CerealBunny

-Confession doodle

“Gue donggg”

Jake tertawa, meraih tangan Jungwon lalu menggambar sesuatu disana.

“Haha, bagus kan?” tunjuk Jake, setelah berhasil menggambar binatang domba di tangan Jungwon.

Sunoo menatap Jake berbinar, menyodorkan lengannya.

“Ihh ikuttt gambarin bunga dong!”

Mengangguk, kini Jake sibuk menggambar bunga di tangan Sunoo.

Hari ini kelas lowong, Jake dan kawan-kawan sedang sibuk menghabiskan waktu dengan gambar doodle di tangan mereka masing-masing.

Sambil selonjoran di lantai depan kelas, menikmati angin dari depan pintu.

“Ihh bagus gambarnya, makasih ya Jake!”

Jake mengangguk, seneng dia dipuji.

Lumayan, sambil Jake pamer kalau dia bisa gambar.

“Jake”

Menoleh, Jake mengerjap saat melihat Sunghoon datang membawa set spidolnya.

“Kenapa Hoon?”

Kaku, Sunghoon menggaruk tengkuknya. “Gambar yuk”

Mengangguk, Jake lalu menepuk lantai di sebelahnya.

“Yuk duduk”

Sunghoon lantas duduk, menaruh set spidolnya di depan Jake.

“Mau gambar apa?” tanya Jake, bersemangat.

“Terserah”

Jake bergumam. “Pinguin...” gumamnya.

Tersenyum tipis, Sunghoon mengangguk. “Boleh”

Jake melayangkan senyuman, kini langsung menggambar di lengan Sunghoon.

“Kenapa milih pinguin?”

“Sunghoon mirip pinguin” ucap Jake, masih fokus.

Terkekeh, Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Jake...”

“Hm??”

Sunghoon menipiskan bibirnya.

“Gue boleh nggak, gambar juga di tangan lo?”

Mengangguk, Jake meliriknya kecil. “Boleh, tapi abis gue gambar” ujarnya, tersenyum lebar.

Sunghoon mengiyakan. Kini memerhatikan Jake yang sedang fokus menggambar.

Setelah 5 menit, Jake mendongak.

“Dah! Selesai!” serunya.

“Bagus Jake” ujarnya, menatap gambar yang dibuatkan oleh Jake.

“Hehe Jake gitu loh” ucapnya, bangga.

Sunghoon menggigit bibirnya. Membuka tangannya. “Sekarang gue”

Menatap uluran tangan Sunghoon, Jake lantas memberikan lengannya.

“Gambar yang bagus yaa”

Sunghoon tertawa pelan.

“Siap”

Ikut tersenyum, Jake menunggu dengan penuh antisipasi.

Sunghoon serius menatap lengan Jake, menggambar sesuatu disana.

“Udah”

Jake menatapnya heran. “Cepet banget, gambar apa?”

Tersenyum miring, Sunghoon menunjuk lengan Jake.

“Liat aja sendiri”

Memalingkan wajah, Jake membulatkan matanya.

“Hoon?”

Menipiskan bibirnya, Jake merasa lemas seketika. Jantungnya berdetak keras sekali.

“Bagus kan?” tanya Sunghoon.

“Lo...”

Jake menatap lamat tulisan di tangannya. Sunghoon menggambar hati, dengan tulisan dibawahnya.

“I had a crush on you” baca Sunghoon.

Meneguk salivanya, Jake menatap Sunghoon tak percaya.

“Serius?”

“Iya”

“Suka gue juga nggak?”

Jake mengerjap, menutup pipinya yang merona.

“Iya, hehe”

Sunghoon tersenyum. Mengusak rambut Jake gemes.

“Gambar lagiii, mau nambah gambar hati” rengek Jake, menarik kembali lengan Sunghoon.

Tertawa pelan, Sunghoon menatap lembut Jake yang kembali menggambar hati di lengannya.

“Bagus kan?” tunjuk Jake. Membandingkan lengan keduanya tinggi-tinggi.

Sunghoon mengangguk, saling berpandangan dengan Jake.

“Iya, bagus”

-Rumah hantu

“Udah gue bilang gue nggak mau sama Jay”

Jay mendelik. “Dih, ganteng lo?”

Heeseung mendengus, mencoba tak menghiraukan sosok Jay.

Jake dan Sunghoon memijit pelipis.

“Nggak usah masuk berarti kalian!” seru Jake.

“Nggak, gue juga mau masuk ke rumah hantu” sela Heeseung.

Iya, mereka lagi mau masuk ke rumah hantu tapi Heeseung ama Jay nggak mau ngalah.

“Yaudah, bareng kalian. Nggak mau tahu” ucap Sunghoon, menarik tangan Jake.

“Kita duluan” ejek Jake, sebelum berjalan bersama Sunghoon ke dalam.

Keduanya terdiam, tak menatap satu sama lain.

Heeseung yang sudah gatal pengen pergi ke dalam, hanya bisa menggigit bibirnya.

Pen pergi, tapi takut juga sendiri!

Melirik Heeseung, Jay segera menghela nafas. Akhirnya mau mengalah.

“Sini”

Menoleh, Heeseung menatap Jay mengulurkan tangannya kearahnya.

Heeseung tersenyum miring.

“Harus banget pegangan tangan?”

Tersentak, Jay yang salah tingkah menurunkan tangannya perlahan.

“Yaudah, nggak usah.”

Menahan tawanya, Heeseung mengangguk. Kini tangannya yang terulur. “Cepetan” gemasnya.

