litaaps

Are you okay?

**

Draco berdiri tepat dibelakang Hermione, lelaki itu membawa satu jaket tebal untuk dipakaikan ke badan Hermione. Benar apa kata Blaise, perempuan itu hanya duduk sambil menunduk. Pantas saja Blaise tidak ingin mengganggunya.

Draco memberanikan diri untuk mendekat ke arahnya, tanpa basa basi, Ia segera memakaikan jaket ke tubuh Hermione dari belakang. Bersamaan dengan itu, Hermione mengerjap karena terkejut.

“Astaga.” ucap Hermione dengan segera menoleh ke arah belakang, lalu ke pinggir.

“Malfoy? Astaga, gue kirain siapa.” Hermione menghela nafasnya lega, Ia memegang dadanya dan mengusapnya pelan.

Draco tersenyum. “Emang kirain siapa? Culik?”

“Ya siapa tau ada yang mau nyulik gue.”

“Gak akan ada.”

“Kalau ada?”

“Gue akan cari kemanapun. Terus kalau udah ketemu, gue bunuh penculiknya.”

“Hmmm yayaya.. Terserah lo.”

Draco melirik ke arah Hermione, Ia dapat melihat dengan jelas mata Hermione sedikit bengkak. Ia yakin wanita ini pasti habis menangis.

“Lo sering kayak gini?” Tanya Draco.

“Kayak gini gimana?”

“Duduk dipantai sendirian. Gak takut?”

“Enggak, kenapa harus takut?”

“Ini kan malem, gak takut ilang?”

“Enggak lah, pantai aman kok. Gue suka diem sendiri kayak gini, tenang.. Apalagi dari sore ke malem, suasananya bener bener membuat tenang.”

Draco mengangguk ngangguk saja sebagai jawaban dari perkataan Hermione. Ia merasa ada yang berbeda dari wanita ini.

“Oh iya, lo kenapa disini? Kebetulan?”

“Enggak, gue tau lo disini makanya gue susul. Mau jemput lo.”

Hermione menoleh ke arah Draco. “Nyusul? Lo tau gue disini darimana?”

“Gue kan udah bilang, gue ini Malfoy. Gue akan selalu tau dimanapun Hermione berada..” Balas Draco menepuk dadanya sombong.

“Hahaha apaan sih lo, iya deh iya..”

“Granger?”

“Hmm?”

“Are you okay?”

**

**

Sesampainya di coffee shop, Draco segera memesan 2 kue dan 2 minuman untuknya dan untuk Hermione.

“Lo pesen kopi?” Tanya Hermione.

“Ya, kenapa? Lo mau kopi juga?”

“Es krim aja gak bisa, apalagi kopi.”

Draco terdiam mendengar itu. Ia mengerutkan keningnya, Ia ingin bertanya lebih lanjut tapi lebih baik Ia diam saja, Ia tidak ingin merusak suasana disini.

“Oh iya, gue liat liat lo akhir akhir ini semakin ini deh Granger.. Emm semakin apa ya..”

“Apa?”

“Semakin cantik.”

Hermione mengerutkan keningnya, Ia hanya tersenyum kecil.

“Gombal.” Ucapnya.

“Eh serius gue, lo itu wanita tercantik yang pernah gue temui.”

“Aduh Malfoy.. Stop deh kalau mau ngibulin gue, gue tau banget tipe cowok kayak lo itu kayak gimana. Buaya. Semua cewek lo katain cantik.”

“Tapi serius, lo cantik.”

“Yayayaa terserah lo.”

Suasana menjadi hening seketika. Karena bosan, Draco mengeluarkan satu kotak rokok dan korek.

“Jangan ngerokok.” Perintah Hermione.

“Loh, kenapa? Outdoor ini, boleh kok ngerokok.” Ucap Draco.

“Jangan aja, gue gak suka cowok ngerokok.”

Draco kembali terdiam, Ia langsung memasukkan rokok dan koreknya ke dalam tas.

Suasana menjadi canggung, Draco jadi tak enak kepada Hermione.

“Emm Granger..”

“Hmm?”

“Suka minumannya?”

“Suka, lo sering nongkrong kayak gini?”

“Sering, lo mau sering juga?”

“Jangan lah, nanti lo gak ada waktu buat temen temen lo.”

“Temen temen gue kan kenal sama lo. Gimana sih.”

“Iya sih..”

Mereka pun mengobrol, obrolan mereka mengalir begitu saja. Draco yang tak habis topik obrolannya, kini ditambah Hermione yang penasaran akan bagaimana kehidupan seorang Draco Malfoy.

Pukul 7 malam, mereka keluar dari coffee shop. Ini pertama kalinya Hermione keluar hingga malam selain dengan Harry, Ginny, Ron dan Luna. Ya, pertama kalinya dan itu dengan Draco.

Saat mereka keluar dari cafe, langkah Hermione terhenti. Ia melihat seorang lelaki yang selama ini Ia benci, Ayahnya.

“Hermione?”

Draco menoleh ke arah Hermione. Ia dapat melihat wajah Hermione yang panik, takut, sekaligus khawatir.

