litaaps

Sorry

**

Hermione menunggu 2 jam di perpustakaan, karena Draco lama tak kunjung datang, Ia memutuskan untuk tertidur karena akhir akhir ini istirahat Hermione berkurang karena banyaknya tugas yang Ia dapatkan.

Draco sendiri, lelaki itu daritadi tidak mengecek ponselnya karena jurusannya sedang mengadakan acara di gedung fakultasnya, jadi dia fokus ke acara tersebut.

Setelah selesai dan mengecek ponselnya, Ia dengan segera membuka chat Hermione yang beruntun itu.

“Anjing.” Umpat Draco menyimpan ponselnya dan berlari menuju perpustakaan untuk menemui Hermione.

Hari sudah malam, sudah pukul 18.30 dan perpustakaan disana tutup jam 19.00 . Itu artinya kemungkinan Hermione masih ada di dalam perpustakaan, jadi Draco langsung masuk dan mencari Hermione.

Ia mencari Hermione ke spot favorit Hermione. Spot ternyaman menurut Hermione untuk mengerjakan tugas. Dan benar saja gadis itu ada disana sedang tertidur dengan baju kaos pendek dan laptop dihadapannya.

Draco meringis sedih sekaligus kecewa kepada dirinya sendiri. Ia pun melepas kemeja nya dan memakaikannya ke badan Hermione.

Ia mengusap perlahan rambut Hermione. “Maaf.. Maaf udah bikin kamu nunggu, maaf..”

Merasa ada orang didekatnya, Hermione terbangun dan Ia terkejut ketika ada Draco disampingnya.

“Draco..”

Draco memeluk Hermione saat itu juga. Ia merasa bersalah. Ia meneteskan air matanya dan mempererat pelukannya.

“Draco kenapa? Draco ada apa kok nangis?” Tanya Hermione bingung.

“Maaf, maaf udah bikin kamu nunggu, maaf..” Lirih Draco.

Hermione mengerti sekarang. Ia menoleh ke arah jam dinding yang ada disana, sudah pukul 18.30 ternyata. Itu artinya Ia sudah menunggu 2 jam 30 menit.

“Sibuk banget ya?” Tanya Hermione ikut sedih.

“Maaf sayang, maaf..”

“Gapapa draco, udah ya?”

“Maaf..”

“Minta maaf mulu kayak lebaran, gapapa ih yang penting sekarang kamu udah beres. Iya kan?”

Draco perlahan melepaskan pelukannya dan mengangguk. “Jadi ke toko buku?”

“Ayo!”

Draco tersenyum dan mengusap lembut rambut Hermione.

“Maaf Hermione.”

“Iyaa aku maafin.”

“Pake kemejanya ya, dingin soalnya dan kamu cuman pake kaos aja.”

“Hehe iya, makasih ya.”

Setelah itu, mereka pun pergi ke toko buku. Draco meninggalkan acara evaluasi malam ini demi Hermione.

***

Cemburu?

**

Malam ini Hermione sendirian dirumah. Kedua orang tuanya sedang ada urusan yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan Hermione sendiri. Sebenarnya tidak masalah jika Hermione sendiri, hanya saja Ia tiba tiba merindukan Draco. Lelaki itu akhir akhir sangat sibuk dengan semua kegiatannya, entah itu organisasi, atau pekerjaannya di kantor. Waktu untuk mereka berdua saja berkurang.

Karna merasa bosan, Hermione memutuskan untuk pergi ke supermarket terdekat. Ia ingin membeli beberapa makanan dan minuman untuknya dan untuk Draco saat lelaki itu sudah sampai.

Ditengah Ia memilih makanan dan minuman apa yang mau Ia beli, tiba tiba Ia tidak sengaja menabrak sesuatu yang ada didepannya.

“Eh astaga, maaf maaf— Kak Oliver?”

Oliver tersenyum senang ketika melihat Hermione ada didepannya.

“Hei, apa kabar?” tanya Oliver.

“Emm baik kak..” balas Hermione canggung.

“Gak usah canggung gitu, lagi beli apa? Jajan ya?”

Hermione hanya mengangguk dan memilih untuk melanjutkan aktivitasnya.

Setelah selesai belanja, Oliver menawarinya untuk pulang bersama, Hermione menolak, akan tetapi Oliver memaksa jadi Hermione terpaksa untuk mengikuti apa yang Oliver tawarkan.

Sesampainya dirumah Hermione, Hermione dikejutkan dengan keberadaan Draco yang sudah menunggunya didepan rumah. Lelaki itu sama terkejutnya seperti Hermione, Ia langsung berdiri dan menghampiri Hermione dan Oliver.

“Makasih ya kak..” ucap Hermione benar benar canggung.

“Sama sama, lain kali jangan ke supermarket malem malem, bahaya.”

Hermione menoleh ke arah Draco, Ia menggigit bibir bawahnya, melihat Draco menatapnya dingin membuatnya degdegan tak karuan.

“M—makasih kak.” balas Hermione.

“Yaudah, gue pulang ya. Bye Hermione.”

Setelah Oliver berpamitan pulang, Hermione menghela nafasnya lega, sekarang tinggal menghadapi Draco.

“Hehehe..” Hermione nyengir saat melihat Draco.

Draco mengangkat halisnya lalu Ia melepaskan jaket yang Ia pakai dan memakaikannya kepada Hermione.

“Eh?” ucap Hermione tanpa sadar.

“Keluar malem malem gak pake jaket.” ucap Draco sambil mengambil belanjaan Hermione.

“Emm maaf..” ucap Hermione. Ia bingung dengan sikap Draco, apa lelaki itu tidak marah kepada Hermione karna pulang bersama Oliver tadi?

“Ayo masuk.” ucap Draco merangkul Hermione.

“Ayo.”

**

“Beli apa aja tadi?” tanya Draco melihat belanjaan Hermione yang cukup banyak.

“Draco?”

