CerealBunny

-Orang baik

Jungwon menatap was-was Sunghoon dan Jake yang duduk di hadapannya, padahal acara ketemuan keluarga berlangsung dengan baik.

Namun hanya Jungwon yang merasa canggung.

“Dek...”

Jungwon mengadah, menatap sang kakak.

“Iya kenapa kak Jake?”

Jake melirik Sunghoon, tersenyum kecil.

“Kamu tadi mau refill salad kan? Bareng Sunghoon aja”

Sunghoon ikut menatap Jungwon, mengangguk kecil.

“Ayo Jungwon” panggilnya.

Terpaksa, Jungwon lalu bangkit dari duduknya.

Mengikuti langkah Sunghoon ke stan salad, mengambil mangkuk sebelum mengambil sendiri salad mereka.

“Jungwon kan? Umur berapa sekarang?”

Jungwon menipiskan bibirnya. “Umur 20 kak”

Sunghoon mengangguk.

“Kata Jake kamu takut sama aku?”

Kikuk, Jungwon mengangguk kecil. “Iya kak...”

Sunghoon tersenyum tipis. “Nggak usah takut Won, aku nggak gigit”

Spontan, Jungwon tersenyum tipis.

“Kamu baru pertama kali liat aku kan?”

Jungwon mengangguk.

“Padahal ini bukan pertama kali aku liat kamu”

Mengangkat kedua alisnya, Jungwon bertanya-tanya.

“Hm? Pernah liat dimana kak?”

“Jake selalu ngomong tentang kamu, terus nunjukkin foto. Pernah juga antar jemput Jake waktu kuliah, sering liat kamu di depan pintu meluk Jake”

Tatapan Jungwon melembut.

“Kak Jake sering ngomongin Jungwon?”

Sunghoon mengangguk.

“Jadi kak Sunghoon yang selalu antar jemput kak Jake ke kampus?”

“Iya...”

Tersenyum, Jungwon langsung tahu bahwa Sunghoon adalah lelaki yang selalu bersama kakaknya semasa kuliah.

“Kak Sunghoon juga yang sering buat kak Jake sibuk kan? Pergi ke apartemen, bikin makanan, bawa bekal, antar kemeja, nemenin nugas...”

Sunghoon spontan mengatupkan bibirnya.

HAHA, ketahuan suka bikin Jake susah sejak masa kuliah.

”... Iya”

Mengangguk, Jungwon lalu menaruh mangkuk saladnya.

“Berarti udah benar kalian nikah”

Sunghoon mengangkat kedua alisnya.

“Soalnya kak Jake orangnya pemalas, bareng kak Sunghoon langsung jadi rajin”

Terkekeh, Sunghoon tak bisa mengelak. Iya, dia juga tahu calonnya pemalas.

Kini Jungwon menepuk pundak Sunghoon.

“Kak Sunghoon sayang terus ya kak Jake... Kak Jake itu orangnya baik banget, hatinya kayak susu.”

Menoleh, Sunghoon tersenyum tulus.

Jungwon memainkan tangannya sendiri. Berucap pelan.

“Aku cuma adik sambung, tapi kak Jake bisa nerima aku apa adanya. Dia bahkan sayang aku, jadi aku minta tolong ama kak Sunghoon... Buat dia bahagia ya? Bangun rumah tangga yang emang dia idamkan”

Menoleh, Jungwon melirik Jake yang sedang beradu mulut dengan mamanya di meja makan.

“Jangan sia-siain orang baik. Kasih perhatian yang setimpal buat kak Jake, karna dia orangnya baik banget.”

Sunghoon ikut menoleh, menatap Jake dari kejauhan.

“Nggak usah ingetin, aku bakal lakuin. Yang pasti dia bakal jadi pertama dan terakhir. Aku janji bakal buat dia bahagia”

Tersenyum, keduanya lalu menatap satu sama lain.

Jungwon mengambil mangkuk saladnya kembali.

“Jangan janji sama aku, janji sama kak Jake. Biar lebih romantis”

Tertawa pelan, Sunghoon lalu mengangguk.

“Yaudah ayo, dah lumayan lama kita disini” ajak Sunghoon.

Keduanya lalu berjalan bersama, mamun kali ini lebih akrab dari sebelumnya.

Jake tersenyum, melihat keduanya.

-Goodnight n Go

Jake bergumam di kasurnya, bersenandung riang.

Hari ini berlangsung dengan baik, walaupun tanpa kehadiran sosok Jay.

Pacarnya tersebut sedang pergi camping, katanya mau naik ke puncak bareng anak-anak ekskul futsal.

Jake nggak mau ikut, karna sibuk OSN Fisika.

Menghela nafasnya, Jake tersentak saat merasakan getaran dari saku celananya.

Handphonenya berdering.

Merogohnya, Jake segera mengangkat panggilan.

“Halo?”

“Jake”

Jake mengangkat kedua alisnya.

