litaaps

Perkenalkan, Mereka.

***

“Woy! Sendiri ae lu kayak jomblo.” Mattheo duduk di sebelah Pansy, mengambil kopi milik wanita itu dan meminumnya.

“Ih punya gue anjir!” Teriak Pansy memukul sahabatnya.

“Haus gue, sumpah, praktikum hari ini gila banget bos huhhh semester lima bangke emang.” Ucap Mattheo, menanggahkan kepalanya akibat kelelahan.

Pansy tertawa kecil, “Praktikum apaan emang? Nginep di Theo lagi dong ntar?”

Theo mengangguk, “Iya, nginep sebulan full di kosan gue, biar gue bayar kosannya kongsi.”

“Amit amit anjir. Seminggu udah paling mentok gue nginep di kosan lo.” Balas Mattheo.

“Dasar anak kembar.” Ucap Pansy, sambil menggelengkan kepalanya.

“Najis.” Ucap Mattheo dan Theo bersamaan.

“Pesen minum sana, sekalian ganti punya gue.” Suruh Pansy kepada Mattheo.

Karena lelah, lelaki itu sengaja menyenderkan kepalanya di bahu Pansy. Dan Pansy berusaha dengan sekuat tenaga menyingkirkannya.

“Beraaat Mattheo!” Keluh Pansy.

“Capek Pans.”

“Yaudahsih awas!”

“Sahabat lo lagi capek astaga.”

Dan akhirnya, Pansy membiarkan pundaknya dijadikan bantal oleh Mattheo.

“Eh mau pesen apaan? Sekarang apa nunggu si Draco?” Tanya Theo.

“Pans, lo mau apa? Biar minuman ini buat gue.” Tanya Mattheo kepada Pansy.

“Apa aja.”

“Apa aja katanya The.”

“Oke.”

Lelaki bernama Theo itu pun memesan pesanannya dan minuman Pansy yang diganti oleh Mattheo.

Tak lama kemudian, Draco dan Blaise datang berbarengan, mungkin mereka tak sengaja bertemu di jalan, atau kebetulan.

“Woy!” Draco melemparkan kertas kecil ke wajah Mattheo.

“Sialan! Gue baru aja merem sat!” Keluh Mattheo terbangun.

“Si Theodore mana?” Tanya Blaise, duduk di sebelah Pansy.

“Pesen.” Balas Mattheo.

“Pesen Drake.” Suruh Blaise.

“Siap bos!” Draco berdiri dan pergi menuju kasir. Pansy dan Mattheo tertawa melihat sikap sahabatnya itu.

“Eh gue belum chat adek lo.” Ucap Pansy kepada Mattheo.

“Sama, gue juga belum.”

“Gabung aja ke grup kita, grup khusus main aja.” Usul Blaise.

Mattheo mengerutkan keningnya, “Ngapain anjir?”

“Ide bagus! Bener juga apa kata Blaise. Gimana Matt?”

Mattheo hanya mengedikkan bahunya, menandakan dia tidak terlalu memikirkan hal itu.

“Kan! Kata gue juga. Tunggu si Draco anjir!” Ucap Theo, yang tiba tiba datang.

“Kenapa emang?” Tanya Pansy.

“Dibayarin cuy! Hahaha!”

“Sialan. Lo yang malak gue anjir. Gue berdiri nih tepat banget di belakang dia, dan dia seenak jidat bilang 'billnya satuin sama yang belakang' kan gila.”

Pansy, Mattheo, dan Blaise hanya tertawa. Sudah menjadi pemandangan biasa hal seperti ini. Draco yang keuangannya diatas mereka, selalu menjadi korban pemerasan.

“Eh ke villa ntar tema makanannya apa?” Tanya Pansy.

“Eh lupa gue. Villa di kepulauan seribu sengaja gue kosongin buat tanggal kita kesana. Jadi tinggal pake aja, aman.” Ucap Draco.

“Asiik nih! Mantap.” Balas Pansy.

“Seafood lah Pans, orang kita ke pantai.” Mattheo menyeruput kopi yang asalnya milik Pansy, yang kini menjadi miliknya.

“Barbeque juga gak sih? Seru kayaknya malem malem di pantai kita bakar bakar gitu.” Usul Pansy.

“Atur aja.” Balas Draco.

“Kalau kata donatur atur, udah beneran atur aja.” Ucap Theo membuat mereka kembali tertawa.


© urhufflegurl_

Merona.

***

“Hasil nyontek aja bangga.” Sindiran pedas dari mulut Hermione itu berhasil membuat Romilda, wanita yang sedang berdiri di sampingnya menatapnya dengan tajam.

“Nyontek? Siapa yang nyontek?”

“Lo lah. Siapa lagi?”

Hermione melipat kedua tangannya di depan dadanya. Dia mendelik tak suka melihat Romilda. Dia melihat sendiri bagaimana wanita itu membuka ponsel saat TO kemarin dilaksanakan. Dia sangat ingin mengadu kepada guru, tapi dia sedang mengejar nilainya, demi masuk ke kampus impian. Jadi, dia harus fokus kepada TO tersebut.

Eh, malah Romilda yang menempati juara satu. Sedangkan Hermione, tepat di bawahnya.

“Lo emang seneng ya nuduh tanpa bukti gitu?”

“Sayangnya, gue gak ada hp saat itu buat foto kelakuan licik lo.”

Romilda menyunggingkan senyumnya, membuat Hermione semakin kesal.

“Yaudah, diem. Juara dua mah juara dua aja. Jangan nyari kesalahan orang lain.”

“Lo emang nyebelin ya gue liat liat.”

“Nantangin berantem? Ayo.”

Karena kesal, Hermione menjambak rambut Romilda lebih dulu. Romilda tak mau kalah, dia juga menjambak rambut Hermione.