Hermione segera menarik tangan Draco, Ia berjalan cepat meninggalkan cafe. Namun, sang Ayah masih mengejar dirinya.

“Hermione, Hermione sayang!”

Sang Ayah berdiri tepat dihadapan Hermione yang terpaksa membuatnya diam.

“Dengerin ayah dulu ya? Kita bertiga ngobrol bareng bareng ya? Ayah mohon sayang.”

“Gak, ayah gak ngerti, ayah gak tau gimana rasanya jadi aku yah, ayah gak ngerti.”

Hermione menangis, dan hal itu membuat Draco jadi semakin panik, lelaki ini adalah ayahnya, dan Draco tidak tahu akan hal itu.

“Makanya biar ayah jelasin semuanya, ayah kangen sekali sama kamu sayang, tidur bareng ayah ya? Kita perbaiki semuanya dari awal, ayah mohon Hermione..” Lelaki itu memegang tangan Hermione, namun Hermione segera menepisnya.

“Enggak! Ayah pergi sekarang juga dari hadapan aku! Ayah pergi!”

“Hermione, ayah mohon..”

“ENGGAK! JANGAN PANGGIL NAMA AKU AKU BENCI SAMA AYAH!”

Hermione berlari dengan wajah yang dipenuhi air mata. Ayahnya ingin menyusul, namun ditahan oleh Draco.

“Maaf om, tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya mohon jangan maksa Hermione. Permisi.”

Draco segera menyusul Hermione.

**

Draco terdiam ketika melihat Hermione duduk sambil menangis. Ia menyandarkan tubuhnya ke tembok, sakit rasanya melihat wanita itu menangis. Hancur.

Draco menghampirinya, Ia berlutut di sebelahnya.

“Hei..”

Hermione menoleh. “Dra—co, sorry.”

“No no, it's okey.”

Dengan penuh keberanian, Draco menarik Hermione ke dalam pelukannya. Ia memang tidak mengerti apa masalahnya, tapi Ia yakin ayahnya sudah melakukan kesalahan sehingga membuat Hermione seperti ini. Ia sangat yakin, dan kesalahan itu adalah kesalahan yang sangat fatal.

“It's okey, gapapa lo nangis aja ya?”

Hermione menangis semakin menjadi-jadi, Ia menenggelamkan wajahnya di dada Draco.

“Tumpahin semuanya, Hermione. Asal setelah ini, senyum lagi ya?”

**

**

Hari ini adalah hari yang sangat bahagia bagi Draco. Bagaimana tidak, tadi pagi Ia sarapan bubur berdua dengan Hermione, dan sore ini Ia akan pulang bersama Hermione.

Ohiya, mengingat tadi pagi, sarapan pertama mereka berjalan lancar, hanya saja Hermione terlalu cuek ke Draco. Ya, Draco terus yang mencari topik orbolan, untung Draco punya segudang stok obrolan, entah itu tentang pelajaran, masa lalu mereka waktu SMA, dan jurusan mereka yang berbeda.

Draco, lelaki yang sangat terkenal suka memainkan hati perempuan saat SMA, jatuh cinta kepada Hermione Granger wanita ambis yang tak kenal jatuh cinta. Banyak lelaki yang jatuh cinta kepadanya, tapi Hermione selalu menolak, entahlah Draco juga tak mengerti kenapa. Dan Ia harap, Ia adalah lelaki pertama yang cintanya tak akan ditolak.

Kini Draco sedang berada didepan jurusan Hermione, jurusan kedokteran. Draco menunggu wanita pujaannya keluar kelas, 10 menit lagi.

Tak lama kemudian, akhirnya Hermione pun keluar. Ia keluar bersama Harry, Ginny, Ron dan Luna. Ke empat sahabatnya.

“Hai, jadi kan?” Tanya Draco kepada Hermione.

Hermione hanya mengangguk, kemudian Ia berpamitan kepada Harry, Ginny, Ron, dan Luna.

“Pulang kan?” Tanya Hermione.

“Iya, mau ke toko buku dulu? Ada novel keluaran terbaru, siapa tau lo mau beli.”

Hermione tertawa hambar. “Gak usah, gak ada uang.”

“Gue beliin. Ayo!” Ucap Draco semangat.

“Enggak deh, gue gak mau utang budi sama lo.”

“Gak ada utang budi, gue gak akan nganggep itu sebagai hutang.”

“Gak usah, langsung pulang aja.”

“Novel terbaru, fantasy, masih dikemas dalam bahasa inggris, belum banyak terjual di pasaran.”

Hermione terdiam mendengar itu, darimana Draco tau dia suka novel fantasy?

“Gak us—”

“Ayo, gue gak terima penolakan.” Draco menarik tangannya.

“Eh, astaga..”

**

Sesampainya di toko buku, mata Hermione tak bisa berbohong saat Ia melihat deretan buku yang berjajar rapi.

“Mau kemana dulu?” Tanya Draco.

“Kan lo yang ngajak gue kesini.”

“Yaudah, ayo.”