Jay geleng-geleng kepala, meraih uluran tangan Heeseung. Memegangnya.

“Ayo masuk” ucapnya.

Berjalan bersama, keduanya lalu masuk ke dalam.

Heeseung pikir, bersama Jay dia tak akan terlalu takut.

Ternyata, kebalikannya.

“AAKHHHHH”

Keduanya spontan berteriak saat merasakan tangan seseorang meraba pundak keduanya.

“WOY JANGAN GITU AH” rengek Heeseung, semakin takut mendengar teriakan nyaring Jay.

“SETAN KESANA LO SEMUA” teriak Jay menggila, memeluk Heeseung ke pelukannya.

Sok melindungi. Padahal dia juga takut :”

Berlari bersama, Jay dan Heeseung memeluk satu sama lain erat.

“Jalan bego!”

Jay yang kakinya bergetar, memaksa diri untuk berjalan. Harus kuat!

DUG!

“JAY BEGO SANA MATI LO” umpat Heeseung tak habis-habisnya. Tapi masih setia bergelantungan kepada Jay.

Jay hampir pingsan, melihat rambut panjang yang tiba-tiba menutupi penglihatan keduanya.

“EH”

Tanpa sadar, Heeseung tersandung sesuatu. Membuatnya terjatuh, diikuti Jay karena keduanya saling menempel satu sama lain.

Heeseung menutup wajahnya, rasanya ingin menangis saja!

Namun tangan gemetaran Jay dengan lembut mengelus pundak Heeseung, mencoba menenangkan.

“Dah mau sampe Seung” ucapnya, kini mengelus rambut Heeseung.

Mengangguk, Heeseung menarik nafasnya.

Keduanya perlahan berdiri.

Kini Heeseung langsung inisiatif memegang tangan Jay. Dibalas genggaman tangan tak kalah erat.

“Jangan lepas” gumam Heeseung.

Tersenyum, Jay mengangguk. “Nggak bakal, janji”

Heeseung menipiskan bibirnya, merapat kepada Jay.

“Ayo” ucap Jay, berjalan menuntun Heeseung.

Walaupun masih dihiasi teriakan, kini Heeseung dan Jay tak terlalu takut untuk melangkah.

Karena keduanya tahu, ada seseorang yang akan melewatinya bersama-sama.

***

“Sejak kapan mereka akur?”

Jake dan Sunghoon melirik ke belakang mobil, melihat Jay dan Heeseung sedang tertidur nyaman.

Heeseung yang dengan nyaman memposisikan kepalanya di pundak Jay. Dan Jay yang bersandar di kepala Heeseung.

“Buset, gara-gara rumah hantu langsung akur mereka”

Terheran-heran, Jake menutup mulutnya. Tak percaya.

“Kerasukan kali”

Sunghoon menggelengkan kepalanya. “Mana ada kerasukan gitu. Dah, kamu natap depan aja. Nggak usah ngurusin mereka”

Mengangguk, Jake lalu kembali menatap kedepan.

Di belakang, Heeseung dan Jay tertidur pulas. Kecapean.

-Dansa

PRANG!

Jungwon menutup telinganya, menutup matanya erat. Takut saat mendengar suara orang tuanya yang kembali membuat keributan.

Suara pecahan barang terdengar sana sini, membuatnya makin bergetar ketakutan.

“Hiks, hiks!” Jungwon mencoba meredam tangisannya di bawah bantal.

Tok tok

Membeku, Jungwon menatap pintunya.

Bukan, bukan disitu asal suaranya.

Berbalik, Jungwon lantas bergegas membuka pintu balkon kamarnya.

Masih sesegukan, Jungwon seakan-akan lega saat melihat sosok pemuda yang kini sedang tersenyum tipis kearahnya.

“Sini” panggilnya, menarik Jungwon mendekat.

Menangis, Jungwon berlari dalam pelukan Jay.

“Shhhh, gapapa Won, ada gue sekarang” ucapnya, menenangkan.

Mengangguk kecil, Jungwon mengadah menatap wajah Jay.

Jay langsung mengusap air mata Jungwon, sebelum berucap. “Kita ke sebrang yuk”

Menarik lengannya lembut, Jay memegangnya erat.

Jungwon mengangguk, bersiap akan melompat ke balkon seblah.

Melompat, Jungwon lalu menjauh agar Jay bisa ikut melompat.

Sampai dengan selamat, Jay cepat-cepat membawa Jungwon ke dalam kamarnya. Menutup pintu balkonnya.

“Makasih kak” cicitnya.

Menoleh, Jay tersenyum. Mengelus rambut Jungwon, membiarkan Jungwon duduk di kasurnya.

“Nggak usah sungkan, ini kewajiban gue. Jagain lo”

Menipiskan bibirnya, Jungwon merona.

“Kak Jay tadi ngapain aja?”

Jay mengangkat kedua alisnya.

“Denger lagu.”

Jungwon manggut-manggut, samar-samar terdengar suara dari kedua orangtuanya. Membuatnya menciut.

Menatapnya, Jay lalu kembali memasang musik. Kamarnya dipenuhi oleh lagu pelan.

Mengadah, Jungwon tersenyum tipis.

Jay berjalan mendekat kearah Jungwon.

“Nggak usah dengerin” bisiknya.

“Iya kak”

“Mending nari sama gue”

“Hm??”

Menarik Jungwon, Jay tersenyum manis, menaruh tangan kiri Jungwon ke bahunya.

Tangannya ditaruh di pinggang Jungwon, tangannya yang lain menggenggam erat tangan Jungwon.

