litaaps

Kacau

**

Semenjak kejadian itu, Hermione tidak memegang handphonenya sama sekali. Fikirannya kacau, benar benar kacau. Ayahnya marah kepadanya karena Ia tidak bisa menjaga omongannya.

“Ayah sudah bilang, Draco itu yang terbaik untuk kamu. Kamu anak ayah satu satunya. Mana mungkin Ayah mau menjerumuskan anak ayah sendiri ke hal yang gak baik.” Ucap Richard kepada Hermione. Mereka baru sampai dirumahnya, dan sepanjang jalan, Hermione beradu mulut dengan Richard.

“Ayah gak akan ngerti perasaan Hermione. Ayah cukup sampe sini aja atur hidup aku yah, aku gak mau diatur atur kayak gini. Aku gak mau dijodohin, aku gak suka yah.” Bantah Hermione dengan nada sedikit meninggi.

“Ayah tau, tapi kita bisa bicarain semuanya baik baik Hermione. Harusnya kemarin itu jadi hari bahagia untuk Draco, tapi lihat semua nya kacau.”

“Ayah nyalahin aku? Jadi semua salah aku? Aku udah berusaha nurut sama ayah, tapi gak bisa yah!”

“Sekarang ayah tanya sama kamu, apa bagusnya Oliver? Kamu pacaran sama dia udah berapa lama? Kamu inget, dulu kamu pernah kecelakaan karna dibonceng sama dia? Dulu kamu pernah sakit karna kamu nunggu dia jemput kamu, dulu kamu pernah pulang pulang nangis karna dia nyakitin kamu. Apa itu namanya yang terbaik? Kamu sayang sama dia itu lihat dari apanya Hermione? Ayah tau kamu bohong ke Ayah dan ke Ibu. Kamu selalu bilang main sama Harry dan Ron, padahal nyatanya kamu main sama Oliver!”

“Ayah gak ngerti..”

“Apa yang ayah gak ngerti? Ayah sangat mengerti keadaan kamu!”

“Ayah gak ngerti, ayah gak akan ngerti.”

Hermione pergi kekamarnya dalam keadaan kacau. Ia menangis, bahkan dari semalam Ia sudah menangis.

“Hermione ayah belum selesai ngomong sama kamu! Hermione!”

Sesampainya dikamar, Ia membanting dengan keras pintu kamarnya tanpa memperdulikan apapun.

**

Kacau

**

Hermione menangis panik melihat komentar Harry. Dia pun berlari menuju kamar Harry dan Ron, dan dia juga membanting pintu kamarnya.

“HARRY! HAPUS GAK KOMENTAR LO?!” Teriak Hermione.

Harry yang baru meletakkan ponselnya terkejut dengan kedatangan Hermione. “Kenapa Mi?”

“Har, maksud lo apa sih reply kayak gitu? Kak Oliver udah liat! Gue jawab apa Harry?!” pekik Hermione.

“Komen? Hah astaga— kekirim?” tanya Harry ikut panik.

“Anjing, maksud lo apa?!”

“Gue iseng reply itu, terus pas mau back, hp gue mati. Emang kekirim?”

Hermione mengambil bantal dikasur, lalu melemparnya dengan keras ke tubuh Harry. “Kekirim bangsat! Dan sekarang Kak Oliver tanya Draco siapa, maksud lo apa sih?!”

“Mi, dengerin gue dulu.. Gue bisa jelasin, gue gak sengaja replu gitu, gue cuman iseng.”

“Dari awal gue udah wanti wanti ke kalian! Gue gak mau kak oliver tau soal perjodohan ini. Gue gak mau dia sampe tau soal Draco! Gue gak mau dijodohin, Draco bukan tipe gue. Gue gak suka sama sekali sama dia, dihati gue cuman ada kak Oliver. Gue awalnya mau ngomong baik baik ke Ayah tapi Kak Oliver udah tau soal Draco, dia pasti mikir yang enggak enggak.” Ujar Hermione sedikit berteriak.

“Lo beneran gamau terima perjodohan ini Mi?” tanya Ginny di belakang Hermione. Teriakan Hermione membuat semua orang masuk ke dalam villa.