Lagi lagi Draco menarik tangan Hermione, Hermione tidak melawan, terlalu malas Ia jika harus bertengkar dengan Draco. Jadi Ia menurut saja.

Draco membawanya ke bagian best seller, dan langsung membawa 1 buku fantasy yang Ia maksud tadi.

“Ini nih. Lo tau kan buku ini?” Tanya Draco.

Hermione mengangguk, mana mungkin Ia tak tahu buku ini, buku yang Ia tunggu perilisannya, buku yang Ia tunggu selama ini.

“Satu buat lo.”

Hermione menerima buku itu dan tersenyum kecil. “Thanks. Udah yuk balik.”

“Buru buru amat, masih jam 4.”

“Yaudah mau kemana lagi?”

“Lo suka es krim?”

“Suka, tapi gue gak bisa makan es krim.”

“Loh, kenapa?”

“Gapapa, yang lain aja.”

Draco kembali berfikir. “Ah gue tau!”

“Apa? Jangan aneh aneh.”

“Ke coffee shop aja, lo pesen roti, ada yang anek. Ayo!”

Hermione menurut, entahlah Ia terlalu lelah jika harus melawan apa yang Draco mau, sekaligus Ia juga ingin membuka hati untuknya. Tidak salah kan?

**

**

Draco menyimpan ponselnya asal dan segera menaiki tangga menuju lantai atas. Ia masuk ke dalam kamarnya dan terkejut ketika melihat Hermione duduk di kasur sambil terus memegang perutnya karna sakit.

“Kak, aku kayaknya mau lahiran. Sakiit.” Keluh Hermione. Ia menangis, keringat di wajahnya sudah tak terbendung lagi menahan rasa sakit.

“Kerumah sakit ya sayang.” Draco segera menggendong Hermione

Draco membawa istrinya kerumah sakit diantar oleh supir pribadi mereka. Ia tidak ingin menyetir, Ia ingin ada disamping Hermione, memeluknya dan ikut merasakan rasa sakit yang diderita oleh Hermione.

“Sabar ya sayang, kuat, sebentar lagi kita sampai..” Bisik Draco kepada Hermione.

“Sakiit kak.”

“Cubit tangan aku ya? Atau apapun itu, transfer rasa sakit kamu ke badan aku.”

Hermione menurut, Ia mencubit lengan Draco untuk menahan rasa sakit diperutnya.

**

“Jangan tinggalin aku kak, disini aja, aku mohon..” ucap Hermione menahan Draco yang hendak keluar ruangan karna disuruh oleh dokter.

“Iya aku disini sayang. Boleh kan dokter?”

Dokter mengangguk meng-iya kan permintaan kedua pasangan suami istri ini.

Persalinan pun dimulai, Hermione memilih untuk melahirkan secara normal karena Ia ingin tahu bagaimana perjuangan seorang ibu sesungguhnya dalam hal melahirkan.

Draco awalnya keberatan dengan keputusan itu, akan tetapi melihat Hermione yang bersikeras membuatnya luluh, asal Ia ada disampingnya.

Draco sangat melihat bagaimana Hermione melahirkan, sakit rasanya, Ia menangis melihat perjuangan sang istri yang begitu keras. Rasanya Ia semakin jatuh cinta kepadanya.

Hermione terus berusaha, Ia menggigit lengan Draco untuk menahan rasa sakitnya.

Akhirnya, suara tangis 2 bayi pun terdengar saling bersahutan. Tak ada kebahagiaan yang paling berharga selain hal ini. Melihat 2 bayi kembar sehat keluar dari rahim sang istri, Draco menggenggam tangan Hermione dan mencium keningnya.

“Makasih, makasih sayang, makasih..” bisik Draco.

“Makasih karna telah menjadi wanita hebat, gak ada alesan aku untuk gak jatuh cinta terus sama kamu setiap harinya, Hermione. Rasanya makin sini aku makin jatuh cinta sama kamu. Makasih sayang.”

**

“Lucu banget anak Mommy, cantik kayak Mommy ya..”

Bayi mereka kembar, laki laki dan perempuan. Sepasang. Mereka bayi yang lucu dan menggemaskan.

Draco yang duduk disamping Hermione tersenyum sambil melihat interaksi diantara Ibu dan anaknya.

“Yaah, kakaknya lagi tidur gak bisa diganggu. Padahal aku mau gendong.” ucap Draco melihat bayi laki laki mereka.

“Kamu mau gendong Cassie?”

“Cassie? Jadi pake nama itu?”

Hermione mengangguk. “Scorpius Malfoy, Cassiopeia Malfoy. Bagus kak.”

“Iya bagus sayang. Hallo Cassie cantik anak Daddy. Nurut terus sama Mommy ya sayang? Mommy kamu adalah Ibu terhebat didunia ini, gak ada lawan.”

Hermione tertawa mendengar itu, sekaligus malu juga. “Apaan sih kak.”

“Aku sayang kamu, Hermione.” bisik Draco melirik Hermione.

“Aku lebih sayang kamu, kak.”