“Ikutin gue” bisiknya.

Jungwon menelan ludahnya, dengan perlahan bergerak dengan tuntunan Jay. Lelaki itu menatap lekat Jungwon.

Setelah mulai terbiasa, Jungwon mengadah untuk menatap wajah Jay.

Nafasnya tercekat saat melihat Jay menatapnya penuh kasih sayang.

“Kak, jangan natap kayak gitu” gumam Jungwon, malu.

Jay tertawa pelan, mempertemukan dahinya dengan Jungwon.

“Gue selalu ada buat lo Won, selalu”

Menutup matanya, Jungwon beralih bersandar di dada Jay. Menduselnya, meraup bau harum khas Jay. Tak ingin lepas.

Jay menaruh dagunya di kepala Jungwon, masih menari bersama.

Pelan, namun begitu berarti untuk keduanya.

-Bandara

Sunoo berlarian dari gedung kampusnya, hatinya sedang senang. Rasanya mau meledak. Dia lagi nggak sabaran.

“Sunoo, jangan tinggalin woy!” teriak Jungwon, mengejar sang sahabat yang dengan tak sabar berlari ke parkiran.

“Jay! Cepetan!” teriak Sunoo, baru ingat kalau mobilnya Jay yang akan bawa.

Jay di belakang mereka hanya berjalan, menatap keduanya miris.

Kan yang megang kunci dia.

“Sabar elah, nggak sabaran.”

Sunoo melotot.

“Bayangin lo di posisi gue”

Jay menggelengkan kepalanya, kini berjalan lebih cepat.

Membuka pintu, Sunoo langsung masuk ke dalam mobil.

Jungwon duduk di depan bersama Jay.

“Ke bandara ya pak” ejek Sunoo menepuk pundak Jay.

Jay mendengus, kesal sendiri. Di sebelahnya Jungwon malah tertawa.

“Berangkat!” serunya saat Jay berhasil menyalakan mobil.

“Letchugo!”

***

Perjalanan ke bandara cukup menghabiskan waktu setengah jam. Sunoo di kursinya tak tahan, mulai menghela nafasnya.

Tak sabar!

“Sabar ya... Sunghoon nggak bakal kemana kok” ucap Jungwon yang menyadari kegelisahan Sunoo.

Tersenyum, Sunoo mengangguk.

Iya, mereka lagi di perjalanan buat jemput pacar Sunoo. Si Sunghoon.

Dia baru balik dari Eropa abis ikut perlombaan ice skating disana.

Sunoo selalu begini, merindukan sosok Sunghoon setiap kali ia pergi berlomba di luar kota.

Setiap hari saat bangun pagi Sunoo selalu mengecek handphonenya untuk melihat pesan yang selalu masuk tiap pagi dari pacarnya.

Kadang, Sunghoon akan mengirimkan vn saat dia merindukan suaranya.

Tiada hari tanpa bucin keduanya.

“Udah sampai. Kuda liarnya jangan dilepas ya Won” ujar Jay, setelah berhasil memarkir mobilnya di parkiran.

Sunoo memekik, tak peduli dengan ucapan Jay. Langsung keluar mobil.

Menghela nafas, Jungwon segera keluar dan mengikuti Sunoo dari belakang.

“Ikut kak Jay!” seru Jungwon, kembali untuk menarik Jay.

Melengos, Jay akhirnya ikut turun dan berlari bersama keduanya.

Mata Sunoo berbinar saat sebuah pesan masuk.

Sunghoon sudah sampai! Handphonenya bergetar, langsung diangkat.

“Halo?”

“Udah dimana?”

Sunoo mati-matian menahan senyumnya. “Udah di bandara, kamu dimana sekarang?”

“Lagi ambil koper, tunggu ya...”

“Iya...”

Mematikan panggilan, Sunoo melompat kecil.

Jungwon dan Jay bersandar di besi pembatas, menatap orang-orang yang keluar dari dalam.

Sampai, mata Jungwon menangkap Sunghoon yang berjalan cepat.

“Sunghoon!”

Membelalak, Sunoo dengan cepat berjalan kearah jalan keluar. Menunggu Sunghoon disana.

Senyuman Sunghoon mengembang, langsung berlari saat melihat sang pacar.

Akhirnya bertemu, Sunghoon melepas kopernya begitu saja.

Menarik Sunoo dalam pelukan. Berpelukan lama.

“Huhu kangen” gumam Sunoo, memeluk Sunghoon erat.

Tak lupa mendusel dada bidang sang pacar.

Sunghoon tertawa, mengecup dahinya beberapa kali.

Mendongak, Sunoo menatap Sunghoon sambil mengerucutkan bibirnya.

“Kangen”

Saling menatap satu sama lain, Sunghoon mengecup pipi Sunoo.

GEMAS.

“Aku pulang” bisik Sunghoon tepat di telinga Sunoo.

Tersenyum manis, Sunoo mengangguk.

Dari kejauhan, Jay dan Jungwon hanya mampu menghela nafasnya.

“Menurut kamu sampai kapan mereka meluk gitu?”

Jungwon bergumam. “Biasanya nggak bakal lepas kak Jay, nanti liat aja. Mereka jalan nggak lepas”

Menghela nafas, keduanya melihat Sunghoon merangkul Sunoo. Sedangkan Sunoo meraih koper Sunghoon.

Keduanya tertawa, keliatan bahagia.

-Peka

Malam minggu, Jake sedang berada di depan sekolah.

