Art Gallery.
***
“Drastoria?”
Theo mengangguk, dia tersenyum melihat Astoria juga tersenyum ketika berdiri didepan art gallery yang cukup sederhana ini.
Bangunan yang indah, berwarna putih serta ada perpaduan warna pink. 2 warna kesukaan Astoria.
“Kenapa nama art gallery nya Drastoria?”
“kepanjangan dari nama lo dan Draco, Tor..” ingin selali Theo menjawab itu, namun, dia harus tahan, karena dia harus menjelaskannya disaat mereka masuk ke dalam.
“Ayo masuk, nanti juga bakal tau Tor.”
Astoria hanya mengangguk dan memasuki art gallery itu. Sangat sepi, hanya ada mereka berdua disana.
Art gallery yang Draco siapkan cukup sederhana, seperti art gallery lainnya. Hanya bangunan yang dipenuhi dengan seni yang indah. Lukisan, serta animasi 2 dimensi.
Saat Astoria masuk, dia salah fokus kepada lukisan yang berhadapan langsung dengan pintu. Dimana, ketika dia masuk, lukisan itu lah yang ia lihat pertama kali.
Lukisan seorang perempuan dengan dress putih sedang berada di pantai, rambutnya panjang, terbawa angin, senyumnya sangat terlihat jelas disana.
Lalu, Astoria melihat ke arah kanannya, begitu banyak lukisan yang menurutnya ini semua memiliki arti.
Lukisan yang ia lihat pertama kali di sebelah kanannya, adalah lukisan seorang perempuan dengan seragam SMA nya, kedua rambutnya dikuncir dengan pita berwarna pink dikedua belah rambutnya.
Lukisan ke-dua, ada lukisan seorang lelaki yang sedang melihat perempuan yang sedang berolahraga. Masih dengan seragam SMA nya.
Lalu, di lukisan ke-tiga, ada seorang perempuan dengan dress berwarna pink nya, rambutnya terurai indah, sedang dansa dengan seorang lelaki. Akan tetapi, wajah sang lelaki dibuat abstrak dan berantakan. Seolah-olah, di dalam lukisan itu, hanya menonjolkan sang wanita.
Lalu di sebelah kiri, lukisan pertama yang ia lihat adalah toko buku. Dimana, seorang perempuan lagi dan seorang lelaki yang sedang berhadapan, dengan pemandangan toko buku yang sangat nyata.
Dan lukisan selanjutnya, Astoria melihat seorang wanita yang sedang duduk, dengan jaket berwarna hitam yang ia genggam. Di dalam lukisan itu, sang wanita sedang melihat lelaki sedang bermain basket, di malam hari.
Dan di lukisan setelah itu, Astoria mulai menyadari bahwa semua ini ada yang tidak beres.
Di lukisan selanjutnya, dia melihat dua orang sedang tersenyum di pasar malam.
“The, ini—”
Mata Astoria berkaca-kaca. Dia mengerti maksud dari semua lukisan ini.
Dia merasa bahwa, seorang wanita yang ada di dalam semua lukisan itu adalah dirinya sendiri.
“Ini art gallery yang Draco bikin sendiri, buat lo Tor.”
Bibir Astoria tertutup rapat, seolah-olah berita dari Theo membuatnya terkejut bukan main.
“Lo pasti ngerti maksud dari semua lukisan ini.”
“M—maksud lo?”
“Harusnya, hari ini, lo dan dia itu bahagia. Dia harusnya nembak lo di hari ini. Tapi, semuanya malah kacau dengan berita yang ada kemarin.”
Theo berdiri di samping Astoria, sama sama memandang lukisan bertema pasar malam.
“Draco niat banget bikin semua ini buat lo, Tori. Dia sayang banget sama lo. Tor, gue tau lo kecewa sama dia. Gue tau lo marah, benci, mungkin lo gak mau ketemu sama Draco lagi. Tapi, itu semua masa lalu Tor. Mau gimana pun lo marah, mau segimana pun lo menghindar, masa lalu gak bisa lo ubah.”
Kini Astoria sudah mulai menangis. Matanya tak lepas dari lukisan yang ia lihat. Disana, diujung kanan kanvas lukisannya, ada tanda tangan Draco. Astoria sangat mengenal tanda tangan itu.
