litaaps

D-Day

**

Cuaca hari ini cerah, seolah olah dunia mengizinkan dan mendukung untuk dua insan ini saling bertemu dan mengikat janji suci diantara mereka.

Semua sudah siap, keluarga, teman, sahabat, saudara sudah datang. Kini tinggal menunggu sang perempuan keluar dan menaiki altar.

Draco Malfoy sudah berdiri disana dengan jantung yang berdetak cepat dan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Ia tidak sabar untuk melihat sang pujaan hati keluar dan berjalan menuju arahnya.

Tak butuh waktu yang lama, kini waktunya untuk memulai acara. Sambutan demi sambutan telah dilakukan, dan saatnya dia untuk keluar.

Hermione Granger berdiri disebrang sana dengan sang Ayah berada di sampingnya. Cantik. Itu yang pertama kali Draco lihat didalam diri Hermione. Cantik. Bahkan sangat cantik sehingga kecantikannya berhasil meloloskan air matanya.

Draco menangis terharu melihat wanitanya berjalan ke arahnya.

Dan kini saatnya mereka untuk melakukan janji suci.

“Draco Lucius Malfoy, maukah saudara menikah dengan Hermione Jean Granger yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?”

“Ya, saya mau.”

“Hermione Jean Granger, maukah saudara menikah dengan Draco Lucius Malfoy yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?”

“Ya, saya mau.”

Akhirnya mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri. Setelah mengucapkan janji itu, Draco mengecup kening Hermione cukup lama, Ia meneteskan air matanya dan tersenyum melihat Hermione yang akhirnya resmi menjadi istrinya mulai hari ini. Dan itu akan seterusnya.

“Makasih.” Bisik Draco.

“Makasih kak..” balas Hermione.

**

**

“Kapan pelaksanaannya? Di outdoor aja ya nikahnya? Pantai gimana? Biar Mama sama Tante Helena yang cari WO untuk kalian, gimana?” tanya Narcissa sangat antusias.

“Hermione suka outdoor, kamu gimana?” tanya Hermione.

“Aku ngikut kamu, sayang.” balas Draco dengan lembut.

“Bulan depan kan nikahnya?” tanya Helena.

Draco dan Hermione sama sama mengangguk.

“Pantai aja, bagus.” Ucap Narcissa menyarankan.

“Jangan, panas. Gimana kalau di hutan hutan gitu? Lebih alami, dan lebih sejuk.” Balas Helena.

“Tapi kalau hutan itu gak kerasa romantisnya, apalagi kalau malam, serem yang ada jeng.” Balas Narcissa.

“Enggak, mereka nikahnya pagi, dan resepsinya siang, jadi adem. Banyak hiasan juga kan jadi nya indah jeng.” Timpal Helena.

“Tapi pantai bagus.”

“Hutan juga bagus.”

Hermione dan Draco tertawa melihat orang tua mereka saling bertukar fikiran tentang acara pernikahan mereka.

“Draco, Hermione, kita serahin ke kalian aja deh.” Ucap Narcissa pada akhirnya.

“Mama lucu deh.” Balas Draco memeluk Narcissa dari samping.

“Yasudah, kalian pilih aja cepet mau nikah dimana.” Kata Helena.

“Pantai bagus Bu.” Ucap Hermione.

“Hutan juga bagus.” Balas Draco.

“Ribet, gimana kalau acara sakralnya di hutan, resepsinya di pantai? 2 hari gitu gimana? Yang acara resmi itu hanya keluarga dan teman dekat saja yang datang, dan acara resepsi itu semua yang kita undang datang. Bagaimana?” Saran Narcissa.

Hermione melotot mendengar saran dari Narcissa. “2 hari?”

“Iya, 2 hari. Gimana? Gak keberatan kan Hermione? Draco?”

“Draco ngikut Hermione Ma.”

“Y—yaudah boleh tante, Hermione setuju.”

“Nah deal ya! Setelah itu, kalian akan memilih baju pengantin!” Ucap Narcissa dengan semangat.

“Di butik nya Pansy aja, bagus bagus.” Saran Draco.

“Boleh, yasudah kalian atur atur sendiri soal itu. Biar soal catering, dekorasi, soal tempat, semuanya Mama dan Tante Helena yang urus. Bagaimana?”

“Ini Draco yang mau nikah kenapa Mama yang heboh?”

“Ya abis anak Mama satu satunya mau nikah. Harus bener bener mewah dan meriah!”

**

**

Draco menghela nafasnya sebelum turun dari mobil. Ia akan membicarakan tentang pernikahannya dengan Hermione hari ini. Gugup. Hanya itu yang Ia rasakan. Rasanya seperti akan memasuki arena bermain yang menyeramkan.