“Gin, lo tau sendiri gue sama kak Oliver gimana dulu. Gue sayang banget sama kak Oliver, gue gak mau pisah sama dia, dan gue gak suka Draco!” tegas Hermione.

Tanpa Hermione sadari, Draco, Pansy, Blaise dan Theo mendengar ucapan Hermione.

Bahkan yang lebih parah, Ayah dan Ibu nya yang baru datang juga mendengarnya.

**

Different

**

Draco memakirkan mobilnya didepan rumah Hermione. Semua sudah berkumpul untuk sama sama pergi ke bandung.

“Yang mana calonnya si Draco?” Tanya Theo penasaran. Ia, Pansy dan Blaise turun dari mobil karena ingin memberi salam kepada orang tua Hermione.

Pansy menyikut Theo. “Berisik lo.”

“Cuman mau liat.” Gumam Theo.

Tak lama kemudian, Hermione pun keluar dari rumahnya. Ia keluar bersamaan dengan Ginny, Harry dan Ron.

“Yang itu?” Tanya Theo berbisik kepada Pansy.

Pansy mengangguk. “Iya.”

“Cantik anjing, pantes Draco suka.” Bisik Theo yang dihadiahi tatapan tajam dari Pansy.

“Hermione, kenalin ini temen temen gue.” Ujar Draco tersenyum ramah kepada Hermione.

Hermione tersenyum canggung, Ia sudah berniat akan dingin kepada Draco.

“Hai, gue Pansy. Sahabatnya Draco dari SD.” Pansy memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.

Hermione menjabat tangan Pansy. “Hermione kak.”

“Gak usah panggil kakak, Pansy aja.”

Hermione hanya tersenyum dan mengangguk. Setelah itu, mereka semua saling berkenalan.

“Hermione, lo semobil sama temen temen lo. Nanti ada supir juga. Gue sama temen temen gue, orang tua kita semobil.” Ucap Draco sangat lembut kepada Hermione.

Hermione hanya mengangguk tanpa tersenyum sedikitpun.

“Ayo Ry, gue gak sabar telfon Kak Oliver, gue bakal kangen banget sama dia deh kayaknya gak ketemu 2 hari.” Ujar Hermione dengan ceria. Ia menarik tangan Harry dan pergi menuju mobilnya.

Hati Draco mencelos seketika mendengar itu, rasanya sakit, hanya saja Ia mengerti mengapa Hermione bersikap seperti itu, toh Oliver memang kekasihnya, sementara dia bukan siapa siapa.

Melihat ekspresi Draco berubah, Pansy segera mengusap lengannya. “Udah gapapa, biarin aja. Kan kita ke bandung mau happy happy.”

Pansy tersenyum lebar, bahkan sangat lebar hingga deretan giginya yang rapi terlihat. Ia berusaha membuat mood Draco untuk naik kembali.

Dan berhasil. Draco tersenyum dan mengangguk. Pansy adalah sahabat terdekat Draco, jadi Pansy sangat tahu bagaimana Draco, begitupun sebaliknya.

Setelah itu, mereka pun pergi ke bandung dengan kendaraannya masing masing.

**

Sakit

**

Setelah selesai nongkrong dengan teman temannya, Draco memutuskan untuk ke rumah Hermione. Entah mengapa dia ingin menjenguk Hermione. Tadi saat Hermione pulang dengannya, badannya sedikit hangat, dan dia ingin melihat Hermione malam ini.

Namun, saat baru sampai didepan rumah Hermione, dari kejauhan, Draco melihat gadis itu sedang berdua dengan kekasihnya, Oliver. Mereka berdua diam diluar, bahkan Hermione tidak menggunakan jaket, gadis itu hanya menggunakan kaos oversize dan celana kulot panjang.

Draco sedikit sakit melihat kemesraan Hermione dan Oliver, namun Ia lebih sakit ketika melihat Hermione tidak menggunakan jaket. Malam ini dingin, gadis itu pasti kedinginan. Apa perlu Ia ingatkan setiap hari untuk selalu menggunakan jaket?