**

**

Draco bangun dari tidurnya. Ia langsung mencari sosok Hermione, namun tidak Ia temukan dimana mana. Lalu, Ia mengecek ponselnya, ternyata Hermione sedang jalan jalan. Karena khawatir, Ia memutuskan untuk mencari Hermione. Ia hanya cuci muka dan langsung mengambil kunci mobilnya.

Baru saja Ia akan masuk ke dalam mobilnya, tiba tiba Ia mendengar suara motor. Ia sangat yakin itu adalah Hermione, dan mungkin dengan ojek. Ia pun segera ke depan rumahnya.

Ternyata bukan ojek. Melainkan mantan kekasih istrinya, Oliver.

Hati Draco memanas seketika. Ia tak suka dengan pemandangan ini. Dulu, saat Hermione diantar oleh Oliver pulang, Ia tidak marah karena saat itu posisinya mereka baru berpacaran. Tapi kali ini, Ia benar benar marah.

Setelah berterima kasih kepada Oliver, Hermione masuk ke dalam rumahnya. Langkahnya terhenti ketika Ia melihat ada Draco didepan rumahnya dengan wajah dingin dan datar.

“Kak? Udah bangun?” tanya Hermione memberanikan diri walaupun sebenarnya Ia takut.

Draco masuk ke dalam rumahnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

“Kak..” Hermione menyusul Draco.

“Sarapan, saya siapin dulu.” ucap Draco menyibukkan diri didapur dengan alasan menyiapkan sarapan, padahal Ia sedang marah.

“Kak, aku tadi gak sengaja ketemu Kak Oliver, dia anterin aku pulang, udah kok itu aja gak macem macem kak.” Hermione mencoba meluruskan, Ia tidak ingin Draco salah paham.

“Tidak seharusnya seorang istri pergi tanpa seizin suaminya.” ucap Draco dengan tegas, namun nada suaranya lembut.

Hermione tahu Draco sedang marah, bahkan marah besar.

“Kak, maaf.. Aku tadi udah izin kok, tapi kak Draco gak bangun, aku liat kamu tadi nyenyak banget tidurnya, aku gak tega bangunin.”

“Kamu tau kamu lagi hamil besar?” kini Draco menghentikkan aktivitasnya.

Hermione hanya mengangguk sambil menunduk.

“Duduk, saya mau bicara sama kamu.” Perintah Draco.

Hati Hermione mencelos seketika, 1 tahun menjalin pernikahan dengan Draco, baru kali ini Draco semarah ini.

Hermione menurut, Ia duduk, dan Draco duduk disampingnya.

“Kamu bisa aja bahayain kandungan kamu, kamu jalan sendiri, tanpa pengawasan siapapun, kenapa gak minta anter supir?”

“Maaf kak.. Aku mau jalan jalan sendiri tadi..” Lirih Hermione. Ia menangis karena Draco benar benar menyeramkan. Padahal nada bicara Draco lembut dan rendah, tapi entah, kali ini terdengar sangat menyeramkan.

Mendengar Hermione sudah terisak, Draco jadi tak tega. Ia mengambil tangan Hermione dan menggenggamnya.

“Kenapa gak bangunin saya tadi?” Tanya Draco melirik Hermione.

“Gak tega, kamu tidurnya nyenyak.”

“Kamu tau kan saya gak akan pernah sedikitpun ngerasa keganggu sama kamu, kamu segitu gak percayanya sama say—”

“Jangan pake saya! Aku gak suka! Kamu galak, aku kan cuman keluar sebentar, aku gak tega bangunin kamu, aku tau kamu masuk kamar jam 2 pagi, aku tau kamu baru tidur nyenyak jam 3 pagi, aku tau kak! Kamu sibuk sama kerjaan kamu, dan aku gak tega bangunin kamu tadi, aku gak tega.” Hermione memberanikan diri untuk berbicara walau dengan nadanya yang bergetar.

Draco menghela nafasnya. “Yaudah—”

Draco mencoba untuk menghela nafasnya lagi, Ia marah, Ia cemburu, Ia khawatir, cemas dalam satu waktu. Emosinya benar benar memuncak, tapi Ia mencoba untuk meredamnya.

Draco menarik tubuh Hermione ke dalam pelukannya. Dan memeluknya dengan erat.

“Jangan lagi lagi, aku khawatir..”

“Maaf kak..” Kini tangisan Hermione semakin besar.

“Ssstt, hei, jangan nangis ya? Maaf, maaf aku kasar ya? Maaf sayang.” Draco menghapus air mata Hermione dan mencium keningnya.

Semarah apapun Draco, Ia tidak tega jika Hermione sudah menangis. Sedangkan Hermione anaknya memang mudah menangis. Jadi Draco tidak pernah bisa lama lama marah kepada Hermione.

“Aku cemburu.” Ucap Draco kemudian.

“Kenapa harus Oliver?” Lanjutnya.

“Maaf kak..”

“Gapapa sayang, jangan lagi lagi ya aku mohon, aku gak mau kehilangan kamu, Hermione.”