Draco masuk ke dalam rumah Hermione bersama Narcissa dan Lucius. Kedatangan mereka disambut hangat oleh keluarga Granger.

“Pagi om, tante. Apa kabar?” sapa Draco.

“Baik sekali Draco, ayo masuk.”

Setelah mereka masuk, dan Hermione sudah berada disana, kini waktunya mereka membicarakan rencana pernikahan.

“Kenapa Hermione tiba tiba ingin menikah dengan Draco?” Tanya Lucius kepada Hermione.

“Karna Hermione sayang Draco, om.” balas Hermione dengan mantap yang membuat Draco tersenyum.

“Kamu sendiri, mengapa menerima keputusan Hermione yang tiba tiba? Apa kamu yakin dengan jawaban kamu, Draco?” Kini Lucius bertanya kepada Draco.

“Draco yakin pa, Draco cinta dan sayang sama Hermione. Kita juga sudah menjalani hubungan kurang lebih satu tahun, jadi Draco rasa itu sudah cukup.”

Hermione tersenyum kepada Draco, dan Draco ikut tersenyum. Mata mereka dalam beberapa detik saling bertemu.

“Jadi bagaimana Richard?” tanya Lucius.

“Ini konteksnya langsung lamaran atau bagaimana?” tanya Richard.

“Emm— kalau bisa sih langsung lamaran om, hehe.” balas Draco yang membuat semuanya tertawa.

“Anak muda tidak sabar ya ingin bersama.” ucap Helena bercanda.

“Ibu ih..” Hermione merangkul lengan Helena dengan manja.

“Yasudah kalau begitu, silakan..” kata Richard kepada Draco dan Lucius.

“Emm.. Maaf Om, Tante, kedatangan Draco dengan membawa orang tua saya kesini adalah ingin melamar putri kesayangan om, putri yang sudah saya sayangi semenjak pertama kali saya melihatnya. Putri yang akan saya jaga dengan segenap hati dan kemampuan saya selama saya masih hidup. Dan putri yang akan menjadi belahan jiwa saya. Saya ingin melamar Hermione dan menggenggam tangannya hingga nyawa saya berakhir.”

Hermione meneteskan air matanya mendengar perkataan Draco. Sangat romantis, bahkan melebihi kata romantis. Jadi seperti ini rasanya dicintai oleh lelaki yang sangat hebat. Rasanya sangat menyenangkan.

“Bagaimana Hermione? Ayah serahin semuanya ke kamu.” ucap Richard menggenggam tangan Hermione.

Hermione menghapus air mata dan mengangguk.

“Aku terima, yah.”

Saat itu juga, tatapan Draco tak pernah lepas dari Hermione. Mereka akan bersatu, tangan mereka akan terus tergenggam, dan jiwa mereka akan saling terikat. Dan semoga itu akan selalu.

**

**

Hermione dan Draco memasuki cafe. Disana sudah ada Daphne yang menunggunya dan juga Pansy yang agak jauh posisinya dari mereka.

“Selamat siang, Ms. Greengrass.” Sapa Draco dengan ramah.

Daphne melirik Hermione dengan sinis.

“Kenapa bawa dia? Kan gue udah bilang cuman kita berdua.”

“Mohon maaf, saya sudah ada calon istri, jadi gak mungkin saya meeting hanya berdua dengan anda. Lagipula, kita meeting hanya sekedar keperluan kerja, tidak lebih.”

Hermione tersenyum puas mendengar itu, Ia sama sekali tidak merasa gugup atau tak enak, Ia malah ingin memperlihatkan keromantisan diantara dirinya dengan Draco.

Hermione memeluk lengan Draco dengan manja. Draco melirik ke arahnya, kemudian mencium puncak kepalanya. Ah, puas sekali rasanya.

“Jadi ayo, kita mulai meetingnya.” Ucap Draco duduk.

“Gak mau, mau dia pergi dulu.”

“Oh yasudah, kita lanjut nanti saja meetingnya.”

“Ih jangan! iya iya yaudah kita mulai.”

Mereka pun memulai meeting nya. Ada beberapa yang mereka bicarakan tentang proyek ini. Daphne sering kali mencuri pandang ke Draco, bahkan perempuan itu sering dengan segaja menyentuh tangan Draco.

“Terima kasih atas kerja sama anda Ms. Greengrass. Saya harap meeting kita selanjutnya tidak di luar. Dan hubungi sekretaris saya jika ada apapun, jangan langsung ke saya karna saya tidak menerima pesan anda.”

Setelah itu, Draco merangkul Hermione dan mengajaknya pergi ke luar.

