litaaps

Mama

**

Hermione masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan tak karuan. Bagaimana bisa Draco ketauan oleh Mamanya? Bagaimana jika Helena berfikiran yang macem macem kepada Draco? Atau disangka maling dan Draco dipukul?

“Sore Ma.” Sapa Hermione meremas jaket yang Ia gunakan.

Helena menatap tajam Hermione. “Duduk.”

“I—iya ma.”

Hermione duduk disebelah Draco. Ia menyenggol lengan Draco dan berbisik, “Udah ngobrol apa aja sama Mama?”

Draco hanya menggelengkan kepalanya, lalu fokus kepada Helena.

“Siapa dia Hermione?” Tanya Helena dengan tegas.

“Emm— Draco Ma, Draco Malfoy. Temen Hermione yang baru.”

“Temen? Kenapa dia tinggal disini?”

“Emm itu Ma.. Jadi gini, waktu itu Hermione nemu ferret, nah Hermione rawat ferret itu. Eh ternyata ferret itu Draco ma, Draco dari dunia sihir.” Balas Hermione jujur. Ia tidak ingin mengambil resiko lebih jika Ia berbohong.

“Penyihir? Kamu percaya dia penyihir?” Tanya Helena.

Hermione mengangguk. “Percaya Ma, soalnya Draco udah ngebuktiin kalau dia penyihir. Dia orang baik Ma, plis jangan mikir yang macem macem, walaupun dia dari dunia sihir tapi dia baik ma, dia gak macem macem dan gak akan jadi sumber bahaya buat kita.”

Helena melirik Hermione lalu Draco bergantian.

“Kamu sendiri, kenapa kesini? Kenapa tinggal disini?” Tanya Helena kepada Draco.

“Maaf tante, saya sedang ada masalah dengan kedua orang tua saya. Saya selalu dikekang dan saya tidak bahagia disana. Jadi saya mengutuk diri saya sendiri menjadi ferret dan saya ingin diam di dunia muggle menjadi ferret saja. Saya tidak pernah mengira akan dirawat oleh manusia, terlebih Hermione tante.”

Helena menghela nafasnya. “Dimana sekolah kamu? Hogwarts?”

Hermione dan Draco sama sama mengangkat kepalanya dan menatap Helena dengan heran.

“I—iya tante.”

“Asramamu?”

“Slytherin.”

“Ma, kok? Bentar, kok mama tau?” Tanya Hermione.

“Coba liat tongkat kamu, Draco.” ucap Helena lagi.

Draco mengeluarkan tongkatnya dan memberikannya kepada Helena.

“Hmmm benar ya Draco tidak berbohong?”

“Benar tante.”

“Ada masalah apa kamu dikeluarga kamu sampe kamu pergi darisana?”

“Saya dijodohkan dengan wanita yang tidak saya cintai, tante.”

“Dijodohkan? Keluarga kamu pureblood?”

Lagi lagi pertanyaan Helena membuat Hermione melotot ke arahnya.

“Ma? Kok mama tau?”

“Kamu dari keluarga Malfoy? Sudah pasti pureblood.” Ucap Helena.

“Ma? Hermione daritadi nanya loh?”

“Mama punya teman, dia seorang muggle dan bertemu dengan lelaki seorang penyihir yang berdarah halfblood. Karna mereka pacaran, jadi mama ikut temenan sama lelaki itu. Banyak sekali cerita dari dia. Dia sekolah di Hogwarts juga cuman asrama nya Ravenclaw.”

Senyum Draco merekah mendengar itu, ternyata Helena tau tentang dunia sihir. Hal ini membuatnya bahagia.

“Tante banyak ngobrol sama dia, anaknya juga sekolah di Hogwarts.”

“Ohya tante?”

“Iya. Nama anaknya Hannah. Hannah Abbot.” Ucap Helena.

“Oh Hannah? Saya mengenalnya, asrama dia Hufflepuff.”

“Nah iya! Hufflepuff. Seru gak di Hogwarts? Gimana kamu semasa sekolah? Tante banyak cerita dari teman tante katanya Slytherin anaknya sombong sombong.”

Draco tersenyum, Ia merasa malu karna memang dari dulu Slytherin dikenal dengan kesombongannya.

“Iya begitu lah tante. Slytherin itu isinya kebanyakan pureblood jadi ya kami selalu dianggap sombong.”

“Ah iyaa pantesan. Tapi tante liat kamu gak sombong.”

“Terima kasih tante.”

Kini, Helena dan Draco mengobrol sangat akrab sampai sampai Hermione merasa jadi orang ketika.

“Ekhem.” Hermione berdeham.

“Eh masih ada kamu disini?” Tanya Helena diakhiri tawanya.

“Ma ih kesel banget! Kirain mau marah atau gimana, malah akrab, sebel.” Ucap Hermione berdecak kesal.

“Hahaha anak Mama maaf ya. Sebenarnya Draco sudah cerita sebelum kamu pulang. Tapi ya tadi wawancara lebih lanjut.”

“Ih Mama! Jadi gimana? Draco boleh tinggal disini?”

“Hmmm, Draco mau tinggal disini?” Tanya Helena kepada Draco.

Draco berfikir sejenak. Apa Ia harus pergi atau tinggal? Ia ingin tinggal, tapi Ia malu dan tidak mau merepotkan keluarga Granger.

“Emm saya—”

“Draco mau tinggal disini Ma! Iya kan Drake?” Ucap Hermione dengan cepat.

“Kamu seneng ada Draco disini?”

Hermione mengangguk. “Seneng banget Ma.”

“Draco mau tinggal disini?”

Hermione mencubit lengan Draco, Ia sangat ingin Draco tetap tinggal dirumahnya. Karena baginya, Draco adalah pelengkap dari kekosongan didalam hidupnya selama ini.

Hermione merasa nyaman dengannya.

“Jawab Drake!” Ucap Hermione.

“Jika tidak memberatkan, Draco mau tinggal disini tante.” Ucap Draco yang membuat Hermione tersenyum puas.

**

Hug.

**

Draco mengepalkan tangannya. Emosi memuncak didalam dirinya, wajahnya benar benar merah.

Gelang yang digunakan Hermione bereaksi. Gelang itu memberikan tanda bahwa Hermione sedang berada disuasana yang sedih, kecewa, hancur, dan terluka. Bahkan daritadi, wanita itu tidak berhenti menangis.