Draco mengambil ponselnya dari dalam saku celananya, lalu Ia memberikan pesan kepada Hermione, namun Ia dapat melihat dengan jelas gadis itu hanya membaca pesannya lewat notifikasi tanpa dibuka, bahkan Ia mengabaikan pesannya dengan menjauhkan ponselnya.

Satu pemandangan lagi yang tidak mengenakkan malam ini, Oliver berani memeluk Hermione dan mencium pipi kirinya.

Merasa sakit hati, Draco dengan segera menancapkan gas nya dan pergi dari rumah Hermione.

**

Pulang Bareng

**

Hermione duduk di halte depan sekolahnya dengan lemas. Perutnya sakit, haid memang benar benar menyiksa dirinya.

Tak butuh lama untuk Hermione menunggu, mobil hitam milik Draco akhirnya muncul dan berhenti tepat didepan Hermione.

“Muka lo pucet banget, ayo masuk.” Ujar Draco menuntun Hermione masuk ke dalam mobil.

Hermione menurut saja, Ia terlalu lemah untuk melawan.

Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, secara tiba tiba Draco memundurkan jok mobil Hermione agar gadis itu dapat duduk dengan nyaman dan enak. Sikap Draco yang seperti ini spontan membuat Hermione kaget.

“Ngapain lo? Modus ya?!” pekik Hermione.

“Biar lo duduknya nyaman. Gimana, udah nyaman?”

Hermione terdiam seketika, pipinya memerah dan jantungnya berdetak berkali kali lipat.

“I—iya, udah lo fokus nyetir.” Kata Hermione.

“Pake sabuk pengamannya.”

Hermione langsung nurut, daripada Draco yang memakaikannya nanti berabe.

Setelah itu, Draco pun mulai menjalankan mobilnya secara perlahan.

Hermione sendiri, Ia memejamkan matanya dan tertidur karena rasa sakit yang tidak Ia tahan ditambah kursi yang Ia duduki benar benar sangat nyaman. Draco sangat tahu bagaimana posisi yang nyaman didalam mobil.

Ditengah perjalanan di lampu merah, Draco melirik Hermione yang sedang tertidur. Ia melepas kemeja yang Ia gunakan lalu memakaikannya ke badan Hermione. Selain itu, Ia juge manaruh tas Hermione dibelakang agar tas itu tidak mengganggu Hermione.

Draco tidak langsung menuju rumah Hermione, Ia membeli makanan sebentar untuk gadis itu.

“Dia suka burger atau apa ya?” Gumam Draco memikirkan akan membeli kan apa.

Setelah beberapa menit berkutat dengan fikirannya, akhirnya Draco memutuskan untuk ke salah satu restoran cepat saji untuk membeli makanan.

“Hermione, gue kayaknya jatuh cinta sama lo.” gumam Draco sambil tersenyum melihat Hermione yang sedang tertidur.

Andai saja Hermione mendengar kata kata itu, ya andai saja Hermione saat itu tidak tertidur.

***

**

Setelah mendapatkan pesan tak sengaja itu, Draco segera mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi.

“Eh, kemana Drake?” tanya Theo yang baru datang. Draco, Pansy, dan Blaise sedang nongkrong di cafe kampus mereka.

“Tuan puteri gue butuh gue.” Balas Draco mengangkat halisnya sambil menyeringai.

“Dih tuan puteri, tuan puteri.” gumam Theo.

**

Draco memakirkan mobilnya di parkiran sekolah. Hal itu sangat menyorot dirinya, pasalnya saat mobilnya memasuki sekolah Hermione, Ia menjadi pusat perhatian dimana semua murid yang berada di luar sekolah langsung melihat ke arah dirinya. Ini masih jam istirahat, jadi wajar saja sekolah Hermione ramai.

Draco jalan menyusuri lorong sekolah Hermione membawa sekantung keresek obat, susu dan air putih untuk Hermione. Semua murid fokus kepada Draco, bahkan tak sedikit dari mereka yang membicarakan Draco karena ketampanannya.

Setelah menemukan kelas Hermione, Ia pun langsung masuk.

“Hai.” sapanya membuat Hermione terkejut bukan main.

“IH LO MAU NGAPAIN?!” Teriak Hermione histeris.