“Kamu hebat!” Ucap Hermione menaikkan kedua jempolnya.

“Profesional sayang, cuman urusan kerja kan?”

“Hehehe iyaa..”

“Kamu gak marah kan?”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Enggak, gatau 3 bulan kedepan.”

Draco memeluk Hermione dan mencium kepalanya.

“Kalau kamu keberatan, kamu bilang ya, aku gak mau kamu gak nyaman dengan apa yang aku lakuin.”

“Pasti, Draco. Draco, aku minta sesuatu boleh?”

“Apa sayang?” Draco melepaskan pelukannya.

“Apapun itu, jangan lupa cerita ke aku ya?”

**

**

Hermione memutuskan untuk menunggu Draco di parkiran. Namun, saat Ia sampai di parkiran, Ia mengerutkan keningnya ketika melihat seorang perempuan berdiri tepat didepan mobil Draco.

Perempuan itu menoleh lalu tersenyum sinis ke Hermione, tak terima dengan hal itu, Hermione pun menghampirinya.

“Permisi mbak, ini mobil pacar saya, bisa tunggu di daerah lain?” Tanya Hermione dengan sopan.

“Hermione ya?” Tanya wanita itu.

“Siapa?”

“Gue Daphne.”

Saat tahu bahwa perempuan itu adalah Daphne, Hermione berusaha untuk menahan emosinya. Ternyata begini wajah Daphne, jelek, masih cantikan dia kemana mana, so soan nyakitin Draco yang benar benar baik dan tulus.

“Ternyata ini yang namanya Hermione. Biasa aja tapi kok Draco mau ya sama lo?”

Hermione mengangkat halisnya sebelah. Ia menatap Daphne dengan tatapan galak.

“Dulu Draco pernah bilang gak suka cewek yang jelek, tapi kok dia malah pacaran sama modelan kayak lo sih.”

Tahan, Hermione tahan..

“Kenapa? Lo bisu? Terkesima ya sama kecantikan gue?”

Hermione menatap Daphne dengan tatapan jijik.

“Aduh, Daphne Daphne.. Sekarang lo bukan siapa siapa jadi jangan kepedean. Draco milik gue, bukan milik lo. Lo itu cuman sampah yang pantesnya dibuang atau dibakar.” Ucap Hermione dengan tajam.

Daphne tertawa dan dia mau selangkah sehingga posisinya dan posisi Hermione menjadi dekat.

“Lo ngaca, Draco itu sayang tulus sama gue.”

“Itu dulu.” Balas Hermione.

“Dulu dan sekarang.”

Tak bisa menahan emosinya, Hermione menampar Daphne cukup keras. Tak terima dengan itu, Daphne menjambak rambut Hermione. Hermione tentu tak diam saja, Ia juga balik menjambak rambut Hermione.

“Sialan! Lo ternyata yang udah nyakitin cowok gue dulu?! Harusnya lo gak usah balik!” Teriak Hermione.

“Lo ngaca! Lo gak pantes buat Draco anjing! Harusnya gue yang bareng Draco, bukan lo!” Balas Daphne tak kalah teriak.

“HEH HEH ANJIR, HERMIONE STOP STOP!!” Teriak Blaise memisahkan keduanya. Ia menarik Hermione.

“Daphne?”

Daphne tersenyum ke Blaise. “Hello, Blaise.”

“Lo pergi! Draco gak butuh lo!” Teriak Hermione.

“Gue janjian mau pulang bareng sama Draco hari ini. Dan lo, gue gak terima lo tampar gue tadi!”

Saat itu juga, Daphne balik menampar Hermione. Blaise yang melihatnya sangat terkejut dan dia langsung melototi Daphne.

“Lo sialan! Berani beraninya lo tampar Hermione?!”

“Dia tampar gue duluan!! Dia bajingan, dia udah rebut Draco dari gue. Perempuan lont3 kayak lo gak pantes sama Draco harusnya dia ngaca!! Harusnya gue yang pantes untuk Draco!”

“Kata siapa?”

Suara berat milik Draco itu muncul, Draco menghampiri mereka dan menarik Hermione. Ia merapikan rambut Hermione.

“Kamu gapapa kan sayang? Apa yang sakit?” Tanya Draco dengan lembut.

Ini kesempatan bagus.

“Huhuhu sakit banget Draco, tadi di jambak sama dia, terus di tampar, sakiit pipi aku, huhuhu.” Ucap Hermione dengan manja, dia pura pura menangis dan memeluk Draco, setelah itu Ia melirik ke arah Daphne dan menjulurkan lidahnya.

Daphne mengepalkan tangannya dengan keras.