“Hmm?”

“Kamu gak marah?”

“Marah kenapa?”

“Itu tadi..”

Draco melirik Hermione, lalu Ia tersenyum. “Oliver? Gak sengaja ketemu di supermarket?”

Hermione mengangguk.

“Bagus dong kalau ada dia, kalau enggak, kamu pulang sendiri tadi.”

Hermione mengerutkan keningnya, bagaimana bisa dia tidak cemburu kepada Oliver?

“Kamu gak cemburu?”

“Cemburu cuman buat aku sakit hati Hermione. Jadi aku berusaha untuk gak menunjukan itu.”

“Katanya cemburu tanda sayang tau..”

Draco duduk disebelah Hermione dan merangkul pinggangnya.

“Aku sayang kamu Hermione, aku gak cemburu karna tadi gak sengaja, lagian harusnya aku berterima kasih ke Oliver karna dia, kamu jadi gak pulang sendiri.”

“Draco...”

“Aku sayang kamu Hermione, aku gak mau repot repot berantem sama kamu karna cemburu, aku percaya sama kamu.” Bisik Draco, setelah itu Ia mengecup pipi Hermione dengan lembut yang membuat Hermione deg degan tak karuan.

**

Pameran Buku

**

Sore ini, Draco telat setengah jam sesuai dengan apa yang Ia bicarakan sebelumnya kepada Hermione. Ia menemui Hermione tepat pada pukul 15.30 dimana artinya Hermione sudah menunggunya selama 30 menit.

“Hei, maaf aku telat..” Ucap Draco menghampiri Hermione.

Hermione tersenyum senang, akhirnya Draco muncul juga.

“Enggak kok, kan sesuai janji jam setengah 4.” Balas Hermione dengan bahagia.

Mereka sore ini akan ke pameran buku. Hermione sangat suka jika ada pameran buku seperti ini, itu artinya akan banyak sekali jenis buku yang ada disana, dan Hermione akan puas membelinya. Ia selalu menabung setiap bulannya untuk beli semua buku yang Ia mau di pameran buku ini.

Setelah sampai, Hermione segera memasuki buku novel terlebih dahulu. Ia sangat suka membaca novel fiksi remaja, selain itu, Ia juga suka membaca buku sejarah, fantasy, filsafat, kehidupan, motivasi, dan semua jenis buku Ia suka.

“Pilih semua buku yang kamu mau.” Ucap Draco mengusap lembut kepala Hermione.

Hermione mengangguk senang dan Ia segera menghampiri buku buku yang indah dimatanya itu. Ia memilih beberapa buku yang Ia baca selewat isinya sebelum akhirnya Ia memutuskan buku mana yang harus Ia beli.

Sementara Draco, lelaki itu sibuk dengan ponselnya, entah ada urusan apa.

Hermione yang menyadari kesibukan Draco pun segera menghampirinya.

“Kamu gak mau pilih juga?” Tanya Hermione.

“Enggak sayang, kamu aja ya?” Balas Draco tanpa memalingkan pandangannya dari ponselnya.

Hermione cemberut, Draco sangat fokus kepada ponselnya.

Tak lama kemudian, Draco menerima panggilan telfon, dia sedikit menjauh dari Hermione yang sedang asyik memilih buku.

“Draco, kamu sibuk banget ya akhir akhir ini?” Lirih Hermione sedih.

***

Happiness

**

Setelah 20 menit perjalanan, akhirnya Draco sampai dirumah Hermione. Ia pun segera masuk ke dalam rumah Hermione.

“Siang om, tante, Draco izin ajak Hermione keluar boleh?” Draco salim dengan sopan kepada Helena dan Richard.

“Boleh dong, hati hati ya, jaga Hermione nya.” Ucap Richard.

“Pasti om.”

Tak lama kemudian, Hermione turun dari kamarnya. Hermione cantik, dan akan selalu cantik. Draco sampai tak berkedip melihat kecantikan Hermione.

Setelah pamit, mereka pun pergi ke suatu tempat yang entah dimana Hermione pun tak tahu, hanya Draco yang tahu.

“Mau kemana sih?” Tanya Hermione penasaran.

“Sabar.” Balas Draco.

“Ih enggak gak bisa sabar! Gue gak bisa penasaran, kemana?” Hermione merengek seperti anak kecil, Draco sampai tertawa melihat kelakuannya.

“Ihh Draco mah malah ketawaa.” Ucap Hermione cemberut.

“Aduuu calon istri siapa sih ini gemes banget.” Draco mencubit pipi Hermione. Pipi Hermione bersemu merah, untung saja Draco fokus menyetir jadi tidak melihatnya.

“Calon istri kim taehyung!” Hermione menjulurkan lidahnya ke Draco yang berhasil membuyarkan fokus Draco.

“Hermione gue lagi nyetir.”

“Ya terus?”

“Jangan gemes gemes, ntar gue gak fokus nyetirnya.”

Hermione mengalihkan pandangannya jadi ke jendela mobil, Draco ini emang paling bisa membuatnya malu, deg degan, gugup, blushing, campur aduk sampe kejang kejang kayaknya.

**

Setelah sampai, Hermione dan Draco pun turun.

“Taman hiburan?!” Teriak Hermione senang.

Draco mengangguk. “Ayo kita main dulu, nanti malem gue ajak lo ke suatu tempat yang lebih bagus dari ini.”

“AYOO!!” Teriak Hermione bersemangat. Ia sudah lama tidak ke taman hiburan.

Mereka bermain bersama, mulai dari main tembak tembakan, memancing ikan bohongan, melukis bersama, hingga naik bianglala. Tak sedikit juga mereka memotret kebersamaan mereka.

Hermione sangat senang. Saking senangnya, Ia tidak menyadari bahwa Draco sudah memotret banyak wajahnya di kameranya.