Draco menaruh kantung kresek diatas meja Hermione. “Sakit banget? Mau ke rumah sakit?”

Hermione meneguk saliva nya, dia dan Draco kini menjadi pusat perhatian. Kedatangan Draco benar benar mengundang semua murid.

Ginny sendiri yang tadinya sedang duduk disebelah Hermione spontan berdiri dan matanya tak lepas dari sosok Draco. Ternyata Draco memang tampan, bahkan benar benar tampan.

“Duh, sini sini.”

Hermione menarik tangan Draco untuk keluar dari kelas. Ia benar benar malu.

“Ngapain kesini?” pekik Hermione.

“Katanya sakit, gue bawain obat obatan sama susu juga buat lo.” balas Draco dengan santainya.

“Gak usah, aduh gue kan salah kirim, lagian gapapa kok cuman sakit haid biasa. Lo jangan biasain kayak gini, kan kita mau batalin perjodohannya.”

Draco terkekeh pelan melihat Hermione panik seperti ini. Menurutnya, Hermione sangat gemas.

“Sakit haid itu bukan sakit biasa. Mama gue pernah sakit haid sampe pingsan, jadi gue ngerti sakitnya kayak gimana. Lo balik ke kelas, minum obat haidnya, kalau perlu istirahat, nanti gue anter lo ke rumah.”

Hermione melebarkan matanya dengan sempurna. Draco berbicara kepadanya benar benar dengan nada yang lembut. Berbanding terbalik dengan dirinya yang terus membentak Draco.

“Lo kenapa kayak gini sih? Kan gue malu.”

“Gak usah malu, gue kayak gini karena gue ngerasa punya tanggung jawab buat jaga lo. Balik ke kelas gih.”

Hermione terdiam beberapa saat. Dia berpacaran dengan Oliver selama 2 tahun, tapi belum pernah Ia diperlakukan semanis ini oleh Oliver. Hanya Draco lah yang berani menghampirinya secara langsung.

“Kenapa diem?” tanya Draco membuyarkan lamunan Hermione.

“Ah enggak, yaudah lo balik gih.”

“Iya, jangan lupa minum obat nya.”

Hermione hanya mengangguk. Setelah itu, Ia jalan duluan untuk kembali ke kelas.

“Kalau butuh apa apa, jangan sungkan kasih tau gue.” Bisik Draco kepada Hermione.

“Gue gak butuh lo.” Bisik Hermione dengan tajam.

Bukannya kesal, lelaki itu malah tersenyum. “Yaudah, bye.”

Setelah itu, Draco pergi kembali ke kampusnya.

“Duh, jangan kayak gini dong Draco.. Lo gak boleh bikin gue jatuh cinta, gak boleh”

**

Pertemuan

**

Hermione menggerutu kesal. Bagaimana bisa ayahnya menjodohkannya dengan lelaki yang bahkan tidak Ia kenali sama sekali? Padahal kalau difikir fikir selama ini Hermione tidak merepotkan, ya walaupun sedikit sih, tapi memang sedikit. Hermione selalu menjadi juara umum, dia baik, dia juga penurut, tidak membangkang.

“Tapi masa iya Ayah mau buang gue?”

Hermione mengambil dress yang sudah dibeli oleh Ibu nya, dress yang sederhana dan cantik berwarna hitam. Ia suka dress ini, Ia fikir Ibunya membelikan dress ini untuk apa, ternyata untuk di pertemukan dengan orang asing.

“Apa gue pake baju tidur aja ya?”

Hermione menempelkan dress itu tepat didepan badannya, lalu dia berdiri didepan kaca.

“Duh, tapi masa iya gue mau dijodohin? Kak Oliver gimana? Aaaaa enggak enggak, gue pasti bisa nolak perjodohan ini. Ahhh Hermione ayoo lo harus pertahanin cinta lo sama Kak Oliver!”

Hermione menekatkan dirinya. Lalu Ia mengganti pakaiannya, setidaknya untuk saat ini, Ia harus nurut dulu agar uang jajannya tetap aman.