“Heh lont3 lo ngapain balik? Udah bagus bagus lo di amrik malah lebih bagus di alam baka anj.” ucap Pansy.

“Biasa aja dong gak usah kasar, kangen gue ya?”

“Najis.”

Draco melirik Daphne dengan tatapan tajam. Ia menggenggam tangan Hermione dengan erat.

“Lo, berani sentuh Hermione sedikitpun, lo akan berurusan sama gue.” ucap Draco dengan tegas.

“Duh Draco, gue itu cuman mau bebasin lo dari cewek yang begini, dia tuh gak pantes buat lo.”

“Sekali lagi gue kasih tau lo, sedikitpun lo sentuh Hermione, lo berurusan sama gue.”

Setelah itu, Draco merangkul Hermione dan menuntunnya untuk memasuki mobil. Sebelum memasuki mobil, Hermione meledek Daphne dengan menjulurkan lidahnya.

“HEH LO GAK PANTES SAMA DRACO LO NGACA!!”

“BODO AMAT YANG PENTING CALON SUAMI GUE DRACO MALFOY, WLEE!”

***

“Sakit ya? Maaf, maaf gara gara aku kamu gini..” lirih Draco mengobati sudut pipi Hermione yang tadi kena tampar Daphne.

“Gapapa kok.” balas Hermione dengan lembut.

“Diapain aja sama dia selain dijambak sama di tampar?”

“Udah cuman itu.”

“Bener?”

Hermione hanya mengangguk.

“Draco..”

“Iya sayang?”

“Kamu gak akan kembali ke dia kan?”

Pertanyaan itu berhasil membuat Draco berhenti melakukan aktivitasnya. Ia memegang kedua tangan Hermione dan mengecupnya.

“Kamu tau kan aku sayang kamu?”

Hermione mengangguk.

“Cuman kamu Hermione. Aku cuman mau kamu.”

Hermione tersenyum mendengar itu, rasanya melegakkan, dia sekarang tahu tujuan Daphne kembali ke Indonesia, dan dia harus lebih waspada akan hal itu.

“Oh iya, yang kemarin kirim makanan itu Daphne.” Ucap Draco memberi tahu.

“Ah..”

“Aku gak makan sushinya, aku kasih pak satpam.”

“Iya, kamu kan udah bilang.”

“Takut kamu salah paham.”

“Bukannya kamu block nomor dia ya?”

Draco mengangkat bahunya. “Entahlah, dia punya stok nomor yang banyak kayaknya.”

Hermione hanya mengangguk sebagai jawabannya. Ternyata Daphne benar benar ingin merebut kembali perhatian Draco.

Hermione mencintai Draco, begitupun sebaliknya. Tapi mengapa hatinya tidak tenang?

**

**

Sore ini, Draco mengajak Hermione kerumahnya. Sudah lama juga Hermione tidak mengujungi manor, dan dia merindukan kemegahan manor.

Draco dan Hermione diam berdua dihalaman belakang manor yang indah dan juga spot ternyaman untuk Draco.

“Kenapa? Tumben manja gini.” ucap Hermione malu malu.

“Mau peluk kamu, boleh kan?” tanya Draco duduk disamping Hermione. Ia menyenderkan kepalanya di pundak Hermione.

Bayangan wajah Daphne begitu menyakitkan untuknya. Sakit rasanya. Bukan karena wanita itu selingkuh darinya, bukan sama sekali. Tapi bagaimana cara wanita itu menghancurkannya lah yang sangat menyakitkan.

Dulu, saat Draco tahu Daphne pergi ke amerika bersama Adrian, dia sangat hancur, benar benar hancur. Karena apa kata Pansy, saat Draco sudah mencintai seseorang, Ia akan sangat tulus mencintainya, begitupun saat itu Draco ke Daphne.

Tapi sekarang, Ia bersyukur karena telah dipertemukan dengan Hermione walaupun dengan cara perjodohan, tapi Ia sangat senang.

Draco memejamkan matanya dan menghirup aroma vanilla dari tubuh Hermione yang benar benar menenangkan.

“Draco?”

“Hmm?”

“I—ini mah bukan peluk.” ucap Hermione berbisik.

Draco tersenyum, lalu Ia mengganti posisinya, Ia memeluk Hermione dengan erat.

“Capek.” keluh Draco.

“Capek kenapa? Ada apa? Ada yang nyakitin kamu? Siapa? Ayo bilang!”

“Hahaha gemes banget pacar aku, enggak sayang, cuman capek aja.”

“Ih abis nya kamu jarang jarang kayak gini.”

Kini suasana pun menjadi hening, Hermione jadi teringat sesuatu.

“Oh iya, kemarin Ginny bilang kakaknya Astoria pulang ke Indonesia, bener?” tanya Hermione.