Setelah lelah bermain, mereka memutuskan untuk makan. Mereka memutuskan untuk makan makanan yang ada disana, seperti jajanan pasar yang berjejer rapi dan banyak.

“Makan apa?” Tanya Draco kepada Hermione.

“Mau sate seafood! Mau cumi bakar!” Ucap Hermione dengan semangat.

“Yaudah ayo.”

Mereka membeli makanan yang Hermione mau. Draco ngikut saja, semua yang Hermione mau, Ia pasti beli kan tanpa terkecuali.

“Draco gue tantang lo ayo sini.” Hermione menarik tangan Draco ke suatu permainan.

“Dapetin boneka beruang warna coklat itu buat gue.” Ucap Hermione menaik turunkan halisnya, Ia menantang Draco untuk bermain pencapit boneka.

“Oke siapa takut.” Draco mulai menjalankan aksinya untuk mendapatkan boneka yang Hermione mau.

Sekali, dua kali, tiga kali dia gagal.

“Sebentar ya, sabar ini pasti dapet.” Draco benar benar fokus demi mendapatkan boneka yang Hermione mau.

“Ayo Draco! Itu dikit lagii!!” Hermione sangat bersemangat. Dia ikut degdegan ketika pencapit itu akan turun untuk menangkap boneka.

“YEEE BERHASILLL!!” Teriak Hermione senang bukan main.

Draco tersenyum puas ketika Hermione memeluk boneka itu.

“Gue sayang lo, Hermione.”

**

“Draco mau kemana? Kenapa mata gue ditutup?” Hermione berjalan dengan hati hati karena matanya ditutup bandana milik Draco.

Draco membawanya ke suatu tempat yang sangat romantis malam ini.

“Dalam itungan tiga, buka ya bandananya.” Ucap Draco yang sudah siap dengan posisinya.

Hermione mengangguk dengan semangat.

“Satu..”

“Dua..”

“Tiga..”

Hermione perlahan membuka bandana yang menutupi matanya, Ia terdiam terkesima dengan apa yang ada didepannya.

Mereka sedang berada di rooftop yang sudah dihias seindah mungkin oleh Draco. Banyak bunga bertaburan dimana mana, lilin, meja makan, serta makanan favorit Hermione ada disana semua.

Hermione menangis, Ia benar benar senang. Belum pernah Ia mendapatkan kejutan seindah ini dari seorang lelaki, hanya Draco, ya hanya Draco.

Draco sendiri, Ia sudah memegang bucket bunga yang besar, bahkan wajahnya sendiri tertutupi oleh bucket bunga yang sedang dibawa olehnya.

“Gue tau, kita baru kenal 3 bulan Hermione.. Tapi saat pertama kali gue liat lo, gue udah jatuh hati, gue jatuh hati hingga akhirnya gue jatuh cinta sama lo.. Pertama kali liat lo, entah kenapa gue yakin lo yang terbaik. Tetep disisi gue ya? Jangan tinggalin gue, jangan pernah raguin rasa sayang gue ke lo, gue sayang lo Hermione..” Draco berlutut dihadapan Hermione dengan bucket bunga ditangannya.

Hermione tak bisa berhenti menangis, Ia benar benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh Draco.

“Hermione..”

Hermione menghapus air matanya.

“Jadi pacar aku, mau?”

Isak tangis Hermione semakin besar. Ia mengangguk dengan cepat.

Draco berdiri dengan semangat, Ia memeluk Hermione dan menaruh bucket bunga di meja, Ia memeluk Hermione dengan erat. Bahkan, Ia menangis. Akhirnya Hermione menjadi miliknya, ya walaupun belum seutuhnya Hermione menjadi miliknya, setidaknya ada suatu ikatan yang mengikat mereka berdua.

“Aku sayang kamu Draco, makasih..” Lirih Hermione memeluk Draco erat.

“Aku juga sayang kamu..”

**

Finally?

**

Akhirnya hari minggu pun tiba. Dari semalam Hermione tidak bisa tidur, benar benar seperti orang yang mau dilamar, padahal tidak. Hermione terus melihat tutorial make up yang simpel tapi cantik di youtube, Ia juga terus mencari inspirasi outfit yang bagus untuk hari ini. Selain itu, Ia juga belajar memasak sop iga untuk Narcissa.

Keluarga Draco akan datang pukul 10 pagi, dan Hermione sudah siap dengan semuanya. Ia sudah menggunakan dress yang dipilih oleh sahabat sahabatnya, dan sudah memoles wajahnya dengan make up yang tipis.

Tak lama kemudian, akhirnya keluarga Draco pun datang. Dan Hermione senang akan hal itu, entah mengapa Ia malah menantikan moment ini, dan jantungnya berdegup cukup kencang ketika melihat wajah tampan Draco.

“Pagi tante, om udah sehat?” Sapa Draco sangat ramah kepada Helena dan Richard.

“Sehat Draco, terima kasih atas semuanya ya.” Balas Richard tak kalah ramah.

Setelah saling bersapa hangat, kini mereka pun duduk melingkar di ruang tamu.

“Hermione cantik banget hari ini..” Ujar Narcissa memuji kecantikan Hermione.

“Dandan dia, gak tau kenapa tiba tiba kayak gini.” Balas Helena.

Pipi Hermione memerah, lalu Ia melirik ke arah Draco yang juga sedang meliriknya. Namun sesaat kemudian, Draco membuang mukanya dan lebih memilih menatap hal lain. Sakit rasanya melihat Hermione.

“Jadi bagaimana, kita jadi membatalkan perjodohan ini?” Tanya Lucius memulai pembicaraan.

“Oh itu terserah Hermione dan Draco saja. Kita hanya sebagai media untuk kalian bertemu dan bersatu, akan tetapi kita tidak bisa memaksa jika memang kalian tidak mau bersatu.” Balas Richard melirik Hermione.

“Kamu bagaimana Draco?” Tanya Lucius membuyarkan lamunan Draco.