Setelah itu, keadaan jadi kacau. Ginny berusaha melerai mereka, namun, bukannya melerai, Ginny malah kena ikut jambakan Romilda.

“Sakit babi!” Teriak Ginny, ikut emosi, dan menjambak rambut Romilda.

“Hei stop stop stop!! Kalian apa apaan sih? Kenapa berantem?!” Teriak Harry, memisahkan mereka bertiga.

“Lo kenapa ikut berantem?” Bisik Hermione kepada Ginny.

“Gue dijambak sama dia, jadi gue jambak balik.” Balas Ginny.

“Bagus.”

“Hermione, Ginevra, Romilda, ikut ke ruangan saya sekarang!” Teriak Bu Minerva, berkacak pinggang disana.

“Mampus.” Umpat Hermione.


“Kenapa sih orang orang itu gak ada yang bener? Juara satu hasil nyontek aja bangga banget! Pake acara senyum kemenangan lagi. Ah, kesel bang—”

Mata Hermione membulat ketika melihat Draco dan Mattheo ada di depannya.

Dia masuk ke dalam rumahnya, tanpa melihat ada orang disana. Main masuk, dan mengumpat.

“Kenapa lo? Kok berantakan gitu?” Tanya Mattheo.

“Hah? Ah...” Hermione membenarkan rambutnya.

“Kenapa? Berantem lo? Sama siapa? Kok pulangnya menjelang maghrib gini. Kemana aja?” Tanya Mattheo, menghampiri adiknya itu.

“Gue— kak, gue capek. Mau masuk ke kamar.”

Saat Hermione jalan, tas nya di tarik oleh Mattheo. Karena kesal, dan keadaannya sedang emosi, Hermione memukul Mattheo.

“Bisa diem gak sih?! Gue lagi kesel! Kenapa sih lo gak bisa diem kak?!”

Mattheo terkejut ketika melihat adiknya menangis.

“Lo kenapa? Siapa yang nyakitin lo?”

Hermione menghapus air matanya.

“Kenapa? Bilang gue.”

“Gak tau, kesel.”

“Kenapa? Bilang gue ayo siapa yang nyakitin lo hah?!”

Draco yang sedari tadi diam dan menyimak, menghampiri Mattheo, “bro, tenang. Adek lo lagi emosi. Lo mandi sana, nanti setelah mandi, lo obrolin. Kita harus ke rumah Pansy.”

Mattheo melirik ke arah Draco, dan mengangguk. “Lo beres beres dulu, nanti gue mau ngomong.”

Hermione hanya mengangguk, dan Mattheo pergi ke kamar mandi.

Kini, di ruang tamu hanya ada Hermione dan Draco, berdua.

“Kenapa? Ada yang jahatin lo?” Tanya Draco dengan nada bicara sangat lembut.

“Temen gue, nyontek waktu TO kemarin. Dan dia juara satu.”

“Lo tau dia nyontek?”

Hermione melirik Draco dengan matanya yang berkaca-kaca, seperti anak kecil, lalu mengangguk.

“Di laporin?”

Hermione menggelengkan kepalanya.

Draco tersenyum kecil, tangannya mengusap kepala Hermione, “Harusnya laporin aja. Biar TO nya di ulang.”

“Tapi, gue kan gak ada bukti. Nanti gue yang di salahin.”

“Selagi apa yang lo omongin itu bener. Guru pasti percaya, dan nyari jalan tengahnya.”

Perlahan, Draco membenarkan rambut Hermione yang berantakan akibat jambakan Romilda. Hermione sudah membenarkannya, namun ternyata masih ada sisi yang masih berantakan.

“Nanti omongin baik baik sama kakak lo. Lo tau sendiri kan kakak lo kalau nyangkut lo itu selalu pake emosi karna dia sayang sama lo. Jadi, lo omongin baik baik sama dia. Gak lucu kalau temen lo mati karena kakak lo kan?”

Draco tersenyum, membuat Hermione ikut tersenyum.

Benar juga, Mattheo, jika sudah menyangkut soal Hermione, selalu jadi garda terdepan dalam membela adiknya. Jadi, mengapa Hermione tidak bilang saja soal kejadian hari ini? Dan membiarkan Mattheo mengurusnya.

“Yaudah, ganti baju gih. Abis itu makan bareng, gue masak tadi. Nyokap lo sama bokap lo belum pulang.”

Hermione mengangguk, “Thanks ya kak.”

“Iya.”

Pipi Hermione memerah ketika melihat senyum Draco yang sangat menyejukkan itu.

Ternyata, Draco benar-benar tampan ketika dilihat dari dekat seperti ini.


© urhufflegurl_

Flowers.

***

Jangan ditanya seberapa besar rasa bahagia Draco sekarang. Setelah kemarin memiliki seribu pikiran yang terlalu berlebihan, sehingga membuat dirinya menjadi pribadi yang diam, kini Draco kembali ceria dan tersenyum.

Bagaimana tidak tersenyum? Pemandangan yang ada didepan matanya kini adalah Hermione, wanita yang ia sayangi tengah bersama sang Mama, memasak bersama.

Mereka memasak beberapa menu olahan daging ayam dan daging sapi. Tidak lupa, membuat katsu curry andalan Hermione yang sangat lezat.

Setelah selesai masak, mereka makan bersama. Bersama sang Papa, Lucius juga.

Mereka berbincang bersama, banyak yang mereka bicarakan. Mulai dari bagaimana bisa Draco dan Hermione berteman, dan banyak hal tentang sekolah dan tentang mereka.

Orang tua Draco menyukai Hermione. Hermione anak yang ceria, baik, dan sopan. Mereka sepertinya setuju jika sang anak memilih Hermione.