Tau ngapain?

Nunggu seseorang.

“Jake!”

Mendengus, Jake yang kedinginan menatap kesal kearah Heeseung yang baru sampai di depan.

“NIH” serunya, memberikan buku paketnya kearah Heeseung.

“Wih, kenapa nih? Gue bikin salah kah?” bingung Heeseung.

Jake menatapnya nyalang.

“Lo tahu apa salah lo?”

Menggelengkan kepala, Heeseung menatap takut-takut Jake yang sudah siap akan meledak.

“Lo bikin gue nunggu disini hampir 30 menit! Dingin! Ini tuh udah jam 8 malam!” teriak Jake, hampir gila dia.

Meneguk salivanya, Heeseung menipiskan bibirnya.

“M-maaf ya... Gue nggak tahu kalau lo bakal datang cepet banget. Gue bilang kan nanti jam 8” ringis Heeseung, menggaruk tengkuknya.

Jake mendongak, matanya menatap Heeseung miris.

Iya, dia yang bodoh.

Demi mas crush dia datang lebih cepat. Tapi dia yang justru tersiksa.

Sekarang dia yang ngamuk, serba salah jadi Heeseung.

Mengigit bibirnya, Jake mati-matian menahan tangisnya.

“HUAAA LO JAHAT”

Namun gagal.

Heeseung membelalak, kalap saat melihat Jake kini berjongkok. Menangis.

Cepat-cepat dia ikut berjongkok, dengan kaku menepuk pundak Jake.

“Eh? Maaf Jake, maaf ya... Gue nggak maksud biarin lo nunggu disini selama 30 menit. Maaf yaa”

Jake tuh nangis bukan karena itu!

Dia nangis karena mulai capek ngejar Heeseung!

Lelaki ini adalah orang yang paling tidak peka di dunia. Kerjaannya cuma belajar, belajar dan belajar.

“Lo tuh jahat banget sumpah! Sampe kapan gue harus ngejar lo mulu!” seru Jake frustasi.

Heeseung menatapnya bingung.

“Gue lagi nggak lari Jake...”

“DIEM”

Mengelus dadanya, Heeseung segera mengatupkan bibirnya. Takut dimarahi Jake lagi.

“Hiks! Lo tuh, kerjanya belajar mulu! Kapan lo sadar perjuangan gue!”

Membulatkan matanya, Heeseung membeku di tempat. Mulai mengerti apa yang dimaksud Jake.

”... Jake?”

“Gue suka lo bego!”

Tangan yang awalnya mengelus pundak Jake, kini berhenti. Buat Jake mengerutkan dahinya, bingung.

Mendongak, Jake yang masih berlinang air mata melihat Heeseung yang sedang mengusap wajahnya.

”...Lo kenapa?” tanya Jake.

Heeseung menatap Jake lama, menghembuskan nafasnya.

Tangannya terangkat, mengusap air mata Jake. Si Jake cuma diem, masih bingung kenapa Heeseung malah tenang.

Kini Heeseung menipiskan bibirnya, tertawa pelan saat melihat hidung Jake yang memerah.

GEMES

Tangannya kini berpindah menangkup pipi gembil Jake.

“Gue nggak tahu lo suka gue, maaf ya” gumamnya.

Jake mengerjap. Ingin menangis lagi, pikirnya dia ditolak.

“Pulang yuk? Gue gendong” ajaknya, mengelus pipi Jake lembut.

“Ha?”

Heeseung bangkit, menaruh buku paketnya ke dalam tas laptopnya. Kini berjongkok di depan Jake.

“Naik”

Menatap pundak Heeseung, Jake perlahan mulai naik ke punggungnya.

Berdiri, Heeseung lalu tersenyum saat merasakan pelukan di lehernya sedikit mengerat.

“Jangan dilepas ya Jake”

Jake spontan mendengus. “Gue juga nggak mau jatuh”

Terkekeh, Heeseung berjalan di jalan setapak. Keduanya terdiam sambil melihat jalanan sepi. Hanya satu dua kendaraan yang lewat.

“Tadi lo bilang lo suka gue”

Menipiskan bibirnya, Jake hanya mengangguk singkat.

Gengsi dia.

Heeseung bergumam kecil. “Jalan yuk nanti libur kelulusan ini”

“Kenapa?”

“Mau ngabisin waktu bareng lo”

Jake menghela nafas. Hati, please jangan sampe kedengeran ya, kalau Jake lagi dag dig dug.

“Kita cuma temen.” desis Jake.

Tersenyum miring, Heeseung mengangguk.

“Ohhh jadi harus jadian dulu...”

Jake menggigit bibirnya kuat.

Meliriknya, Heeseung berdeham.

“Kita jadian aja kalau gitu”

Menahan nafasnya, Jake rasanya ingin berteriak.

“Mau nggak?” ejek Heeseung.

Jake melotot, menepuk pundak Heeseung.

“Yang udah tahu jawabannya nggak usah nanya lagi” dengusnya.

Tertawa, Heeseung bergumam.

“Udah jadian nih?” tanyanya lagi.

Kesal, Jake kembali memukul pundak Heeseung keras. Buat Heeseung ketawa lagi.

Bersenandung, Heeseung menyanyi pelan. Hatinya lagi berbunga-bunga.

Sedangkan Jake yang terbuai dengan suaranya langsung menyadarkan kepalanya di pundak Heeseung, menutup matanya. Ikut bahagia.

Keduanya berjalan bersama, ditemani semilir angin di malam hari dan lampu jalan yang menerangi.