**

**

Pagi ini, Hermione ingin jalan jalan singkat. Ia asalnya ingin membangunkan Draco dan mengajaknya, akan tetapi Ia melihat bagaimana suaminya itu kerja hingga larut malam dan tidurnya pun pulas sehingga Ia tidak tega untuk membangunkannya, jadi Ia memutuskan untuk pergi sendiri.

Hermione mengenakan dress semata kaki dan juga blazer kesayangannya. Tak lupa Ia juga menggunakan topi dan memasang headset untuk ketenangannya. Ia hanya ingin jalan jalan ke taman didekat rumahnya yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Sesampainya di taman, mata Hermione terfokus pada satu titik yaitu seorang lelaki sedang bermain basket. Entahlah, tiba tiba Ia tersenyum saat melihat lelaki itu, jadi teringat masa lalunya, dulu Ia dan Oliver sering bermain basket bersama hingga petang. Tersadar akan fikirannya, Hermione segera menepis semua fikirannya, Ia tidak seharusnya memikirkan hal itu kembali, lagipula Ia juga sudah berpisah lama dengan Oliver.

Hermione duduk di salah satu bangku ditaman, Ia membeli susu dan mengelus perutnya yang semakin membesar. 7 bulan. 2 bulan lagi Ia lahiran, jadi tidak sabar.

Ditengah aktifitasnya, tiba-tiba bola basket menggelinding ke arah kakinya. Ia mengambil bola itu dan ada seorang lelaki yang menghampirinya.

“Maaf, bola itu punya saya.”

Hermione terdiam saat mendengar suara itu, Ia sangat mengenalnya. Ia mengadah, dan ternyata benar, itu adalah Oliver, mantan kekasihnya.

“Loh, Hermione?” Tanya Oliver dengan wajah sumringah.

“Kak Oliv?”

“Astaga, udah gede aja hamilnya. Berapa bulan? Btw, gue boleh duduk sebelah lo?”

Hermione mengangguk sebagai jawabannya. Ia menggeserkan posisi badannya dan Oliver duduk disebelahnya.

“7 bulan kak.” Ucap Hermione menjawab pertanyaan Oliver tadi.

Oliver mengangguk. “Suami lo mana? Sendiri?”

“Iya kak, sendiri. Kak Draco masih tidur, gue gak berani bangunin jadi ya gue sendiri disini.”

“Ah I see.. Dulu kita sering main basket ya.” Ucap Oliver sambil memandang basket yang ada ditangannya.

“Kakak masih aja suka main basket.”

“Masih lah, itu kan hobby gue.”

“Kirain udah enggak, kakak kan udah kerja.”

“Gue nyalonin jadi atlit basket.”

“OHYA?! JADI?” Teriak Hermione heboh.

Oliver tertawa melihat reaksi Hermione, meskipun sedang hamil, wanita ini masih cantik, bahkan akan selalu cantik dimata Oliver.

“Yaa makanya ini gue latihan basket terus, doain aja nanti lo bakalan liat gue di tv.”

“Amin! Itu kan impian kakak!”

“Lo masih inget aja..”

Hermione terdiam mendengar itu, Ia tidak seharusnya mengingat masa lalu.

“Mau pulang? Mau gue anter?”

“Eh? Gak usah kak, gue bisa pulang sendiri kok.”

Oliver berdiri dan tersenyum. “Gapapa, gue anter. Gak baik ibu hamil cantik kayak lo jalan jalan sendiri kayak gini.”

“Apa sih kak..” balas Hermione tersenyum malu.

“Yaudah tunggu disini ya? Gue ganti baju dulu.”

Hermione hanya mengangguk. Ia menerima tawaran Oliver tanpa menyadari dirumah sedang ada yang mencemaskannya.

**

**

Draco menambah kecepatan mobilnya ketika mendengar kabar itu. Ia cemas, benar benar cemas. Fikirannya melayang kemana mana, sudah seminggu ini Hermione memiliki nafsu makan yang jelek. Ditambah sekarang, istrinya itu jatuh di kamar mandi.

Ia takut. Ia takut gagal. Gagal menjadi seorang suami ataupun ayah.

Sesampainya dirumah, Draco dengan segera masuk ke dalam rumahnya. Kakinya lemas ketika melihat Hermione pingsan dengan sang Ibu disampingnya.

“Hermione sayang? Kamu gapapa kan? Kenapa bisa kayak gini bu?” Tanya Draco cemas.

“Ibu gak tau, tadi Hermione gak keluar keluar dari kamar mandi, waktu Ibu cek, dia sudah pingsan.”

“Yaudah kita bawa kerumah sakit bu.”

**

Dirumah sakit, Hermione segera ditangani dengan fasilitas yang benar benar lengkap. Draco tidak ingin istrinya mendapatkan fasilitas seadanya. Dia ingin Hermione dan calon bayinya baik baik saja. Itu saja cukup.

Helena tak kalah khawatir dari Draco, dia terus menangis.

“Ibu tenang ya, Hermione pasti baik baik aja.” Ucap Draco mencoba menggenggam tangan Helena.

“Ibu kaget waktu liat dia pingsan di kamar mandi Draco, Ibu takut..”