Setelah selesai makan, karena hari sudah malam, Draco pun akan mengantar Hermione pulang.

Namun sebelum itu,

“Dray, tolong ambilin berkas Papa di mobil kamu. Di bagasi.”

“Sejak kapan Papa taro berkas di mobil Dray?”

“Ada, sepertinya ketinggalan.”

Dengan penuh tanda tanya, Draco pun jalan menuju bagasi. Sementara Hermione, dia pamit ke kedua orang tua Draco, lalu menghanpiri Draco.

Draco membuka bagasi, dan betapa terkejutnya dia ketika melihat rangkaian bunga yang indah disana. Apa ini rencana sang Papa?

Tidak lupa, dengan notes juga. 'Papa dan Mama setuju. Ayo segera nyatakan perasaanmu nak.'

Draco ingin menangis saat itu juga. Dia memang ingin menyatakan perasaannya, namun tidak secepat ini.

“Drake?”

Draco menoleh, dia tersenyum melihat Hermione berdiri di sampingnya.

Draco membawa salah satu bunga, bunga mawar berwarna merah. Dan Hermione juga sama terkejutnya.

“Cieee anak Papa mau nembak cewek nih uhuy.”

Hermione dan Draco sama sama tersipu malu saat itu.

“Udah ah yuk Pa, kita masuk. Nanti kita jadi kamcong nya anak muda.” Tambah Narcissa.

Hermione dan Draco semakin memerah.

Setelah itu, Narcissa dan Lucius benar-benar meninggalkan Draco berdua dengan Hermione.

“Drake ini—”

“Papa, emang dasar.”

“Ah..”

Draco melirik ke arah Hermione, “Kemarin lo bilang.. Theo cuman masa lalu buat lo. Apa itu artinya, ada kesempatan buat gue Mi?”

Hermione terdiam, apa memang akan secepat ini?

“Hermione.. Gue sayang sama lo. I love you.”

Draco memberikan bunga mawar itu kepada Hermione. Dan Hermione menerima nya.

“Ya, akan selalu ada kesempatan buat lo Drake.. Karena gue, gue juga sayang sama lo. Buat gue, masa lalu gak akan pernah jadi pemenang. Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu.”

Draco tersenyum puas mendengar itu. Dia pun memeluk Hermione dengan erat.

“Jadi milikku ya?”

Hermione mengangguk, dan membalas pelukan Draco.

Tanpa mereka sadari, sebenarnya, daritadi Narcissa dan Lucius melihat mereka dari dalam, dengan senyum mereka yang mengembang.


© urhufflegurl_

Yang dia rasakan..

***

Hermione sudah membawa makanan yang ia masak khusus untuk Draco. Sebagai permintaan maaf ke sekian, Hermione memasak nasi goreng katsu, dengan bumbu kari yang super enak. Hermione belajar masak dari sang Mama, jadi dia sangat yakin kalau masakannya ini sangat lezat, dan Draco akan menyukainya.

Daritadi pagi, Hermione belum melihat Draco. Jadi, dia memutuskan untuk menuju kelasnya. Sesampainya disana, Hermione tidak sengaja melihat Draco sedang berdua dengan Pansy. Tidak, Hermione tidak cemburu. Dia percaya Pansy hanya teman untuk Draco.

Namun, dia sangat penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan, jadi, Hermione mendekat dan menguping.

“Soal nyokap lo kemarin, dia gak kecewa banget kan sama Hermione?”

Hermione mendengar Pansy bertanya seperti itu kepada Draco. Dan dia sangat menunggu jawaban Draco.

“Enggak, nyokap gak gampang kecewa kok. Lagian ada lo sama Blaise juga kan kesana.”

“Terus kenapa akhir akhir ini lo sering bengong begini?”

Ya, Hermione mengakui memang Draco akhir akhir ini sering melamun dan bahkan menjauh dari nya.

Entah Hermione yang terlalu sibuk dengan urusannya atau—

“Gue cuman kepikiran, Hermione udah bener bener lupain Theo belum ya?”

— terlalu sibuk dengan Theo?

“Maksud lo?”

“Ya, gue gak bisa nyangkal kalau Theo pernah disayang sesayang itu sama Hermione. Apalagi Bunda nya, Hermione sayang banget sama Bunda nya Theo. Gue cuman gak mau ngeganggu itu semua. Lo sendiri tau, kata orang orang, masa lalu itu adalah pemenangnya. Untuk kali ini, berlaku juga gak ya Pans?”

Jadi itu yang mengganggu pikiran Draco selama ini?

“Gue yakin Hermione udah liat perbedaan antara lo sama Theo, Drake. Jadi udahlah gak usah galau. Kalau iya dia milih Theo, itu artinya Hermione emang bukan jodoh lo.”

Draco terkekeh pelan, “Dan selalu gue yang kalah.”

“Hermione?”

Hermione terkejut ketika namanya di sebut. Disana, ada Blaise yang berdiri di belakangnya. Begitupun dengan Draco dan Pansy, mereka langsung berdiri ketika mendengar Blaise menyebut nama Hermione.

“Lo ngapain disini?”

Seperti ketahuan, Hermione gugup bukan main.

“Hai, lo disini dari kapan?” Tanya Draco menghampiri Hermione.

“Baru kok hehehe. Oh iya, ini, gue bawain makanan buat lo.”

Draco tersenyum senang, mengambil kotak makanan yang diberikan Hermione. Lalu dia membukanya, dan menciumnya.

“Enak banget nih makanan. Makasih ya?”

“Sama-sama. Ehiya Drake.”

“Hmm?”

“Gue mau bilang, kalau—”

Draco mengangkat alisnya menunggu Hermione.

”— Theo itu cuman masa lalu buat gue.”


© urhufflegurl_

him.