“Theo, gue gak tau..”
“Semua itu masa lalu, Tori. Semua orang melalukan kesalahan, dan semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Begitupun dengan mereka, Draco dan Hermione.”
Astoria kini menoleh ke arah Theo yang sedang tersenyum ke arahnya.
“Draco yang nyiapin ini semua buat lo. Drastoria, Draco Astoria.”
Tak terasa, pipi Astoria sudah basah karena air matanya.
Astoria tidak pernah menyangka Draco telah mempersiapkan semua ini, Astoria benar-benar tidak menyangka.
Tidak pernah dalam pikirannya, sekalipun, dia akan dibuatkan art gallery khusus untuknya. Tidak pernah.
“Gue bawa lo kesini karena gue mau lo tau, seberapa besar rasa sayang sahabat gue yang satu itu. Gue kenal Draco, Tor. Gue kenal dia dengan cukup baik. Dia sayang sama lo, dia tulus sama lo. Dan dia, bener bener cinta sama lo.”
Astoria tidak berbicara banyak, dia hanya menangis sambil menikmati satu persatu lukisan disana.
Theo juga menjelaskan bahwa Thania ikut andil dalam pembuatan lukisan-lukisan disini. Astoria tersenyum bahagia ketika melihat lukisan milik Thania ada disana.
Setelah itu, Theo meninggalkan Astoria sendiri, karena Astoria ingin diam di art gallery ini dalam waktu yang cukup lama.
“Hei..”
Astoria menoleh, disana, Draco berdiri dengan tatapan yang terkejut sekaligus senang. Bercampur dengan air matanya.
“Drake..”
“Lo sama siapa kesini?”
“Theo, tadi, gue sama dia kesini.” Astoria menghapus air matanya dengan segera.
“Theo? Sekarang dia dimana?”
“Pulang.”
Draco mengangguk, dia tidak berani mendekati Astoria.
Apa ini yang dimaksud Daphne? Dia menyuruh Draco kesini, karena Daphne juga menyuruh Astoria kesini?
“Lo kenapa bikin semua ini?”
“Impian lo kan, di tembak dengan art gallery pribadi?”
“Hah? Impian gue?”
“Daphne yang bilang..”
Astoria terkekeh pelan, “Lo dikerjain sama dia.”
Astoria membalikkan badannya, melipat kedua tangannya dan bersikap seolah-olah dia sedang menilai lukisan itu satu persatu.
“Tapi Daphne bilang??”
“Gue gak ada impian soal tembak tembakan, Drake. Aneh banget tuh Daphne.”
“Ah, dasar Daphne..”
“Bagus lukisan lo, detail banget. Tapi—”
Astoria kini berdiri di sisi sebelah kanan. “Maksud dari lukisan ini apa? Kenapa seragam SMA?”
“Gue suka sama lo dari zaman SMA. Tapi, ya, karena rasa egois gue tinggi, jadi gue gak mau ambil langkah pertama buat deketin lo.”
Astoria menoleh ke arah Draco dengan tatapannya yang cukup tajam. “Maksud lo?”
“Hehe sorry Tor.. Ini semua salah gue. Gue tau lo suka sama gue dari zaman SMA, dan gue juga nyimpen perasaan ke lo. Tapi, karena rasa egois gue yang tinggi, jadi gue gak mau ambil langkah duluan.”
“Lo biarin gue suka sama lo selama itu? Kalau gue nyerah dan jadian sama cowok lain gimana?”
“Gue bakal rebut lo, sampe lo punya gue.”
Astoria terkekeh pelan, “Gak jelas.”
“Tor.. Gue minta maaf soal—”
“Gue gak mau bahas itu, Drake. Daphne dan Theo bilang, itu masa lalu. Masa lalu yang gak bisa diubah sampai kapanpun. Kata mereka, semua orang melakukan kesalahan, dan semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.”
“Gue tau gue jahat. Jujur, gue gak ngapa-ngapain sama Hermione disana Tor. Yang ada di menfess itu bener gue sama Hermione, tapi gue berani sumpah, gue gak berani sentuh Hermione lebih dari apapun.”