“Ya Pa, Om.. Draco mau membatalkan—”

“Enggak, Hermione mau ngelanjutin perjodohannya!” Ucapan Hermione yang tiba tiba ini membuat semua mata tertuju padanya.

“Hermione?” Bisik Richard.

“M—maksud Hermione, gini.. Emm— gimana ya..” Hermione tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.

“Ayah, Om Lucius, semuanya.. Hermione minta maaf kemarin sempet melawan dan bersifat kekanakan, Hermione mengerti Hermione salah, bahkan sangat salah, dan Hermione menyadari kesalahan Hermione.. Hermione mau menerima perjodohan ini.”

Draco yang mendengarnya terkejut bukan main. Ia menaikkan kedua halisnya dan matanya terus menatap Hermione.

“T—tapi kan bukannya kamu punya pacar?” Tanya Richard.

“Hermione udah putus yah sama kak Oliver..” Bisik Hermione.

Dalam sesaat suasana menjadi hening. Mereka sama sama berkutat dengan fikirannya masing masing.

“Ekhem.” Richard berdeham membuat lamunan mereka semua buyar.

“Jadi bagaimana kelanjutannya?” Tanya Lucius.

“Hermione mau?” Tanya Richard kepada Hermione, Hermione mengangguk.

“Hermione mau, tapi—”

“Tapi apa?” Tanya Helena gemas.

“Tapi nikahnya nanti aja, Hermione belum siap..” Bisik Hermione malu malu sekaligus gugup.

“Kapan?” Tanya Helena.

Draco daritadi diam saja, Ia terlalu syok dengan apa yang diputuskan oleh Hermione. Hampir saja Ia akan frustasi karena harus menerima kenyataan bahwa Ia akan kehilangan Hermione.

“Waktu Hermione lulus kuliah.” Hermione sebenarnya tidak serius dengan hal ini, Ia hanya ingin mengetes apakah Draco menyanggupi atau tidak. 4 tahun bukan lah waktu yang sebentar.

“Hermione, 4 tahun itu lama! Kalau kamu gak serius, jangan mempermainkan seperti itu.” Bantah Richard.

“Hermione cuman mau fokus kuliah dulu Ayah..” Lirih Hermione.

“Saya gak keberatan kok om kalau memang keputusan Hermione seperti itu..” Ucap Draco.

“Benar Draco?” Tanya Lucius meyakinkan.

“Benar Pa. Kalau memang Draco dan Hermione sudah ditakdirkan untuk bersama, seberapa lama pun harus menunggu, pasti akan tetap bersama.”

Tanpa sadar Hermione tersenyum mendengar ucapan Draco. Tepat sesuai sasarannya, Draco pasti akan setuju akan hal ini.

“Yasudah kalau begitu, yang penting intinya perjodohan ini tetap berlanjut. Seterusnya ya kami semua serahkan kepada kalian berdua karena kalian lah yang akan menjalankan.” Ucap Richard memutuskan.

**

“Obat haid, susu, air mineral sama roti.” Draco menaruh kantung keresek didepan Hermione.

“Hah? Darimana lo tau gue lagi haid?”

“Mulai sekarang gue akan selalu inget tanggal haid lo.”

Ya, Hermione tidak salah memilih. Ia semakin yakin memang Draco lah yang terbaik untuknya.

“Oh iya, makasih sop iganya, enak banget loh, lo jago bikinnya.” Puji Draco.

“Dibantuin Ibu hehe.” balas Hermione malu malu.

“Lo cantik hari ini, Hermione.”

**

**

Akhirnya hari minggu pun tiba. Dari semalam Hermione tidak bisa tidur, benar benar seperti orang yang mau dilamar, padahal tidak. Hermione terus melihat tutorial make up yang simpel tapi cantik di youtube, Ia juga terus mencari inspirasi outfit yang bagus untuk hari ini. Selain itu, Ia juga belajar memasak sop iga untuk Narcissa.

Keluarga Draco akan datang pukul 10 pagi, dan Hermione sudah siap dengan semuanya. Ia sudah menggunakan dress yang dipilih oleh sahabat sahabatnya, dan sudah memoles wajahnya dengan make up yang tipis.

Tak lama kemudian, akhirnya keluarga Draco pun datang. Dan Hermione senang akan hal itu, entah mengapa Ia malah menantikan moment ini, dan jantungnya berdegup cukup kencang ketika melihat wajah tampan Draco.

“Pagi tante, om udah sehat?” Sapa Draco sangat ramah kepada Helena dan Richard.

“Sehat Draco, terima kasih atas semuanya ya.” Balas Richard tak kalah ramah.

Setelah saling bersapa hangat, kini mereka pun duduk melingkar di ruang tamu.

“Hermione cantik banget hari ini..” Ujar Narcissa memuji kecantikan Hermione.

“Dandan dia, gak tau kenapa tiba tiba kayak gini.” Balas Helena.

Pipi Hermione memerah, lalu Ia melirik ke arah Draco yang juga sedang meliriknya. Namun sesaat kemudian, Draco membuang mukanya dan lebih memilih menatap hal lain. Sakit rasanya melihat Hermione.

“Jadi bagaimana, kita jadi membatalkan perjodohan ini?” Tanya Lucius memulai pembicaraan.

“Oh itu terserah Hermione dan Draco saja. Kita hanya sebagai media untuk kalian bertemu dan bersatu, akan tetapi kita tidak bisa memaksa jika memang kalian tidak mau bersatu.” Balas Richard melirik Hermione.

“Kamu bagaimana Draco?” Tanya Lucius membuyarkan lamunan Draco.

“Ya Pa, Om.. Draco mau membatalkan—”

“Enggak, Hermione mau ngelanjutin perjodohannya!” Ucapan Hermione yang tiba tiba ini membuat semua mata tertuju padanya.

“Hermione?” Bisik Richard.

“M—maksud Hermione, gini.. Emm— gimana ya..” Hermione tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.