“I—iya.”

“Kamu tau?”

Draco mengangguk. “Dari kemarin, perempuan itu ngirim pesan ke aku, aku benci dia Hermione.”

“Kenapa gak bilang?”

“Maaf, aku udah block nomornya..”

“Harusnya kamu bilang! Biar aku kata katain itu orang.”

“Jangan, gapapa.. Aku cuman minta satu hal sama kamu, boleh?”

“Apa?”

“Apapun yang terjadi nanti, tolong jangan langsung pergi. Dengerin dulu penjelasan aku dulu, aku mohon.”

**

I Love You

***

Hermione menubrukkan dirinya ke pelukan Draco saat lelaki itu baru sampai dirumahnya, bahkan saat lelaki itu turun dari mobilnya.

“Hei..” bisik Draco memeluk balik Hermione dan mengusap kepalanya.

“Udah gini aja, gak mau lepas.” ucap Hermione mengeratkan pelukannya.

Draco tersenyum senang melihat Hermione manja seperti ini. Ia menikmati pelukan mereka hingga sampai Richard dan Helena keluar dari rumahnya.

“Sayang, ada Ayah dan Ibu kamu, malu ih.” ucap Draco kepada Hermione.

Hermione melepaskan pelukannya, Draco terkejut karena mata Hermione merah akibat menangis.

“Hei kok nangis?” Draco menghapus air mata Hermione dengan kedua tangannya.

“Gak mau lepas, aku sayang kamu..” lirih Hermione dengan wajah yang menggemaskan.

“Astaga gemes banget, aku mau abisin kamu, cium cium kamu, peluk kamu, tapi belum sah.”

“Ih Draco!”

“Ya abis kamu gemesin sih hahaha, udah ya?”

Draco menangkup wajah Hermione dengan kedua tangannya.

“Yang penting sekarang, aku punya kamu, dan kamu punya aku. Itu aja udah cukup.” lanjut Draco.

“I love you.”

Hermione tersenyum mendengar suara lembut Draco.

“I Love you too, Draco.”

***

“Jadi kamu udah cerita semua tentang masa lalu kamu ke Hermione?” tanya Richard kepada Draco.

“Udah om, dan ternyata reaksi Hermione kayak gini.” balas Draco.

“Hahaha emang Hermione itu cengeng, gampang nangis, manja juga.”

“Ih Ayah enak aja! Enggak, tau. Hermione gak gampang nangis. Siapapun yang denger atau baca tentang masa lalu Draco pasti nangis Ayah karena emang sesedih itu.”

“Kamunya aja yang lebay.”

“Ih Ayah.” Lirih Hermione sedih.

“Sekarang kamu udah tau kenapa Ayah jodohin kamu sama Draco?” Tanya Richard kepada Hermione, Hermione menggelengkan kepalanya.

“Karna Draco adalah lelaki yang hebat, Hermione. Ayah adalah saksi bagaimana Draco bekerja kesana sini, mencoba untuk menang olimpiade demi membantu keuangan keluarganya. Ayah sangat tahu bagaimana Draco bekerja keras saat itu.”

Hermione menoleh ke Draco. “Gitu ya Ayah?”

“Iya sayang, makasih karna udah nurut mau terima perjodohan ini ya?”

“Hermione sayang Draco, Ayah..” ucap Hermione yang membuat Draco malu.

“Ayah tau, dari awal Ayah liat Draco, Ayah udah yakin kalau Draco akan jadi yang terbaik untuk kamu.”

“Om udah, Draco jadi malu.” ucap Draco. Wajah putih lelaki itu sudah memerah karena menahan malu.

“Ayah, muka Draco kayak kepiting rebus, merah.”

“Hahahaha.”

Malam itu mereka bercengkrama bersama dan tertawa bersama.

Masa lalu biarkanlah tetap menjadi masa lalu, Hermione. Yang pasti sekarang kamu dan aku menjadi kita, dan itu akan selalu.

**

**

1 kata yang ada difikiran Astoria dan Luna saat bertemu Hermione. Cantik. Ya, mereka langsung memuji kecantikan Hermione dan juga keramahannya ketika bertemu Hermione. Hermione memang anak yang pandai bergaul dan gampang akrab dengan siapapun, salah satunya dengan Astoria dan Luna.

Mereka sama sama pergi ke cafe dekat Universitas Durmstrang sore ini.

“Matchalatte 1.” ucap Hermione memesan minuman.

“Yaudah mas catet ya, Matchalatte 1, Hot Latte 2, Chocolate 1.” Ucap Ginny.

“Siap mba, totalnya jadi 145.000.”