Astoria tersenyum singkat, “Ya, gue percaya sama lo Drake.”
“Makasih Tor..”
Suasana hening seketika, Astoria sangat menikmati satu persatu lukisan disana. Dia benar-benar melihat satu persatu.
“Draco..”
“Ya?”
“Katanya, hari ini, lo harusnya nembak gue. Let's do that, Drake.”
“Hah?”
“Gue mau tau, seorang Draco Malfoy menyatakan perasaannya gimana.”
Astoria berdiri menghadap Draco, dan Draco perlahan mulai berlutut dihadapannya.
Draco bersumpah, setelah ini, dia tidak akan menyakiti hati wanita ini lagi. Astoria begitu baik, bahkan sangat baik untuk Draco yang telah memberikannya banyak rasa sakit.
Draco perlahan mengeluarkan satu kotak berwarna merah, dan memperlihatkan cincin yang sangat indah disana.
Astoria mematung seketika.
“Drake—”
“Tori.. Lo wanita terbaik yang pernah gue kenal. Sangat sayang untuk gue sia-siakan. Gue sayang banget sama lo Tor. Gue tau, gue banyak banget ngasih lo luka, rasa sakit, kecewa, gue tau.. Tapi, gue minta maaf. Gue mohon, kasih kesempatan kedua untuk gue memperbaiki semuanya.. Gue mohon.”
Draco terdiam sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, “Gue gak mau lo cuman jadi pacar gue. Gue mau lo jadi temen, sahabat, saksi akan perjalanan hidup gue hingga akhir. Jadi orang yang selalu ada di sisi gue selamanya. Jadi orang yang akan selalu gue genggam. Jadi orang yang akan selalu gue bawa kemana-mana, jadi orang yang akan selalu nemenin gue kemanapun gue pergi. I want you to be my wife, Tori.”
“Drake—”
“Maaf kalau terlalu cepat.. Kita bisa nikah ketika kita lulus kuliah nanti. Soal tabungan, gue udah punya banyak tabungan, gue—”
“Draco, hei.. Gue percaya sama lo soal finansial.. Tapi..”
“Kenapa Tor?”
“Ada satu permintaan khusus kalau lo mau jadi suami gue..”
Astoria tidak menyangka Draco akan melamarnya. Di usia mereka yang masih sangat muda.
“Apa itu? Apapun itu, gue lakuin buat lo.”
“Minta izinnya sama nyokap bokap gue ya? Sama Daphne juga. Kalau mereka izinin, gue mau nikah sama lo, kapanpun itu.”
Draco berdiri dengan penuh rasa bahagia. Kemarin, sebelum Daphne memberikannya pesan, dan setelah dia bertengkar dengan Adrian, Draco berpikir akan berhenti untuk mengejar Astoria. Draco akan melepaskan dan merelakan Astoria.
Namun sekarang, Draco bersumpah tidak akan melepasnya. Tidak akan lagi.
“Gue siap. Gue siap minta izin ke bokap dan nyokap lo, gue susul mereka ke luar negeri, gue susul Daphne ke Aussie. Gue mau lakuin permintaan lo, Tor.”
Astoria tersenyum dan mengangguk, “Thank you Drake.”
“Anything. Jadi....”
“Jadi... Kita pacaran dulu aja ya?”
“Serius lo mau? Setelah apa yang terjadi?”
“Itu semua cuman masa lalu kan Drake?”
“Dan selamanya akan tetap jadi masa lalu, Tori. Cuman lo masa depan yang ingin gue tempuh. Cuman lo.”
Astoria tersenyum dan mengangguk, dia menangis karena terharu sekaligus bahagia.
“Iya, kita pacaran dulu Drake.”
Draco memeluk Astoria, menubrukkan badannya kepada wanita yang sangat ia sayangi ini.
“Makasih Tor.. Makasih sayang.”
“Aku yang harusnya makasih, Drake. Makasih karena udah buktiin semuanya, semua rasa sayang kamu ke aku.”
Draco kembali meneteskan air matanya, mengecup kening Astoria, dan memeluknya kembali.
“I love you..”
“I love you more, Drake...”
© urhufflegurl_