CerealBunny

-UKS

“Lo nggak usah ikut upacara ya Noo? Pucat gini”

Sunoo tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya.

“Nggak mau, gue mau liat doi”

Jungwon menatapnya datar, kesel dia.

“Bego, doi lo anak PMR. Dia jaga di belakang, mending lo duduk manis di kelas aja.”

“Nggak mauuu, di kelas jauhh” ucapnya bersikeras.

Menepuk dahinya, Jungwon geleng-geleng kepala.

“Emang ya, definisi orang bego itu beda tipis ama orang jatuh cinta”

Sunoo melotot, hanya mendumel. “Iming yi, iring bigi iti bidi tipis imi iring jitih cinti. Halah, belum rasa sih lo”

“Bodo”

Berjalan bersama, Jungwon masih setia menuntun sahabatnya.

“Awas sampe lo pingsan, nggak bakal gue bantu angkat. Gue tendang malah”

Sunoo tersenyum, iyain.

Itu yang diucapkan 15 menit sebelum Sunoo benar-benar jatuh pingsan di tengah lapangan.

“PMR! SAHABAT GUE PINGSAN TOLONGGG” teriak Jungwon panik, mencoba mengangkat Sunoo sendiri.

Iya, dia yang paling heboh teriak minta tolong.

Pertolongan datang, membelah barisan rapih saat upacara.

“Ini dia yang pingsan?” tanya salah seorang PMR.

Jungwon melotot.

“Kagak! Ini dia lagi skipping!”

Esmosi dia wan kawannn.

“Angkat! Jangan cuma natap. Jadi PMR kok lemot kayak wifi tetangga?! Mau gue smackdown?!”

Kalap, anak-anak PMR segera mengangkat Sunoo.

Takut mereka ama amukan Jungwon, si atlet taekwondo terkenal.

Nyawa jadi taruhan kalau macam-macam sama dia.

“BEGO AWAS KALIAN” teriak Jungwon saat melihat ada orang yang menghalangi jalannya.

Upacara yang awalnya khusyuk, malah jadi kacau gara-gara teriakan Jungwon.

***

Sunoo mengerjap, menatap sekelilingnya perlahan.

“Nyet, dah bagun?”

Menoleh, Sunoo melihat wajah datar Jungwon menyapanya.

Tersenyum, Sunoo mengangguk.

“Lo angkat kan? Bukan tendang?”

Jungwon mendengus. “Gue ampir buang di selokan”

Tok tok

“Permisi, ada yang pingsan tadi?”

Sunoo dan Jungwon menoleh, menatap ketua PMR datang masuk ke ruangan.

Menggigit bibirnya, Sunoo gugup seketika.

“Iya kak Heeseung, ini ada yang pingsan”

Mengangguk, Heeseung lalu berjalan mendekat kearah mereka agar melihat lebih jelas.

Sunoo menelan ludahnya sendiri, hatinya dag dig dug kuat.

“Hm?” Heeseung membeku lama.

Jungwon yang di sebelahnya heran sendiri melihat kelakuan sang kakak kelas.

“Kenapa kak?”

Mengerjap, Heeseung berdeham kuat. Seketika jadi sok cool.

“Nama siapa?”

Sunoo menipiskan bibirnya. “Kim Sunoo”

Heeseung manggut-manggut.

“Sakit nggak jatuh dari langit?”

Baik Jungwon dan Sunoo mengerutkan dahinya.

“Ha kak?” tanya Sunoo, bingung.

Heeseung tersenyum tipis. “Lo malaikat kan? Titipan Tuhan buat gue?”

“Pffttt, bye. Gue pergi”

Berjalan cepat, Jungwon langsung keluar dari pintu UKS setelah mendengar gombalan maut Heeseung.

Brak!

Menutupnya keras, guna melampiaskan kekesalannya.

Terkekeh, Heeseung lalu menatap Sunoo yang tersipu malu.

“Tadi pagi nggak makan?”

Sunoo mengangguk kecil.

“Iya kak”

Tersenyum, tangan Heeseung terangkat untuk memegang dahi Sunoo, mengecek suhu tubuh.

“Baguslah, nggak panas”

Mati-matin si Sunoo nahan teriak.

“Kalau gue panggil makan mau?”

Menciut, Sunoo kembali mengangguk.

“Iya kak” cicitnya.

“Kalau gue panggil pacaran lo mau?”

“Iy- HA?”

Heeseung terkekeh, menatapnya lembut.

“Iyain kek”

Nggak kuat dia dengernya!

Sunoo pingsan. Beneran.

“Loh? LAH, PINGSAN LAGI?!”

-Hujan

Sunoo mengusap kedua tangannya, menatap rintikan hujan keras.

Menghela nafas, Sunoo kini terjebak di pangkalan ojek terdekat.

Dia duduk diam, menerawang sambil menunggu hujan reda.

Mata Sunoo menangkap sepasang remaja berlari berpegangan tangan menembus hujan.

Bak film India.

Sunoo sebenarnya eneg, tapi nggak jadi saat mengingat seseorang.

“Kira-kira dia masih ingat atau nggak ya” bisiknya pada dirinya sendiri.

Menggelengkan kepalanya, Sunoo merasa itu mustahil.

Sekitar 15 menit kemudian, Sunoo yang mulai lelah akhirnya berdiri.

Dia akan menerobos hujan.

Menarik tasnya, Sunoo menaruh tasnya di atas kepala guna pelindung kepala.