Siapa yang berani menyakitinya? Siapa yang berani membuatnya terluka? Draco pastikan orang itu hidupnya tidak akan lama lagi.

“Saya harus susul Hermione.” saat Draco hendak jalan dan menghilang, tiba tiba pintu terbuka dengan keras.

Disana, Hermione berdiri dengan keadaan kacau. Rambutnya berantakan, wajahnya basah dipenuhi oleh air mata.

Draco mengayunkan tongkatnya dan mengunci pintu. Tak lupa Ia juga mengeluarkan mantra peredam suara.

Setelah itu, Ia menghampiri Hermione.

“Hermione.” bisik Draco.

“Draco.”

Hermione memeluk Draco dengan cepat, Ia menangis tersedu sedu dipelukan Draco. Draco bisa merasakannya. Hati Hermione sangat terluka. Benar benar terluka.

“Draco.”

Pelukan Hermione semakin erat. “Jangan dilepas gue mohon, sakit Drake, sakit.”

Draco hanya bisa diam mendengar Hermione. Sangat sakit rasanya melihat wanita yang Ia cintai terluka.

“Ada yang bisa saya bantu, agar kamu tenang?”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Kak Cedric, dia ternyata jahat Drake. Dia taruhan sama Kak Oliver. Gue juga gak ngerti gimana ceritanya, tapi mereka sama sama brengsek. Hati gue sakit, Draco. Hati gue sakit.”

Benar ternyata. Cedric dan Oliver yang menyakiti Hermione. Sesuai dengan dugaannya, Draco akan menjalankan aksinya. Lihat saja 2 orang ini, bisa bisanya mereka menyakiti Hermione dengan mudah.

“Mereka brengsek Drake.”

“Menangislah jika hal itu bisa membuatmu tenang.”

Draco mengusap pundak Hermione. Ia menuntun Hermione biar duduk dikasur.

“Apa gue gak berhak bahagia? Kenapa Drake? Kenapa semua rasanya gak adil, gue sayang sama Kak Oliver, ternyata dia selingkuh. Dan gue sayang sama Kak Cedric, ternyata dia juga brengsek. Bahkan lebih brengsek karna dia berhasil membuat gue jatuh se jatuh jatuhnya. Sakit Drake.”

Draco menggenggam tangan Hermione. Ia berlutur dihadapannya dan menghapus air mata Hermione.

“Hei, kamu tau? Hal terindah didalam kehidupan kita itu cinta. Namun, tak selamanya cinta akan mendatangkan kebahagiaan. Ada kalanya cinta menjadi racun didalam kehidupan kita. Aku tau kamu sangat kecewa, hancur, patah, terluka. Aku mengerti Hermione. Tapi jangan menyerah ya? Diluar sana ada 4 sahabat kamu yang mengkhawatirkanmu, dan ada 2 orang tua kamu yang sama mengkhawatirkanmu juga. Kamu liat mereka, mereka sayang tulus kepadamu. Mereka kebahagiaan dan cinta kamu yang sesungguhnya.”

Tangisan Hermione perlahan mereda. Ia menatap mata Draco dengan hangat.

Draco tersenyum, Ia mengecup punggung tangan Hermione.

“Bagiku, kamu wanita yang sangat pantas untuk menerima cinta. Jangan terlalu lama bersedih ya? Seorang putri tidak pantas rapuh hanya karna seorang lelaki. Terlebih lelaki itu tidak ada apa apa baginya.”

“Its okey, Hermione. I'm here. Aku disini untuk kamu.” Ucap Draco memeluk Hermione dan menenangkannya.

“Draco.”

“Hmm?”

“Makasih, makasih karna lo udah dateng ke kehidupan gue. Makasih”

“Aku yang seharusnya makasih Hermione. Makasib karna telah hadir dikehidupan aku yang kelam. Terima kasih.”

**

Traitor.

**

Hermione, Ginny, Luna, Harry dan Ron kini sudah sampai di arena balapan. Cedric juga sudah siap dengan style balapannya. Ia sudah berpakaian lengkap dan rapi.

“Kak, serius gue takut banget. Gak usah aja ya? Plis.” lirih Hermione memohon kepada Cedric.

“Gapapa Hermione. Gue pasti bisa, asal lo ada disini dukung gue. Oke?” Ucap Cedric sangat manis.

“Kak, tapi..”

Cedric menggenggam tangan Hermione dengan erat. “I love you so much, Hermione. Gue janji, gue pasti menang. Oke?”

Hermione menghela nafasnya. Jujur, Ia sangat takut, tapi Ia berusaha untuk berfikir positif. Ia harus yakin bahwa Cedric pasti menang. Ya, Ia harus yakin.

“Gimana? Udah siap?” tanya Oliver memakai helm miliknya. Ia menaiki motor gede yang berada disamping Cedric.

Cedric hanya mengeluarkan senyum smirk nya dan memakai helm. Ia menyalakan motornya.

Disaat semua sudah siap, balapan pun dimulai. Hermione menunggu dengan gelisah, Ia terus bergenggaman tangan dengan Ginny dan Luna. Ia hanya ingin Cedric menang, tanpa ada kendala. Hanya itu.

Cedric dan Oliver terus bertanding, saling menyusul satu sama lain dan masing masing berkonsentrasi.

Tak lama kemudian, Hermione melihat motor Cedric dari kejauhan.

“Kak Cedric.” gumam Hermione. Ia sangat senang melihat Cedric mendekati garis finish.

Dan yap!

Cedric menang! Semua bersorak untuk kemenangannya, terutama Hermione.

“Gin, kak Cedric menang.” ucap Hermione menangis bahagia.

Ginny mengangguk. “Ayo kita samperin. Luna, Harry, Ron disini aja ya?”

Luna, Harry, Ron hanya mengangguk mengiyakan perintah Ginny.

Hermione menatap Cedric dengan bahagia dan bangga. Ia pun jalan menuju Cedric. Namun, saat Ia hendak menghampirinya, langkahnya terhenti saat melihat seorang perempuan lebih dulu menghampiri Cedric.

Wanita itu mencium pipi Cedric, merangkulnya dan mengobrol mesra. Bahkan Cedric tidak menghindar. Ia mencium wanita itu tepat di bibirnya.

“Kak?” Air mata kebahagiaan milik Hermione berubah menjadi air mata kepedihan.

Cedric tersenyum, Ia melirik Hermione. “Gue menang, Oliver lo minta maaf sama dia.”

“Enggak enggak, bukan itu.” Ucap Hermione.