“Draco ngerti, Draco juga takut. Tapi kita doain Hermione baik baik aja ya?”

Helena hanya mengangguk. Benar. Semuanya akan baik baik aja.

Tak lama kemudian, dokter pun keluar dari ruangan.

“Dokter, gimana keadaan istri saya? Istri saya baik baik saja kan? Kandungannya baik baik aja kan?” Tanya Draco dengan segera.

“Keadaan istri bapak benar benar lemah, kandungannya pun lemah. Saya harap bapak bisa lebih menjaga istri bapak, apalagi istri bapak mengandung 2 anak.”

Draco terdiam ditempat, begitupun dengan Helena.

“D—dua anak? Maksudnya?” Tanya Draco dengan nada yang bergetar.

“Anak bapak kembar. Selamat ya, tapi kandungan Ibu Hermione lemah, saya harap Ibu Hermione bisa lebih dijaga asupan makanannya dan terus meminum susu, makan buah buahan, yang sehat sehat, jangan lupa juga rutin olahraga setiap hari agar kandungannya terjaga.”

Draco tersenyum lepas, Ia memeluk Helena saking senangnya. Anaknya kembar.

“Bu, Draco gak gagal, Draco gak gagal jadi seorang suami, Draco gak gagal jadi seorang ayah.” Ucap Draco dipelukan Helena.

“Kamu emang gak pernah gagal Draco, hanya saja semua manusia melakukan kesalahan. Jadi Ibu mohon, jangan ulangi kesalahan yang sama ya?”

“Pasti bu, pasti.”

**

Draco duduk disebelah Hermione yang masih belum sadar. Senyumnya dari tadi tidak lepas. Ia mengelus dengan lembut perut Hermione yang semakin membesar.

“Hei, anaknya Daddy sehat sehat didalem ya? Jagoan Daddy harus kuat, kalau mau apa apa langsung minta ke Mommy, jangan malu malu Daddy pasti kabulin sayang. Sehat sehat ya.” Ucap Draco sambil mencium perut Hermione.

“Nggh.” Hermione perlahan membuka matanya.

“Hei sayang..” Ucap Draco.

“Kak, maaf.”

“Maaf kenapa hmm?”

“Maaf, maaf udah marah, maaf udah gak percaya sama kamu, maaf gak jaga kandungan aku, maaf kak, maaf.” Lirih Hermione sambil menangis.

“Hei hei, enggak enggak.. Kamu gak salah, aku yang salah disini, harusnya aku yang minta maaf. Udah ya jangan nangis?”

Draco memeluk Hermione dengan erat.

“Maaf..” Lirih Hermione.

“Aku maafin kamu, udah ya? Istri aku harus sehat sehat, apalagi bawa 2 nyawa didalam perutnya.”

Saat itu juga Hermione langsung melebarkan matanya.

“Hah? Dd—dua?”

Draco mengangguk sambil tersenyum. “Anak kita kembar, doa Blaise mantep juga ya sayang.”

“Hah? Kak?” Hermione menangis saking senangnya, dia memeluk Draco.

“Huaa aku beranak sekaligus duaaaa.” Ucap Hermione menangis didalam pelukan Draco.

“Hahaha sayang gemes banget. Aku janji gak akan pernah ninggalin kamu sayang, aku kerja dirumah mulai sekarang ya? Kita sama sama jaga anak kita sampai lahir kedunia ini, okey?”

Hermione melepaskan pelukannya dan mengangguk. Draco menghapus air matanya yang tentu saja itu adalah air mata kebahagiaan.

“Makasih ya Hermione, makasih, makasih karna telah menjadi orang yang hebat untuk aku. Aku sayang kamu.”

**

Thanks, Sydney🌤️

**

Dan benar saja. Hermione mendapatkan liburan panjang bahkan hingga 1 bulan kedepan! Sangat menakjubkan bagi dirinya mendapatkan bonus liburan ini.

Sebagai gantinya, Hermione mengiyakan ajakan Draco untuk pergi ke suatu tempat yang dimaksud Draco minggu ini.

Cuaca sydney sedang dingin, jadi Hermione memutuskan untuk menggunakan blazer.

Setelah Draco sampai didepan hotelnya, mereka segera pergi ke tempat yang dimaksud oleh Draco.

“Kenapa sih? Kok gugup?” tanya Draco.

“Duh jangan gitu dong, gue malu banget. Kenapa bisa ketemu anak bos gue coba.” ucap Hermione semakin gugup.

“Jangan gitu, anggap aja gue temen lo.”

“Ya iya sih tapi kan tetep aja.”

“Gak usah gugup, jangan anggap gue orang asing karna sebenernya kita pernah ketemu sebelumnya. Cuman lo kayaknya gak sadar.”

“Hah?”

Hermione mengingat ngingat moment dimana Ia bertemu dengan Draco, tapi Ia benar benar tak ingat.

“Udah gak usah diinget inget.” ucap Draco seolah tahu apa yang sedang difikirkan oleh Hermione.

**

“Woaah bagus bangett!!” puji Hermione.

Draco membawanya ke pantai. Fix, Hermione salah baju!