“Tunggu”

Sunoo berhenti, menoleh.

”... Loh?”

Melebarkan matanya, Sunoo sempat menciut saat melihat orang di depannya.

“Kak Heeseung...” gumamnya.

Heeseung menatapnya, meraih lengan Sunoo.

“Bareng yuk” ajaknya, membuka payung yang berada di tangannya.

“Gapapa kak?”

Heeseung mengangguk. “Gapapa, lagipula udah lebih kuat hujannya”

Menipiskan bibirnya, Sunoo lalu mendekat agar muat di payung tersebut.

Heeseung meliriknya kecil, mengangkat tangannya, merangkul pundak Sunoo lebih dekat.

Membuat Sunoo tersentak.

“Ayo”

Melangkah bersama, baik Heeseung dan Sunoo terdiam.

“Apa kabar kak?” tanya Sunoo.

“Baik Noo”

Sunoo mengangguk.

“Kamu?”

Tersenyum tipis, Sunoo mengangguk. “Baik juga kak”

Heeseung ikut tersenyum.

“Kalau hujan gini, jadi keinget waktu SMP ya...” ujarnya, menerawang.

Mengangguk pelan, Sunoo hanya terus menatap jalan.

“Iya kak”

“Dulu waktu SMP kita sering pulang bareng, kalau hujan langsung main terobos.”

Heeseung menatap Sunoo. “Sambil pegangan tangan” lanjutnya.

Sunoo tertawa kaku.

“Waktu masih tetangga kan?”

“Hmm, iya...”

Bergumam, Sunoo seketika merasa hatinya mencelos mengingat kenangan indah.

“Sebelum kak Heeseung pindah” gumamnya.

Meliriknya, Heeseung menipiskan bibirnya.

“Kamu kangen nggak kenangannya?”

Mengerucutkan bibirnya, Sunoo bergumam pelan.

”... iya sama orangnya. Eh?”

Sunoo langsung memukul mulutnya.

Ini mulut kenapa ember HEH?!

Terkekeh, tiba-tiba Heeseung menurunkan payung di tangannya.

Sunoo mengerjap, basah dia.

“Kak??!”

Tertawa, Heeseung segera mengulurkan tangannya.

“Kita reka kejadian lagi” ujarnya tersenyum manis.

Sunoo cengo.

“Karnaa??”

Mengedikkan bahunya, Heeseung menyibak rambutnya yang kini basah.

“Aku juga kangen kenangannya, sama orangnya”

Tanpa babibu, Heeseung menarik tangan Sunoo.

Menggenggamnya erat, lalu membawanya berjalan di bawah guyuran hujan.

“Awas sakit lagi ya kak!” seru Sunoo.

Mengingatkan kejadian lama.

Heeseung tersenyum lebar. Menatapnya lekat.

“Gampang”

“Ha?”

“Nanti kamu rawat lagi, kayak dulu”

Menatapnya heran, Sunoo salah tingkah seketika.

“AKU DULUAN BYE” teriaknya, berlari kencang.

Heeseung menggelengkan kepalanya.

“Bakal ketangkap”

Berlari, Heeseung dengan cepat menyusuli Sunoo.

Tangannya terulur, menangkap Sunoo dalam pelukannya.

“Ampun kak!” ujarnya sebelum tertawa saat dikelitik Heeseung.

Tertawa lebar, baik Sunoo dan Heeseung bermain di bawah guyuran hujan.

Bak anak kecil.

-Slowmotion

Brak!

“Sunghoon!”

Pintu didobrak, keras. Jake si pelaku, nyengir di depan pintu saat melihat sosok Sunghoon yang sedang tidur siang.

“Jake, jangan ganggu” gumam Sunghoon, menutup telinganya.

Tertawa riang, Jake langsung melompat ke kasurnya. Gusrak gusruk cuma buat meluk Sunghoon.

“Aku pulang ke pelukanmuuu” nyanyinya, lalu tertawa.

Sunghoon menahan tawanya, padahal masih menutup matanya.

“Lagu darimana itu?” tanya Sunghoon, tersenyum tipis.

Jake terkikik, senang melihat senyuman Sunghoon.

“Nggak tau, aku berbakat bikin lagu kayaknya” ujarnya.

Sunghoon menghela nafasnya, membuka matanya untuk melihat sosok Jake di depannya.

“Kamu kenapa bahagia banget hari ini?” tanyanya, menariknya lebih dekat, membalas pelukan Jake.

Jake bergumam, berpikir.

“Nggak tau juga, bahagia aja kalau ketemu kamu”

Tersenyum, Sunghoon maju untuk mempertemukan hidung keduanya, menggesekannya.

“Lucu banget sih sahabatku”

Jake terkekeh, masih setia menatap wajah Sunghoon dari dekat.

Membuka matanya, Sunghoon ikut menatapnya lamat.

“Kapan status kita berubah?”

Senyuman Jake perlahan luntur, menipiskan bibirnya seketika.

“Maaf ya”

Sunghoon menghela nafasnya. “Aku nanya, bukan nagih permintaan maaf” ujarnya, dengan gemas menarik hidung Jake.

Mengaduh, Jake mengusap hidungnya.

“Sampai aku yakin”

“Yakin apanya?”

Jake bergumam, menciut seketika. Menarik ujung kaos Sunghoon untuk dipegang.