“Maksud lo apa? Cewek itu siapa kak?” tanya Hermione melirik wanita yang ada dihadapan Cedric saat ini.

“Oh, gue Cho. Tunangan Cedric.”

Jleb.

Hati Hermione lebih sakit 1000 kali dari sebelumnya. Lebih sakit dari diselingkuhi Oliver kemarin. Bahkan sangat sakit.

“M—maksudnya?” tanya Hermione dengan suara gemetar.

“Hermione, Hermione. Lo bego atau gimana? Gue sama Cedric itu sahabatan dari kelas 1 SMA. Lo fikir gue dapetin lo karna apa? Ya karna taruhan lah.” ucap Oliver diakhiri dengan tawa sarkas.

“Apa sih? Maksudnya gimana? Kalian sama sama brengsek, bajingan?!” tanya Ginny. Hermione sudah tidak sanggup berkata kata, hatinya sangat sakit.

“Gue sama Cedric taruhan buat dapetin lo, Hermione. Lo korban keberapa ya? Gue juga sampe lupa. Gimana? Enak punya 2 cowok? Enak punya dua lelaki yang bahagiain lo dalam satu waktu? Congratulation Hermione, lo masuk ke dalam permainan gue dan Cedric.” ucap Oliver diakhiri dengan tepuk tangan yang meriah, diikuti oleh orang orang disana.

“Anjing.” umpat Ginny.

“Kak.” lirih Hermione menatap Cedric.

Cedric turun dari motornya. “Lo fikir selama ini gue cinta sama lo? Enggak, Hermione. Gue udah punya tunangan. Cho Chang namanya, dan gue mau nikah sama dia tahun depan.”

Hermione mengepalkan tangannya dengan keras. “Oh.. Hahaha, jadi semua permainan kalian berdua?”

“Good game, Cedric, Oliver. It's a really good game. Selamat kalian menang. Gue sangat sangat sangat menikmati permainan ini. Selamat. Dan untuk lo—” Hermione menatap Oliver.

“Lo gak perlu ngelakuin apapun karna Cedric menang balapan, karna gue gak sudi terima maaf atau apapun dari cowok modelan babi kayak kalian.”

Hermione maju selangkah mendekati Cedric, saat Ia hampir menamparnya, tiba tiba pukulan yang keras mendarat di pipi Cedric.

“Bangsat!” teriak Ron.

“Hermione sahabat gue, dan lo dengan gampang nyakitin dia?! Anjing!”

Bugh!

Tak hanya Ron, Harry juga ikut andil menonjok Cedric, tak lupa Oliver juga.

“Ih nyebelin!” teriak Luna memukul Oliver dengan kayu yang besar.

“Cukup kalian sakitin Hermione sampe sini anjing! Jangan pernah dateng lagi ke kehidupan dia, cukup sampe ini bangsat! Cih.” Ron meludah tepat diwajah Cedric.

Karna tidak tahan dengan semua rasa sakit didalam hatinya, Hermione pergi dari sana. Ia berlari menjauh dari arena balapan. Ternyata semua kebahagiaan yang Ia dapatkan semuanya palsu, semua penuh kebohongan.

Cedric, Oliver, 2 orang yang Ia sayang ternyata sama sama menyakiti hatinya. 2 orang itu sama sama mempermainkannya.

**

Nightmare.

**

Badannya panas dan penuh dengan keringat. Malam ini sangat gelap, bahkan bulan saja tidak berani menampakkan dirinya dan mengeluarkan cahayanya.

Ia memeluk dirinya sendiri. Badannya sangat sakit, bahkan terlalu sakit hanya untuk sekedar berdiri. Ia menyenderkan tubuhnya dan menikmati rasa sakit yang menjalar disekujur tubuhnya.

“Aku sudah bilang, jangan terlalu kasar kepada Draco! Biar bagaimapun, dia itu anak kita Lucius!” Teriak seorang wanita diluar ruangan.

“Anak tidak berguna! Dia hanya aku beri tugas untuk mengawasi Dumbledore. Hanya itu. Tapi lihat, dia tidak becus! Kalau seperti ini terus, bisnis keluarga malfoy akan bermasalah Cissa!” Balas seorang lelaki, lawan bicara sang perempuan.

Perempuan bernama Narcissa itu mengepalkan tangannya. “Draco, bukan bonekamu. Dia anakmu.”

“Sudahlah, dia harus menikah dengan keluarga Greengrass. Kita harus mempertahankan adat istiadat keluarga Malfoy. Selain itu, keluarga Greengrass pasti akan menjadi keuntungan bagi bisnis yang kita jalankan. Demi nama baik Malfoy, demi keturunan kita juga nantinya. Ingat Cissa, aku tidak ingin dia menikah dengan orang lain, aku ingin dia menikah dengan Astoria.”

“Tapi dia masih sekolah, Lucius.”

“Tahun ini dia lulus. Setelah lulus, kita akan langsungkan acara pernikahan.”

Draco mengepalkan tangannya dengan keras. Tidak, Ia tidak ingin dijodohkan, Ia sama sekali tidak mencintai wanita bernama Astoria itu. Ia harus melawan.

Dengan penuh keberanian dan rasa sakit disekujur tubuhnya, Ia berdiri dan keluar dari ruangan gelap itu.

“Aku tidak mau dijodohkan, Father.” Ucap Draco dengan suara gemetar.

“Draco.” Lirih Narcissa.

“Kau. Sudah berapa kali aku bilang kau harus menurut kepadaku!” teriak Lucius.

“Sampai kapan? Sampai kapan aku menjadi bonekamu sampai kapan? Bahkan dari kecil, aku tidak pernah diberi kebahagiaan didunia ini. Yang aku tau hanya ilmu hitam, ilmu hitam, dan ilmu hitam. Bagaimana cara menjadi penyihir yang hebat, bagaimana cara membuat ramuan yang dahsyat, semua sudah aku pelajari. Aku tidak bahagia disini, Father! Bahkan sekalipun kau tidak pernah memperdulikan kebahagianku! Kau egois! Kau selalu mementingkan dirimu sendiri! Kau—”

“Crucio!”

“Draco!”

Draco terjatuh. Badannya menggeliat kesakitan, lukanya yang belum sama sekali mengering kembali terbuka dan mengeluarkan darah.

“Lucius cukup! Hentikan aku bilang! Cukup!” Teriak Narcissa menangis dihadapan Draco yang kesakitan.