-Pacar idaman

“Aku pulang!”

Jake yang sedang minum teh segera berbalik, melihat Sunoo yang basah berlari masuk ke dalam rumah.

“Kamu main hujan lagi?” tanya Jake, hampir keselek.

Sunoo tersenyum lebar, menunjukkan eye smilenya kearah Jake. Mana bisa Jake marah kalau udah liat dia senyum gitu.

Menghela nafas, Jake segera masuk untuk mengambil handuk.

Tangannya terulur, membungkus Sunoo seperti anak kucing.

“Makasihh” ucap Sunoo, masih tersenyum.

Ikut tersenyum, Jake mengecup ujung hidung Sunoo.

“Mandi gih, udah mau masuk angin kamu. Keran air panasnya udah jadi, aku udah benerin”

Sunoo mengangguk, segera berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi.

“Bawain baju aku ya!” seru Sunoo, sebelum menutup pintu.

Mengiyakan, Jake bergegas mengambil baju Sunoo, memberikannya.

“Sayang, nih”

“Taruh di depan pintu aja Jake” suara Sunoo samar-samar terdengar.

Jake lalu menaruh bajunya di depan pintu.

Beralih ke dapur, Jake membuatkan teh hangat untuk Sunoo. Takut jika pacarnya benar-benar masuk angin.

Dia bahkan sempat memanaskan sup untuk Sunoo.

Setelah 15 menit, Sunoo lalu keluar dari kamar mandi.

“Sini, aku keringin rambutnya abis itu makan” panggil Jake, menarik kursi di meja makan agar Sunoo duduk.

Mendengar, Sunoo lalu mengikuti perkataan Jake. Duduk, sebelum menyerahkan handuknya ke tangan Jake.

“Gimana kelasnya tadi?” tanya Jake, sibuk mengeringkan rambut Sunoo.

“Susah, tadi dosennya galak banget. Gerak dikit aja langsung diceramah, mana aku harus ngadepin dia selama satu semester lagi...” keluh Sunoo.

Jake terkekeh. “Harus sabar kamunya”

Mendumel, Sunoo meraih gelas teh yang dibuatkan Jake untuknya.

“Kamu enak, udah lulus”

Jake tersenyum, tangannya terulur untuk menepuk jidat Sunoo.

“ADUH!”

“Lebay” ucap Jake.

Namun tangannya mengelus kepala Sunoo sayang.

Mendengus, Sunoo lalu meminum teh.

“Kamu nggak dingin?” tanya Sunoo.

Jake mengerutkan dahinya. “Nggak tuh”

“Aku dingin”

Menaikkan kedua alisnya, Jake lalu menaruh handuk dari tangannya. Dia segera mengambil kursi di depan Sunoo, ikut duduk.

“Mana sini tangan kamu” ujarnya, meminta tangan Sunoo.

Sunoo mengulurkan tangannya, langsung dipegang Jake.

Jake menggesek kedua tangan Sunoo, lalu menghembuskan nafasnya disana. Begitu terus sampai dia rasa tangan Sunoo hangat.

“Hehe, makasih. Manis banget sih”

Tersenyum, Jake lalu mengecup kedua tangan Sunoo.

“Aku kasih pelukan, tapi abis kamu makan” ucapnya, kini sibuk menaruh piring dan sendok ke hadapan Sunoo.

Sunoo mengangguk, dia menatap Jake lembut.

Pacarnya terbaik pokoknya!

“Aku bikin apa sih sampe bisa dapat kamu” gumam Sunoo.

Jake menoleh, menggelengkan kepalanya.

“Kebalik. Aku yang harusnya nanya itu.”

Pipi Sunoo merona, tak tahan dengan tatapan Jake kearahnya. “Hihi”

“Dah yaa, makan dulu” lanjut Jake.

Tersenyum manis, Sunoo lalu meraih sendok. Makan. Ditemani Jake, yang senantiasa menatapnya penuh cinta.

-Kincir angin

Sunghoon mendengus, merinding saat merasakan terpaan udara malam.

Matanya bergerak tak nyaman, melihat Jay dan Jake yang bersemangat sekali. Lompat sana lompat sini di pasar malam.

“Naik kincir angin yuk!” seru Jake, menarik lengan Jay kuat.

“Sabarrr” balas Jay menepuk jidat Jake.

Alhasil, keduanya kembali beradu mulut.

“Mereka lucu ya, berantem mulu”

Sunghoon menoleh, melihat Heeseung yang tersenyum melihat duo cacing.

“Ngeselin lebih tepatnya” ucap Sunghoon kesal.

Terkekeh, Heeseung melirik Sunghoon.

“Kenapa bisa sampai disini?” tanyanya.

Sunghoon mengedikkan bahunya. “Jake maksa, kalau kak Heeseung?”

Menipiskan bibirnya, Heeseung menunjuk Jay dengan dagunya.

“Si Jay manggil”

Mengangguk, Sunghoon lalu mengedarkan pandangannya. Menatap sekitar, sambil berjalan mengikuti Jay dan Jake.

“Sip, naik kincir angin kita” ujar Jake, berbalik kepada keduanya.

Sunghoon mengangguk asal, sedangkan Heeseung menggaruk tengkuknya.

Jay melirik Heeseung, tersenyum miring.

“Ayo naik!” seru Jake, menarik Heeseung dan Sunghoon.

“Sabar bego, gue susah naik!” teriak Sunghoon saat dipaksa masuk.

Heeseung tersentak, dengan cepat menarik lembut Sunghoon yang limbung.