“Jay... Kamu kan ini?”

Gumaman terdengar.

“Iya, ini aku. Kamu lagi ngapain?”

Jake tersenyum.

“Dah mau tidur nih. Kamu udah sampe di puncak?”

“Udah tadi subuh”

Jake menipiskan bibirnya.

“Tidur gih, pasti capek” ucapnya.

Jay terdiam cukup lama, membuat Jake bingung.

“Keluar dong”

“Hm?”

“Kamu keluar Jake”

Bingung, Jake lantas perlahan keluar dari kamarnya menuju pintu rumahnya.

“Kamu kok aneh banget, suruh keluar rumah?”

Namun panggilan telah dimatikan.

Jake kian mengerutkan keningnya saat melihat bayangan dari kejauhan.

“Loh?!”

Mata Jake langsung berbinar, berlari cepat ke depan gerbang rumah.

Efek rindu, jadi harus cepat-cepat.

Membuka pintu gerbang, Jay tersenyum saat melihat sosok Jake.

“Nggak kangen?” tanya Jay.

Jake lalu berjalan lebih dekat. “Nggak tuh” ejeknya

Terkekeh, Jay hanya geleng-geleng kepala.

“Nggak kangen tapi lari-lari kesini...”

Jake tersenyum malu-malu.

“Iya kangenn”

Sosok Jay hanya tersenyum miring, membuka lengannya lebar-lebar.

“Peluk dong kalau gitu”

Tak butuh lama-lama, Jake langsung melompat ke pelukannya.

Menutup matanya karena nyaman dengan pelukan hangat milik Jay.

“Kamu kok bisa kesini? Nggak capek apa? Baru turun langsung kesini?”

Jay mengedikkan bahunya.

“Nggak nahan kalau nggak liat kamu, 3 hari itu aku rasa kosong banget”

Menepuk perutnya pelan, Jake tersenyum tipis.

“Gombal terus”

Jay terkekeh. Memposisikan dagunya di atas kepala Jake.

“Aku serius, nggak liat senyum gemesin kamu ampir nggak tidur selama disana”

Melotot, kali ini Jake memukul pundak Jay keras.

“Kamu bisa sakit ogeb!”

“Mulut, mulutttt”

Jake menutup mulutnya cepat-cepat.

“Jadi, kamu kesini buat apa?”

Melerai pelukan, Jay lalu menangkup wajah Jake di kedua tangannya. Menatapnya lekat.

“Mau ngecek kamu. Mau liat keadaan kamu, gitu aja deh”

Terkikik, Jake memegang kedua tangan Jay tersebut.

“Yaudah, udah liat kan? Sekarang pulang, terus istirahat”

Jay mengangguk saja.

“Besok aku datang lagi oke?”

“Hmm iya”

Memeluknya sekali lagi, keduanya berpelukan lama untuk melampiaskan rindu.

“Dah, sweet dreams. Goodnight” ujarnya, mengecup kening Jake.

Jake tersenyum manis. “Hmm, goodnight”

Jay melambaikan tangannya, yang dibalas lambaian tangan tak kalah kuat.

Begitu terus sampai di ujung persimpangan jalan.

Di mata Jay, Jake begitu menggemaskan.

GIMANA CARANYA PULANG KALAU DAH KANGEN LAGI.

Jake berhenti melambaikan tangannya, dia mengerjap.

Menahan kesal saat mencium bau badannya.

“Mandi lagi” ucapnya, menghela nafas.

“Awas dia besok kalau masih bau mandiin bunga kembang 7 rupa” dumelnya, masuk ke rumah.

-Ketua BEM

“Selamat sore kak, maaf terlambat.”

“Ngapain kamu disini? Keluar, kamu udah terlambat 1 menit.”

Jake tersenyum kecil, sedikit merunduk saat seisi ruangan menatapnya.

“Kak, cuma semenit... Masa disuruh keluar” ringis Jake, mencoba menahan emosinya.

Kakak tingkatnya hanya menatapnya datar.

“Kamu tahu, kamu berdiri disana aja udah buang-buang waktu semua anggota BEM sekarang?”

Jake kian mengatupkan bibirnya, sedikit takut saat melihat tatapan kakak tingkat lainnya.

“Hush, dahlah. Jake, kamu masuk aja, nggak usah mikirin kata-kata kak Heeseung”

“Kamu siapa bisa ngatur sembarangan?”

Seketika atmosfir seisi ruangan berubah, sebagian anggota BEM mulai berdoa untuk keslamatan seorang Sunghoon.

Mencoba tenang, Sunghoon tersenyum tipis.

“Skali-skali kak. Lagipula Jake mungkin punya alasan kenapa dia terlambat”

Mendengus, Heeseung menggelengkan kepalanya.

“Ini sudah jadi peraturan. Dan semua orang harus patuh”

Jake mau menangis saja.

Mana pegal lagi kakinya berdiri lama, malah kedua manusia di depannya sibuk beradu mulut.