“Mo—mother akh, sakit.” lirih Draco.

“Lucius hentikan!!”

“Dia anak kurang ajar! Aku harus hukum dia! Crucio!”

“LUCIUS!” Narcissa mendorong Lucius hingga lelaki itu terjatuh.

“Aku bilang hentikan, hentikan!” Teriaknya.

Saat itu, Lucius langsung menghentikkan aksinya menghukum Draco. Namun sayang, anaknya tidak sekuat yang Ia fikirkan, Draco tidak kuat menahan semuanya, dan Ia pun tidak sadarkan diri, semua gelap, bahkan kegelapan ini adalah hal ternyaman untuknya. Jika harus memilih, Ia lebih baik mati daripada harus hidup dengan semua kepedihan ini.

“Father, hentikan. Tidak, aku tidak mau. Hentikan. Hentikan!”

“Draco? Draco, hei, bangun! Draco!” Hermione memegang tangan Draco yang keras.

“Draco! Bangun! Draco!” Bisik Hermione menggoyangkan tubuh Draco.

Draco membuka matanya secara paksa. Nafasnya terengah engah dan keringat mengalir derah didahinya.

“Draco?”

“Hermione.”

“Hei hei, its oke, cuman mimpi. Lo mimpi?” Hermione menggenggam tangan Draco.

“Hermione.” lirih Draco.

Hermione memeluk Draco, Ia tidak tahu Draco mimpi apa, yang pasti itu pasti hal buruk sehingga lelaki ini bangun dalam keadaan seperti ini.

“Hei, it's okey. Just a nightmare, oke?” bisik Hermione mengusap punggung Draco.

“Hermione.” lirih Draco. Lelaki itu menangis.

“Hei, lo nangis? Ih jangan nangis dong, gapapa gapapa ada gue disini oke?” Hermione melepaskan pelukannya dan mengusap air mata Draco dengan kedua tangannya.

“Its okey, cuman mimpi buruk. Semuanya baik baik aja oke?” bisik Hermione menggenggam tangan Draco.

“Hermione, maaf. Maaf saya membuatmu kaget.” ucap Draco.

“Enggak kok. Are you okey?”

Draco melirik Hermione, lalu Ia mengangguk. “I'm okey. Just a nightmare, right?”

“Iya, cuman mimpi buruk.” ucap Hermione memeluk Draco dan membuatnya tenang.

“Melihat matanya yang hangat membuatku nyaman. Aku sangat senang berada disisinya. Andai aku bisa lahir kembali, aku akan lebih memilih menjadi muggle biasa.”

**

A story.

**

Hermione membuka pintu ruangan Draco. Sebelumnya Ia sudah memberi pesan kepada Draco bahwa inilah saatnya untuk bercerita. Dan Draco siap menceritakan semuanya.

“Hai.” Sapa Hermione ketika Ia masuk ke dalam ruangan Draco.

“Hai. Sudah jemput mama mu?”

“Udah! Mereka udah tidur.”

Draco mengangkat tongkatnya. Ia mengeluarkan mantra peredam suara.

“Apa itu?” tanya Hermione.

“Agar pembicaraan kita tidak terdengar keluar, jadi saya mengeluarkan mantra peredam suara.”

“What? Jadi gue bisa teriak sekenceng mungkin disini?” tanya Hermione tidak percaya.

“Bisa, coba saja.”

“Masa sih? Coba lo teriak nanti gue keluar oke? Bentar gue keluar dulu, terus lo teriak.”

“Oke.”

Hermione keluar, lalu Draco berteriak. “AKU MENCINTAIMU HERMIONE. TERIMA KASIH TELAH HADIR DIDALAM HIDUPKU!”

Tak lama, Hermione masuk kembali ke dalam ruangan. “Teriak ih!”

“Sudah, saya sudah berteriak. Tidak terdengarkan?”

“Ih hebat! Sumpah hebat banget! Gue jadi pengen belajar ilmu sihir. Alakazam!”

Draco tertawa melihat Hermione. Baginya, wanita ini sangat lucu.

“Malah ketawa. Serius gue!”

“Iya iya serius. Kamu tidak bisa belajar ilmu sihir, kamu kan muggle.”

“Hmm iya ya. Eh gue kesini mau denger cerita lo, ayo cerita tentang diri lo. Kenapa lo bisa kesini, dan kenapa lo gamau kembali ke dunia lo? Apa dunia lo terlalu bahaya?”

Draco terdiam sejenak, Ia siap untuk menceritakan semuanya kepada Hermione.

“Saya lahir dikeluarga kaya raya, bangsawan. Saya lahir dikeluarga Malfoy. Saya berdarah murni sebagai seorang penyihir. Tidak ada campuran darah muggle, muggleborn, atau halfblood. Benar benar pureblood. Darah murni.”

Hermione mendengarkan Draco dengan seksama. Mata coklatnya tidak lepas dari mata silver milik Draco.

“Di keluarga saya, ada adat yang menempel, atau semacam tradisi. Keluarga pureblood harus menikah dengan sesama pureblood.”

“Jadi lo dijodohin?”

Draco mengangguk. “Saya melawan. Saya tidak ingin dijodohkan.”

“Kan bisa lo cerai setelah nikah?”

“Tidak semudah itu, Hermione. Ketika kami sudah terikat dalam suatu pernikahan, artinya kami sudah terikat dalam suatu janji, janji yang selalu saya bilang. Unbreakable vow, dimana jika salah satu ada melanggar, maka orang yang melanggar itu akan mati.”

“Ih kok serem mainannya mati.”

“Ya begitulah. Makanya saya melawan, dan hasil dari melawan itu ya saya selalu dikurung ditahanan bawah tanah dirumah sendiri.”

“What? Rumah lo sendiri?”

Draco mengangguk. “Ya, rumah saya sendiri.”

“Kok bisa?”

“Father orang yang sangat keras dan selalu ingin menang. Dimatanya, keluarga Malfoy adalah keluarga yang sangat hebat, berkuasa dan harus selalu didepan. Aku anak satu satunya. Maka dari itu Father selalu keras kepadaku hingga dia lupa kalau aku adalah manusia, bukan boneka.”

Mendengar itu, hati Hermione rasanya sangat sakit. Selama ini, Ia selalu mengeluh jika sang Papa selalu sibuk dengan kerjaannya dan pasiennya diluar sana. Namun ternyata ada yang lebih menyedihkan kehidupannya dibandingkan dirinya.