“Hati-hati” ucapnya.

Mengerjap, Sunghoon seketika terdiam.

Seseorang menutup pintu bilik, membuat Sunghoon membelalak.

“Eh, kalian gimana?!” serunya.

Jay dan Jake tersenyum. “Kita di bilik sebelah! Ngomong yang banyak ya!” seru Jay melambaikan tangan heboh.

Bungkam, Sunghoon menatap keduanya tak percaya.

Ia memalingkan wajahnya, terdiam saat melihat Heeseung sibuk melihat langit malam.

“Bagus ya pemandangannya” ucap Heeseung, menunjuk pemandangan malam dari atas.

Sunghoon mengangguk. “Iya, bagus”

“Kak kok bisa temenan sama Jay?” tanya Sunghoon, mencoba membuka topik baru.

“Hm?”

Heeseung terdiam, terlihat bimbang.

“Udah lama sih, temenan sejak SD. Cuma baru sekarang dekat lagi”

Bergumam, Sunghoon mengangguk. “Dekat karena apa?”

Heeseung menatap Sunghoon lamat.

“Karna lo” jawabnya pelan.

“Ha kak?”

Memalingkan wajah, Sunghoon keliatan bingung saat Heeseung tersenyum manis kearahnya.

“Gue minta tolong ama dia, buat pdkt sama lo”

Mengerjap, nafas Sunghoon tercekat.

“Jadi... kak suka sama gue?”

Heeseung mengangguk. “Iya”

Otomatis, hati Sunghoon berdetak kencang. Ia menunduk kecil, gugup seketika.

“Gapapa kok kalau lo rasa ini aneh, gue aja bingung kenapa bisa ngomong gini” ujar Heeseung, meringis kecil.

Menahan senyum, Sunghoon bergumam kecil.

“Gak kok kak, anehnya juga gue nggak rasa ini aneh”

Senyuman Heeseung mengembang. “Jadi pernyataan cinta gue diterima nggak?”

Sunghoon tertawa. “Diterima nggak ya?”

Menggelengkan kepalanya, Heeseung menatapnya gugup.

“Hobi banget bikin hati gue nggak tenang”

Sunghoon tertawa guna menutupi hatinya yang juga nggak tenang.

“Gue mikir lagi kak” jawabnya pelan.

Tersenyum manis, Heeseung mengangguk.

Menoleh, keduanya lalu tersadar sesuatu.

“Kok daritadi nggak gerak ya?” tanya Sunghoon.

Heeseung spontan menatap keluar, suara teriakan samar-samar terdengar.

“Kincir anginnya tiba-tiba berhenti! Jangan panik, sekitar 15 menit lagi udah jadi!”

Terdiam, baik Sunghoon dan Heeseung saling menatap satu sama lain.

“Jadi kita kejebak?”

Sunghoon tertawa, mengangguk.

“Yaudah, mumpung ada waktu kenal lebih dekat yuk. Siapa tahu langsung iya mau pacaran” ucap Heeseung

“Bisa aja kak”

Tersenyum manis, keduanya lalu kembali membuka percakapan. Tapi kali ini ada bumbu manisnya.

-Salju pertama

“KAK HEESEUNG”

Tersentak, Heeseung yang sedang tertidur membelalak. Terkejut saat mendengar suara teriakan.

“Jungwon! Dek ada apa?!” teriaknya panik, segera bangkit dari kasur.

Berjalan limbung, Heeseung sempat kejedot pintu.

Sial sekali pagimu Heeseung.

Jungwon berlari mendapati Heeseung, menunjuk kaca balkon hotel.

“Liat! Salju!” serunya, menggoyangkan tangan Heeseung bersemangat.

Menoleh, Heeseung lalu menatap kaca balkon.

Benar, salju mulai turun di kota Seoul.

Jungwon melompat kecil. “Aku nggak sabar mau main keluar” ujarnya.

Ini salju pertama keduanya setelah menikah. Maklum, milih kota honeymoon di Seoul soalnya.

Mengerjap, Heeseung tersenyum melihat Jungwon yang kian mengeratkan pelukan di tangannya.

Sampai dia tersadar sesuatu.

“Dek”

Jungwon menoleh. “Hm?”

“Berarti bakal dingin banget dong” ujarnya.

Mengangguk ragu, Jungwon menatap Heeseung bingung.

“Kenapa emangnya kak?”

Tersenyum lebar, Heeseung beralih memeluk Jungwon dari belakang.

“Asik, bakal dapat pelukan hangat melulu nih” gemasnya, menggoyangkan bersemangat kanan kiri badan Jungwon di pelukannya.

Jungwon spontan memberenggut.

“Aku mau main diluarrr”

Heeseung hanya mengangguk.

“Ya gapapa, nanti kalau udah dingin kamu tinggal masuk terus peluk aku. Nanti aku kasih pelukan hangat” ujarnya.

Pipi Jungwon spontan merona, dia bergumam kecil.

“Yaudah, nggak jadi”

Mengerutkan dahinya, Heeseung terlihat ingin protes.

Jungwon mengadah, menatap wajah Heeseung.

“Disini aja aku, meluk kak Heeseung seharian”

Argghhhh hati Heeseung nggak kuat!

“Sini kamu, gemes banget. Nggak kuat aku” ujarnya,langsung menghujani wajah Jungwon dengan kecupan-kecupan manis.

Jungwon tertawa, merasa geli.

Merasa sudah cukup, keduanya lalu kembali menatap sekitar mereka.