“Kita sahabat Hoon, dah lama. Aku mau yakinin diri aja, kalau kita bakal sampai selamanya”

Sunghoon mengangkat kedua alisnya. “Kamu takut kalau kita jadi pasangan terus putus, gitu?”

Jake mengangguk samar.

Kembali menatap kedua mata Sunghoon, Jake berucap. “Kita pelan-pelan aja ya? Sampai aku yakin perasaan kita bukan cuma karna terbiasa, tapi karna bener-bener cinta.”

Tersenyum tipis, Sunghoon mengangguk.

“Bakal aku tunggu sampai kamu yakin” ucapnya.

Jake balas tersenyum, dengan nyaman langsung memposisikan dirinya di dada Sunghoon, mencium bau tubuh Sunghoon yang menenangkan.

Kembali menutup matanya, Sunghoon kembali tergoda untuk kembali tidur.

Dengkuran halus tak lama terdengar setelah beberapa menit. Sunghoon tertidur.

Jake membuka matanya, menatap nanar Sunghoon.

“Maaf ya, aku bohong... Waktuku udah nggak lama. Nggak tahu kapan bisa terus bernafas” bisik Jake, kepada dirinya sendiri.

Menghela nafas, Jake meneteskan air matanya. Sebelum ikut tertidur, menyelam ke dunia mimpi.

-Perihal Club

“Jakeeeee aku nggak pergi ke club. Aku jemput si Jay disana”

Jake berbalik, menatap nyalang sang pacar.

“Apa sih kak, udah aku bilang aku nggak suka kamu jemput Jay disana”

Heeseung memelas, menarik lengan Jake.

“Aku nggak main disana, suer” ujarnya, menunjukkan jarinya yang membentuk 'peace'.

Mendecih, Jake melipat kedua tangannya di depan dada.

“Jangan anggap aku bodoh ya kak, aku liat insta storynya si Ni-ki kemarin. Jelas-jelas kamu masuk, ada disana.” tekan Jake.

Menjilat bibirnya, Heeseung menggeleng kuat.

“Nggak, itu cuma salah paham. Kemarin aku masuk, kan mau nyari si Jay di dalam...”

Jake mendecih, tak mendengarkan. Kembali berjalan melewati yang lebih tua. Sudah meraih gagang pintu apartemen, namun ditahan Heeseung.

“Eits, mau kemana kamu? Nggak boleh keluar.”

Menatapnya datar, Jake memutar kedua bola matanya.

“Aku mau kuliah, katanya nggak suka kalau aku bolos” ejeknya.

Heeseung menatap Jake gusar.

“Sayang, jangan gini dong...” bujuk Heeseung, meraih kedua tangan Jake. Mengusapnya pelan.

“Oke oke, aku akuin aku masuk. Tapi cuma sampe masuk abis itu keluar lagi, nggak lakuin apa-apa. Sumpah.” lanjutnya.

Jake menatapnya curiga, mencari-cari kebohongan di kedua mata Heeseung. Namun nihil, tak ditemukannya kebohongan.

Menghela nafas, Jake lalu mendekat kearah Heeseung.

Menaruh kepalanya di dadanya.

Heeseung membeku, bingung kenapa Jake begini.

“Kenapa hm?” tanya Heeseung lembut, tak ingin buat Jake lebih marah kepadanya.

Tangannya beralih mengelus kepala Jake lembut.

“Aku nggak suka tempat itu. Disana nggak ada yang bener, takut kamu jadi ikut-ikutan terbawa disana” gumam Jake pelan.

Mendongak, Jake menatap wajah Heeseung.

“Aku takut kamu ninggalin aku nantinya cuma karna hal-hal yang nggak diinginkan terjadi...”

Jake menipiskan bibirnya. “Kemarin aku takut banget pas liat storynya Ni-ki, langsung parno”

Menatapnya lembut, Heeseung mengecup pucuk kepala Jake lama.

“Maaf ya udah bikin kamu takut, janji nggak bakal lakuin itu lagi”

Jake bergumam, kini memeluk Heeseung erat. Keduanya masih terdiam, tak mengucapkan apapun karena nyaman dalam pelukan satu sama lain.

“Aku kuliahnya gimana?” bisik Jake.

Tersentak, Heeseung lalu melerai pelukan keduanya.

“Ayo, aku antar.”

Heeseung mengambil tas Jake, menyampirkan ke bahunya. Tangan kanannya mengambil tangan Jake.

Tertawa pelan, Jake tersenyum melihat pacarnya.

“Ayoo dah mau terlambat”

-Barista

Sunoo suka kopi.

Sukaaaaa banget. Saking sukanya dia tiap hari pergi ke cafe, entah cuma untuk duduk, makan roti, bikin tugas, atau nggak ya minum kopi.

Dia betah lama-lama disana.

Sunoo suka suasananya, makanannya, minumannya, sampai baristanya.

Iya, barista.

Dia jatuh hati sama si barista yang baru kerja disana. Jadi alasan Sunoo untuk ke cafe jadi lebih kuat.

“Permisi”

Mata Sunoo berbinar, menatap sang barista yang berjalan kearahnya.

“Iya, kenapa?”

Barista ber-name tag Jake tersebut tersenyum, menaruh kopi ke mejanya.

Sunoo bingung.

“Dari siapa kak?”

Berbalik, Jake menunjuk meja yang tak jauh darinya.

“Dari pemuda sana”

Menahan kesal, Sunoo menghela nafasnya.

