Dia pulang.
**
Dia menggeliat menahan rasa sakit dikepalanya. Rasanya seperti seluruh bumi berputar dengan begitu kencang, bahkan sangat kencang hingga akhirnya dia terjatuh dan tak sadarkan diri.
Draco koma untuk yang entah ke sekian kalinya. Badannya sudah kurus karena terlalu banyak obat dan suntikan yang masuk ke dalam tubuhnya.
Ia sudah tidak tahan.
Ia tidak sekuat yang orang lain fikirkan.
“Drake, lo pasti bisa. Lo pasti bisa, Hermione otw kesini Drake. Lo mau ketemu dia kan? Lo harus kuat Drake, lo kuat.”
“Her—mione.”
“Iya, Hermione kesini Drake, Hermione kesini, dia lagi dijalan. Lo mau tidur di pangkuan dia kan? Lo mau dibelai rambutnya sama dia? Lo mau dibikinin susu hangat sama dia? Tahan Drake, lo bisa, lo bisa, lo cowok yang kuat, lo harus tahan Drake!”
“Her—mione.”
Theo menangis dipinggir ruangan, Ia tidak sanggup memberikan bisikan positif kepada Draco seperti apa yang dilakukan Blaise. Ia tidak sanggup.
“Her—mione.”
“Heh cowok aneh! Lo bisa gak sih jalan yang bener? Sepatu gue ke injek anjing!”
Draco menoleh, oh ternyata dia si rambut singa.
“Hahaha kenapa? Keinjek? Sorry, sengaja.” Draco mengatakannya sambil mengangkat halisnya.
“Dih, lo fikir lo keren kayak gitu? Enggak anjir, lo jelek sumpah!”
-
“DRACO MALFOY BAJINGAN! GUE JADI DIHUKUM GARA GARA LO BANGSAT!”
Draco menyeringai puas, Ia tertawa terbahak bahak melihat Hermione berdiri ditengah lapangan.
“Syukurin, makanya lo jangan rajin rajin amat jadi orang, lupa kan kalau udah jam masuk. Diem mulu diperpus sih lo.”
Hermione mendecak kesal. Awas aja lelaki ini.
-
“Heh Granger, pulang sendiri aja, jomblo ya? Kayak gue dong, ada boncengan.”
“Berisik lo ferret, gue lagi gak mau berantem sama lo.”
“Hati hati, awas lo diculik.”
“Bodo!”
-
“MALFOYY!!!”
“Apa sih?”
“Ini punya gue kenapa di makan.” Hermione menghentak – hentakkan kakinya ketika melihat bakso kesayangannya dimakan oleh Draco.
“Laper.”
“YA LO BELI ANJIRRR!!!”
“Bakso lo enak soalnya, gue suka.”
“Babi.” Umpat Hermione.
“Heh gak boleh ngomong kasar astaghfirullah Hermione Granger!”
“Gue manggil lo, bukan ngomong kasar.”
“Oh, baby maksudnya?”
“Najis.”
“Her—mione.”
Narcissa menggenggam tangan Draco dengan erat.
“Sayang, Mama ikhlas.. Mama ikhlas Draco, asal kamu gak sakit lagi. Mama ikhlas.”
Lucius hanya bisa berdiri, Ia memandang Draco dengan tatapan yang entah kesedihan sebesar apa lagi Ia turahkan.
Draco adalah anak satu satunya, Ia sangat dekat dengan kedua orang tuanya, terutama Lucius. Dan ini adalah titik terendah Lucius. Melihat anaknya sekarat.
“Draco, Papa ikhlas, nak.”
Nafas Draco tersenggal senggal, matanya mengerjap ngerjap seperti ingin membuka tapi susah.
“B—blaise.”
“Iya, kenapa Drake? Kenapa?”
“T—tolong, Her—hermione di—jaga.”
“Pasti Drake, pasti. Gue pasti jaga dia, pasti.”
“Her—hermione, j—jangan s—sampe d—drop.”
Blaise menenggelamkan wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak tahan.
Theo sendiri, lelaki itu menangis cukup keras disudut ruangan, tidak tega.
“Ma—ma.”
“Kenapa sayang? Ini Mama nak.”
“M—makasih, maaf.”
“Draco gak salah sayang, Draco anak baik, Draco anak yang berguna untuk Mama dan Papa. Kita semua ikhlas sayang, pergi yang tenang ya? Draco ngantuk? Draco capek kan?”
Perlahan, Draco mengangguk.
“Istirahat sayang, istirahat.”
Draco tersenyum kecil.
“Pa.”
“Kenapa sayang? Ini Papa.”
“J—jaga Mama.”
“Pasti Drake, pasti. Papa pasti jaga Mama kamu.”
Setelah itu, dalam satu kali tarikan nafas, Ia memejamkan matanya. Matanya benar benar terpejam sempurna.
Ia bernafas untuk yang terakhir kalinya, matanya terpejam, dan tangannya yang sedang menggenggam foto Hermione perlahan melonggar.
Ia pergi. Pergi sangat jauh.
Tidak menunggu sang pujaan hati.
Ia terlalu sakit. Sangat sakit untuk melakukan hal itu.
Selamat jalan, Draco. Selamat bergabung dengan bidadara surga disana. Mudah mudahan, Hermione mengerti dengan keputusan yang telah engkau buat saat ini.
**