***

Matt tidak datang sendiri, dia datang bersama Theo. Dan hal itu membuat Hermione degdegan seketika.

Hermione turun dari mobil ketika melihat Matt dari kejauhan.

“Nih baju nya.”

“Halloo adeek.” Sapa Theo kepada Hermione, dengan senyumnya yang lebar.

“Hai kak.”

“Abis ini mau kemana? Pulang? Atau les?”

“Pulang, lagian hari ini les libur.”

“Ohh gitu..”

Matt yang melihat interaksi diantara adik dan temannya itu hanya menghela napasnya.

“Udah sana lo balik. Eh, titip ini ke Mama.” Matt memberikan tote bag kepada Hermione.

“Lo balik kan kak?” Tanya Hermione.

“Nanti malem paling, abis futsal.”

Hermione mengangguk, “Oke deh.”

“Ayo The.”

“Byeee adik keciil.” Theo mengacak ngacak rambut Hermione karena gemas. Sementara pipi Hermione memerah seketika.

Setelah Matt dan Theo pergi, Hermione kembali masuk kedalam mobil.

“Ih kak Theo!” Hermione menutup wajahnya menahan malu karena ada rona merah di pipinya.


© urhufflegurl_

meet again.

***

Malam ini, sesuai dengan rencana mereka, Draco, Blaise, Theo dan Pansy pergi kerumah Matt. Sebenarnya, sudah dari kecil Matt tinggal disini. Namun 3 tahun lalu, sang Papa mendapat panggilan kerja keluar kota, dan mengharuskan tinggal disana. Akan tetapi, Matt tidak ingin, dia ingin stay di Jakarta walaupun sendiri.

Akhirnya, Matt benar benar tinggal sendiri di Jakarta selama 3 tahun. Dan sekarang, dia kembali berkumpul dengan keluarganya, lengkap.

Matt dan Hermione itu saudara kandung, beda 3 tahun. Matt sedang duduk di bangku kuliah, semester 5, sedangkan Hermione, duduk di bangku SMA kelas 12.

Matt itu super protektif kepada sang adik. Dia selalu menjaga adiknya dan melindunginya, selalu.

“Mamaa, Papaaa!”

Sang Mama yang sedang berada didapur itu segera menghampiri Matt.

“Hai Pansy, Blaise, Theo, Draco. Ya ampun tante kangen banget sama kalian.”

“Tanteee!”

Pansy memeluk Mama Helena, melepas rindu. Setelah itu, Draco, Blaise dan Theo pun memeluk Mama Helena.

“Kalian apa kabar? Tante kangen banget sama kalian.”

“Baik tante, baik bangeet. Sekarang kita semua lagi sama sama hectic soal kuliah. Woaah pokoknya.” Balas Pansy di ikuti tawa ke-empat sahabatnya.

“Tante apa kabar?” Tanya Theo.

“Mantap, Matt juga emang suka gitu. Sering begadang, apalagi dia jurusan teknik, sering buat laporan praktikum gitu, tante gak ngerti. Tante baik nak Theo..”

“Wah teknik mesin emang semenyebalkan itu, tante.” Balas Theo.

“Yasudah, eh sebentar.. Hermioneee! Ada temen temennya kakak nih, kesini sebentar.” Mama Helena memanggil Hermione, dan terdengar balasan 'iya' dari Hermione.

Matt memang menyuruh Hermione stay dikamarnya. Namun, jika sang Mama yang menyuruh, dia tidak bisa berbuat apa-apa.

“Hai kakak kakak.”

“Waahh!”

Matt memutarkan bola matanya malas melihat reaksi Theo.

“Mangap mulut lo! Ada laler masuk keselek lo!” Ucap Pansy menepuk mulut Theo yang terbuka.

“Sorry sorry. Hai Hermione, apa kabar? Masih inget gue gak?”

Hermione terkekeh pelan, “Masih lah, kak Theo kan?”

“Bener! Gila, makin cantik aja ya lo?”

“Buaya.” Ketus Matt.

Theo hanya tertawa kecil melihat Matt melotot ke arahnya.

“Lo apa kabar Mi? Gimana sekolah? Lancar?” Tanya Pansy berusaha mencairkan suasana disana.

“Baik kak, lancar kok.. Kakak gimana kuliahnya? Se sok sibuk kak Matt gak?”

“Heh! Gue emang sibuk!”

“Ishh, sok sibuk!”

Matt memberikan bombastic side eyes miliknya kepada Hermione. Sedangkan Hermione hanya terkekeh pelan.

“Udah sana, lo masuk! Ada buaya yang kesenengan liat lo disini.” Sindir Matt, sambil menatap Theo.

“Kenapa sih kak Matt itu? Aneh!”

“Yasudah yasudah, kalian ke belakang kayak biasa kan? Matt bilang, kalian masih suka kumpul di taman belakang. Tante udah buatin mie buat kalian!”

“Waah makasih banyak tante. Iya kita ke belakang.” Balas Draco yang daritadi diam.

“Yasudah, Hermione masuk lagi gih, kerjain peer.”

“Iya sana anak kecil! Kerjain peer lo.”

“Iya iya! Bye Ma, bye kakak kakak semua.”

“Byee Mione.” Balas Pansy.

Hermione pun kembali ke kamarnya, tanpa sadar, sedari tadi ada sepasang mata yang tak lepas dari dirinya, bahkan setelah Hermione menghilang dari pandangannya.

“Yaudah yuk kebelakang.”

Mata itu buyar dan mengikuti Matt ke belakang.


Taman belakang rumah Matt adalah basecamp untuk mereka. Semi outdoor, namun mereka lebih senang diam di outdoor. Menyalakan rokok, dan memainkan gitar, lalu bernyanyi bersama.