“Permisi kak, kalau begitu... Aku keluar aja, gapapa”

Bodo, Jake udah capek-capek lari dari lantai 4 cuma buat jadi patung begini.

Sunghoon menoleh. “Aku punya alasan kuat kenapa dia harus tinggal”

Mengerutkan dahinya, Heeseung bolak balik menatap Jake dan Sunghoon.

“Kenapa? Apa yang kamu liat dari dia?” tanyanya, tajam.

DIH.

Jake lama-lama kesal ama kelakuan songong kakak tingkatnya.

Mengangguk, Sunghoon lalu berucap.

“Jake udah banyak bantu saat acara kampus sebelumnya, bahkan kontribusinya juga pantas untuk diapresiasi. Kemarin saat ada insiden salah satu pengurus hilang kontak, Jake yang menangani semua”

Iya, Jake sudah banyak berkorban untuk organisasi ini.

Menatap Jake lama, Heeseung lalu menghela nafasnya.

“Masuk”

Mata Jake berbinar, langsung menatap sang penyelamat. Teman seangkatannya si Sunghoon.

Namun ekor mata Heeseung menatap keduanya datar.

“Berikut, siapapun yang terlambat. Bakal aku keluarin dari BEM detik itu juga. Berlaku ke semua orang, tanpa terkecuali.” desisnya.

Mendumel kecil, Jake lalu duduk di kursi yang masih tersedia.

“Dan kamu Jake”

Jake spontan mengadah. “Ya kak?”

“Temui aku sehabis rapat”

***

Rapat telah selesai, baik Heeseung dan Jake kini sudah berada di dalam mobil Heeseung.

Saling menatap satu sama lain.

“Apakan aku bilang, Sunghoon suka ama kamu” gumam Heeseung.

Jake mendengus, menatap Heeseung yang ngambek.

“Apa sih, nggak.” jawabnya.

Heeseung menoleh, berdecak.

“Aku bisa tahu dari tatapannya ya Jake.”

“Nggak tahu ah kak, bikin pusing aja. Kenapa kamu yang marah? Aku harusnya yang marah, kenapa ngotot banget usir aku dari ruang rapat ha?!”

Mulai ngegas si Jake.

Tersenyum, Heeseung lalu maju untuk menarik tangan Jake. Memegangnya erat, sebelum mengecupnya.

Iya, mereka pacaran.

“Maaf ya, aku tahu kamu capek banget pasti. Jadi aku usir, tapi si Sunghoon malah ngotot. Salahin dia”

Menghela nafas, Jake lalu memejamkan matanya. Pusing dia.

“Jangan marah ya, aku kan sayang kamu, jadi lakuin itu” ujar Heeseung tak habis-habis mengelus kepala Jake.

“Aku pulang sendiri, titik”

Melotot, Heeseung segera menahan Jake.

“Nggak. Kamu sekarang udah sama aku, sekarang kamu cuma punya aku”

Jake menatapnya.

“Aku ngambek, gimana dong?”

“Aku traktir makan, bonus pelukan sepuasnya” bujuknya.

Tersenyum, Jake hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Makan yang banyak tapi”

Heeseung langsung mengangguk.

“Iyaa”

Tersenyum lebar, Jake lalu tertawa pelan. Buat si kakak gemes liatnya.

“Gitu dong, senyum kan lebih cantik”

Senyuman Jake langsung sirna. “Aku cowok”

Tersenyum miring, Heeseung mendekat lalu mencium pipi Jake gemas.

“Di mata aku kamu cantik” gumamnya di sela-sela ciuman.

Jake cuma iyain. Malah tertawa karna geli.

“Dah ah, geliii”

“Nggak mau, aku masih kangen. Kamu gemesin banget”

Itu si Heeseung, kakak tingkat galak. Ketua BEM paling disiplin, paling disegani.

Yang nyatanya bulol kepadanya. Hanya kepada Shim Jake seorang.

-Gangguan

Jake mengadah, menatap langit malam. Tangannya gemetaran, mengusap badannya susah payah.

Wajahnya pucat pasih, menutup mulutnya supaya tak bersuara.

Dalam hati berdoa agar tak ditemukan.

“Jake...”

Menutup matanya, Jake yang kini sedang bersembunyi di belakang bongkahan sampah dan hanya mampu membungkam diri.

Hari semakin dingin, namun dia memilih untuk bersembunyi.

“Jake balik yuk? Jangan sembunyi lagi disini”

Suara itu mengalun ke telinga Jake, membuatnya kian menipiskan bibirnya.

“Kalau aku ketemu, kamu jangan lari lagi”

Mendengar langkah, Jake pasrah saat ketukan sepatu Sunghoon kian mendekat.

Terlalu dekat.

“Jake...”

Baik Sunghoon dan Jake melemparkan tatapan. Jake terdiam di tempat, Sunghoon sudah berhasil menemukannya.