“Saya tidak butuh tatapan itu, Hermione. Saya tidak butuh dikasihani.”

Hermione langsung mengerjap, Ia menghapus air matanya dan mengalihkan pandangannya.

“Sorry, gue gak bermaksud.”

Hermione merasa kehidupan Draco sangatlah pedih. Ia jadi tidak tega.

“Gue boleh minta satu hal?”

“Apa?”

“Jangan pernah mikir lo mau pergi darisini. Gue seneng lo ada disini, Draco.”

**

Janji.

**

Hermione menggigit bibir bawahnya. Tatapan Ginny dan Luna benar benar tajam sehingga membuatnya kikuk.

Tadi, Ginny tidak sengaja langsung masuk ke dalam rumahnya. Tepat sebelum Draco mengumpat, jadi Draco ketahuan oleh Ginny dan Luna.

“Jadi lo penyihir?” Tanya Ginny kepada Draco.

Draco mengangguk. “Mau saya buktikan?”

“Boleh! Coba dong! Luna berkali kali baca tentang buku sihir, itu bagus banget! Luna kira dunia sihir itu gak ada, ternyata ada ya?” Luna berbeda dengan Ginny. Ia malah senang mendengar Draco bercerita tentang dirinya. Ginny malah curiga.

“Baiklah, akan saya buktikan.” Draco mengeluarkan tongkatnya. Ia lagi lagi melayangkan benda yang membuat Ginny dan Luna tercengang.

“Wah! Keren!” Pekik Luna kesenangan.

“Bentar, lo bener penyihir?! Lo ferret yang dirawat sama Hermione, terus berubah jadi manusia?! Jadi ferret lo bener jelmaan Mi?” tanya Ginny. Ia benar benar tidak percaya kepada Draco walaupun Draco sudah membuktikannya.

“Ih kan gue udah jelasin tadi. Dia penyihir, gue juga sama kok kaget kayak lo berdua. Kalian aja kaget, gimana gue coba?” Tanya Hermione.

“Terus lo terima dia gitu aja? Dia orang asing loh, Hermione. Bahkan lo aja gatau kan keluarga dia gimana? Bisa aja dia pembunuh bangsa kita yang bukan penyihir. Bisa aja keluarganya jahat, dan lo akan jadi korban selanjutnya nantinya.”

“Gin apaan sih. Draco gak gitu, dia baik. Gue udah buktiin sendiri. Selama dia tinggal disini, semuanya baik baik aja.”

“Baru 5 hari kan Mi? Belum berminggu minggu atau berbulan bulan? Lo kok bisa sih masukin orang asing kerumah lo? Bahkan Papa Mama lo gak tau soal ini? Astaga Hermione, kalau ada apa apa sama lo gimana? Bahaya tau. Dunia sihir itu gak bagus, dunia sihir itu gak nyata. Bisa aja dia dukun, belajar ilmu hitam atau dia orang pinter. Dia punya jin buat ngelakuin semua hal diluar nalar. Lo kebayang sampe sana gak sih Mi? Bisa aj—”

“Gin cukup ya! Draco orang baik, dia gak bahaya buat gue, Papa ataupun Mama. Dia baik Gin, selama ini gue baik baik aja kan? Dia juga gak pernah macem macem sama gue. Justru dengan adanya dia di rumah ini, gue jadi ada temen. Selama ini gue sendiri. Gue kesepian apalagi sekarang Mama udah mulai ngerintis bisnis, Papa sibuk operasi dimana mana. Apa salahnya sih gue temenan sama Draco?”

Ginny memutarkan kedua bola matanya. Baginya, ini adalah hal yang berbahaya. Ia tidak percaya dengank kemampuan sihir yang Draco punya.

“Mi, bukan masalah kesepian. Oke lo kesepian, boleh kok lo ngerasa gitu. Tapi masalahnya ini orang asing Mi? Plis, Hermione lo itu paling pinter diantara kita semua, kenapa ke hal yang kayak gini lo mendadak bego sih?!”

“Gin, sumpah ya. Gue gak mau berantem sama lo, gue yang jamin Draco gak akan macem macem, dia gak akan jadi masalah buat keluarga gue. Buat Papa, buat Mama. Gak akan. Gue yang jamin.”

“Mi—”

“Gin, udahlah. Bener apa kata Hermione. Kita juga belum denger cerita Draco kan kenapa bisa dia kabur dari dunia nya? Siapa tau emang dunia nya lagi gak baik baik aja dan dia itu sengaja jadi ferret biar sendirian di dunia kita. Bisa aja dia sebenernya gak mau dirawat sama siapapun, cuman emang dasarnya aja dia ketemu Hermione dan Hermione suka binatang, jadi Hermione ambil ferret itu. Kan Hermione juga gak tau ferret itu bakal berubah jadi manusia.” Ucap Luna dengan lembut.

“Gue tau Lun, gue gak mempermasalahkan soal ferret. Yang gue permasalahin itu, dia orang asing. Dia bukan siapa siapa, kenapa Hermione bisa tampung dia, gitu loh masa gak ngerti?”

“Gin plis gue mohon percaya sama gue kalau Draco gak akan bahaya, dia gak akan jadi masalah buat gue, Papa, Mama, kalian, Harry, Ron atau siapapun, gak akan Gin. Percaya sama gue.”

Ginny menghela nafasnya.

“Tapi bener ya lo gak akan bikin Hermione susah? Kalau Hermione luka sedikitpun karna ulah lo atau temen temen lo, gue yang akan bunuh lo.” Ucap Ginny kepada Draco.

Draco mengangguk. “Saya janji. Atau mau membuat janji tak terpatahkan?”

“Janji apa itu?”

“Janji diantara saya dengan kamu. Saya berjanji akan menjaga Hermione, dan tak akan membuat Hermione terluka. Jika hal itu terjadi, saya akan mati.”

“Draco!” Pekik Hermione dengan cepat.

“Apa apaan sih? Gak ada gak ada. Gue gak setuju. Duuh udah deh gak usah dipermasalahin. Kita ikat janji ala muggle aja oke?” Kata Hermione. Ia tidak ingin masalah ini menjadi runyam.

Ginny mengangkat kelingkingnya. “Janji ala manusia biasa. Gue gak suka kalau ada yang mati karna gue.”

Draco menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Ginny.

“Saya janji, saya akan menjaga Hermione dengan sepenuh hati saya. Saya akan melindunginya, Papa nya, Mamanya, dan termasuk kalian semua sahabat sahabatnya. Pegang janji saya. Slytherin tidak pernah ingkar terhadap janjinya.”