Mereka bersahabat dari SMA kelas satu, dari zaman zaman siswa baru, atau MOS. Dan bersahabat hingga sekarang, semester lima. Semesta mengizinkan mereka untuk selalu bersama. Buktinya, sekarang mereka berkuliah di kampus yang sama, walaupun jurusan mereka berbeda-beda.

“Main gitar ayo.” Matt mengambil gitar miliknya, dan memainkannya.

Pansy mulai bernyanyi. Pansy adalah sahabat mereka wanita satu-satunya, dan tentu sangat dijaga oleh mereka. Pernah ada satu lelaki yang menyukainya, namun lelaki itu sangat terobsesi hingga menyakiti Pansy. Dan Matt tidak segan menghabisinya.

Mereka sangat menyayangi Pansy.

Dan disusul oleh suara Matt yang sangat masuk dengan suara Pansy.

Disaat yang lain sedang menikmati musik yang dimainkan oleh Matt, sedari tadi Draco salah fokus dengan kamar yang menyala terang disana.

Draco sesekali melirik ke arah sana. Dan terkejut saat sang pemilik kamar mengintip keluar.

Disaat bersamaan, Theo juga meliriknya, dan melambaikan tangan. Namun sang pemilik kamar langsung menutup tirai jendela kembali dan bersembunyi.

Draco tersenyum kecil melihatnya.


© urhufflegurl_

The moral of the story.

***

Sore ini, Draco dan Astoria sedang berada di cafe, sedang menyusun tugas mereka masing-masing.

Suasana cafe cukup sepi, mungkin sebagian orang sedang mencoba cafe yang baru buka di seberang sana.

Di tengah kesepian diantara cafe, tiba tiba ada seseorang menyapa Draco.

“Wey bro!”

“Eh, The.”

Astoria dan Draco berdiri ketika melihat Theo dan Hermione datang.

Setelah kejadian itu, Astoria belum berbicara lagi dengan Hermione. Apa ini waktunya?

“Hai, Tori.” Sapa Hermione kepada Astoria.

Astoria menghampiri Hermione, dan memeluknya. “Gue kangen sama lo Mi.”

Hermione juga memeluk Astoria. “Maaf Tor.. Maaf selama ini gue ngehindar dari lo, bukan maksud mau ngehindarin masalah, tapi, gue bener bener takut bikin kecewa lo lagi, gue takut Tor.. Maaf..”

“Gue udah maafin lo Mi.. Anggap aja ini semua adalah sebuah pesan moral buat kita ya? Bahwa sebenarnya, kepercayaan itu emang diatas segalanya.”

“Pacar aku dewasa banget sih.” Draco mengusap kepala Astoria.

Astoria hanya tersenyum, lalu menggenggam tangan Hermione. “Ayo baikan Mi.”

Hermione mengangguk, “makasih Tori.”

Cukup sederhana bagi Astoria dan Hermione berbaikan setelah semua masalah ini. Karena, mereka sudah sering bertengkar akan hal kecil atau besar sekaligus. Mereka bersahabat sudah lama, dan sudah biasa juga bertengkar seperti ini.

Yang penting sekarang, Astoria dan Hermione sudah berada di bahagianya masing-masing.

Bahagia Astoria dengan Draco, dan bahagia Hermione dengan Theo.

Itu saja cukup. Bahkan lebih dari cukup.


© urhufflegurl_

mine.

***

Theo dan Hermione sedang di taman sekarang. Memandangi sungai buatan yang indah, serta bunga yang mekar di sekelilingnya.

Hermione selama 3 hari ini menghindari Theo. Bukan hanya Theo, tapi Astoria juga. Dia benar benar merasa bersalah dan terpukul atas apa yang terjadi.

Setelah berita itu tersebar, Hermione setiap harinya jadi bahan cemoohan orang orang. Dia dibilang pengkhianat, perebut lelaki orang, dan sahabat yang sangat jahat. Dan Hermione menganggap semua itu benar.

Dia memang jahat.

Dan dia tidak pantas untuk siapapun, apalagi untuk Theo.

“Ada apa The?”

“Kenapa lo ngehindar dari semua nya Mi?”

“Gue cuman gak mau ngerusak semuanya, The. Tori, lo, kalian itu orang baik. Gak pantes untuk gue rusak.”

Hermione sedikit tersenyum, “Gue tau Tori udah jadian sama Draco. Acara nembak di art gallery, berjalan dengan lancar ya?”

Theo mengangguk, “Daphne yang nyuruh gue ajak Tori kesana. Eh, Daphne juga nyuruh Draco kesana. Waktu gue tinggalin Tori disana sendiri, ternyata ada Draco juga disana. Dan ya, mungkin disitu mereka ngobrol dan jadian.”

“Syukurlah, Tori emang pantes dapet semua kebahagiaan itu The.”

“Lo juga.”

Hermione menoleh.

“Lo juga pantes, Mi. Lo pantes dapet semua kebahagiaan itu.”

Hermione menggelengkan kepalanya, “Setelah semua yang terjadi, gue gak pantes untuk siapapun.”

“You deserve it, Mione. Gue sayang sama lo, gue cinta sama lo Mi.”

“Tapi The—”

Theo menggenggam tangan Hermione. Dia menatap dalam dalam wanita bermata hazel itu, dan tenggelam di dalamnya.

“Gue sayang sama lo, Mi. Tolong, jangan ngehindar. Jangan merasa bahwa lo gak pantes untuk siapapun. Lo pantes untuk mendapatkan semua cinta di dunia ini, Mi. Lo pantas.”

Hermione mulai meneteskan air matanya. Jika hari ini, dia dan Theo bersatu, Hermione tidak akan membiarkan Theo pergi darinya.

