**
Draco sore ini asyik bermain basket dengan yang lainnya, hingga lupa bahwa handphone nya daritadi berbunyi.
Setelah seru bermain hingga malam hari, Draco pun istirahat dan memainkan ponselnya. Ia melotot kaget ketika begitu banyak missed call dari Helena.
“Anjing.” Umpatnya.
Draco segera menelfon Hermione, namun tak ada jawaban, bahkan handphonenya mati, tidak aktif. Ia terus spam chat ke Hermione, tapi percuma ponselnya saja mati, gimana chatnya mau kekirim.
Draco berfikir cepat kemana Hermione pergi, namun Ia mengingat satu tempat. Dan Ia pun segera pergi ke tempat itu.
**
Dan benar saja, dia duduk disana memeluk lututnya sendiri. Matanya sudah lelah untuk menangis.
Draco menghampirinya dan duduk disebelahnya.
“Kamu jangan lagi lagi kayak gini ya?”
Suara berat dari Draco mengejutkan Hermione.
“Draco? Kamu— kamu ngapain disini?” Melihat Draco, pertahanan Hermione runtuh seketika, didepan Draco, wanita itu berubah menjadi gadis yang cengeng.
“Sini.” Draco menarik tubuh Hermione kedalam pelukannya. Ia memeluk Hermione dengan erat.
“Kenapa hmm?” Tanya Draco dengan lembut.
Hermione menenggelamkan wajahnya didada bidang milik Draco.
“A—aku kenapa gak bisa susah lupain kesalahan Ayah? Aku— aku gak tau Drake, susah.”
Draco mengeratkan pelukannya, Ia mencium puncak kepala Hermione.
“Gapapa sayang, melupakan memang susah. Yang penting itu memaafkan. Gini, Tuhan aja maha memaafkan, masa hambanya enggak? Manusia itu gudangnya kesalahan Hermione. Semua orang punya masa lalu, entah itu masa lalu yang kelam atau yang cerah. Mungkin Ayah kamu mempunyai masa lalu yang cukup kelam. Tapi percaya sama aku, Ayah kamu sebenarnya sayang sama kamu, bahkan sayang banget.”
Hermione terdiam mendengar ucapan Draco. Isak tangisnya perlahan mereda.
“Itu semua kecelakaan Hermione. Ayah kamu itu orang baik, bahkan sangat baik, dia gak ada niat untuk menduakan Mama kamu, dan mengkhianatinya, gak ada.”
Hermione perlahan melepaskan pelukannya, Ia menatap wajah Draco.
“Aku salah ya?” Tanya Hermione.
Draco tersenyum dan menghapus air mata Hermione dengan kedua ibu jarinya.
“Enggak, kamu gak salah sayang. Belajar mengikhlaskan apa yang terjadi sama hidup kita ya? Biar hidup kamu tenang. Kamu harus percaya sama aku, setelah kamu memaafkan Ayah kamu, kamu pasti lebih bahagia dari sebelumnya.”
Draco menyelipkan helaian rambut Hermione yang terbang karena angin dibelakang daun telinganya.
“Bisa kan?”
Hermione menatap wajah Draco, lelaki ini benar benar tampan dan dewasa. Draco yang Ia kenal nakal dan liar, kini berubah menjadi lelaki yang lebih dewasa.
Hermione perlahan mengangguk, Ia kembali memeluk Draco.
“Jangan kayak gini lagi ya? Aku khawatir. Mama kamu lebih khawatir sayang. Apapun yang terjadi sama kamu, langsung kabarin aku bisa kan?”
“Maaf Draco, aku lagi pengen sendiri tadi.”
“Gak masalah, tapi tetep kabarin aku ya?”
Hermione mengangguk. Draco tersenyum melihatnya, karena gemas, Draco mencubit hidung Hermione.
“Badan kamu anget, pulang ya? Aku gak mau kamu sakit.” Ucap Draco.
“Iya.”
Draco memakaikan jaket nya ke tubuh Hermione, dan Ia pun menggendong Hermione ala koala style.
“Waah kamu berat juga.”
“Enak aja!” Hermione sedikit memukul Draco.
“Tapi aku seneng gendong kamu kayak gini, gemes.”
“I love you Draco. Jangan tinggalin aku ya?”
“I love you too, Hermione. Iya sayang.”
“Draco, aku sayang kamu, aku harap kamu bukan luka yang takutkan.”
**