**

Hermione melangkahkan kakinya menuruni tangga. Kaki nya gemetar dan tangannya dingin, dia harusnya biasa saja, tapi kali ini rasanya berbeda. Rasanya seperti akan bertemu dengan orang penting.

Tepat saat Hermione sampai di ruang tamu, matanya melebar sempurna melihat lelaki berambut pirang duduk disana. Lelaki itu sedang mengobrol dengan Richard, bahkan mereka tampak sangat akur. Dan betapa mengejutkannya, lelaki itu memakai setelan berwarna hitam! Seperti mau melayat.

“Emm— Ay— ayah..” Hermione malu malu, Ia memainkan sedikit rambutnya, ini adalah reaksi spontan darinya, Ia membereskan rambutnya.

“Oh Hermione? Sini sayang.. Aduh akhirnya dia sampai, sini sini.” Richard menyambut Hermione dengan penuh semangat. Benar benar seperti orang lamaran.

Hermione duduk disebelah Richard. Matanya tertuju kepada lelaki berambut pirang itu, lalu Ia menatapnya dengan sinis.

“Ini anak saya, kalian pasti sudah mengenalnya. Hermione Granger, perkenalkan dirimu sayang.” Kata Richard menepuk pelan punggung Hermione.

Hermione tersenyum kaku. “Emmm— perkenalkan saya Hermione Om, Tante, emm— Siapa?”

Lelaki itu mengangkat halisnya lalu tersenyum. “Nama saya Draco, Draco Malfoy.”

“Ah iya.. Draco—”

“Kakak!” Bantah Richard dengan cepat membuat Hermione terkejut.

“Kakak? Oh, udah tua ya?” Tanya Hermione dengan polosnya.

“Hermione, yang sopan.” Bisik Helena.

“I—iya kan Hermione belum kenal yah, bu..” Lirih Hermione. Ia benar benar ingin terbebas dari situasi seperti ini.

“Ya maka nya sekarang kenalan. Iya kan nak Draco?”

Lelaki bernama Draco itu mengangguk, lalu Ia melirik Hermione sebentar, namun sesaat kemudian, Ia memalingkan kembali tatapannya.

Melihat itu, Hermione menjadi cemberut. Mengapa Ia terus melirik Hermione? Tau sih, Hermione cantik, tapi kan.. Ah sudahlah.

“Saya harap perjodohan ini akan berlangsung lancar, Richard.”

“Ya, saya harap juga begitu, Lucius.”

**

  1. Kutukan

**

“Mungkin memang ini saatnya untuk memberitahu Draco, Lucius. Kita tidak bisa terus menekan dia, dari dulu dia hidup penuh tekanan. Biarkan dia bahagia. Mungkin memang Miss Granger lah kebahagiaannya.”

Lucius menghela nafasnya dengan berat. Benar apa kata Narcissa, Draco butuh kebahagiaannya sendiri.

“Apa yang harus kita lakukan Cissa?”

“Cukup dengan memberitahu Draco tentang kutukan itu, dan batalkan perjodohan dengan Astoria. Astoria juga aku denger udah punya pacar, dia sama Adrian. Jadi, kita gak bisa menyatukan 2 orang yang saling memiliki kekasih.”

“Aku yakin, kalau Draco tau tentang kutukan itu, dia pasti akan berusaha untuk mematahkannya. Draco anak pintar, aku yakin dia pasti bisa menemukan cara untuk mematahkannya.” lanjut Narcissa memegang lembut lengan Lucius.

Lucius mengangguk, ya benar, Draco adalah anak yang pintar. Dia pasti bisa menemukan jalannya sendiri untuk kebahagiaannya. Draco sudah dewasa, bukan lagi anak kecil yang dengan mudahnya Ia atur begitu saja.

**

**

  1. Kutukan

“Mungkin memang ini saatnya untuk memberitahu Draco, Lucius. Kita tidak bisa terus menekan dia, dari dulu dia hidup penuh tekanan. Biarkan dia bahagia. Mungkin memang Miss Granger lah kebahagiaannya.”

Lucius menghela nafasnya dengan berat. Benar apa kata Narcissa, Draco butuh kebahagiaannya sendiri.

“Apa yang harus kita lakukan Cissa?”