Selalu dan selalu. Setiap hari ada saja orang yang akan merayunya dengan embel-embel tawaran apa saja.

Perantaranya pun selalu sama, Jake.

“Nggak kak, gue nggak nerima” jawab Sunoo, menolak gelas kopi tersebut.

Mengangguk, Jake lalu berbalik dan kembali menaruh minuman tersebut ke meja sang pemberi.

Sunoo tak habis pikir dengan orang-orang.

“Gila”

Suka kok ama orang asing, padahal kan cuma natap sekali. Serasa takdir.

Eh, nggak deng.

Dia lupa diri, padahal dia juga gitu.

Pertama kali liat Jake yang berdiri di belakang meja counter, Sunoo langsung tahu, ini adalah takdir!

Menggelengkan kepalanya, Sunoo lalu kembali menatap bukunya, fokus belajar.

Jatuh cinta boleh, bego jangan. Harus tetap belajar, sambil natap gebetan biar lebih termotivasi.

Mantap.

Saat matahari tenggelam, Sunoo yang masih berkutat dengan kesibukannya sampai lupa waktu.

“Hey...”

Sunoo melengos. Padahal udah mau selesai.

APA LAGI INI!

Nasib jadi manusia gemesin ya gini, banyak gangguan.

Sunoo mendongak. “Iya dengan siapa?”

Mengerjap, Sunoo sempat menahan nafasnya saat melihat Jake kembali menghampirinya.

“Ini, buat lo”

Tangan Jake terulur, menaruh sepiring choco cookies, dengan tambahan senyuman menawan darinya. Hampir bikin Sunoo pingsan di tempat.

“Gue nggak mesan kak” ujarnya kikuk.

Menggelengkan kepalanya, Jake menatapnya.

“Buat lo”

Sunoo menatap sekitarnya, menerka-nerka siapa lagi yang kasih.

Jake tersenyum, terkekeh kecil.

“Dari gue”

“Ha?”

Hati Sunoo berdetak kencang, lagi-lagi susah nafas karna liat ketawanya Jake.

“Semangat belajarnya...” ujarnya.

Langsung termotivasi si Sunoo kalau gini!

“I-iyaa, makasih” jawab Sunoo gugup parah.

Jake berniat untuk berbalik, sampai tangan Sunoo menahannya membuat Jake berhenti.

Menoleh, Jake menatapnya bertanya-tanya.

“Kenapa?”

Alamak, Sunoo bingung mau jawab apa. Dia cuma refleks!

Sunoo panik, tanpa berpikir dua kali langsung berucap.

“Duduk kak, udah ganti shift kan?” tunjuk Sunoo ke kursi kosong di hadapannya.

HAHA.

Menunduk, Sunoo diam-diam merutuki dirinya sendiri.

Tau bego? Iya, itu dia.

Namun pergerakan di depannya membuatnya bungkam. Jake benar-benar duduk di depannya.

“Eh? Beneran udah selesai shiftnya?”

“Iya... Dikit lagi pulang” jawab Jake, tersenyum miring.

“Jadi...”

“Gue Jake, kalau lo?” tanya Jake, menopang kedua lengannya di meja. Malah keliatan lebih dekat.

Menipiskan bibirnya, Sunoo malu-malu menjawab. “Sunoo”

Jake mengangguk. “Kelas 12 ya?”

“Iya... kalau kak Jake?”

“Udah kuliah dek”

DEK KATANYA. Sunoo menarik nafasnya, takut malah tak bernafas. Hanya mengangguk asal.

“Lo sering kesini kan jauh sebelum gue kerja disini?” tanya Jake.

Sunoo heran. “Tau darimana kak?”

Jake menahan senyumnya, berdeham pelan.

“Sering liat, gue biasa lewat sini tiap pulang kuliah.”

Sunoo hanya ber-ohria.

“Nggak makan kuenya?” tanya Jake.

Tersentak, Sunoo lalu cengegesan di tempat. “Oh iyaa, ini makan” ujarnya, beralih mengambil sepotong kue dan memakannya.

Di depannya, Jake terus menatapnya. Tak melepaskan tatapannya barang sedetikpun.

Sunoo yang susah payah menelan karena perbuatan Jake.

“Lo makan lucu ya, kayak hamster”

“Uhuk! Uhuk! Air! Uhuk!”

Jake panik, berdiri untuk mengambil air putih, berlari ke balik counter dan memberikannya kepada Sunoo.

Membantunya, Jake memegang botol air minum tersebut agar diminum Sunoo.

“M-makasih kak” ujar Sunoo menjauhkan botol air minum.

Menghela nafasnya, Jake menatap lamat Sunoo yang kini sedang mengelus dadanya berulang kali.

“Belepotan...” gumam Jake.

Sunoo menoleh, menatap Jake.

“Hm?”

Tiba-tiba tangan Jake terangkat, mengusap ujung bibir Sunoo dengan telaten lalu tersenyum. “Udah” ucapnya puas.

“Kak”

Jake mengerjap, menatap wajah datar Sunoo.

“Kenapa?”

“KASIAN HATI AKUUUU” seru Sunoo menunduk sambil menutup wajahnya.

Memukul kepalanya di atas meja, keras.

“Dek?!”

-Papa Mantu

Jake dan mama Sunghoon tiba di mansion, lumayan lama karna macet tadi.

Berjalan ke arah dapur, Jake tiba-tiba dihadang mama Sunghoon.