“Kita balik, udah malam. Disini dingin”

Mendekat, Sunghoon langsung menggendong tubuh Jake.

Menatap miris pacarnya, Sunghoon memerhatikan lebam dan luka di sekujur tubuh Jake.

Selama perjalanan masuk ke dalam, Jake masih setia mengatupkan mulutnya.

“Aku obatin” ujarnya, sebelum berlari mencari P3K.

Sunghoon menghela nafasnya, membersihkan dan merawat luka-luka Jake dengan hati-hati.

“Kamu kenapa masih suka gini hm? Tambah nyakitin diri?”

Jake menoleh, meneguk salivanya.

“Bukan aku”

Meliriknya, Sunghoon menipiskan bibirnya.

“Sampai kapan kamu bakal gini?”

Jake menggelengkan kepalanya kuat.

“Bukan aku!” teriaknya, berulang-ulang kali.

Panik, Sunghoon mencoba menenangkan Jake yang dengan brutal mendorongnya keras.

Lantas, Jake berlari dari kamarnya, melesat menuju dapur.

Tangannya dengan cepat meraih pisau, dengan nafas tersenggal-senggal mulai mendekatkan pisau tersebut ke lehernya sendiri.

“JAKE! STOP”

Lagi, Jake menggelengkan kepalanya.

“Kamu kenapa selalu gini? Kenapa nggak pernah dengar aku?” tanya Sunghoon, menatapnya lekat.

Jake menggigit bibirnya kuat, hingga berdarah.

“Kamu tahu kenapa kamu begini?”

“Nggak mau tahu!” teriak Jake.

“KARNA KAMU NGELAWAN AKU” teriaknya.

Menarik nafasnya, Sunghoon berjalan mendekat. Tak peduli pisau yang kini sudah sangat dekat dengan leher Jake.

Sunghoon menatapnya datar. Jake gemetar lebih kuat.

“Aku nggak bakal mukul kamu kalau aja kamu dengerin aku” ucapnya.

Menariknya, Sunghoon dengan gampang membuang pisau tersebut jauh-jauh dari jangkaun Jake.

Jake menatapnya tak percaya, namun Sunghoon cepat-cepat menariknya dalam pelukan.

“Hiks, sakit Hoon... Jangan sakitin aku lagi, sakit...” rintih Jake, bergetar hebat. Dia benar-benar takut.

“Shhtt... Diem, aku nggak bakal lakuin apa-apa kalau kamu dengerin aku” bisik Sunghoon tepat di telinganya.

Membelai pelan rambut Jake, Sunghoon tersenyum miring.

“Aku sayang banget sama kamu Jake, aku cuma mau bagi sakit itu sama kamu. Ini kan yang dilakuin pasangan normal di luar sana? Saling berbagi sakit dan duka”

Jake menangis tersedu-sedu, benar-benar tak habis pikir dengan perbuatan Sunghoon kepadanya.

“Jangan nangis, shhtt... Diem ya, sekarang kita balik lagi ke kamar. Kita tidur, ini udah malam” ujarnya, langsung menggendongnya.

Sunghoon tak tahu, pemuda yang kini digendongnya sudah pingsan saking ketakutannya.

“Tidur ya Jake... Sayangku, harus tidur” bisiknya, memeluk tubuh Jake erat.

Lalu memejamkan matanya.

-Susah

Jay suka sama adek kelas.

Namanya Kim Sunoo, pemilik senyum terindah di dunia.

Itu kata Jay.

Jay langsung gencar mendekati Sunoo sejak ia tahu bahwa ia telah jatuh cinta.

Siang malam yang ia cari ya si Sunoo.

Sunoo memang menerima kehadiranya debgan tangan terbuka.

Masalahnya, anak itu selalu menganggap Jay hanya bercanda.

Ketawa mulu. Kan susah kalau dah salah imej duluan!

“Dedek Sunoo”

Sunoo yang sedang makan di kantin menoleh, mendapati Jay yang melayangkan senyuman terbaiknya.

“Hai kak Jay...” sapa Sunoo balik, ikut tersenyum.

“Boleh duduk sini kan aku?”

Sunoo nengangguk. “Boleh boleh kak”

Dapat lampu hijau, Jay langsung duduk di sebelahnya.

“Dah makan belum?”

Pertanyaan bodoh. Ini di kantin ngapain kalau bukan makan?!

“Ini kak, baru mau makan” jawab Sunoo menunjuk mangkuk baksonya.

“Mau disuapin nggak?”

Sunoo spontan tertawa, menggelengkan kepalanya pelan.

Jay tersenyum miris.

“Kamu kok hobi banget ketawa mulu? Nggak capek?”

“Kak Jay sih... lucu”

Pasrah, Jay hanya mengangguk.

“Aku anggap itu pujian ya dek”

“Iya kak...”

Makan bersama, Sunoo kembali fokus dengan makanannya.