**

Kue

**

Draco dan Hermione bertemu di depan kamar masing masing. Kamar mereka bersebelahan.

“Selamat pagi, Draco. Gue mimpi indah semalem!” Ucap Hermione tersenyum manis kepada Draco.

“Selamat pagi, Hermione. Syukurlah, saya seneng dengernya.” Balas Draco.

Bagi Draco, Hermione sangat cantik. Belum pernah Ia bertemu dengan wanita secantik Hermione.

“Ayoo bikin kue! Gue jago tau bikin kue. Mama hari ini pulang dari Jogja, dan gue mau bikinin kue kesukaan mama.” Ucap Hermione jalan lebih dulu ke dapur.

“Ayo.” Balas Draco mengikuti jejak Hermione.

Sesampainya didapur, Hermione segera mengikat rambutnya acak yang membuat Draco spontan menoleh kearahnya. Wanita itu lebih cantik, bahkan sangat cantik.

“Lo bantuin gue ya?”

Draco hanya mengangguk, lalu Ia pun mencuci tangannya.

Hermione mulai membuat kue, Ia memecahkan telur, dan Draco membantu menuangkan gula, terigu, vanilla, mentega, butter, dll. Lalu, Hermione mulai membuat adonan kue.

Saat Draco menuangkan tepung, tidak sengaja Ia menuangkannya dengan cepat sehingga terigu itu buyar ke wajah mereka.

“Draco!!” pekik Hermione saat terigu nya berhamburan ke wajahnya.

“Eh, maaf hahaha. Wajahmu putih!” ucap Draco tertawa.

“Ih malah ketawa! Pelan pelan naburin terigunya!” pekik Hermione ikut tertawa.

“Hahaha wajahmu lucu, Hermione.”

“Draco! Awas ya!” Hermione mengambil sedikit adonan dijarinya dan menempelkannya di pipi Draco.

“Hermione, wajahku jadi kotor.” ucap Draco. Bukannya kesal, Ia malah tertawa.

“Biarin wleee.” Hermione menjulurkan lidahnya sambil melanjutkan aktifitasnya membuat adonan.

“Maafkan aku.” ucap Draco.

“Gapapa.” balas Hermione.

Mereka melanjutkan aktivitas membuat kue. Hermione benar benar jago memasak, Ia sangat lihai dalam membuat kue.

Setelah selesai membuat kue, kini giliran mereka untuk menghiasnya.

“Warna hijau ada?” tanya Draco.

“Ada, di box itu ambil aja.” ucap Hermione fokus menghias kue nya.

Draco membuka ponselnya, Ia diam diam mengambil foto Hermione ketika Ia sedang menghias kue.

“Cantik, sangat cantik.” batin Draco.

“Kau memang pandai memasak dari dulu?” tanya Draco kepada Hermione.

Hermione mengangguk. “Gue dari kecil emang suka main masak masakan, waktu SMP mama suka ngajakin gue masak dan akhirnya gue bisa masak deh. Setiap hari raya, mama selalu ngajakin gue bikin kue, dan lama lama gue yang bikin kue sendiri jadi gue bisa.”

Draco tersenyum. “Hebat, kau sangat hebat Hermione.”

“Biasa aja, wanita emang seharusnya bisa masak kan?”

“Ya, tapi wanita sepertimu sangat hebat dimataku.”

“Emang didunia sihir gak masak?”

“Tidak.”

“Hah?”

“Kami menggunakan peri rumah.”

Hermione mengerutkan keningnya. “Peri rumah? Apa itu?”

“Emm semacam pembantu kalau di dunia muggle.”

“Ah.. Pake pembantu, art?”

Draco mengangguk. “Iya, semacam itu.”

“Lo anak bangsawan?”

“Bisa dibilang.”

“Ah.. Ngerti gue, pantesan emas lo mahal banget. Enak ya jadi lo. Udah penyihir, bisa ngapain aja cuman dengan ngayunin tongkat sihir. Terus lo juga kaya, hidup lo pasti bahagia.”

Draco hanya terdiam, Ia tidak menjawab perkataan Hermione. Senyumnya tiba tiba meredup begitu saja. Bahagia? Bahkan kata itu tidak pernah ada didalam kamus kehidupannya.

“Aku tidak pernah sebahagia ini sebelum bertemu denganmu, Hermione.”


“Enak gak?” tanya Hermione dengan wajah yang berbinar.

“Enak sekali! Bahkan ini kue terenak yang pernah aku makan! Sebelumnya aku kurang suka makan makanan manis, tapi setelah makan kue ini sepertinya aku akan suka makan makanan manis.” ucap Draco menikmati kue hasil buatan Hermione.

“Berlebihan lo! Emang didunia sihir gak ada kue? Kok bisa lo gak suka makanan manis?”

“Ada, kue hogwarts selalu enak. Kue buatan Dobby juga selalu enak.”

“Dobby?”

Draco menoleh ke Hermione. “Ah, Dobby peri rumahku.”

Hermione mengangguk. “Ah iyaa..”

“Tapi kue buatanmu yang paling enak.” Ucap Draco membuat Hermione terdiam seketika.

“Sumpah, lo didunia sihir jadi playboy ya? Jago gombal.”

“Playboy? Pemain wanita?”

“Heem.”

“Tidak. Saya berbicara jujur.”

Lagi lagi Hermione terdiam. Ia menunduk memakan kue buatannya, diam diam pipinya merah dan jantungnya berdebar. Sialan Draco ini, bisa bisanya membuat Hermione salah tingkah.

“Ah udahlah, lo makan aja. Eh gue jelasin twitter mau ya?”

“Boleh.”

Hermione duduk disebelah Draco. Ia memainkan ponsel Draco dan menjelaskan apa itu twitter, bagaimana cara memainkannya, dan bagaimana cara membuat akunnya.

“Gue ada 2 twitter. Twitter pertama itu buat public, yang artinya tweet gue bisa diliat sama semua orang. Twitter kedua itu private cuman buat gue, yang artinya ya cuman gue aja yang bisa liat tweet itu.”

“Jadi semacam mencurahkan isi hati agar tidak terlihat atau ketauan sama orang lain?” Tanya Draco.

Hermione mengangguk. “Yap betul sekali! Mau bikin 2 atau 1 twitter?”

“Dua. Saya mau membuat twitter yang private.”