“Ayah, Om Lucius, semuanya.. Hermione minta maaf kemarin sempet melawan dan bersifat kekanakan, Hermione mengerti Hermione salah, bahkan sangat salah, dan Hermione menyadari kesalahan Hermione.. Hermione mau menerima perjodohan ini.”

Draco yang mendengarnya terkejut bukan main. Ia menaikkan kedua halisnya dan matanya terus menatap Hermione.

“T—tapi kan bukannya kamu punya pacar?” Tanya Richard.

“Hermione udah putus yah sama kak Oliver..” Bisik Hermione.

Dalam sesaat suasana menjadi hening. Mereka sama sama berkutat dengan fikirannya masing masing.

“Ekhem.” Richard berdeham membuat lamunan mereka semua buyar.

“Jadi bagaimana kelanjutannya?” Tanya Lucius.

“Hermione mau?” Tanya Richard kepada Hermione, Hermione mengangguk.

“Hermione mau, tapi—”

“Tapi apa?” Tanya Helena gemas.

“Tapi nikahnya nanti aja, Hermione belum siap..” Bisik Hermione malu malu sekaligus gugup.

“Kapan?” Tanya Helena.

Draco daritadi diam saja, Ia terlalu syok dengan apa yang diputuskan oleh Hermione. Hampir saja Ia akan frustasi karena harus menerima kenyataan bahwa Ia akan kehilangan Hermione.

“Waktu Hermione lulus kuliah.” Hermione sebenarnya tidak serius dengan hal ini, Ia hanya ingin mengetes apakah Draco menyanggupi atau tidak. 4 tahun bukan lah waktu yang sebentar.

“Hermione, 4 tahun itu lama! Kalau kamu gak serius, jangan mempermainkan seperti itu.” Bantah Richard.

“Hermione cuman mau fokus kuliah dulu Ayah..” Lirih Hermione.

“Saya gak keberatan kok om kalau memang keputusan Hermione seperti itu..” Ucap Draco.

“Benar Draco?” Tanya Lucius meyakinkan.

“Benar Pa. Kalau memang Draco dan Hermione sudah ditakdirkan untuk bersama, seberapa lama pun harus menunggu, pasti akan tetap bersama.”

Tanpa sadar Hermione tersenyum mendengar ucapan Draco. Tepat sesuai sasarannya, Draco pasti akan setuju akan hal ini.

“Yasudah kalau begitu, yang penting intinya perjodohan ini tetap berlanjut. Seterusnya ya kami semua serahkan kepada kalian berdua karena kalian lah yang akan menjalankan.” Ucap Richard memutuskan.

**

“Obat haid, susu, air mineral sama roti.” Draco menaruh kantung keresek didepan Hermione.

“Hah? Darimana lo tau gue lagi haid?”

“Mulai sekarang gue akan selalu inget tanggal haid lo.”

Ya, Hermione tidak salah memilih. Ia semakin yakin memang Draco lah yang terbaik untuknya.

“Oh iya, makasih sop iganya, enak banget loh, lo jago bikinnya.” Puji Draco.

“Dibantuin Ibu hehe.” balas Hermione malu malu.

“Lo cantik hari ini, Hermione.”

**

**

Akhirnya hari minggu pun tiba. Dari semalam Hermione tidak bisa tidur, benar benar seperti orang yang mau dilamar, padahal tidak. Hermione terus melihat tutorial make up yang simpel tapi cantik di youtube, Ia juga terus mencari inspirasi outfit yang bagus untuk hari ini. Selain itu, Ia juga belajar memasak sop iga untuk Narcissa.

Keluarga Draco akan datang pukul 10 pagi, dan Hermione sudah siap dengan semuanya. Ia sudah menggunakan dress yang dipilih oleh sahabat sahabatnya, dan sudah memoles wajahnya dengan make up yang tipis.

Tak lama kemudian, akhirnya keluarga Draco pun datang. Dan Hermione senang akan hal itu, entah mengapa Ia malah menantikan moment ini, dan jantungnya berdegup cukup kencang ketika melihat wajah tampan Draco.

“Pagi tante, om udah sehat?” Sapa Draco sangat ramah kepada Helena dan Richard.

“Sehat Draco, terima kasih atas semuanya ya.” Balas Richard tak kalah ramah.

Setelah saling bersapa hangat, kini mereka pun duduk melingkar di ruang tamu.

“Hermione cantik banget hari ini..” Ujar Narcissa memuji kecantikan Hermione.

“Dandan dia, gak tau kenapa tiba tiba kayak gini.” Balas Helena.

Pipi Hermione memerah, lalu Ia melirik ke arah Draco yang juga sedang meliriknya. Namun sesaat kemudian, Draco membuang mukanya dan lebih memilih menatap hal lain. Sakit rasanya melihat Hermione.

“Jadi bagaimana, kita jadi membatalkan perjodohan ini?” Tanya Lucius memulai pembicaraan.

“Oh itu terserah Hermione dan Draco saja. Kita hanya sebagai media untuk kalian bertemu dan bersatu, akan tetapi kita tidak bisa memaksa jika memang kalian tidak mau bersatu.” Balas Richard melirik Hermione.

“Kamu bagaimana Draco?” Tanya Lucius membuyarkan lamunan Draco.

“Ya Pa, Om.. Draco mau membatalkan—”

“Enggak, Hermione mau ngelanjutin perjodohannya!” Ucapan Hermione yang tiba tiba ini membuat semua mata tertuju padanya.

“Hermione?” Bisik Richard.

“M—maksud Hermione, gini.. Emm— gimana ya..” Hermione tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.

“Ayah, Om Lucius, semuanya.. Hermione minta maaf kemarin sempet melawan dan bersifat kekanakan, Hermione mengerti Hermione salah, bahkan sangat salah, dan Hermione menyadari kesalahan Hermione.. Hermione mau menerima perjodohan ini.”