Sedangkan isi kepala Jay udah penuh dengan cara supaya bisa menaklukkan hati Sunoo.

“Dek...”

Sunoo menoleh. “Hm? Kenapa kak?”

Menarik nafasnya, Jay menipiskan bibirnya.

“Aku harus gimana sih supaya kamu sadar aku serius sama kamu?”

Sunoo spontan mengerjap, menatap Jay bingung.

“Serius gimana kak? Serius becandanya?”

Jay memukul jidatnya.

“Bukan gitu”

Dikit lagi mau kesal tapi nggak bisa si Jay.

Menghela nafas, Jay cona kontrol emosi.

Mencoba tenang.

“Maksud aku tuh...”

Jay menarik tangan Sunoo, mengelusnya pelan.

“Aku serius deketin kamu”

Membulatkan matanya, Sunoo menciut kecil melihat keseriusan Jay yang jarang diliatnya.

”... Owh gitu”

Jay mengangguk.

“Kak Jay jangan serius gitu dong” cicit Sunoo.

Menaikkan kedua alisnya, Jay menatapnya bingung.

“Kenapa dek?”

Sunoo tersenyum tipis. “Hatiku nggak tenang liatnya”

“Hm?”

Sunoo hanya terus mengulas senyumnya, menunduk kecil karna malu.

ARGHHHH JAY MAU LOMPAT DARI GEDUNG AJA KALAU GINI.

GEMAS.

Menghela nafas, Jay kembali menahan diri.

“Ya terus kamu mau nggak jadi pacar aku?”

Sunoo mempoutkan bibirnya, berpikir.

“Hmmm”

-Sekarat

“Kak Sunoo, cepetan!”

Sunoo berdecak, melengos sebelum memakai parfum kesukaannya.

“Sabar astaga!” serunya langsung berlari turun dengan cepat dari tangga.

“Mama, nih kak Sunoo lama banget!” adu Jungwon, menunjuk kakaknya kesal.

Menatapnya sinis, Sunoo menjitak kepala adiknya.

“Ma! Jungwon ribut nih!”

Menghela nafas, mama Sunoo segera melerai adu mulut mereka.

“Dah dah, kita harus pergi sekarang ke rumah kakek. Kalian berdua naik di mobil sekarang”

Saling menatap satu sama lain, Jungwon dan Sunoo segera naik ke dalam mobil.

“Kenapa sih lo rempong banget?” tanya Sunoo.

Jungwon menatap kakaknya. “Mau ketemu Ni-ki. Udah kangen main ama dia”

Mengangkat kedua alisnya, Sunoo menatap sang adik.

“Ni-ki anak campuran itu kan? Yang imut, kecil itu? Yang sering bilang mau nikah ama gue kan sejak kecil?”

Mengangguk, Jungwon tersenyum miring kearahnya.

“Dah, kak Sunoo liat aja nanti dia sekarang gimana”

Tersenyum, Sunoo lalu memposisikan tubuhnya dengan nyaman. Tak sabar untuk bertemu dengan tetangga mungilnya, si Ni-ki.

***

“Kakek!”

Kedua kakak beradik tersebut berlari, masuk ke dalam halaman rumah sang kakek.

“Cucu kakek!” seru kakek mereka, menarik kedua cucu kesayangannya dalam pelukan.

“Ayo masuk ke dalam” panggil kakek mereka, langsung menarik keduanya untuk masuk.

Mata Sunoo mengerjap, merasa rumah yang sering dia kunjungi tak berubah barang sedikitpun.

“Ihhh, foto ini kan waktu terakhir kalinya sebelum kita pindah rumah ke kota” tunjuk Sunoo kearah fotonya bersama Jungwon dan tetangga mereka, Ni-ki.

Menerawang, Sunoo teringat si kecil Ni-ki yang sering bermain dengannya.

Hari terakhir mereka bertemu, Sunoo sempat-sempatnya mengatakan sesuatu kepadanya.

Ni-ki saat itu menangis keras, tak melepaskan pelukannya dari Sunoo.

“Nggak mau! Mau sama-sama Sunoo sampai nikah!”

Mata Sunoo mengerjap, menahan tawa saat melihat kelakuan anak umur 8 tahun tersebut.

“Nanti kalau udah besar nanti, Ni-ki baru boleh nikah sama Sunoo. Sekarang belum boleh, masih kecil.” ujar Sunoo yang masih 10 tahun tersebut.

Ni-ki termenung, lalu tersenyum lebar. Mengangguk antusias.

“Kalau Ni-ki udah besar, berarti boleh nikah ama Sunoo! Janji ya!”

“Iya...”

Sunoo tertawa mengingat kenangan tersebut.

Beralih, Sunoo lalu beranjak ke kamar lamanya. Duduk, sebelum berbaring.

Mata Sunoo memberat, kian mengantuk saat merasakan hembusan angin dari jendelanya.

Dia pun tertidur.