“Gue traktir.” Ucap Hermione dengan segera mengeluarkan dompetnya.

“Ih jadi gak enak.” Balas Astoria malu malu.

“Sebel banget pake gak enak.”

Setelah membayar pesanan mereka, akhirnya mereka pun duduk dan mengobrol.

“Emang minat psikolog?” Tanya Hermione disela obrolan mereka.

“Iyaa, gue dari dulu emang mau psikolog.” Balas Astoria semangat.

“Kalau Luna sih emang cita cita.” Balas Luna.

“Ah iya.. Sama dong, gue juga masuk hukum karna minat dan cita cita.”

Ginny hanya menggeleng gelengkan kepalanya saja mendengar obrolan mereka bertiga. Ternyata mereka satu frekuensi dan langsung akrab.

“Hermione katanya pernah deket sama Kak Ron?” tanya Astoria tiba tiba.

“Kok jadi nanya Ron?” Hermione melirik Ginny yang sudah menyeringai duluan.

“Abis Kak Ron chat terus. Dan kata Ginny, lo pernah deket sama Ron?”

“Ah itu.. Dulu sih itu sebelum akhirnya gue ketemu sama mantan gue. Jadi, dulu emang Ron suka sama gue, tapi gue gak bisa ya karna Ron sama gue cocoknya jadi sahabat. Udah sih gitu aja, lo sendiri gimana? Suka sama Ron?” tanya Hermione yang berhasil membuat Astoria tersedak.

“Eh astaga, air putih air putih.” ucap Hermione panik.

“Ya ampun Hermione.. Gue gak suka Kak Ron, ya cuman gitu..” ucap Astoria malu malu.

“Halah alesaan!” Balas Ginny tertawa.

“Ih beneran, lagipula gak tau sih namanya perasaan hehe.”

Ditengah obrolan mereka, tiba tiba pintu cafe terbuka. Dan mereka terkejut karena ada Draco, Blaise, Pansy dan Theo memasuki cafe itu.

“Dracooo?!!” Teriak Hermione senang.

“Eh disini?” Tanya Draco menghampiri Hermione.

“Ya ampun kok kamu kesini?”

“Mereka ngajak nongkrong, aku gak tau cafe nya ternyata yang ini.”

Draco melirik satu persatu teman baru Hermione, dan tatapannya berhenti di Astoria.

“Kak Draco?”

“Astoria?”

Hermione mengerutkan keningnya. Ada apa dengan Draco dan Astoria?

“Kalian kenal?” Tanya Hermione.

“Kenal, dulu kak Draco pacaran sama kakakku.” Balas Astoria yang membuat Hermione melirik ke arah Draco.

“Apaan sih Tori, udah gak usah di bahas. Lo apa kabar?”

“Baik kak.”

“Ah iya..”

“Gak sekalian tanya kabar kakaknya?” balas Hermione bisik bisik kepada Draco.

“GINNY!” Teriak Pansy menghampiri meja Ginny.

“Kak Pansyyyy!!” balas Ginny.

“Astaga ini anak hogwarts nongkrong disin— Astoria? Bukannya harusnya lo di Amerika?” tanya Pansy kepada Astoria. Sama seperti Draco, Pansy pun terkejut dengan adanya Astoria.

“Kak Pansy apa kabar?” tanya Astoria memeluk Pansy.

“Baik, lo kok di Indo?” Pansy membalas pelukan Astoria

“Yang ke Amerika kan cuma kakakku, aku gak kesana kak, aku disini.” balas Astoria tersenyum ramah.

“Ah I see.. Kakak lo gak akan balik ke Indo lagi kan?” tanya Pansy yang membuat Draco melirik ke arahnya. Gerak gerik Draco daritadi diperhatikan oleh Hermione.

“Emm terakhir bilang sih gak akan, betah disana katanya.”

“Syukur deh, gak guna juga kalau di Indo.” ucap Pansy dengan nada suaranya yang kecil.

“Yaudah yaudah, kalian lanjut nongkrong deh, kita disana aja ya? Drake?”

Draco mengangguk sebagai jawaban dari perintah Pansy.

“Aku kesana ya?” tanya Draco kepada Hermione.

Hermione hanya mengangguk, yang asalnya bersemangat, dia jadi tidak bersemangat sama sekali. Ada perasaan sakit didalam hatinya.

“Hei jangan bt gini dong?”

“Yaudah sana ah.”

“Hermione..”

“Apa?!” balas Hermione galak.

Draco terkekeh pelan dan merangkul Hermione. “Gue pinjem temen kalian bentar ya.”

“Oke kak!” balas Ginny.