“Gue cinta sama lo. Jadi pacar gue ya? Gue mau selalu ada buat lo, Mi. Gue mau selalu jadi orang yang lo butuhin, jadi tempat pulang disaat lo capek, lo seneng, lo sedih, lo bahagia, apapun itu. Gue mau Mi..”

Hermione tak menjawab, dia hanya memeluk Theo dan berbisik, “I love you The..”

Dan Theo membalas pelukan Hermione.


© urhufflegurl_

Art Gallery.

***

“Drastoria?”

Theo mengangguk, dia tersenyum melihat Astoria juga tersenyum ketika berdiri didepan art gallery yang cukup sederhana ini.

Bangunan yang indah, berwarna putih serta ada perpaduan warna pink. 2 warna kesukaan Astoria.

“Kenapa nama art gallery nya Drastoria?”

“kepanjangan dari nama lo dan Draco, Tor..” ingin selali Theo menjawab itu, namun, dia harus tahan, karena dia harus menjelaskannya disaat mereka masuk ke dalam.

“Ayo masuk, nanti juga bakal tau Tor.”

Astoria hanya mengangguk dan memasuki art gallery itu. Sangat sepi, hanya ada mereka berdua disana.

Art gallery yang Draco siapkan cukup sederhana, seperti art gallery lainnya. Hanya bangunan yang dipenuhi dengan seni yang indah. Lukisan, serta animasi 2 dimensi.

Saat Astoria masuk, dia salah fokus kepada lukisan yang berhadapan langsung dengan pintu. Dimana, ketika dia masuk, lukisan itu lah yang ia lihat pertama kali.

Lukisan seorang perempuan dengan dress putih sedang berada di pantai, rambutnya panjang, terbawa angin, senyumnya sangat terlihat jelas disana.

Lalu, Astoria melihat ke arah kanannya, begitu banyak lukisan yang menurutnya ini semua memiliki arti.

Lukisan yang ia lihat pertama kali di sebelah kanannya, adalah lukisan seorang perempuan dengan seragam SMA nya, kedua rambutnya dikuncir dengan pita berwarna pink dikedua belah rambutnya.

Lukisan ke-dua, ada lukisan seorang lelaki yang sedang melihat perempuan yang sedang berolahraga. Masih dengan seragam SMA nya.

Lalu, di lukisan ke-tiga, ada seorang perempuan dengan dress berwarna pink nya, rambutnya terurai indah, sedang dansa dengan seorang lelaki. Akan tetapi, wajah sang lelaki dibuat abstrak dan berantakan. Seolah-olah, di dalam lukisan itu, hanya menonjolkan sang wanita.

Lalu di sebelah kiri, lukisan pertama yang ia lihat adalah toko buku. Dimana, seorang perempuan lagi dan seorang lelaki yang sedang berhadapan, dengan pemandangan toko buku yang sangat nyata.

Dan lukisan selanjutnya, Astoria melihat seorang wanita yang sedang duduk, dengan jaket berwarna hitam yang ia genggam. Di dalam lukisan itu, sang wanita sedang melihat lelaki sedang bermain basket, di malam hari.

Dan di lukisan setelah itu, Astoria mulai menyadari bahwa semua ini ada yang tidak beres.

Di lukisan selanjutnya, dia melihat dua orang sedang tersenyum di pasar malam.

“The, ini—”

Mata Astoria berkaca-kaca. Dia mengerti maksud dari semua lukisan ini.

Dia merasa bahwa, seorang wanita yang ada di dalam semua lukisan itu adalah dirinya sendiri.

“Ini art gallery yang Draco bikin sendiri, buat lo Tor.”

Bibir Astoria tertutup rapat, seolah-olah berita dari Theo membuatnya terkejut bukan main.

“Lo pasti ngerti maksud dari semua lukisan ini.”

“M—maksud lo?”

“Harusnya, hari ini, lo dan dia itu bahagia. Dia harusnya nembak lo di hari ini. Tapi, semuanya malah kacau dengan berita yang ada kemarin.”

Theo berdiri di samping Astoria, sama sama memandang lukisan bertema pasar malam.

“Draco niat banget bikin semua ini buat lo, Tori. Dia sayang banget sama lo. Tor, gue tau lo kecewa sama dia. Gue tau lo marah, benci, mungkin lo gak mau ketemu sama Draco lagi. Tapi, itu semua masa lalu Tor. Mau gimana pun lo marah, mau segimana pun lo menghindar, masa lalu gak bisa lo ubah.”

Kini Astoria sudah mulai menangis. Matanya tak lepas dari lukisan yang ia lihat. Disana, diujung kanan kanvas lukisannya, ada tanda tangan Draco. Astoria sangat mengenal tanda tangan itu.

“Theo, gue gak tau..”

“Semua itu masa lalu, Tori. Semua orang melalukan kesalahan, dan semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Begitupun dengan mereka, Draco dan Hermione.”

Astoria kini menoleh ke arah Theo yang sedang tersenyum ke arahnya.

“Draco yang nyiapin ini semua buat lo. Drastoria, Draco Astoria.”

Tak terasa, pipi Astoria sudah basah karena air matanya.

Astoria tidak pernah menyangka Draco telah mempersiapkan semua ini, Astoria benar-benar tidak menyangka.

Tidak pernah dalam pikirannya, sekalipun, dia akan dibuatkan art gallery khusus untuknya. Tidak pernah.

“Gue bawa lo kesini karena gue mau lo tau, seberapa besar rasa sayang sahabat gue yang satu itu. Gue kenal Draco, Tor. Gue kenal dia dengan cukup baik. Dia sayang sama lo, dia tulus sama lo. Dan dia, bener bener cinta sama lo.”

Astoria tidak berbicara banyak, dia hanya menangis sambil menikmati satu persatu lukisan disana.