Samar-samar, Sunoo yang tenggelam dalam tidurnya merasakan kasurnya yang bergerak.

Lalu tangan seseorang melingkar di pinggangnya.

Mengerjap, Sunoo merasa geli saat kini ada terpaan nafas yang mengenai tengkuknya.

“Won ah, tidur di tempat lain. Jangan ganggu gue” racaunya merasa terganggu.

Sudah merasa yakin bahwa itu adalah Jungwon adiknya.

Namun pelukan itu tak kunjung lepas. Mulai kesal, Sunoo lantas berbalik tiba-tiba.

“Apa sih Won, kesel nih lama-”

Mata Sunoo membulat sempurna, langsung menahan nafasnya.

Ada manusia asing di kamarnya! Tidur di sebelahnya, memeluknya!

ASTAGAAAA

Sunoo ingin berteriak, namun wajah orang asing itu lama-lama tak asing lagi di matanya.

“Ni-ki?” tebak Sunoo.

Ni-ki bergumam pelan.

“Shhhtt, ngantuk” ucapnya, melanjutkan tidurnya.

“L-lepas dulu” cicit Sunoo, tak kuat jantungnya.

Tak bergerak, Ni-ki tak menghiraukan ucapan Sunoo sepenuhnya.

Kini Sunoo yang malah terdiam, menatap wajah Ni-ki yang rupawan.

Ternyata anak kecil itu telah hilang.

Sunoo sudah berumur 19 tahun, berarti Ni-ki sudah berumur 17 tahun sekarang.

Menatap wajahnya rinci, Sunoo masih tak menyangka kini Ni-ki telah banyak berubah.

Rahangnya kini tegas, hidungnya mancung, matanya masih indah seperti dulu. Namun tatapannya lebih menusuk.

“Ganteng ya?”

Sunoo dibuat kaget lagi wan kawan.

“Katanya mau tidur!” protes Sunoo.

Masih memejamkan mata, Ni-ki tersenyum tipis.

“Yaudah kamu tidur juga. Aku nggak bisa tidur kalau kamu natapnya gitu”

PAKAI AKU KAMU YA SEKARANG

Menarik nafasnya, Sunoo kini mulai membalikkan badannya.

Tak ingin berhadapan dengan pencobaan.

“Kenapa baru balik?” gumam Ni-ki.

Sunoo tertegun di tempat.

“Baru bisa... Mama papa sibuk”

“Aku nunggu disini sampai karatan”

Sunoo spontan tertawa pelan.

“Pulang kapan?”

“Minggu depan” jawab Sunoo.

Bergumam, Ni-ki lalu mengeratkan pelukannya.

“Abis lulus aku mau kesana lanjut kuliah bareng kamu”

Mengerjap, Sunoo kini terdiam.

Ni-ki tiba-tiba membalikkan badan Sunoo, kembali menatapnya.

“Kamu masih punya janji sama aku” ujarnya.

Menelan ludahnya, Sunoo mengangguk kecil.

Buat si lebih muda tersenyum.

“Abis itu kamu aku kurung”

Tersentak, Sunoo menatapnya tak percaya.

“Jangan gitu ah!” serunya tak trima.

Tertawa pelan, Ni-ki mengusap rambut Sunoo sayang.

“Kamu ninggalin aku terlalu lama, aku juga bakal nempel sama kamu lama”

“Kayak lintah dong” ujarnya lalu tergelak sendiri.

Hm, dah sarap si Sunoo.

Ni-ki maju, mengecup hidung Sunoo gemas.

“Bodo”

Menggigit bibirnya, Sunoo hanya mampu berdoa agar detakan jantungnya tak kedengaran terlalu keras.

“Dah, tidur lagi.”

Sunoo cepat-cepat menutup matanya, membiarkan Ni-ki yang menatapnya.

Sedikit terkejut saat Ni-ki menariknya ke dadanya.

“Jangan tinggalin lagi, sekarat aku”

Sunoo dengan jelas dapat mendengar suara detakan jantung Ni-ki.

Cepat, sama dengannya.

Tersenyum, Sunoo lalu mendusel dada bidang Ni-ki. Sebelum kembali menutup matanya.

-Ketemu

“Kak tahu ini hari apa?”

Sunghoon mengedikkan bahunya. “Hari minggu”

Jake menggangguk. “Ya terus ngapain ke rumah aku?”

“Kan udah aku bilang, mau ke rumah kamu buat ngomong sama bunda”

Memutar kedua bola matanya malas, Jake berdecak.

“Nggak ah! Masa hari ini...” dumelnya.

“Ada bunda di dalam?”

Menaikkan sebelah alisnya, Jake mengangguk ragu-ragu.

Tersenyum, Sunghoon lalu masuk ke dalam rumah, melewati Jake.

Jake cengo ditempat.

“Selamat pagi bunda!”

Mama Jake yang sedang berada di dapur, menoleh.

“Loh? Sunghoon?!”