“Cukup dengan memberitahu Draco tentang kutukan itu, dan batalkan perjodohan dengan Astoria. Astoria juga aku denger udah punya pacar, dia sama Adrian. Jadi, kita gak bisa menyatukan 2 orang yang saling memiliki kekasih.”

“Aku yakin, kalau Draco tau tentang kutukan itu, dia pasti akan berusaha untuk mematahkannya. Draco anak pintar, aku yakin dia pasti bisa menemukan cara untuk mematahkannya.” lanjut Narcissa memegang lembut lengan Lucius.

Lucius mengangguk, ya benar, Draco adalah anak yang pintar. Dia pasti bisa menemukan jalannya sendiri untuk kebahagiaannya. Draco sudah dewasa, bukan lagi anak kecil yang dengan mudahnya Ia atur begitu saja.

**

**

25.

Kelas ramuan hari ini cukup menyenangkan. Mereka membuat ramuan yang lumayan susah namun mereka bisa melewatinya. Dan betapa mengejutkan, Draco berhasil membuat ramuannya secara sempurna sehingga membuat Slytherin unggul dan mendapatkan bonus point.

Setelah kelas selesai, sesuai rencananya, Hermione memberi kode kepada Draco melalui matanya yang artinya Draco harus mengikuti langkahnya.

Hermione jalan lebih dulu tanpa berbicara apapun, begitu juga Draco, lelaki itu hanya diam mengikuti langkah Hermione. Matanya sangat jeli memperhatikan langkah Hermione takut Ia menginjak sesuatu atau kakinya terkena tangkai yang akan melukainya.

Tiba lah mereka di pinggir danau hitam, Hermione menghentikkan langkahnya yang membuat Draco juga berhenti.

“Ada apa?” tanya Draco memulai pembicaraan.

“Ih kok ada apa? Draco, aku pacar kamu, emang aku gak boleh ngajak kamu berduaan kayak gini?” tanya Hermione.

“Boleh, tapi tumben.. Pasti yang mau kamu omongin kan?”

Hermione menatap Draco dengan sinis, Ia menarik nafasnya secara teratur agar tidak terlalu emosi.

“Kamu sejak kapan deket sama Astoria?”

Tepat sasaran. Draco sudah menyangka Hermione pasti menanyakan tentang ini.

“Emm itu..”

Hermione mengerutkan keningnya dan melipat kedua tangannya didepan dadanya.

“Itu apa? Tadi pagi aku baca di daily prophet kamu dijodohin sama Astoria. Itu bener?”

Lucius pasti sudah gila, Draco sudah menolaknya mentah mentah, tapi Ia tetap mengumumkan hal ini ke Daily Prophet.

“Draco, aku nanya sama kamu, kamu jawab apa susahnya?!”

“Oke oke, aku jawab.. Aku, iya aku dijodohin sama Astoria.”

Hermione menghela nafasnya. “Udah aku bilang, kita tuh gak bisa bareng bareng, kamu ngeyel sih. Gini kan jadinya, kenapa gak bilang dari awal kalau kamu dijodohin sama Astoria?”

“Aku gak tau Hermione.”

“Terus sekarang gimana?”

“Aku mau cari cara lain, aku yakin semuanya pasti ada jalan. Kita pasti bisa sama sama. Cuman untuk saat ini, aku masih cari jalan itu, kamu mau kan berjuang bersama? Aku mohon Hermione..”

Hermione menutup matanya sejenak. Ini hubungan terlarang. Ia sangat tahu keluarga Malfoy seperti apa. Dari dulu, Lucius sangat menentang adanya muggleborn dekat dengan anaknya. Bahkan Draco dididik sangat keras, hal itu lah yang membuat Draco dulu membencinya. Hanya karna status darahnya.

“Hermione, aku mohon.. Aku yakin, semua pasti ada jalan.. Kamu sayang aku kan?”

Hermione melirik Draco, Ia sangat menyayangi lelaki ini, tapi bagaimana? Apa semuanya bisa? Apa semuanya akan baik baik saja?

“Hermione..”

Hermione memantapkan hatinya, Ia meyakini dirinya sendiri untuk mengangguk dan berjuang bersama.

**