Salju pertama, bersama.

-Bak Tamasya

“Jake harus liat nanti pokoknya kebun stroberi papa yang baru”

Tersenyum, Jake mengangguk pasrah. Apapun itu untuk calon papa mantu.

Sunghoon menoleh ke belakang, menatap kesal kepada papanya.

“Dek, nggak usah respon omongan papa ya”

Papa Sunghoon berdecak, menatap anaknya sinis.

“Sirik. Ngomong sama pak Mamang sana”

Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Iya den, pak Mamang mulai ngantuk nih” ujar pak Mamang, cengegesan.

Menahan tawa, Jake tanpa sadar memalingkan wajahnya.

“Papi...” panggil Jake, melihat sang papa tiri sedang tertidur.

Kepala papa tirinya membentur pelan di kaca mobil.

Meringis, Jake dengan perlahan meraih kepala papa tirinya pelan, memindahkannya ke pundaknya.

Bersandar di pundaknya nyaman.

Tersenyum tipis, Jake lalu menutup matanya, ikut tidur.

Sunghoon melirik kecil, tersenyum saat melihat perilaku Jake.

Perjalanan mereka kini dihiasi percakapan Sunghoon dan pak Mamang.

***

“Kak Jakeeee” Jungwon berseru, berlari ke pelukan sang kakak tepat setelah turun.

Jake menoleh, membalas pelukan Jungwon.

“Gimana perjalanannya tadi?” ejek Jake.

Mendengus, Jungwon memelas.

“Pulang aku naik bareng kak Jake ya?”

Jake tertawa, lalu mengangguk pelan.

Menyusul di belakang, rombongan keluarga tersebut masuk ke dalam butik.

Sunghoon berjalan mendekat, meraih tangan Jake.

Mendekat, Sunghoon berbisik. “Pulang kita tinggalin papa ya”

Jake melotot. “Heh! Berani ya!”

Tertawa, Sunghoon lalu menarik pinggang Jake erat.

“Ayo masuk.”

“Jake!”

Baik Sunghoon dan Jake spontan berbalik.

Sunoo tersenyum, berjalan lebih cepat untuk menghampiri keduanya.

“Sayang, kalau udah, nelfon jangan lupa!” seru Ni-ki dari mobil.

“Iya, nanti aku telfon! Dadahhh” balas Sunoo, melambaikan tangan.

Tersenyum, Jake dan Sunoo lalu terkekeh.

“Halo dokter Sunghoon”

Sunghoon mengangguk kecil. “Masuk bareng ayo” ajaknya.

Ketiganya masuk bersama, menemui sang pemilik butik.

“Halo, reservasi atas nama Park Sunghoon?” tanya wanita tersebut, ramah.

Sunghoon mengangguk. “Iya”

“Gue baru tau kalau mau ke butik boleh reservasi” bisik Sunoo.

Jake lantas mengedikkan bahunya. Menatap Sunghoon.

“Reservasi buat apa?”

Sunghoon tersenyum, mengusak rambut Jake.

“Buat bilik, nggak enak gabung. Mending bilik sendiri, soalnya kita bawa rombongan juga”

Mengangguk, Jake lalu mengerti.

“Ayo masuk”

Berjalan masuk, Jake langsung ditarik. Pasalnya dia yang pertama cek jas duluan.

Disuruh pake satu-satu, terus disuruh berdiri buat ditunjukkin.

“Ihhh ini baguss warna putih!” seru mama Sunghoon, bersemangat.

“Yah, tapi bagusan warna hitam tapi ada bordir gold” sela Jungwon.

Sunoo berdeham. “Sebagai sahabat Jake, gue setuju ama Jungwon”

“Bener kan kak?”

Sunoo mengangguk heboh. Bertos ria Sunoo dan Jungwon.

“Bunda sih suka yang warna putih.” jawab mama Jake, kini tersenyum kearah mama Sunghoon.

“Warna hijau tua tadi aja, keinget warna daun stroberi papa” kini papa Sunghoon bersuara.

Papi Jake spontan menatap calon besannya heran, dasar maniak.

Kini Jake yang menatap mereka bingung, ini mau dengar yang mana?

“Kak Sunghoon?” panggil Jake, meminta pertolongan.

Namun yang dipanggil hanya menatapnya, tak berkedip.

“Kak?”

“Kak!”

“Ha? Iya? Kenapa?”

“Bagusan yang mana?” tanya Jake.

Sunghoon berdeham, bergumam lama.

“Jujur dek ya... Semua bagus, aku aja bingung bagusan yang mana”

Jake melengos. Sunghoon nggak membantu!

Mana bisa pilihhhh.

“Hitam! Hitam!” seru Sunoo dan Jungwon, bak kampanye.

“No no, putih bagusannn” ini yang protes duo ibu-ibu.

Papa Sunghoon geleng-geleng kepala. “Dah bilang hijau tua.”

Ribut mereka, berdebat soal jas. Syukur udah reservasi ruangan bilik sendiri, kalau nggak udah lama ditendang mereka.

Jake berpikir lama. Sebelum matanya membulat.

“Papi! Papi suka yang mana?”

Papi Jake tersentak, seluruh ruangan hening. Menatap intens papi Jake.

“Uh... kenapa nggak warna jas yang pertama aja Jake”

Jake menoleh, melihat gantungan jas yang habis dipakenya.

“Warna hitam tapi ada bordir putih itu pi?”