**

“Kenapa sayang? Ada apa?” tanya Draco. Mereka diam diluar cafe, Draco harus meluruskan hal ini, Ia tidak ingin membuat Hermione curiga atau marah.

“Jadi kamu kenal Astoria?”

“Kenal, cuman ya gak terlalu kenal dan deket.”

“Adik mantan kamu?”

Draco mengangguk. “Cuman mantan sayang.”

“Kamu belum cerita soal mantan kamu.”

Draco menghela nafasnya. Asalnya dia tidak ingin menceritakan tentang masa lalunya, tapi sepertinya saat ini waktunya untuk memberi tahu Hermione semuanya.

“Yaudah nanti aku cerita ya? Malem aku chat kamu, okey?”

Hermione mengangguk. “Janji?”

“Janji sayang..” Draco mengusap lembut puncak kepala Hermione.

“Yaudah kalau gitu.”

“Jangan sedih lagi dong sayangnya aku..”

“Aku jadi gak enak sama Astoria, rasanya sakit kalau liat muka dia.”

“Gak ada sangkut pautnya sama Astoria sayang, jangan kayak gini ya?”

“Bener gak ada?”

“Gak ada..”

Hermione mengangguk, Ia harus terima kenyataan bahwa Astoria adalah adik dari mantannya Draco, dan dia tidak boleh canggung dengan hal itu.

“Yaudah ayo masuk.” ajak Hermione.

“Aku sayang kamu, kamu tau itu kan?”

**

Karena itu kamu

**

Hari ini, Hermione, Ron, Harry, Ginny, Draco, Pansy, Blaise dan Theo berangkat ke puncak untuk camping bersama sama. Mereka sudah akrab satu sama lain karena mereka kerap beberapa kali bertemu dan mengobrol. Dan tidak ada kata 'kakak' diantara mereka kecuali Ginny yang kekeuh tidak ingin memanggil nama karena tidak sopan katanya, ya lagipula perbedaan umur Ginny dengan Draco, Blaise, Theo, dan Pansy yaitu 3 tahun.

Draco dan Blaise membawa mobilnya masing masing yang artinya mereka dibagi menjadi 2 mobil untuk berangkat ke puncak.

Tak butuh waktu lama bagi mereka, akhirnya mereka pun sampai di tempat yang dituju. Suasana sore ini benar benar nyaman karena sebentar lagi akan datang sunset. Mereka sengaja berangkat sore karena jika pagi, siangnya akan panas, dan Pansy tak suka itu.

Sesampainya disana, mereka segera membangun tenda. Hanya Draco, Harry, Ron dan Blaise yang mendirikan tenda, sementara Theo hanya merusuh saja.

“Yang bener yo anjing!” pekik Blaise yang sudah lelah karena terus dirusuh oleh Theo.

“Ini gue bener ah elah.” ucap Theo melempar tenda itu dan duduk disebelah Ginny yang sedang tertawa.

“Gin.” ucap Theo kepada Ginny.

“Kenapa kak?”

“Punya temen cewek gak? Gue bosen jomblo mulu.”

Ginny memasang wajah seperti sedang memikir. Lalu ia menggelengkan kepalanya. “Enggak. Lagian emang temen temen kak Theo gak ada yang mau sama kakak?”

“Enak aja, ada lah, cuman ya gitu, gue nya gak mau.”

“Kenapa?”

“Gak mau aja. Mau sama dedek dedek gemes biar dipanggil kakak.”

Ginny tertawa saat itu juga. “Aneh, nanti aja kalau gue masuk kuliah, gue kenalin sama temen temen kuliah gue gimana?”

Theo bersemangat mendengar itu. “Siapa temen lo?”

“Belum tau, kan gue belum masuk kuliah. Hahahaha.”

“Yaahh..” Ucap Theo kecewa.

**

“THEO YANG BENER MASAKNYA!” Teriak Pansy geram.

“Ini bener anjir.” Balas Theo.

“Lo masak, makan, masak, makan, gimana bakalan kekumpul makanannya.” Keluh Pansy.

“Theo sini biar gue aja yang masak.” ucap Hermione mengambil sumpit ditangan Theo.

“Hihi makasih Hermione baik, cantik deh.” balas Theo.

“Dih jijik lo, sana ah.” usir Draco.

“Bucin dasar.”

Mereka melanjutkan aktivitas mereka yaitu sedang masak masak. Malam ini adalah malam yang sangat indah bagi mereka semua. Karena 2 insan, mereka akhirnya saling mengenal dan dekat.

**

Malam ini, Hermione tidak bisa tidur, jadi Ia memutuskan untuk diam diluar tenda. Sudah pukul 1 pagi, tapi dia tidak bisa tidur.