“Jake capek kan? Duduk dulu nak, nanti mama sama bibi yang masak”

Jake mengernyit, panik dia.

“Loh ma? Kok gitu? Tadi kan mau masak bareng, masa Jake ditinggal” ucapnya tak trima, tak mau jadi calon menantu durhaka.

Menggelengkan kepalanya, mama Sunghoon mendorong Jake pelan.

“Sebagai gantinya, kamu ke sana deh. Bareng papa Sunghoon, dia kesepian soalnya.” tunjuk mama Sunghoon kearah ruang tamu.

Jake menoleh dari kejauhan bisa melihat papa Sunghoon yang sedang bermain catur sendirian.

“Ckck, kasian... Dah tua” gumam mama Sunghoon.

“Mama lupa umur deh” ceplos Jake seketika. Langsung menutup mulutnya sendiri.

Mama Sunghoon spontan tertawa, menepuk pundak Jake.

“Maaf Ma, keceplosan” ujar Jake, langsung tak enak hati.

Tersenyum, mama Sunghoon tak menghiraukan ucapan Jake.

“Dah dahh kamu kesana ajaa” usirnya kepada Jake.

Berjalan pelan, Jake lalu menghampiri calon papa mantunya.

Lucunya, walaupun pertemuan keluarga berjalan dengan lancar, Jake masih bisa merasakan ada dinding penghalang diantara dia dan calon papa mantunya.

“Hai om”

Duh, Jake jadi segan saat liat aura papa Sunghoon.

Mirip banget anaknya itu loh! Dingin, tak tersentuh.

Kayak pertama kali Jake ketemu Sunghoon, ya gini auranya.

Papa Sunghoon menatap Jake datar.

“Bisa main catur kamu?”

Buset. Dingin kali!

“Bisa om...” gumam Jake, langsung duduk di hadapan papa Sunghoon.

Papa Sunghoon tak tahu, motto hidup Jake sewaktu SMA ialah matematika ilmu yang menyenangkan.

Ingat permisa! Jake ini anak perawat, otomatis dia dulu anak IPA.

Masalah catur cuma masalah kecil baginya.

“Skakmat”

Mata papa Sunghoon melebar, menatap tak percaya.

“Jago juga kamu...” ujar papa Sunghoon tak hentinya menatap papan catur.

Tersenyum, Jake diam-diam bangga sama dirinya sendiri.

“Main lagi?”

Jake mengangguk. Mengiyakan ajakan papa Sunghoon.

Dan mereka bermain berkali-kali, hingga keduanya bosan bermain catur.

“Skakmat lagi om, gimana dong?” ejek Jake, berhasil mengalahkan calon papa mertuanya lagi dan lagi.

Seketika suara tawa papa Sunghoon bergema di ruang tamu.

“Hebat sekali kamu, baru kali ini saya kalah terus main catur. Bahkan pak RT aja tidak bisa”

Jake terkekeh.

“Kamu pernah ikut lomba?”

“Dulu pernah ikut kejuaraan catur waktu SD, om”

Papa Sunghoon mengangguk.

“Jangan panggil om, panggil papa aja”

Melebarkan matanya, Jake merasakan kini papa Sunghoon telah mengakuinya sebagai calon menantu.

***

“Sunghoon pulang...”

Tepat di depan pintu, mata Sunghoon bolak balik memerhatikan isi rumah.

Berlari ke dapur, karna pikir Jake ada disana.

“Udah pulang nak?” tanya mamanya, menyambut Sunghoon.

“Iya ma. Mana Jake?” tanya Sunghoon langsung.

Menghela nafas, mama Sunghoon menunjuk ruang keluarga.

“Sama papa kamu. Daritadi dia nggak mau biarin Jake pergi, selalu manggil Jake daritadi.”

Sunghoon mendengarnya heran.

Papanya?

Papanya yang keras kepala, dingin, dan nggak banyak bicara?

“Ha? Papa?”

Mama Sunghoon mengangguk.

“Iya... Papa kamu, sejak main catur ama Jake, nempel melulu ke dia. Tadi aja minum teh bareng mereka, terus jalan ke kebun bareng.”

Tanpa aba-aba, Sunghoon cepat-cepat ke ruang keluarga. Mendapati keduanya yang sedang baca buku bersama.

“Jake...”

Mengadah, Jake mendapati Sunghoon. Langsung menutup bukunya, dan tersenyum.

“Hei, dah pulang?”

Berjalan mendekat, Sunghoon lalu mengecup pipi Jake singkat.

“Hai pa” sapa Sunghoon.

Papa Sunghoon hanya menatapnya sekilas, lalu bergumam.

“Aku antar pulang?”

“Makan malem bareng yuk, mama dah masak loh. Aku tadi yang nemenin ke supermarket” ajak Jake.

Sunghoon hanya mengangguk, iyain.

“Besok Jake balik lagi sini”

Baik Sunghoon dan Jake tersentak, menatap papa Sunghoon yang menurunkan bukunya.

“Loh? Kenapa pa?” tanya Sunghoon.

“Papa mau bawa Jake ke kebun lagi, nunjukkin stoberi kesayangan papa udah tumbuh”

Jake spontan mengerjap, bersemangat dia. “Iya ya?”

Menoleh, Sunghoon langsung menggelengkan kepalanya.

“Nggak, nggak. Jake harus istirahat” ujar Sunghoon, menarik pinggang Jake mendekat.