Theo juga menjelaskan bahwa Thania ikut andil dalam pembuatan lukisan-lukisan disini. Astoria tersenyum bahagia ketika melihat lukisan milik Thania ada disana.

Setelah itu, Theo meninggalkan Astoria sendiri, karena Astoria ingin diam di art gallery ini dalam waktu yang cukup lama.


“Hei..”

Astoria menoleh, disana, Draco berdiri dengan tatapan yang terkejut sekaligus senang. Bercampur dengan air matanya.

“Drake..”

“Lo sama siapa kesini?”

“Theo, tadi, gue sama dia kesini.” Astoria menghapus air matanya dengan segera.

“Theo? Sekarang dia dimana?”

“Pulang.”

Draco mengangguk, dia tidak berani mendekati Astoria.

Apa ini yang dimaksud Daphne? Dia menyuruh Draco kesini, karena Daphne juga menyuruh Astoria kesini?

“Lo kenapa bikin semua ini?”

“Impian lo kan, di tembak dengan art gallery pribadi?”

“Hah? Impian gue?”

“Daphne yang bilang..”

Astoria terkekeh pelan, “Lo dikerjain sama dia.”

Astoria membalikkan badannya, melipat kedua tangannya dan bersikap seolah-olah dia sedang menilai lukisan itu satu persatu.

“Tapi Daphne bilang??”

“Gue gak ada impian soal tembak tembakan, Drake. Aneh banget tuh Daphne.”

“Ah, dasar Daphne..”

“Bagus lukisan lo, detail banget. Tapi—”

Astoria kini berdiri di sisi sebelah kanan. “Maksud dari lukisan ini apa? Kenapa seragam SMA?”

“Gue suka sama lo dari zaman SMA. Tapi, ya, karena rasa egois gue tinggi, jadi gue gak mau ambil langkah pertama buat deketin lo.”

Astoria menoleh ke arah Draco dengan tatapannya yang cukup tajam. “Maksud lo?”

“Hehe sorry Tor.. Ini semua salah gue. Gue tau lo suka sama gue dari zaman SMA, dan gue juga nyimpen perasaan ke lo. Tapi, karena rasa egois gue yang tinggi, jadi gue gak mau ambil langkah duluan.”

“Lo biarin gue suka sama lo selama itu? Kalau gue nyerah dan jadian sama cowok lain gimana?”

“Gue bakal rebut lo, sampe lo punya gue.”

Astoria terkekeh pelan, “Gak jelas.”

“Tor.. Gue minta maaf soal—”

“Gue gak mau bahas itu, Drake. Daphne dan Theo bilang, itu masa lalu. Masa lalu yang gak bisa diubah sampai kapanpun. Kata mereka, semua orang melakukan kesalahan, dan semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.”

“Gue tau gue jahat. Jujur, gue gak ngapa-ngapain sama Hermione disana Tor. Yang ada di menfess itu bener gue sama Hermione, tapi gue berani sumpah, gue gak berani sentuh Hermione lebih dari apapun.”

Astoria tersenyum singkat, “Ya, gue percaya sama lo Drake.”

“Makasih Tor..”

Suasana hening seketika, Astoria sangat menikmati satu persatu lukisan disana. Dia benar-benar melihat satu persatu.

“Draco..”

“Ya?”

“Katanya, hari ini, lo harusnya nembak gue. Let's do that, Drake.”

“Hah?”

“Gue mau tau, seorang Draco Malfoy menyatakan perasaannya gimana.”

Astoria berdiri menghadap Draco, dan Draco perlahan mulai berlutut dihadapannya.

Draco bersumpah, setelah ini, dia tidak akan menyakiti hati wanita ini lagi. Astoria begitu baik, bahkan sangat baik untuk Draco yang telah memberikannya banyak rasa sakit.

Draco perlahan mengeluarkan satu kotak berwarna merah, dan memperlihatkan cincin yang sangat indah disana.

Astoria mematung seketika.

“Drake—”

“Tori.. Lo wanita terbaik yang pernah gue kenal. Sangat sayang untuk gue sia-siakan. Gue sayang banget sama lo Tor. Gue tau, gue banyak banget ngasih lo luka, rasa sakit, kecewa, gue tau.. Tapi, gue minta maaf. Gue mohon, kasih kesempatan kedua untuk gue memperbaiki semuanya.. Gue mohon.”

Draco terdiam sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, “Gue gak mau lo cuman jadi pacar gue. Gue mau lo jadi temen, sahabat, saksi akan perjalanan hidup gue hingga akhir. Jadi orang yang selalu ada di sisi gue selamanya. Jadi orang yang akan selalu gue genggam. Jadi orang yang akan selalu gue bawa kemana-mana, jadi orang yang akan selalu nemenin gue kemanapun gue pergi. I want you to be my wife, Tori.”

“Drake—”

“Maaf kalau terlalu cepat.. Kita bisa nikah ketika kita lulus kuliah nanti. Soal tabungan, gue udah punya banyak tabungan, gue—”

“Draco, hei.. Gue percaya sama lo soal finansial.. Tapi..”

“Kenapa Tor?”

“Ada satu permintaan khusus kalau lo mau jadi suami gue..”

Astoria tidak menyangka Draco akan melamarnya. Di usia mereka yang masih sangat muda.

“Apa itu? Apapun itu, gue lakuin buat lo.”

“Minta izinnya sama nyokap bokap gue ya? Sama Daphne juga. Kalau mereka izinin, gue mau nikah sama lo, kapanpun itu.”

Draco berdiri dengan penuh rasa bahagia. Kemarin, sebelum Daphne memberikannya pesan, dan setelah dia bertengkar dengan Adrian, Draco berpikir akan berhenti untuk mengejar Astoria. Draco akan melepaskan dan merelakan Astoria.

Namun sekarang, Draco bersumpah tidak akan melepasnya. Tidak akan lagi.