“Lo kenapa gak bilang kalau lo mau bawa gue ke pantai? Kan gue gak pake baju begini.” protes Hermione.

“Gapapa, bagus kok, cantik.”

3 kata terakhir dari Draco berhasil membuat Hermione diam kikuk.

“Ap—apaan sih.” ucap Hermione malu malu. Ia membuka blazernya dan menikmati angin yang menerpa kulit wajahnya.

“Gue gak nyangka ketemu lo disini.” ucap Draco membuka obrolan.

“Gue apalagi! Gue gak nyangka ketemu anak bos gue, gila gila!”

“Gue tau lo siapa. Hermione Granger yang sering disebut sebut oleh Papa namanya, katanya Hermione ini karyawan teladan yang sangat rajin. Papa seneng banget sama lo, cuman ya sorry kalau atasan lo iri sama lo dan selalu ngasih kerjaan yang numpuk banget.”

Hermione diam. Jadi selama ini atasannya iri kepada kegigihannya sehingga selalu memberikam Hermione pekerjaan yang banyak.

“Gue penasaran dengan Hermione Granger ini, jadi gue memutuskan untuk pergi ke Jakarta cuman buat liat lo.” Draco sedikit tertawa sementara Hermione mengerutkan keningnya bingung.

“Lo cari tahu tentang gue?”

Draco mengangguk. “Ya. Dan ternyata bener apa kata orang orang, lo cantik, lo rajin, lo baik, lo ramah, lo pinter, semua tender menang karena kepinteran dan kegigihan lo. Gue kagum sama lo, kita pernah ketemu sebelumnya dikantor. Saat itu, lo nabrak gue, tapi lo gak liat wajah gue karna lo lagi buru buru.”

Hermione langsung melebarkan matanya. “Hah serius? Astaga itu yang kapan ya? Soalnya gue banyak nabrak orang di kantor.”

Draco tertawa mendengar Hermione. “Ya, I know. Gue merhatiin lo belakangan ini. Sorry kalau gue lancang, tapi gue bener bener kagum sama lo.”

Hermione terdiam seketika. Tak tahu apa yang harus Ia katakan. Terlalu cepat jika Draco harus mengungkapkan perasaannya.

“Lo— gak— suka gue kan?”

“Suka. Bahkan gue jatuh cinta sama lo.”

Mereka terdiam. Draco melirik untuk melihat ekspresi Hermione.

“Hahahaha kenapa gitu mukanya? Santai aja, gue cinta sama lo biar jadi urusan gue aja. Seengganya gue seneng karna bisa ketemu lo disini.”

“Astaga Draco, jadi lo selama ini..”

“Ya, gue selama ini ngepoin kehidupan lo, gue gak berani deketin lo karna gue masih ada projek disini, bulan depan rencananya gue pulang dan gue mau deketin lo, eh tapi takdir berkata lain, gue ketemu lo disini.”

Hermione tersenyum hangat kepada Draco. Entahlah, Draco memang orang asing baginya, akan tetapi Ia merasa hangat, nyaman dan aman ketika berada disisi Draco. Dan diliburan ini, Ia tidak menyangka Ia akan bertemu dengannya. Dengan Draco yang ternyata diam diam menyimpan rasa cinta kepadanya.

“Draco, kalau mau deketin gue, dari sekarang boleh kok..”

Draco tersenyum dan mengangguk.

“Thanks, Sydney.” gumamnya.

**

Met Him.

**

Akhirnya hari ini pun tiba. Hari yang sangat Ia nantikan sejak sudah lama. Hari dimana Ia lepas dari pekerjaannya yang menumpuk. Hermione Granger. Kerja di salah satu perusahaan terbesar di kota Jakarta. Ia dikenal sebagai karyawan yang sangat rajin sehingga selalu diberi tugas tambahan oleh atasannya, akan tetapi jatah liburannya selalu dikurangi. Dan Ia membenci hal itu.

Maka dari itu, kesempatan emas ini takkan Ia sia sia kan. Ia langsung memesan tiket ke Sydney dan terbang kesana sendiri. Walaupun usianya sudah menginjak 23 tahun, tetapi Hermione jarang berpergian sendiri apalagi jauh seperti ini. Dan kali ini, Ia memberanikan diri.

Sesampainya di Sydney, Ia segera menaiki taksi untuk menuju hotelnya. Saking girang dan senangnya, saat Ia sampai di hotel, Ia tanpa sadar turun dari taksi dan meninggalkan semua tasnya. Untung saja dompet dan ponselnya ada didalam saku blazernya. Tapi tetap saja, semua barang yang Ia bawa tertinggal di mobil.

Menyadari hal itu, Hermione segera berlari mengejar taksi itu. Dan Ia tidak menyadari bahwa Ia melanggar aturan, yakni Ia berlari ketika lampu lalu lintas untuk pejalan kaki masih merah.

“AAAAAAAA” Hermione berteriak ketika ada salah satu mobil hendak menabraknya. Untung saja tidak.

Seorang pemuda keluar dari mobil itu. “HEY! ARE YOU CRAZY? LIAT DONG LAMPU BUAT JALAN KAKI MASIH MERAH!!”