Draco yang mendengarnya terkejut bukan main. Ia menaikkan kedua halisnya dan matanya terus menatap Hermione.

“T—tapi kan bukannya kamu punya pacar?” Tanya Richard.

“Hermione udah putus yah sama kak Oliver..” Bisik Hermione.

Dalam sesaat suasana menjadi hening. Mereka sama sama berkutat dengan fikirannya masing masing.

“Ekhem.” Richard berdeham membuat lamunan mereka semua buyar.

“Jadi bagaimana kelanjutannya?” Tanya Lucius.

“Hermione mau?” Tanya Richard kepada Hermione, Hermione mengangguk.

“Hermione mau, tapi—”

“Tapi apa?” Tanya Helena gemas.

“Tapi nikahnya nanti aja, Hermione belum siap..” Bisik Hermione malu malu sekaligus gugup.

“Kapan?” Tanya Helena.

Draco daritadi diam saja, Ia terlalu syok dengan apa yang diputuskan oleh Hermione. Hampir saja Ia akan frustasi karena harus menerima kenyataan bahwa Ia akan kehilangan Hermione.

“Waktu Hermione lulus kuliah.” Hermione sebenarnya tidak serius dengan hal ini, Ia hanya ingin mengetes apakah Draco menyanggupi atau tidak. 4 tahun bukan lah waktu yang sebentar.

“Hermione, 4 tahun itu lama! Kalau kamu gak serius, jangan mempermainkan seperti itu.” Bantah Richard.

“Hermione cuman mau fokus kuliah dulu Ayah..” Lirih Hermione.

“Saya gak keberatan kok om kalau memang keputusan Hermione seperti itu..” Ucap Draco.

“Benar Draco?” Tanya Lucius meyakinkan.

“Benar Pa. Kalau memang Draco dan Hermione sudah ditakdirkan untuk bersama, seberapa lama pun harus menunggu, pasti akan tetap bersama.”

Tanpa sadar Hermione tersenyum mendengar ucapan Draco. Tepat sesuai sasarannya, Draco pasti akan setuju akan hal ini.

“Yasudah kalau begitu, yang penting intinya perjodohan ini tetap berlanjut. Seterusnya ya kami semua serahkan kepada kalian berdua karena kalian lah yang akan menjalankan.” Ucap Richard memutuskan.

**

“Obat haid, susu, air mineral sama roti.” Draco menaruh kantung keresek didepan Hermione.

“Hah? Darimana lo tau gue lagi haid?”

“Mulai sekarang gue akan selalu inget tanggal haid lo.”

Ya, Hermione tidak salah memilih. Ia semakin yakin memang Draco lah yang terbaik untuknya.

“Oh iya, makasih sop iganya, enak banget loh, lo jago bikinnya.” Puji Draco.

“Dibantuin Ibu hehe.” balas Hermione malu malu.

“Lo cantik hari ini, Hermione.”

**

Selesai

**

Sore ini kota Jakarta sedang diguyur hujan, seolah olah mendukung perasaan Hermione yang sedang sendu.

Ia pergi ke cafe sendirian atas kemauannya sendiri. Ia menunggu Oliver dan memesan matchalatte kesukaannya.

Mungkin memang ini yang terbaik, Ia melepaskan Oliver. Ia menyayanginya, dan Ia tidak ingin Oliver akan sakit hati jika terus bersmaanya, karena mau tidak mau, Ia harus menerima perjodohannya dengan Draco, meskipun lelaki itu sudah bilang bahwa perjodohannya akan dibatalkan.

Sebenarnya hati Hermione masih setengah setengah. Ia ingin fokus dengan masa remaja dan masa kuliahnya, disisi lain, Ia juga tidak ingin mengecewakan Ayahnya, Ia tidak ingin menyakiti Ayahnya lagi.

Tak lama Hermione menunggu, akhirnya Oliver datang. Lelaki itu baru pulang kuliah, Hermione tersenyum menyambut kedatangan Oliver.

“Hai, gimana kabar kamu? Baik kan?” Tanya Oliver memeluk Hermione dan mencium keningnya.

“Baik kak, kakak baru beres kuliah?” Tanya Hermione.

“Iya sayang, udah pesen?”

Hermione mengangguk. “Udah, tinggal kakak yang pesen.”

“Yaudah aku pesen dulu ya?”

Hermione mengangguk atas jawaban dari omongan Oliver. Lalu Oliver memesan minuman ke kasir, dan Hermione kembali duduk dibangkunya.

Setelah memesan 1 kopi untuknya, kini waktunya untuk berbicara.

“Ada apa? Kamu mau ngomongin apa?” Tanya Oliver.

Hermione menghela nafasnya. “Emm kak, aku mau jujur sama kakak. Sebenernya, selama ini aku dijodohin sama Ayah dan Ibu.”

“Hah? Dijodohin? Maksudnya?”

“Maaf kak, aku baru cerita sekarang, aku gak berani cerita ke kakak karna aku yakin aku bisa ngebatalin perjodohan ini, tapi ternyata aku gagal kak, aku harus nurut sama Ayah dan Ibu, aku gak mau ngecewain mereka. Maaf kak..” Hermione menunduk dan meremas jari jari tangannya.

“Dijodohin sama siapa?”

“Draco kak..”

Mendengar nama Draco membuat Oliver sakit hati, jadi Draco yang akan merebut wanitanya.

“Draco?”

Hermione mengangguk, Ia menggigit bibir bawahnya karena gugup.

“Maaf kak..”

“Kamu terima perjodohan itu?”

“I—Iya kak..”

“Gak bisa ditolak?”

“Maaf kak..”

“Bener bener gak bisa Hermione?”

“Sekali lagi maaf kak, Ayah gak mungkin milih lelaki yang gak baik untuk aku, jadi aku yakin mungkin emang Draco lah yang terbaik. Maaf kak..”

“Kamu mau sama dia?”