Langsung posesif.

“Loh? Aku nggak capek kok”

Menghela nafas, Sunghoon lalu tersenyum manis.

“Nggak Jake. Kamu kecapean, titik.”

Jake hanya bisa elus-elus dada.

“Jadi anak pelit ama orang tua, durhaka. Jake itu masih menantu papa”

Sunghoon spontan melotot mendengar hal tersebut. Memalingkan wajahnya kepada Jake lagi.

“Nggak bakal balik lagi sampe hari pernikahan”

“HEH DOSA SAMA ORANG TUA KAMU”

-Pulang

Sunoo pura-pura menghela nafasnya, membuat atensi sang lebih tua berbalik kearahnya.

Jay mengangkat kedua alisnya.

“Kenapa?”

Tetap diam, Sunoo kembali menghela nafas, kedengaran lelah.

Merasa ada yang aneh, Jay lalu menurunkan handphonenya. Duduk tegak.

“Hei, kenapa kamu? Ada yang sakit? Atau lagi sedih?”

Bersorak dalam hati, Sunoo akhirnya berhasil mengalihkan fokus Jay kearahnya.

“Nggak kak, lanjut aja mainnya” ujarnya, masih berpura-pura.

Jay sontak menggelengkan kepalanya. “Nggak, ngomong dulu sama aku. Baru aku lanjut main”

Sunoo hanya tersenyum paksa. Menatap layar handphonenya.

“Loh, ini udah telat kak Jay” ujarnya, menunjuk jam di layar handphone.

Mengerjap, Jay menatap Sunoo tak percaya.

“Terus?”

Sunoo menatapnya. “Biasanya kan kak Jay pulang jam begini?”

Spontan, Jay menatap Sunoo bingung.

Sunoo tak pernah begini sebelumnya biasanya pacarnya akan bergelayut kepadanya. Sampai telat, lalu Jay yang akan minta pulang.

Dia tak pernah mengusirnya.

“Apa sih sayang? Nggak...”

Menahan tawa, Sunoo berdeham.

“Kan biasanya kak Jay pulang jam begini... Bener kan yang aku bilang?”

Jay kian menatapnya heran, sebelum menggelengkan kepalanya kuat.

“Nggak nggak. Aku masih mau disini, nggak ada cerita.” ujarnya, menolak keras.

Beneran takut kalau si Sunoo marah sama dia.

Sunoo mengedikkan bahunya.

“Udah malam kak, pulang gih”

Memelas, Jay langsung menarik lengan Sunoo.

“Kamu kok gini? Ngambek sama aku? Aku bikin salah lagi? Hm?” tanya Jay, kalap.

Sunoo mengatupkan mulutnya, takut tertawa.

Merenggut, Sunoo ikut memelas.

“Kak Jay sih... Main handphone mulu”

Melebarkan matanya, Jay langsung merasa bersalah. Dia menarik tangan Sunoo lagi, sebelum mengecupnya sayang.

“Maaf yaaa, maaf...”

Sunoo tersenyum. “Yaudah, aku maafin. Sekarang pulang ya?”

“Nggak mau. Nggak.” tolak Jay. Dengan gencar menarik Sunoo dalam pelukannya.

Tertawa pelan, Sunoo hanya geleng-geleng kepala.

Sunoo memeluk lengan Jay erat, membuat keduanya terdiam cukup lama.

“Terus kapan?”

“Apanya?”

“Pulang”

Jay mencebik.

“Nggak, aku nginap. Titik” ujarnya langsung menarik pinggang Sunoo posesif.

-Belanja

Jake menegang, menatap Sunghoon lalu melirik mama Sunghoon bergantian.

Keduanya sedang beradu mulut, memperebutkan Jake di depan dapur.

“Mama mau masak bareng Jake, kamu ke rumah sakit aja”

Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Nggak ma, Sunghoon mau disini bareng Jake nggak lama sebelum balik lagi”

Mendengus, mama Sunghoon lantas menarik Jake kearahnya.

“Kamu kesana aja, mama mau sama calon mantu mama.”

Jake tersenyum, menatap Sunghoon meminta pertolongan.

Meraih lengan Jake, kini Sunghoon yang menarik Jake mendekat.

“Nggak ma, Jake baru sampe. Kasian kecapean dia”

Mama Sunghoon menatap Jake. “Kamu kecapean sayang? Kok nggak bilang-bilang”

Jake gagap di tempat.

“N-ngak ma, Jake nggak capek kok”

Menghela nafasnya, Sunghoon memijit pelipisnya.

“Yaudah, Jake mau kan abisin waktu sama mama?”

Berusaha tersenyum, Jake pun mengangguk pelan.

Haduh. Nggak enak nolak.

“Dah kan? Sekarang kamu pergi kerja sana. Mama mau abisin waktu sama calon menantu mama” ujar mama Sunghoon, mengusir anaknya sendiri.

Sunghoon mendengus, melirik Jake.

“Kalau ada apa-apa langsung telfon aku” bisiknya, sebelum mengecup pipi Jake.

Tersenyum hambar, Jake mengigit bibirnya sendiri. Kesal.

Mentang-mentang ada di rumah! Pamer mesra ke mamanya sendiri!

Berjalan pergi, Sunghoon lalu keluar dari mansion besar tersebut.

“Nah, karna sumber masalah udah pergi... Ayo ke supermarket” ajak mama Sunghoon.

“Iya ma” ujar Jake, pasrah saat ditarik.

