Am I a liar?
***
Suasana cafe sore ini cukup ramai, Draco dan Hermione sengaja mengambil tempat didalam, agar sedikit sepi, dibandingkan diluar.
Sementara Theo, dia duduk diluar.
Jarak diantara mereka hanya sebatas kaca, jadi Theo masih bisa melihat Hermione dan Draco, begitupun mereka.
“Mau ngomong apa Drake?”
“Gue minta maaf, Mi.”
Hermione menatap Draco, tidak dengan tatapan tajamnya, hanya tapapan biasa.
“Maaf, karena gue udah bikin semua kekacauan ini. Maaf, Mi.”
Draco menunduk, sangat terlihat bahwa lelaki itu benar-benar merasa bersalah.
“Gue gak tau, rasanya kacau banget liat Tori di ruang ICU waktu itu. Satu hal yang gak pernah gue bayangin sebelumnya. Gue tau, semua yang gue lakuin ini kurang ajar, brengsek, gue tau, Mi. Tapi lo tau kenapa kan? Lo tau kan alasannya apa?”
Hermione terdiam, tidak mengangguk, namun juga tidak menggelengkan kepalanya.
“Gue minta maaf.. Gue bener bener minta maaf. Maaf atas apa yang udah gue lakuin selama kita di Amerika, maaf atas perasaan yang udah gue kasih ke lo, maaf atas semua hal yang membuat lo juga punya perasaan ke gue, maaf Mi.”
Entah mengapa, kini pertahanan Hermione runtuh seketika. Dia meneteskan air matanya, namun segera menghapusnya.
“Gue sayang Astoria, Mi. Gue cinta sama dia.”
“Apa omongan lo yang ini bisa dipercaya, Drake?”
Draco mengangguk, “Gue bener sayang Astoria.”
Hermione meneguk salivanya yang mengering, “Gue boleh nanya sesuatu? Tapi gue mau lo jawab jujur.”
“Apa?”
“Waktu kita dibelakang kampus itu, maksud lo apa ngelakuin itu ke gue?”
Draco terdiam sejenak, kepalanya reflek melirik ke arah luar dimana Theo ada disana yang kebetulan dengan memperhatikan keduanya.
Hermione pun ikut melirik, membuat Theo mengerutkan keningnya kebingungan.
“Pertama, karena gue sayang sama lo, Mi. Gue takut kehilangan lo saat itu. Lo tau gue orangnya nekat, jadi gue cium lo.”
Hermione menatap Draco dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
“Kedua, karena gue bingung Mi.. Gue bingung, gue nyaman setiap gue deket sama Astoria, gue ngerasa kalau sama Astoria itu gue dibutuhin, gue jadi orang yang Astoria butuhkah. Gue ngerasa, beda. Gue ngerasa beda setiap gue ngeliat senyum dia, ngobrol sama dia, ketawa, deket sama dia, gue ngerasa beda. Gue ngerasain perasaan yang sama, dengan perasaan yang gue rasain disaat gue deket sama lo, waktu di Amerika, Mi.”
Satu bulir air mata Hermione mengalir di pipinya, tanpa ia hapus.
“Ketiga, karena gue mau tau, perasaan gue ini kemana.”
“Maksud lo?”
“Gue—”
“Jawab jujur, Drake. Perasaan sayang lo ke Astoria itu gak mungkin muncul ketika Astoria sakit kan? Pasti udah lama munculnya. Terus kenapa lo cium gue saat itu? Kenapa?”
Draco menggelengkan kepalanya perlahan, “Belum, Mi. Gue belum ngerasa sayang sama dia, gue cuman ngerasa nyaman.”
“Terus?”
“Gue tertarik sama Astoria saat gue tau dia suka sama gue.”
“Maksud lo?”
“Gue merhatiin Astoria dari SMA, tapi gak sepenuhnya merhatiin dia, karena— ya, karena gue gak— karena gue brengsek. Gue belum sayang sama Astoria disaat gue cium lo, Mi. Gue cuman ngerasa aneh, gue cuman ngerasa gue seneng setiap deket sama Tori, gue ngerasa nyaman sama dia, dan gue mau buktiin apakah perasaan ini hanya perasaan semata atau—”
“Maksud lo? Lo cium gue saat itu karna mau ngetes gue?”
“Mi, gue—”
“Lo brengsek.”
“I am.”
“Sekarang gimana perasaan lo Drake?”
“Gue sayang Astoria, Mi.”
“Lo tau kan apa yang harus lo lakuin?”
“Gue bakal buktiin, kalau gue sayang sama Astoria.”
Hermione meminum kopi nya dengan 7 kali tegukan, saking emosinya, hingga menyisakan kopinya tinggal setengah gelas.
“Gue harap, setelah ini, kita bisa bersikap biasa aja, Mi. Gue tau ini permintaan brengsek, tapi gue bingung Mi, gue bingung, gue ngerasa kalau gue gak pantes buat Tori, tapi gue gak mau kehilangan dia. Gue harus gimana Mi?”
“Jangan tinggalin Tori. Dia butuh lo, Drake.”
“But she deserves better, Mi. Dia berhak mendapatkan yang lebih baik daripada gue.”
“Tori gak butuh itu, dia butuhnya lo, Drake. Buktiin. Buktiin kalau lo sayang sama dia. Kalau urusan kita, gue akan usahakan buat maafin dan lupain semua tentang kita.”
Draco mengusap wajahnya, “Thanks Mi.”
”.. Dan soal Amerika, gue harap semua itu kita keep sendiri, Mi.”
Hermione menghela napasnya, lalu mengangguk singkat.
“Udah kan berarti? Gak ada yang perlu kita omongin?”
Draco mengangguk, “Makasih lo udah mau repot dateng kesini, gue duluan Mi.”
Draco meninggalkan Hermione seorang diri disana.
Saat berpapasan dengan Theo, Draco hanya menepuk singkat bahunya, lalu berlalu begitu saja.
Theo membali memperhatikan Hermione. Dia dapat melihat bagaimana Hermione menangis dan mengusap air matanya.
Hermione menangis disana sendiri, menutup kedua matanya dan menghadap ke kiri agar Theo tidak melihatnya.
Entah apa yang Hermione rasakan, melupakan Draco tidak semudah saat dia mencintainya.
“Pada akhirnya, gue harus bohong kan Drake? Bohong kalau gue bisa segampang itu lupa atas semua yang lo kasih ke gue, Drake.”
“Bahkan gue masih inget dengan jelas, how the way you said that you love me, Drake.”
“Mi?”
Hermione menghapus air matanya dengan segera saat Theo berdiri didepannya.
“Udah The, yuk.”
Theo jongkok di depan Hermione, kedua tangannya menggenggam tangan Hermione.
“That's okey. Melupakan orang yang pernah kita sayang itu emang berat, tapi gue yakin lo pasti bisa.”
Hermione tersenyum dengan kembali mengalirnya air mata di pipinya.
Theo memeluk Hermione dan mengusap punggungnya, menenangkan, dan seolah berkata bahwa semua akan baik-baik saja.
“Jangan tinggalin gue The, gue butuh lo. Gue butuh lo, The.”
“Anytime you need me, I'm here, Mi.”
© urhufflegurl_