Hermione mengangguk, daritadi Ia tidak berani melihat wajah Oliver. Oliver adalah pasangan yang sangat baik, akan tetapi Ia sedikit posesif, selalu berfikir negatif, dan melupakan hal hal kecil yang berharga untuk Hermione.

“Jadi maksud kamu, kita udahan?”

Hermione terdiam. Ia mulai meneteskan air matanya, jujur rasanya sakit melepaskan Oliver, dulu memang Oliverlah yang mengejarnya, akan tetapi seiring berjalannya waktu, rasa sayang Hermione kepada Oliver semakin membesar. Dan Ia sama sekali tidak menyangka bahwa mereka akan dipisahkan dengan cara seperti ini.

“Maaf kak..”

“Hei, jangan nangis.. Gapapa Hermione, kalau emang itu keputusan kamu, aku terima Hermione, aku ikhlas.”

Hermione mendongkak. Ia tidak menyangka jawaban Oliver akan se-dewasa ini, yang ada difikirannya Oliver akan marah besar.

“Kak?”

“Maaf selama ini aku gak bisa jadi yang terbaik untuk kamu sampe sampe kamu memilih yang lain, aku minta maaf Hermione.”

“Gak gitu kak, kakak baik, kakak terbaik, tapi maaf kak, aku gak bisa ngecewain Ayah, aku gak bisa..”

“Aku tau, semua demi kebaikan kamu dan aku. Aku ngerti Hermione.”

“Makasih kak..”

“Hermione maaf, boleh aku pegang tangan kamu?”

Hermione mengangguk. Oliver memegang tangannya dan menghapus air mata Hermione.

“Kita masih bisa temenan kan?”

Hermione hanya mengangguk, Ia tidak memiliki tenaga untuk berbicara.

“Aku boleh peluk kamu untuk yang terakhir kalinya?”

Tangisan Hermione semakin kencang, Ia mengangguk dan Oliver memeluk Hermione. Rasanya sakit, akan tetapi inilah yang terbaik. Sebenarnya Hermione bisa saja menolak perjodohan ini, akan tetapi entah mengapa hati dan fikirannya kini dikuasai oleh Draco. Semua yang lelaki itu lakukan benar benar berhasil mencuri hati Hermione.

“Makasih, dan maaf kak..”

“Makasih 2 tahunnya Hermione.. Aku yakin dia pasti bisa bikin kamu bahagia, bahkan lebih bahagia dibanding kamu sama aku.”

**

Maaf

**

Hermione dan Draco segera pergi kerumah sakit untuk melihat keadaan Ayahnya Hermione. Sesampainya disana, dengan segera Hermione berlari menuju ruangan Richard.

“Ayah..” tangis Hermione pecah ketika melihat Richard tertidur lemah diatas bangkar rumah sakit. Ia memeluk ayahnya dengan erat, Ia benar benar merasa bersalah. Usianya masih 18 tahun, jadi wajar saja jika pemikirannya masih labil.

“Hermione..” lirih Richard memanggil nama Hermione.

Hermione mendongkak, Ia menghapus air matanya, namun tetap ada air mata yang berhasil lolos.

“Ayah, maaf.. Gara gara Hermione ayah jadi kayak gini, maaf..” Hermione menggenggam tangan Richard dengan erat, perih rasanya melihat sang ayah terbaring lemah seperti ini.

“Kamu kemana sayang? Ayah khawatir..”

“Ayah.. Maaf..”

“Jangan kayak gini lagi ya? Ayah gak mau kamu kenapa napa, ayah khawatir..”

“Iya, Hermione janji Hermione gak akan nakal lagi, Hermione nurut sama Ayah asal Ayah sembuh ya? Hermione janji yah..”

Richard tersenyum hangat dengan tangannya terus mengusap kepala Hermione. Seberapa kecewa pun seorang Ayah, tidak mungkin tidak memaafkan anaknya.

“Iya sayang, asal ada kamu, Ayah pasti sembuh.”

**

Setelah melihat keadaan sang Ayah, Hermione keluar dari ruangan dan diam diluar. Diluar sana ada Draco yang sedang duduk dan memainkan ponselnya. Melihat Hermione keluar, Draco dengan segera menaruh ponselnya ke dalam saku celananya.

“Gimana?” tanya Draco. Baru kali ini Ia bertanya dengan nada yang dingin.

“Udah.” balas Hermione singkat.

“Kalau lo marah sama gue, cukup lo pukul gue atau lo bentak gue, jangan kayak gini.. Kalau lo mau perjodohan kita batal, ayo kita omongin semua nya baik baik, gue setuju perjodohan kita dibatalin. Gue udah ngomong ke bokap gue, dan nanti setelah Om Richard bener bener sembuh, kita batalin perjodohannya.”

Harusnya Hermione senang mendengar itu, tapi entah mengapa rasanya sangat sakit. Perih. Bahkan sangat perih ketika melihat wajah Draco yang dingin.

“Draco..”

Draco menoleh, sepertinya lelaki itu benar benar marah kepada Hermione.

“Maaf..” lirih Hermione.

“Minta maaf ke bokap lo, bukan ke gue.. Lo gak ada salah ke gue.” Bisik Draco dengan suaranya yang berat.

“Lo pasti sakit hati kan sama ucapan gue kemarin?”

Draco tersenyum, Hermione rasanya lega melihat Draco tersenyum. “Enggak kok, lo gak usah mikirin gue, yang harus lo fikirin itu kesehatan Ayah lo, itu lebih penting dan itu sangat penting, Hermione. Jangan pernah kayak gini lagi ya? Selain bikin khawatir orang terdekat lo, lo juga bisa ngebahayain diri lo sendiri.”

Hati Hermione mencelos seketika. Ia merasa sakit mendengar ucapan Draco, betapa dewasanya lelaki ini. Sangat sempurna. Itulah sosok Draco dimata Hermione.

“Maaf..” tangis Hermione kembali pecah.

