bukan Astoria.”

“Draco.”

“Enggak, pokoknya lo harus sembuh, jangan ngomong yang macem macem. Gue akan berusaha supaya lo sembuh.”

“Draco.”

“Apa? Apa Draco Draco?”

“Gue sakit.”

Draco kini diam, nafasnya menggebu gebu, dadanya naik turun menahan emosi.

“Hidup gue gak akan lama lagi. Sebentar lagi gue bakalan terbang ke langit dan gak akan balik lagi. Makasih ya? Makasih lo udah mau menuhin pura puranya. Gue seneng, makasih.”

“Masih 5 hari, belum 7 hari.”

“Ini udah hari ke 7, Draco.”

Draco menoleh ke Hermione. “Bangun, kita ke aquarium hari ini.”

“Drake.”

“Yaudah kalau gitu, lo harus sembuh, nanti kita ke aquarium.”

Air mata Hermione lolos seketika. Ia menangis, andai saja Ia tidak sakit, pasti semuanya tak akan berantakan seperti ini. Pasti Ia sudah bahagia bersama Draco, meskipun Draco tidak bahagia bersamanya.

“Gue gak kuat, Draco.” lirih Hermione menahan sesak didalam dadanya.

“Draco, gue cinta sama lo.” lanjutnya.

“Gue cinta sama lo dari pertama kita ketemu. Gue cinta sama lo setiap harinya sampe sekarang, gue cinta sama lo. Makanya gue gak keberatan terima perjodohan ini.”

“Gue tau lo gak cinta balik, tapi makasih, makasih atas kesempatannya. Makasih udah mau menuhin semua list yang gue kasih, makasih Draco, makasih.”

Tanpa sadar, Draco menangis. Ia tidak melihat wajah Hermione, baginya itu adalah hal yang sangat menyakitkan.

“Makasih, Draco.”

“Enggak, lo harus sembuh, Hermione.”

“Tapi gue capek, Drake. Gue capek.”

**

Indah.

**

Setelah 45 menit perjalanan, akhirnya Hermione dan Draco sampai di pantai. Hermione segera siap untuk turun, begitu juga dengan Draco.

“Kita sarapan dulu ya?” Ucap Hermione.

Draco hanya mengangguk. “Dibelakang aja.”

Draco jalan lebih dulu menuju bagasi mobil. Ia membuka bagasi mobil dan mereka akan sarapan didalam bagasi itu yang langsung menghadap ke laut.

“Lo yang masak?” Tanya Draco.

“Heem, coba deh, enak gak?”

Draco memakan masakan Hermione satu suap. “B aja.”

“Ish lo tuh ya nyebelin banget! Kan gue udah bilang, kita pura pura saling cinta 7 hari ini ini. Kenapa malah enggak?”

“Gue gak suka pura pura, gue gak cinta sama lo.” balas Draco yang langsung menusuk ke hati Hermione.

“Apa salahnya sih pura pura?” gumam Hermione sambil memakan makanannya.

“Udah cepet makan makanan lo. Kita harus cepet liat tempat buat nikahan.”

“Iya sabar, disini dulu napa sih Drake?”

“Kalau makin siang, pantai makin panas. Ayo.”

“Ish.” Hermione berdecak kesal. Ia menaruh makanannya yang belum habis dan mengikuti Draco.

Mereka melihat lihat tempat yang akan menjadi tempat nikahan. Hermione senang, impiannya menikah dipantai akan segera terwujud. Namun, apa Ia kuat bertahan hingga hari itu tiba?


“Ke dermaga yuk?” ajak Hermione.

Draco mengangguk, Ia membiarkan Hermione untuk jalan lebih dulu.

“Lo suka pantai?” tanya Draco.

“Banget! Pantai itu indah banget tau drake. Kadang gue suka mikir, gue pengen jadi mermaid, gue pengen nyelem ke lautan terdalam dan gak timbul lagi.”

Draco mengangkat halisnya. “Ngawur lo. Mati dong?”

“Hahaha gak mati dong, kan mermaid bisa hidup didalem air.”

“Ah..”

“Duduk sini Draco.” Hermione duduk ditepi dermaga dan Draco duduk disampingnya.

“Laut dan langit itu bagaikan kita. Deket tapi sebenernya jauh.” Ucap Hermione.

“Salah, yang bener itu kita langit dan bumi. Jauh, sampe kapanpun gak akan bersatu.”

“Gue langitnya. Lo buminya.” Ucap Hermione.

“Kenapa?”

“Karna nanti gue akan terbang ke langit, dan lo akan tetap dibumi.”

Draco mengerutkan keningnya heran. “Lo kalau ngomong emang suka ngawur gini ya?”

“Hah? Iya hahaha sorry.”

Bukan ngawur, memang kenyataan. Sebentar lagi, Hermione akan terbang ke langit dan tak akan kembali lagi.


Malam ini, Hermione dan Draco masih di pantai. Mereka menghabiskan waktu bersama seharian penuh.

“Draco, fotoin gue disini dong!”

“Gelap, percuma. Muka lo gak akan keliatan.”

“Gapapa, gue cuman mau foto aja, gak perlu keliatan mukanya.”

Draco hanya mengangguk dan bersiap memotret Hermione. Setelah selesai, Ia melihat lihat hasil potretan miliknya.

“Cantik.” gumam Draco.

Draco melirik ke Hermione yang sedang bermain dengan ombak. Wanita itu sangat terlihat bahagia.

“Gimana bisa lo bahagia dengan gue yang brengsek, Hermione?”

“Malam ini indah, memang pantainya atau karna ada lo Mi?”


“Hermione bangun, udah sampe.”

Tidak ada balasan dari wanita itu, Draco menoleh dan melihat wanita itu benar benar tidur nyenyak.

Draco merapikan rambut Hermione yang menghalangi wajahnya. Tanpa sadar, bibirnya melengkungkan senyuman.

“Cantik.”

Karna tidak mau membangunkan Hermione, Draco pun menggendongnya dan membawanya ke dalam kamarnya.

“Selamat tidur, Hermione.”

**