Papi Jake mengangguk. “Papi rasa itu paling bagus... Kamu juga pernah bilang kan? Nanti nikahan, kamu suka make jas hitam”

Jake spontan menatap papa tirinya tak percaya, itu ucapannya saat kuliah dulu.

Sudah lama, tapi masih diingat.

“Itu aja Jake, bagus banget. Lagipula buket kamu putih kan?”

Sunghoon tersenyum, menatap Jake.

Ikut tersenyum, Jake mengangguk.

“So you wanna say yes to the suit?” tanya sang pemilik butik.

Jake mengangguk kuat. “Yes”

Bersorak, satu ruangan seketika bertepuk tangan. Heboh.

Tertawa, Jake tak habis pikir menatap mereka.

-Pintu hati

“Gue suka lo.”

Jake menghela nafasnya, lelah.

“Iya gue tau” jawabnya cuek, kembali berjalan melewati sang pemuda bernama lengkap Park Sunghoon tersebut.

Mengedikkan bahunya, Sunghoon lalu berjalan bersisian dengannya.

“Gue bilang ini just in case gue belum bilang hari ini”

Memutar kedua bola matanya, Jake mengeratkan pegangannya pada tasnya.

“Lo ganggu tiap hari lebih tepatnya” desisnya.

Sunghoon mengangguk puas.

“Bagus, berarti lo ingat gue”

Mendelik, Jake berjalan lebih cepat. Memasuki perpustakaan sekolah.

“Lo kok hobi banget belajar?” tanya Sunghoon, memperhatikan Jake yang sedang mengambil buku dari rak buku.

Menatapnya datar, Jake tetap bungkam.

“Lo nggak capek belajar? Nih ya, daripada lo belajar sampe pusing mending belajar mencintai gue, gimana?”

Jake mendengus, geleng-geleng kepala.

“Gila” dumelnya, kini mencari tempat duduk.

Mengikuti dari belakang, Sunghoon tersenyum tipis melihat Jake.

“Kalau lo nggak bisa, nanti gue bikin sampe bisa” ujarnya, menopang dagunya dengan tangannya.

Sunghoon menatapnya lekat, tersenyum saat Jake menatapnya sinis.

“Diem.”

Mengangguk, Sunghoon melihat Jake yang sibuk membaca.

“Sat, gue iri sama bukunya.”

Jake berdecak, mana bisa fokus kalau si Sunghoon cuap-cuap kayak bebek.

“Kok lo betah duduk disini tiap hari?”

Arghhh Jake rasanya mau gila kalau diganggu melulu.

“Lo bisa diem nggak? Stress gue tiap hari denger suara lo”

Sunghoon terkekeh. “Yaudah, cepetan suka sama gue berarti”

Menutup bukunya, Jake menghembuskan nafasnya, frustasi.

Jake kini menatapnya, menarik nafas dalam-dalam.

“Gue nggak pacaran. Gue muak orang kayak lo yang cuma tau nebar modus, yang ujung-ujungnya zonk”

Mengangguk, Sunghoon menghela nafas.

“Jadi lo trauma?”

Jake diam.

Menatapnya, Sunghoon tersenyum tipis. Meraih tangan Jake, Sunghoon menggenggam tangannya.

“Jay nitip lo ke gue” ujarnya pelan.

Mata Jake melebar, mengigit bibirnya sendiri saat mendengar nama tersebut.

“Kakak lo sendiri yang nitip lo ke gue, kata dia lo orangnya baik, cuma kayak kucing garong”

Sunghoon terkekeh, dalam hati mengiyakan.

“Kata dia lo keliatan ganas, tapi sebenarnya hatinya lembek. Iya sih, buktinya gue bisa suka.”

Menciut, Jake menipiskan bibirnya.

“Jangan mau jatuh cinta sama gue, bego.” bisiknya.

Tatapan Sunghoon melembut. Mendengar bisikan Jake.

“Kata kakak lo, Jake orangnya nggak pernah ngerasa pantas buat dicintai.”

Jake menatap Sunghoon miris.

“Lo orang gila pertama yang suka gue sejak kejadian kak Jay.”

Sunghoon tersenyum miring. “Bukan salah lo dia pergi.”

Menahan tangisnya, Jake menunduk.

“Jangan takut jatuh cinta Jake, gue disini ngetok pintu hati lo.”

Tangan Jake diusap pelan, seakan-akan menenangkan.

“Kerja lo gampang, cuma buka. Semua orang di dunia ini pantas buat dicintai”

Tatapan Sunghoon menerawang.

“Orang bilang lo monster tapi gue nggak peduli kata orang. Karna tujuan gue cuma lo.”

Mendongak, Jake menahan nafasnya saat melihat Sunghoon yang menatapnya lembut.

Melemparkan senyuman termanisnya untuk Jake.

“Gue cuma denger kata hati gue, gue suka lo. Gue mau lindungin lo dari orang-orang jahat, mau genggam tangan lo saat lo ragu, mau peluk lo saat lo nangis.”

Sunghoon menarik nafasnya.

“Jadi gue minta, denger kata hati lo juga. Karna kak Jay pernah bilang sendiri, kalau lo pernah suka gue”

Melebarkan matanya, Jake panik di tempat.

“Jangan boong dong sama perasaannya sendiri” bisik Sunghoon, tertawa pelan saat Jake menunduk malu.

“Jangan goda gue sat!” teriak Jake salah tingkah.

Sunghoon kian melebarkan senyumnya.

Mengangkat kedua tangan Jake ke depan wajahnya, sebelum mengecupnya keduanya lembut.

“Jangan sembunyi lagi, ayo cintai gue juga”