***

“Mama mau masak apa?” tanya Jake, mendorong troli.

Mama Sunghoon bergumam melihat beberapa sayur di section sayur dan buah-buahan.

“Kita bikin makanan kesukaan papa mantu kamu sama Sunghoon aja, gimana?” tanya mama Sunghoon.

Jake hanya manggut-manggut. Iyain.

“Capcay kan ma?”

Mama Sunghoon menoleh, terkejut.

“Kok tahu sayang?”

Jake tersenyum. “Jake dulu waktu jaman kuliah sering bikin itu buat kak Sunghoon pas dia sibuk sampe lupa makan”

Mama Sunghoon tertawa.

“Dia yang bilang?”

“Iya ma... Kak Sunghoon justru yang minta dibikinin” jawab Jake terkekeh.

Tersenyum lebar, mama Sunghoon menatap Jake.

“Sunghoon kalau udah manja gitu berarti kamu udah lama dia target”

Jake mengerutkan dahinya. “Target apa ma?”

Baru saja akan menjawab, tiba-tiba ada yang menginterupsi percakapan mereka.

“Aduhhh jeng! Udah lama nggak ketemu”

Haha, Jake hanya membeku di tempat melihat duo ibu-ibu sedang ngerumpi dadakan.

“Eh, kenalin dong... Ini Jake, calon mantu saya. Dia bakal menikah sama anak saya si Sunghoon”

Jake memaksakan senyuman, berjabat tangan dengan ibu yang berada di depannya.

“Halo tante, saya Jake”

“Halo Jake, tante temennya calon mertua kamu”

Tersenyum, ibu tersebut menyenggol mama Sunghoon.

“Udah punya mantu aja... Dikit lagi udah punya cucu”

Sisanya udah tau kan? Bakal serempong apa mereka berdua?

Benar-benar jadi patung si Jake. Canggung betul!

Setelah selesai urusan dengan teman mama Sunghoon, keduanya lalu cepat-cepat menyelesaikan apa yang mereka ingin lakukan.

Segera pulang, takut kesorean.

-Pacar Royal

Punya pacar seperti Jay adalah sebuah keuntungan bagi sebagian orang.

Pasalnya, lelaki itu bukan cuma punya modal wajah, tapi juga modal masa depan.

Dia kaya. Dan royal.

Teman-teman Jake juga sering iri kepadanya, karna berhasil merebut hati si anak konglomerat.

“Kamu mau makan apa?”

Jake menoleh, menatap sosok Jay yang kini juga menatapnya.

“Nasgor aja deh”

Jay tersenyum.

“Kita lagi di restoran bintang 5 manis, aku nggak yakin ada nasi goreng”

Mampus.

“Oh iya ya... Hehe, maaf” Jake hanya mampu cengengesan, padahal udah malu banget.

Norak sekali wan kawan.

Kembali menatap daftar menu, Jake berpikir keras saat melihat harga satu porsi makanan setara dengan uang kuliah sampe lulus.

Seorang waiter menghampiri keduanya, siap menerima pesanan.

“Saya pesan steak aja, sama caviar. Untuk dessert, kasih yang paling laku disini” pesan Jay.

Menoleh, Jay lalu menatap Jake kembali.

“Udah mutusin mau pesan apa?”

“Air putih aja ya? Aku dah kenyang soalnya”

Menghela nafasnya, Jay lalu menatap sang waiter.

“Samain”

Sehabis mencatat, waiter tersebut langsung pergi.

Jake cepat-cepat menggelengkan kepala, namun tatapan Jay bikin dia bungkam.

“Kamu kenapa hm?”

Menunduk, Jake hanya bergumam pelan.

“Maaf, aku malu-maluin kamu ya?”

Melebarkan matanya, Jay menggelengkan kepalanya.

“Kamu ngomong apa sih... Nggak, kamu nggak pernah bikin aku malu”

Jake mendongak, tersenyum tipis.

“Kamu nggak nyaman makan disini?” tanya Jay, akhirnya peka.

Meringis, Jake perlahan mengangguk.

“Iya...”

Senyuman Jay melembut.

“Yaudah, ayo pergi dari sini”

“Loh, tapi kan udah pesan makanan tadi.” heran Jake.

Jay berdiri dari duduknya. “Gapapa, aku udah bayar juga. Kita pergi aja dari sini”

Menarik tangannya, Jay langsung membawa Jake yang bingung seketika.

Keduanya berjalan bersama, menaiki mobil Jay lalu melesat entah kemana.

“Mau kemana?” tanya Jake.

Jay meliriknya kecil, tangan kanannya yang bebas mengambil tangan Jake. Mengecupnya, tak melepaskannya.

“Kita ke warung bu Mirna aja. Pasti masih buka”

Jake mengerjap.

“Kenapa mau kesana?”

Menipiskan bibirnya, Jay terus mengulas senyumnya.

“Kamu suka makan nasgor kan? Ayo kesana, nasgornya enak banget disana”

Jake hampir dibuat menangis saat mendengar itu.

Perhatian sekali pacarnya ini.

“Kamu kok baik banget, padahal aku dah bikin malu” cicit Jake.

“Hush, kamu nggak pernah bikin aku malu. Nggak pernah sekalipun, berhenti minta maaf ya?”

Jake tersenyum, menatap Jay yang masih fokus mengendarai mobil.