“Gue siap. Gue siap minta izin ke bokap dan nyokap lo, gue susul mereka ke luar negeri, gue susul Daphne ke Aussie. Gue mau lakuin permintaan lo, Tor.”

Astoria tersenyum dan mengangguk, “Thank you Drake.”

“Anything. Jadi....”

“Jadi... Kita pacaran dulu aja ya?”

“Serius lo mau? Setelah apa yang terjadi?”

“Itu semua cuman masa lalu kan Drake?”

“Dan selamanya akan tetap jadi masa lalu, Tori. Cuman lo masa depan yang ingin gue tempuh. Cuman lo.”

Astoria tersenyum dan mengangguk, dia menangis karena terharu sekaligus bahagia.

“Iya, kita pacaran dulu Drake.”

Draco memeluk Astoria, menubrukkan badannya kepada wanita yang sangat ia sayangi ini.

“Makasih Tor.. Makasih sayang.”

“Aku yang harusnya makasih, Drake. Makasih karena udah buktiin semuanya, semua rasa sayang kamu ke aku.”

Draco kembali meneteskan air matanya, mengecup kening Astoria, dan memeluknya kembali.

“I love you..”

“I love you more, Drake...”


© urhufflegurl_

for her.

***

Draco meninggalkan rumah Astoria setelah mendapatkan pesan dari Hermione. Hatinya tak tenang memikirkan sampai kapan semua masalah ini akan terangkat, dan kembali muncul dipermukaan. Pasalnya, Draco sudah lelah untuk melihat Astoria kecewa dan terluka karenanya, Draco ingin membuatnya bahagia. Hanya itu.

Dengan kecepatan cukup tinggi, membuat waktu yang ditempuh oleh Draco untuk menuju kampus tak lama. Dia dengan segera menuju ruangan himpunan mahasiswa disana.

“Mi?”

Hermione menoleh, dia sedang berdiri di depan ruangan himpunan, menunggu Draco.

“Gue tau siapa adminnya Drake. Lo pasti kenal dia.”

Draco mengangguk, dan Hermione memberitau siapa admin dari menfess sialan itu.

Orang itu adalah Cho dan Cedric, 2 kakak tingkat mereka.

“Kita harus tau siapa yang kirim menfess ini bang.” Ucap Draco kepada Cedric.

Cedric melihat ponselnya dan membuka dm yang sangat banyak itu.

“Akunnya anonymous, kayaknya fake.”

“Makasih Bang. Boleh gue minta tolong hapus menfessnya?”

“Rusuh banget ya Drake?”

Draco mengangguk, “Gue mohon Bang. Demi Astoria. Gue gak mau dia yang kena.”

“Oke oke gue hapus ya. Sorry kalau menfess itu jadi rusuh.”

Draco hanya mengangguk dan mengajak Hermione untuk keluar, setelah mereka berterimakasih kepada Cedric.

“Kok bisa ada yang moto kita diem diem disana? Yang berangkat kesana kan cuman kita berdua Drake?”

“Mana gue tau? Siapa juga yang bakal nyangka hal beginian?”

“Ya tapi kenapa? Siapa yang nyebarin?”

“Gue gak tau, Hermione. Makanya ini mau gue cari tau.”

“Tori.. Gimana?”

“Dia aman, dia udah di rumah sama bibik.. Dia gak mau ketemu gue.”

Draco terus mengotak ngatik ponselnya, mencari tau siapa pemilik akun tersebut. Dengan skill yang luar biasa dalam hacker, Draco akhirnya berhasil mendapatkan profil sang pemilik.

“Buat akun fake kok pake email pribadi. Anjing.”

“Siapa Drake? Ketemu?”

“Adrian.”

“What?!”


“Adrian bangsat!”

Bug!

Pukulan yang menyerang Adrian dengan tiba-tiba itu berhasil membuat semua orang yang ada disana berteriak. Begitupun Hermione.

“Maksud lo apa nyebarin foto gue sama Hermione hah?!”

Draco mencengkeram kerah baju Adrian, sedangkan Adrian terkekeh pelan melihat wajah Draco penuh emosi.

“Pinter banget ya lo cari tau semua ini dengan waktu yang cepat.”

“Bangsat!”

Draco mendorong Adrian hingga badan Adrian menyentuh tembok.

“Kenapa? Lo marah? Kenapa? Astoria kecewa sama lo? Astoria pasti benci kan sama lo? Hahahaha, Draco Malfoy Draco Malfoy.. Lo harusnya paham kalau Astoria itu wanita yang mudah dicintai bro.”

“Bajingan.” Mata Draco tak lepas dari mata Adrian. Mata yang penuh dengan amarah tentu saja.

“Lo harusnya sadar. Gue tau Astoria suka sama lo dari dulu, tapi gak gini juga. Lo udah nyakitin dia, pacaran sama Hermione. Anjing, lo gak pantes buat dia Drake. Sadar diri.”

Amarah Draco perlahan mereda, dia melepas cengkramannya.

“Lo suka sama Tori?”

“Lo pikir, semua foto Tori di handphone gue, gue hapus?”

“Maksud lo?”

“Gue cuman bilang, Astoria itu wanita yang mudah untuk dicintai Drake. Banyak yang mau sama dia. Jadi jangan ngerasa lo satu-satunya buat dia. Kalau gak bisa buat dia bahagia, seenggaknya jangan nyakitin. Astoria gak pantes dapet semua luka yang lo kasih ini. She don't deserves you, and you— don't deserve anything.”

Setelah itu, Adrian pergi begitu saja meninggalkan Draco.

“she don't deserve you.”

“Astoria gak pantes dapet semua yang lo kasih.”

Dan Draco, meninggalkan Hermione disana.


© urhufflegurl_