“Hahaha okey, gue buatin. Emm usernamenya dracomalfoy aja ya yang pertama. Yang kedua ah! Malfoyganteng!”

Draco tertawa mendengar Hermione. “Memangnya saya tampan?”

Tanpa sadar, Hermione mengangguk dengan cepat. “Eh maksud gue, kan semua cowok ganteng gitu.”

“Iya iya, terima kasih Hermione.”

“HERMIONEEE!!! HERMIONE BUKAA GUE MAU KE WC GAKUATT! HERMIONEE!!” Teriak seseorang diluar.

Hermione membulatkan matanya sempurna. Sial. Dia lupa Ginny dan Luna akan berkunjung kerumahnya. Ia terlalu asik dengan Draco sehingga Ia lupa Ginny dan Luna akan berkunjung kerumahnya.

**

Nyaman.

**

Draco masuk kekamar Hermione dengan cara diam diam. Setelah masuk, Ia langsung menutup kamae Hermione dengan perlahan.

“Matamu bengkak.”

“Iya, hati gue sakit. Cowok brengsek! Gue benci banget sama Oliver sumpah!”

“Jadi Oliver namanya?”

Hermione mengangguk.

“Apa yang dia lakukan?”

“Selingkuh.”

“Selingkuh? Dia selingkuh darimu? Yang benar saja. Bagaimana bisa wanita secantik dirimu diselingkuhi?”

Hermione tersenyum. Apa apaan Draco ini, bisa saja membuat jantungnya berdebar.

“Apaan sih lo, penyihir jago gombal!”

Draco hanya tersenyum, Ia duduk disebelah Hermione, lalu Ia meniup mata Hermione yang membuat mata perempuan itu menjadi mengantuk.

“Hooaam. Apa yang mau lo lakuin? Kok gue ngantuk ya?”

“Tidur saja.”

Hermione mengangguk, lalu Ia pun tidur, tapi belum menutup matanya.

“Dulu, mother selalu mengusap halisku perlahan agar aku tertidur, seperti ini.”

Draco mengusap halis Hermione secara perlahan, Ia tersenyum melihat wanita itu perlahan menutup matanya.

“Gue nyaman, ternyata bener. Gue ngantuk banget sekarang.” Gumam Hermione sebelum akhirnya Ia benar benar tertidur.

“Selamat tidur, Hermione. Aku sayang kamu.”

**

Coklat Hangat.

**

“Makasih ya kak, gue masuk dulu.”

Cedric mengangguk, Ia mengusap puncak kepala Hermione.

“Tenang ya, lo harus yakin kalau gue pasti menang.”

Hermione hanya mengangguk dan kembali meneteskan air matanya.

“Udah dong jangan nangis gitu.”

“Gue takut lo kenapa napa kak.” Lirih Hermione.

“Gue akan baik baik aja. Lo harus percaya itu.”

“Bener ya?”

“Iya.”

Ya, Hermione harus yakin bahwa semua rencana ini akan berjalan dengan semestinya. Cedric akan menang dan Oliver sialan itu pasti akan kalah.

Hermione masuk kedalam rumahnya, ternyata Papa nya masih belum pulang. Kedua orang tuanya sangat sibuk akhir akhir ini.

“Hei, kamu sudah pulang?” Tanya Draco dengan segera.

“Draco? Lo ngapain diem disini?”

“Aku khawatir, kamu lagi sedih ya? Kenapa?”

Hermione tersenyum. “Nah gitu dong, aku kamu. Bukan saya kau, aneh tau kalau saya k—”

“Jawab pertanyaan saya, Hermione. Kamu kenapa?”

Hermione menatap Draco dengan wajah sedih, air matanya masih berhasil mengalir walaupun sudah ditenangkan oleh Cedric.

“Hei, mengapa kau menangis? Hei, jangan nangis.”

“Huhuu, gue putus sama cowok gue. Selama ini ternyata dia gak sayang sama gue.”

“Jadi benar, lelaki itu tidak baik?”

Hermione mengangguk.

“Yang penting kau sudah berpisah dengannya. Jangan dekat dekat dengannya lagi. Aku tidak ingin kamu terluka. Air matamu itu berharga.”

Ucapan Draco seolah menjadi penenang bagi Hermione.

“Saya sudah siapkan minuman, hanya coklat hangat. Tapi enak, kamu mau?”

“Coklat hangat?”

“Iya, ini.”

Hermione mengambil coklat hangat itu dan menghirupnya.

“Emm enak!”

“Baguslah jika rasanya enak dan kau suka. Minumlah hingga habis, coklat bisa membuatmu tenang dan senang kembali.”

“Terima kasih Draco.”

“Sama sama, Hermione.”

“Aku sangat ingin memeluknya, membisikkan bahwa semua akan baik baik saja. Aku sangat ingin memeluknya, tapi tidak bisa. Hermione, bagaimana bisa kau membuatku jatuh cinta secepat ini?”

**

Sakit.

**

Hermione keluar tepat pukul 4 sore. Ia langsung berangkat menuju kampus dimana Oliver kuliah. Hermione memasak makanan kesukaan Oliver, khusus untuk kekasih tercintanya.

Sesampainya dikampus, Hermione menghela nafasnya. Ia gugup karna Ia memakai seragam SMA. Dan Ia dengan berani masuk ke wilayah kuliahan. Mudah mudahan Ia tidak menjadi bahan gibahan atau menjadi pusat perhatian.

Hermione jalan menyusuri lorong kampus menuju jurusan Oliver, Fakultas Hukum. Ia tahu dimana fakultas itu karna sebulan yang lalu, Oliver pernah mengajaknya kesini.

Dengan penuh senyuman, Hermione mencari kelas Oliver. Dan akhirnya ketemu, dia pun segera masuk ke dalam fakultas hukum.

Dari kejauhan, Ia sudah melihat ada Oliver disana. Namun, saat Ia hendak memanggil lelaki itu, Ia melihat Oliver sedang bergandengan dengan perempuan lain.

Merasa penasaran, Hermione mengikuti langkah Oliver. Ternyata mereka berdua ke halaman belakang gedung fakultas, dan disana suasana nya cukup ramai, dan Hermione yakin halama belakang fakultas ini tempat berkumpul teman temannya Oliver.

Hermione melihat bagaimana Oliver memeluk dan mencium pipi wanita itu. Lalu, Oliver menggandeng tangan wanita itu lagi dan pergi dari sana.