Sunghoon tersenyum lebar, mendekati calon mertua lalu menyalim tangannya.

Acia calon mertua.

“Kamu kok baru mampir sih?! Terakhir kali bunda liat kamu cuma pas wisuda kamu” ujar mama Jake, menepuk pelan pundak Sunghoon.

Meringis, Sunghoon merasa tak enak hati.

“Maaf ya bunda, Sunghoon sibuk banget di rumah sakit soalnya”

Tersenyum, mama Jake hanya maklum saja.

Siapa yang tak tahu sosok Sunghoon? Pemuda ini lulus kuliah kedokteran dengan cepat, langsung dapat pekerjaan di rumah sakit besar.

Dia jenius.

Dan mama Jake jujur dulu sempat ingin menjodohkan Jake dengan Sunghoon.

Namun Jake menolaknya mentah-mentah, katanya pengen fokus selesai kuliah.

'Semoga dia menyesal' batin mama Jake, melirik Jake yang sedang menatap mereka dengan tatapan datar.

Lihat dia sekarang?

Sudah tampan, pinter, mapan lagi. Dumel mama Jake dalam hati.

“Duduk dulu nak, ayo...”

Berjalan bersama, keduanya lalu duduk di sofa.

“Nak Sunghoon mau minum apa? Nanti Jake yang bikin”

“Ma!” seru Jake tak trima.

Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Nggak usah bunda, Sunghoon cuma mau ngomong sesuatu sama bunda”

Mama Jake manggut-manggut.

“Jadi, ada urusan apa nih Sunghoon mampir kesini?”

Sunghoon tersenyum jumawa.

“Masalah penting bunda”

Mama Jake mengerutkan dahinya.

“Masalah penting?”

Mengangguk, Sunghoon lalu mengode Jake untuk duduk bersisian dengannya.

Sadar, dengan malas Jake lalu duduk dengan Sunghoon di sofa.

“Ini soal kita bunda” ujar Sunghoon langsung mode serius.

Mama Jake spontan menatap keduanya bergantian, langsung berasumsi asal.

“Jake udah isi kah nak?”

Jake spontan melotot. “Astaga! Nggak gitu ma!”

Menahan tawanya, Sunghoon menunduk kecil.

“Ya terus apa dong? Kenapa bikin mama tegang gini ah!” seru mama Jake.

“Maaf bunda, bukan itu maksudnya”

“Denger dulu ma...” gemes Jake.

Mengangguk, mama Jake lalu mengatupkan mulutnya.

“Sunghoon datang kesini buat minta izin sama bunda”

“Minta izin apa nak Sunghoon?”

“Minta izin mau menikah sama Jake”

Jake menjilat bibirnya, was-was saat melihat wajah shock sang ibu.

“HAH?!”

Mengelus dadanya, Sunghoon tersentak di tempat.

“Bunda-”

“KABAR BAIK INI”

Baik Jake dan Sunghoon kembali dibuat terkejut saat ibu Jake melompat dari kursinya.

“Astaga! Akhirnya Jake menikah sama Sunghoon! Apakan mama bilang, kamu mau lari kemana pun tetap bakal sama Sunghoon” seru mama Jake heboh.

Jake menutup wajahnya malu.

Tersenyum, Sunghoon ikut tertawa saat melihat camernya kelihatan bahagia.

“Terus terus?”

“Orang tua Sunghoon nanti bakal pulang dari luar kota buat pertemuan kedua keluarga buat bahas soal pernikahan. Nggak apa-apa kan bunda? Bunda tinggal bilang aja kapan bisa, nanti Sunghoon yang atur semuanya”

Menepuk tangannya, mama Jake tersenyum lebar.

“Kapan aja bisa kalau bunda. Bentar, bunda mau nelfon papi Jake dulu. Bentar ya nak Sunghoon...”

Berdiri, mama Jake segera mencari handphonenya lalu menelfon ayah tiri Jake yang masih bekerja.

“Noh mama kamu aja seneng pas tahu aku calon menantunya”

Jake berdecih, menatap datar Sunghoon.

“Halo jeng? Ini Jake-”

“MAMA KATANYA MAU NELFON PAPI”

Tersenyum jahil, Sunghoon menertawakan Jake dalam hati.

-Bunga Daisy

“Happy graduation day!”

Tersenyum lebar, Jake berlari dari ujung lapangan.

Ia menatap sekelilingnya, melihat banyak tawa dan tangis haru saat melewati beberapa teman-teman seangkatan SMA-nya yang dengan girang merayakan kelulusan mereka.

“Jake! Akhirnya kita lulus!” teriak Jay, melompat dari belakang punggung Jake.

Tertawa, keduanya saling merangkul satu sama lain. Kelewat senang.

“Kak Jay!”

Menoleh, kedua orang tersebut mendapati Jungwon yang berjalan membawa buket bunga. Jay berjalan, menghampirinya.