“Belum tidur?” tanya Draco duduk disamping Hermione. Lelaki itu membawa selimut dan melingkarkan di badan Hermione.

“Belum, kamu belum tidur?” tanya Hermione tersenyum senang melihat Draco.

“Belum sayang.”

“Draco..”

“Hmm?”

“Langitnya indah, bintangnya banyak banget.” ucap Hermione memandang langit yang indah.

“Iya, indah banget.” balas Draco dengan mata yang terus menatap Hermione.

“Ih Draco! Bukan aku, tapi langitnya itu diatas!” ucap Hermione malu malu.

“Kamu lebih indah.”

“Hahaha kamu ini..”

Hermione menyenderkan kepalanya dibahu Draco, dan Draco memeluk tubuh Hermione dari samping.

“Kamu kenapa terima perjodohan ini?” tanya Hermione.

“Karna calon jodoh akunya itu kamu.”

“Emang kamu udah tau itu aku?”

“Tau.”

Hermione terbangun karena kaget. “Masa?”

“Sini, senderan lagi biar kamu anget.”

Hermione kembali menyandarkan kepalanya ke bahu Draco.

“Aku udah tau itu kamu karena sebelumnya, Papa udah liatin foto wajah kamu ke aku, Hermione. Dan aku langsung suka.”

“Masa? Emang kamu bisa nilai aku dari foto aja?”

“Enggak, cuman waktu pertama aku liat foto kamu itu aku langsung suka kamu dan setelah aku liat kamu langsung, aku jatuh hati sama kamu.”

Hermione diam diam tersenyum malu. Untung wajahnya tak terlihat oleh Draco.

“Sekarang jatuh cinta ya?” tanya Hermione.

“Iya, bahkan setiap hari rasa cinta aku selalu bertambah Hermione.”

Percayalah, Hermione sedang berdoa kepada Tuhan agar menyelamatkan jantungnya dari Draco.

“Kamu kenapa mau nunggu aku 4 tahun?” tanya Hermione lagi.

“Karna itu kamu.”

“Maksudnya?”

“Kamu yang aku tunggu, Hermione.”

***

Don't Cry

**

Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya Draco sampai dirumah Hermione. Ia membawa makanan dan minuman juga untuk mereka makan bersama. Orang tua Hermione sedang ada urusan mendadak, jadi dia sendirian dirumahnya.

“Hei..” Draco memeluk Hermione dan mengusap rambutnya.

Hermione memegang tangan Draco. Hangat. Tapi bukan hangat biasa, melainkan hangat menuju ke panas.

“Tuh kan badan kamu anget..” Lirih Hermione meneteskan air matanya.

Melihat Hermione menangis adalah hal yang tidak diinginkan oleh Draco, Ia langsung menenangkan gadisnya itu dengan memeluknya.

“Hei hei, aku gapapa sayang, aku gak sakit.. Aku cuman kecapean aja, besok juga sehat lagi, udah jangan nangis ya?” Ucap Draco berusaha menenangkan Hermione.

“Liat aku bawa makanan korea, kesukaan kamu.” Draco menyimpan kantung kresek bawaannya di meja.

Hermione diam saja, Ia benar benar cemas dengan Draco. Kantung matanya tebal dan badannya hangat, Ia tidak ingin Draco sakit.

“Kenapa?” tanya Hermione.

“Kenapa apa?”

“Kenapa sekeras ini sama diri kamu sendiri?”

Draco menghela nafasnya. Ia juga tidak tahu dengan apa yang terjadi dengannya, yang ada difikirannya adalah Ia hanya ingin cepat cepat selesai kuliah. Sebenarnya mahasiswa jurusan bisnis seperti Draco bisa saja lulus 3,5 tahun, bahkan sudah biasa. Tapi yang membedakan disini adalah Draco harus kerja mengurusi bisnisnya dan juga aktif di organisasi kampus nya hingga membuat jadwalnya semakin padat.

Draco menyandarkan kepalanya di bahu Hermione, lalu Ia melingkarkan kedua tangannya memeluk tubuh Hermione.

“Kamu istirahat aku Hermione...”

“Kamu terlalu keras sama diri kamu sendiri Draco. Aku cuman gak mau kamu sakit, aku gak mau..” ucap Hermione menangis.

“Hei udah dong jangan nangis, aku gapapa sayang, liat kan aku sehat? Udah ya.. Jangan terlalu keras mikirin aku, aku baik baik aja, asal kamu selalu ada disisi aku.”

Hermione menghapus air matanya, Ia mengangguk dan memeluk Draco.

“Aku sayang kamu Draco..”

“Aku juga sayang kamu Hermione, jangan nangis lagi ya?”

***