Melihat Hermione menangis, Draco segera menenangkannya. Ia jongkok didepan Hermione dan mengusap kakinya perlahan.

“Jangan kayak gini lagi ya? Semua masalah bisa diomongin dengan baik..”

Hermione menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis, Ia menyesali semua perbuatannya.

Draco merasa sangat sakit melihat Hermione menangis. Ia duduk disebelah Hermione dan menarik tubuhnya. Ia memeluk Hermione, untuk pertama kalinya Ia bisa menyentuh Hermione. Dan Hermione sendiri, Ia merasa nyaman didalam pelukan Draco.

“Semua akan baik baik aja.. Jangan nangis..”

“Gue ngerasa bersalah banget sama semuanya..”

“Wajar lo ngerasa bersalah, tapi udah ya? Jangan nangis lagi, gue sakit hati ngeliat lo nangis.”

Saat itu juga Hermione berhenti menangis. Ia melepaskan pelukan Draco.

“Kenapa sih lo baik banget sama gue?”

“Karna gue sayang sama lo.”

“Gue punya pacar, Draco..”

“Kalau lo ternyata jodoh gue, pacar lo bisa apa?”

“Ih Draco!” Tanpa sadar, Hermione memukul lengan Draco. Draco sedikit tertawa melihat Hermione.

“Gitu dong, kalau lo marah sama gue, pukul gue aja, jangan kabur kaburan lagi. Beresin semua masalahnya satu satu ya?”

**

Hurt

**

Fikirannya kacau. Benar benar kacau. Oliver terus memberinya pesan yang tidak tidak, bahkan lelaki itu menuduhnya selingkuh. Hermione memutuskan untuk kabur dari rumah, Ia sumpek jika terus berada didalam kamar, jadi mungkin untuk saat ini keputusannya tepat.

Hermione pergi ke perpustakaan di kota bogor, jauh dari kota Jakarta, Ia sengaja pergi ke kota bogor untuk menghindari semua yang akan mencarinya. Dan Ia juga mematikan ponselnya.

Pagi ini, Hermione sudah agak tenang, Ia tidur menyewa hotel kecil di kota bogor dengan uang tabungannya. Dan Ia memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta, namun bukan kerumahnya, melainkan ke rumah Ginny.

Sesampainya dirumah Ginny, Hermione bertemu dengan Molly, bundanya Ginny yang kebetulan sedang menyiram tanaman.

“Loh, Hermione?” Molly menyimpan alat menyiram tanamannya dan menghampiri Hermione. Ia memeluk Hermione, Ia sudah tau Hermione kabur, bahkan kabar kaburnya Hermione menghebohkan seisi rumah.

“Bunda..” lirih Hermione menangis memeluk Molly.

“Masuk sayang, ayo.. Ya ampun kamu kemana aja? Dari kemarin sore Ginny, Ron, Harry nyariin kamu.” Ucap Molly mengusap lengan Hermione.

Hermione tidak menjawab, Ia tidak kuasa untuk berbicara. Keadaannya benar benar kacau, kantung matanya tebal, dan matanya bengkak karna menangis semalaman.

Hermione dan Molly memasuki rumah. Ginny, dan Ron yang sedang sarapan terkejut bukan main melihat Hermione.

“Hermione?!” teriak Ginny menghampiri Hermione dan memeluknya.

Ron hanya diam ditempat duduknya. Jujur Ia kecewa dengan keputusan Hermione yang kekanakan ini, tapi Ia juga khawatir. Melihat Hermione baik baik saja membuatnya merasa lega.

“Lo bikin khawatir semua orang tau gak? Jangan kabur kaburan lagi, gak baik Mione.. Semua masalah bisa dibicarakan baik baik, gak kayak gini.” Ucap Ginny.

“Maaf Gin..” lirih Hermione.

“Yaudah, ayo sini sarapan ya, lo belum sarapan kan?”

“Udah kok, gue udah sarapan. Gin, mau numpanh ke kamar lo boleh?”

**

Setelah mendapatkan kabar dari Ginny, Draco segera pergi ke rumah Ginny. Seharusnya pagi ini Ia ada rapat penting di kampusnya, akan tetapi Ia tinggalkan begitu saja karna Ia benar benar mengkhawatirkan Hermione. Difikirannya hanya ada Hermione dan Hermione.

Sesampainya dirumah Ginny, Draco segera mengetuk pintu rumahnya dengan sopan.

“Siapa ya?” tanya Molly kepada Draco.

“Selamat pagi tante..” Draco salim kepada Molly dengan sopan.

“Saya Draco, temannya Hermione. Hermione ada disini kan tante?” tanya Draco.

“Oh Hermione, ada ada. Dia lagi dikamar Ginny, kamu mau jemput Hermione?”

“Iya tante..”

“Yaudah ayo masuk.”

Sebelum Draco masuk, Hermione dan Ginny sudah keluar lebih dulu.

“Bun, bunda masuk ya?” bisik Ginny kepada Molly.

Molly yang mengerti maksud Ginny pun segera masuk ke dalam rumahnya. Dan kini diluar hanya ada Draco, Hermione, Ginny dan Ron yang berdiri di pintu.

“Ada apa?” tanya Hermione jutek.

Hati Draco sakit melihat Hermione, rasanya Ia ingin memeluknya dan menenangkannya.

“Gue kesini mau jemput lo, pulang ya?” Seperti biasa, Draco selalu berbicara dengan nada yang lembut kepada Hermione.

“Gak, gue gak mau pulang.” ketus Hermione.

“Pulang Mione—”

“Gak! Lo bisa gak sih pergi dari hidup gue?”

“Lo boleh tolak perjodohan ini, kita bisa bicarain semuanya baik baik, gak dengan cara ini.”

Hermione terdiam, Ia sama sekali tidak melihat Draco.

“Bokap lo masuk rumah sakit kena serangan jantung.”

**