Hermione masih mengikutinya, dan kini mereka berdua berada di parkiran hendak pergi.

Karna tidak tahan, Hermione segera keluar dari tempat persembunyiannya.

“Jadi maksud lo sibuk itu sibuk sama cewek lain ya kak?” Tanya Hermione.

Oliver terlihat sangat terkejut dengan kedatangan Hermione.

“Hermione?”

“Apa? Lo selingkuh kak?”

“Selingkuh? Kamu selingkuh?” Tanya perempuan disamping Oliver.

Oliver menggelengkan kepalanya. “Aku urus orang ini dulu ya sayang.”

Oliver menarik tangan Hermione jauh dari perempuan itu.

“Lepas! Sakit tau kak!” pekik Hermione berusaha melepaskan genggaman Oliver.

“Lo ngapain kesini? Kenapa gak bilang dulu?”

“Gue bilang kak, cuman chat gue dianggurin sama lo! Chat gue bahkan gak dibaca sama sekali.” air mata Hermione mulai bercucuran sekarang, sakit rasanya. Ternyata lelaki yang Ia sayang dan Ia cintai selama ini selingkuh dibelakangnya.

“Denger ya, lo udah tau kan sekarang? Sorry, gue bukan selingkuh dari lo. Tapi lo selingkuhan gue, Hermione.”

Tanpa sadar, Hermione menampar Oliver dengan keras.

“Maksudnya apa sih? Terus tujuan lo nembak gue 3 bulan lalu itu apa? Apa tujuan lo kak?!”

“Gue cuman gak mau Cedric bahagia. Itu aja, simple. Lo pasti tau kan kalau dulu itu gue sama Cedric temenan, dan dia suka sama lo. Gue gak mau dia bahagia, makanya gue rebut lo dari dia, gue nembak lo, dan lo jadi pacar gue.”

Hermione mengepalkan tangannya. Rasanya Ia sangat ingin memukul lelaki dihadapannya ini.

“Jadi selama ini, kita pacaran cuman—”

“Iya, cuman pura pura. Gue gak pernah sayang sama lo.”

Bugh!

Mata Hermione melotot, Ia terkejut ketika melihat Cedric tiba tiba datang memukul Oliver.

“Kak Cedric.” lirih Hermione.

“Anjing! Gue udah berusaha buat bahagiain dia dengan segala cara yang gue lakuin, lo dengan beraninya bikin dia sakit?!” Teriak Cedric. Lelaki itu menarik kerah baju Oliver dan menggenggamnya dengan keras.

Oliver tersenyum. “Iya, kenapa? Lepas anjing!”

Oliver melepaskan genggaman tangan Cedric. “Udah kan? Kita putus aja, Hermione. Gue juga tau selama ini kalian deket. Lo masih suka ngasih makanan ke cewek gue kan? Lo juga masih sering perhatian ke cewek gue. Jadi untuk apa? Kita pacaran itu sebenernya sama sama bohong, Hermione. Gue tau, gue tau seandainya dulu Cedric yang bilang duluan tentang perasaannya, lo akan terima dia kan?”

Hermione diam, Ia menatap Oliver dengan tatapan yang tajam. Hatinya sangat sakit. Ternyata selama ini, hubungannya penuh dengan kepalsuan.

“Sial. Gue dulu emang nembak lo karna gak mau Cedric bahagia, tapi lama lama gue suka sama lo, gue beneran sayang sama lo, Hermione.” Ucap Oliver.

“Jauhin dia mulai sekarang, jangan pernah deketin dia lagi.” Bisik Cedric dengan tajam.

Oliver melirik Cedric. “Jauhin dia? Kalau gue mau berusaha buat tahan dia, gimana?”

“Kak, cukup ya. Lo sendiri yang bilang untuk apa hubungan ini dipertahanin. Iya kan?” tanya Hermione kepada Oliver.

“Iya, tapi gue sayang sama lo. Gue masih mau lo tetep ada disisi gue.”

“Kak, apaan sih?”

“Cedric.” Ucap Oliver, matanya kini beralih ke arah Cedric.

“Gue mau nantangin lo. Gimana kalau kita taruhan?”

“Kak! Gue bukan barang yang bisa dijadiin bahan taruhan!” pekik Hermione tak suka.

Oliver hanya melirik sebentar ke arah Hermione, lalu Ia kembali ke Cedric. “Minggu besok, kita balapan. Kalau gue yang menang, lo harus jauhin dia, jangan pernah deket deket dia lagi. Dia milik gue. Tapi—”

“Tapi kalau gue yang menang, lo minta maaf ke dia, dan lo jangan pernah sakitin dia. Perlakukan dia selayaknya seorang perempuan. Deal?” ucap Cedric memotong omongan Oliver.

“Kak Cedric?”

Cedric melirik Hermione, Ia meyakinkan Hermione lewat sorot matanya bahwa semuanya akan baik baik saja.

“Deal.” Oliver dan Cedric berjabatan tangan.

Setelah itu, Oliver pergi meninggalkan Cedric dan Hermione berdua.

“Kak apaan sih? Maksud lo gue barang? Gue bukan barang yang dengan seenaknya bisa ditawar kayak gitu!” Teriak Hermione memukul dada Cedric dengan keras.

“Hei hei, denger gue, denger dulu.”

“Gue kecewa sama lo! Kenapa lo iya in taruhan Kak Oliver? Dia itu gila kak, dia udah gak waras!” Air mata Hermione semakin berhamburan membasahi wajahnya.

Cedric memeluk Hermione. “Sorry, gue harus lakuin ini demi lo, Hermione. Gue gak mau liat Oliver memperlakukan lo jahat kayak gitu, gue gak tega. Jadi gue mohon, gapapa gue balapan sama dia ya?”

Hermione melepaskan pelukan Cedric. “Tapi kak, gimana kalau kak Oliver yang menang?”

“Gak akan, gue gak akan biarin Oliver yang menang. Gue janji.”

“Kak..”

“Hermione, plis.”

Hermione menatap Cedric dengan mata yang dipenuhi air mata.

“Gue tau Oliver. Gue kenal dia gimana, kita harus ikutin cara dia. Ikutin cara main dia, dan disitu lah kita bisa bermain dengan cara kita sendiri. Oke?”

Hermione sebenarnya ragu, Ia takut, bukan takut Oliver menang, Ia takut Cedric kenapa napa.

“Gue mau lo yang menang, kak.” ucap Hermione memeluk Cedric dengan erat.

**