“Aku yang justru minta maaf, kamu nggak nyaman. Tapi aku maksa kesana”

“Nggak kok, kamu nggak salah. Aku aja yang norak.”

Jay meghela nafasnya. “Sebenarnya aku bawa kamu kesana supaya kamu bisa mulai beradaptasi”

Mengerutkan dahinya, Jake tak mengerti.

“Beradaptasi?”

Jay meliriknya, tersenyum miring.

“Kamu kalau menikah sama aku, harus biasa makan di tempat mewah.”

Mengerjap, Jake tertawa pelan.

“Yaudah, aku nggak usah menikah sama kamu aja” ejeknya

Jay geleng-geleng kepala. Tepat saat itu lampu merah.

Menoleh, Jay terkekeh.

“Yaudah, kalau kamu nggak mau, aku mau. Aku maksa pokoknya”

Tersipu, Jake tersenyum malu-malu.

“Cih” decihnya.

Jay kian menggoda Jake dengan mengigit pipinya.

“Duh! Sakitttt” rintih Jake, memukul tangan Jay.

Mengedikkan bahunya, kini Jay maju untuk mengecup pipi yang digigitnya.

“Siapa suruh kamu bikin gemes”

-Anak geng

Jake menghembuskan nafasnya berulang-ulang kali, mengusap keringatnya yang tiba-tiba bercucuran.

“Jake, cuma meluk aja susah banget. Heran.” ujar Jungwon.

Melotot, Jake rasanya ingin mencekik sahabatnya.

“Lo gila? Enakan kalau cuma meluk teman sekelas, ini lo suruh gue meluk kak Sunghoon?!”

Jungwon tertawa, menikmati penderitaan Jake.

“Ini menguji adrenalin namanya”

Membentur kepalanya di loker, Jake memaki dirinya sendiri.

Dia main TOD. Kena dare.

Dare-nya meluk si kakak kelas bernama Park Sunghoon.

Masalahnya! Ini Sunghoon.

Dia ada di dalam list orang-orang yang harus dijauhi di sekolah. Harus, valid.

Dia anak geng sekolah cuyyy. Paling ditakuti satu sekolah.

Mana garang lagi orangnya.

Dan jika Jake salah melangkah saja, dia bisa jadi sasaran empuk korban bullyan geng mereka. Sampai lulus.

“Ayo, pasti bisaaa”

Menghembuskan nafasnya, Jake memasok oksigen dalam paru-parunya.

Takut kalau ini akan menjadi hari terakhirnya bernafas.

“Siap nggak?” tanya Jungwon.

Menggigit bibirnya, Jake mengangguk ragu.

“Bye, semoga beruntung”

Menoleh, langkah kecil Jake berjalan melewati koridor sekolah.

Ini masih jam pulang sekolah, anak-anak masih nongkrong di koridor, depan loker mereka.

Mata Jake mendapati sosok Sunghoon dari kejauhan.

Gampang, dia tinggi plus tampan. Kelakuannya aja yang minus parah.

“Mampus” gumam Jake, saat melihat geng tersebut sedang mengganggu adik kelas.

Bergetar, Jake cepat-cepat menyembunyikan tangannya ke saku hoodienya.

“P-permisi”

Satu geng spontan menoleh.

Yang awalnya tertawa, kini wajah mereka datar menatapnya.

“Siapa?” ujar Kei, ketua geng.

Jake mencoba menatap Sunghoon. Dibalas tatapan tajam.

“Mau ngomong sama kak Sunghoon, bisa?” tanyanya, ragu.

Sunghoon menatapnya datar, melangkah mendekat.

“Kenapa lo?”

Jake meringis kecil. Menelan ludahnya sendiri.

Oke. Dia bisa. Batinnya.

Melangkah lebih dekat, Jake cepat-cepat maju.

Tangannya terbuka, dengan cepat memeluk Sunghoon.

”...”

“BUSET”

“ANJIR, SIAPA ITU”

“JAKE LO GILA”

Kira-kira seperti itu teriakan di sekitarnya.

Melepas pelukannya, Jake seketika lemas.

Dia cepat-cepat menunduk.

“Maaf kak!” serunya.

Melirik sekitarnya, wajah semua orang menatapnya dengan segala macam pandangan.

Ada yang syok, prihatin bahkan ada yang menatapnya tak suka.

Semua orang berbisik, membuat Jake merenggut.

Dia ketakutan.

Jake menutup matanya, ia tak bisa mendengar bisikan-bisikan itu lagi.

Ia benci menjadi pusat perhatian.

Rasanya ingin muntah saja, seluruh badannya bergetar.

Jake hampir limbung, sedikit lagi kesadarannya menipis.

BRAK!

Suara itu membuat semua orang bungkam.

Sunghoon pelakunya, memukul loker keras. Menatap semua orang dengan tatapan mengintimidasinya.

“Mulai sekarang. Jangan ada yang deketin anak ini”

Tunjuknya, kearah Jake.

Arghhh!!! Jake semakin pusing!

“Karna mulai sekarang cuma gue yang boleh deketin dia.” ucapnya tersenyum miring.

Tepat saat itu, Jake pingsan.

Bruk!

Tak ada yang mendekat, sudah terlalu takut. Karna sedetik kemudian Sunghoon yang menggendongnya.

Membalikkan badannya, Sunghoon menatap teman satu gengnya yang cengo menatapnya.

Tak percaya sama sekali.

“Termasuk kalian semua. Anak ini, punya gue”