Hermione yang masih syok menoleh ke arahnya. “Lo orang Indonesia? Iya kan? Lo bisa bahasa Indonesia!! OMG, akhirnyaa.”

Tanpa sadar, Hermione memeluk pria itu sambil menangis sesegukan.

“Plis plis tolong gue, tas gue ketinggalan di taksi, gue gak tau taksinya kemana, gue baru pertama kesini, plis bantu gue, gue gak tau harus gimana.”

Pria itu melepas kacamata hitamnya. “Kenapa bisa ketinggalan? Sebentar, gue kepinggirin dulu mobilnya. Lo masuk ke dalam mobil.”

Hermione menurut. Ia segera masuk ke dalam mobil sambil terus menangis.

**

“Lagipula kenapa bisa ceroboh gitu?” Tanya pria itu.

“Maaf.. Gue bener bener seneng banget waktu nyampe sini, gue harus gimana gue bingung..” Tangis Hermione semakin kencang.

“Eh eh jangan nangis. Gue bantu cari ya. Taksi bandara kan?”

Hermione mengangguk. “Btw, nama lo siapa?”

“Draco, Draco Malfoy. Lo?”

“Hermione Granger.”

**

**

Setelah selesai memasak, kini saatnya Draco untuk membawa masakannya ke atas. Dia membuat 2 mie instan, satu untuknya, dan satu untuk Hermione.

Sesampainya dikamar, ternyata Hermione sedang tertidur. Bukan tertidur, lebih tepatnya wanita itu sedang memejamkan matanya sejenak. Namun saat Draco datang, Ia langsung membuka matanya karena mencium bau mie instan yang enak.

“Wah jus mangga!” seru Hermione riang.

“Untuk kamu yang sedang lelah.” ucap Draco duduk disebelah Hermione.

“Aku suapin ya.” ucap Draco.

“Ih gak usah, aku aja.” balas Hermione malu malu.

“Gapapa sayang, aku aja. Kamu lagi capek, aku gak mau kamu sakit.”

Hermione tersenyum hangat, dia sangat beruntung memiliki Draco. Dan seperti apa yang dikatakan oleh Richard, Hermione ini manja. Jadi kali ini dia tidak melawan ketika disuapi oleh Draco.

“Emmm jusnya enak banget kak! Manisnya pas, mangga nya juga kerasa banget.” Puji Hermione.

“Siapa dulu dong yang buat.” Balas Draco dengan senyum bangganya.

“Iyaaa suami aku yang tampan.”

“Lagi makan Hermione, jangan sampe aku yang makan kamu ya.”

“IH KAK!”

“Hahaha bercanda, yaudah makan lagi.”

Mereka menikmati waktu bersama malam ini, Draco terus menyuapi Hermione, Hermione sebenarnya tidak enak, namun Draco menolaknya. Ia ingin menyuapi istrinya.

Setelah selesai makan, kini Hermione dan Draco sama sama berada diatas kasur.

“Emm kak, aku cuti kan ya?” Tanya Hermione.

“Iya sayang, kan kita mau bulan madu.”

“Gak sabar. Swiss lagi bagus kak, aku udah searching, enak banget lagi salju. Aku mau main ice skating.”

“Emang kamu bisa?”

“Bisa dong! Dulu, Ibu suka ajak aku ke tempat ice skating, jadi aku bisa.”

Draco menarik Hermione ke dalam pelukannya dan mencubit hidungnya.

“Kamu gemes banget mau aku makan.” Ucap Draco mencium hidung Hermione.

“Ih jangan dong, nanti kalau aku dimakan, yang nemenin kamu siapa?”

“Hahaha enggak dong, gak ada yang bisa gantiin kamu. Oh iya, kenapa mau panggil kakak?”

Kini, wajah Hermione memerah. Dia tidak berani melihat wajah Draco.

“Karna dari awal aku ngerasa gak sopan aja manggilnya cuman nama hehe. Dan karna kan kakak udah jadi suami aku, jadi itu panggilan sayang aku, biar terdengar sopan aja gak langsung panggil nama.”

“Emm berarti aku panggil kamu dedek?”

“IH JANGAN!”

“Loh kenapa? Kakak dan dedek.” Ucap Draco.

“Jangan ih kak! Gelii kesannya kayak adik kakak.”

Draco tertawa sambil mempererat pelukannya. Pelukan Draco adalah pelukan yang sangat nyaman. Bahkan Hermione bisa tidur dengan sangat mudah jika berada di pelukan Draco.

“Kak, aku mau tidur, capek.. Makasih ya mie dan jus mangga nya?” Ucap Hermione dengan mata yang sudah sangat mengantuk.

“Sama sama sayang, selamat tidur cantik.” Ucap Draco mencium kening Hermione.

Dalam beberapa detik, Hermione sudah tertidur lelap.

Draco tersenyum melihat wajah Hermione yang tenang dan damai. Ia mencium bibir Hermione dengan lembut.

“Makasih telah hadir ke dalam kehidupan aku, Hermione. I love you.”

**