Tersenyum, Jake lalu kembali berjalan berputar satu sekolah. Mengenang kembali setiap sudut sekolah.

Mata Jake mengerjap, duduk di salah satu bangku kesukaannya. Tempat bersejarah bagi Jake.

Menikmati pemandangan sekolah dari sana untuk terakhir kalinya.

“Nggak gabung sama yang lain?”

Jake tersentak, menoleh mendapati seseorang yang berjalan mendekat kearahnya.

Ia terheran di tempatnya, tak menyangka akan ada seseorang menghampirinya.

“Sunghoon kan?”

Mengangguk, Sunghoon tersenyum tipis.

“Lo kenal nama gue?”

Jake mengangguk pelan.

“Anak basket kan? Temen gue si Jay, sering maki nama lo di kelas”

Sunghoon spontan terkekeh, mengangguk kecil. “Owhh, lo temenan ama si Jaymet”

Tersenyum kecil, Jake lalu ikut tertawa pelan dengan Sunghoon.

“Lo Jake. Anak PMR, gue sering liat lo bolak balik UKS soalnya”

“Bener” ujar Jake.

“Boleh duduk bareng?” tanya Sunghoon.

“Boleh” jawab Jake, mempersilahkan.

Sunghoon duduk, ikut melayangkan pandangannya.

“Lo liat bunga itu?” tanya Sunghoon seketika.

Jake melihat arah tangan Sunghoon menunjuk, ada bunga putih di salah satu semak-semak.

“Bunga apa tuh?” tanya Jake, sedikit memincingkan matanya.

“Kesana yok, gue tunjukkin lebih jelas” ajak Sunghoon, langsung berdiri dan berjalan kearah semak-semak tak jauh.

Mata Jake melebar.

“Bunga Daisy” ucap Sunghoon.

Berjongkok, keduanya lalu menatap lebih dekat bunga putih tersebut.

“Lo tahu artinya apa?” tanya Jake, penasaran.

Sunghoon bergumam.

“Kata mama gue, bunga ini cocok buat dikasih pas nembak seseorang. Artinya bagus, kesannya sederhana tapi juga kuat”

Jake mengerutkan dahinya. “Coba bilang”

“Simple sih, kalau kasih ke seseorang yang lo suka artinya 'gue suka lo'. Tapi arti yang lebih kuatnya, ini melambangkan kesetiaan. Kesannya lo bilang ke orang itu, 'gue serius sama lo dan nggak main-main' gitu.”

Tersenyum, Jake yang mendengarkan penjelasan Sunghoon ber-ohria. Ia senang, masih setia menatap bunga tersebut.

Tak sadar, Sunghoon di sebelahnya sedang menatapnya lekat.

Tangan Sunghoon terangkat, memetik bunga tersebut. Membuat Jake bertanya-tanya melihat hal tersebut.

Sunghoon menaruh bunga tersebut di sela-sela telinga Jake, memasangkannya.

“Hm?”

Tersenyum, Sunghoon menatap Jake dengan pandangan yang Jake tak bisa artikan.

“Gue suka lo, dah lama.”

Membelalak, Jake terkejut mendengar fakta tersebut.

Tersenyum miring, Sunghoon menopang dagunya di kedua lututnya.

Masih termenung saat melihat wajah Jake yang kini kelihatan seribu kali cantik karena bunga tersebut.

“M-maksudnya?” tanya Jake, salah tingkah.

“Gue suka lo, udah lama. Lo aja yang nggak pernah peka” ulang Sunghoon, kini lebih lengkap.

Jake tanpa sadar menggigit bibirnya sendiri. Nafasnya tercekat, tak percaya dan syok.

Hatinya dangdutan seketika.

“Gue sering liat lo lewat lapangan basket, pas ke UKS. Dari kelas 11, gue sering liat lo becanda bareng Jay sama Jungwon. Gue terpesona ama senyum lo”

Terkekeh pelan, Sunghoon melanjutkan kata-katanya.

“Lo lupa ya?”

Jake mengerjap, apa yang dia lupa?

“Kelas 10, gue disini. Lagi sembunyi dari amukan guru, kaki gue keseleo karna jatuh tapi lo tiba-tiba lewat. Langsung bantuin gue, padahal lo udah keliatan banget kecapean karena lagi seleksi buat PMR”

Pikiran Sunghoon kembali menerawang, mengingat kembali pertemuan pertama mereka.

“Sejak hari itu mata gue sering ngikut lo. Dimana aja, cuma nggak punya keberanian buat nyamperin. Baru sekarang, pas udah lulus. Takut aja, nanti nyesel karna nggak pernah confess”

Jake menipiskan bibirnya, memerhatikan Sunghoon yang kelihatan serius.

“Terus?” tanya Jake.

“Ya gue confess sama lo sekarang”

Jake mengangguk.

“Sorry baru bisa nyampein sekarang, gue-”

Mata Sunghoon melebar, ia menatap Jake tak percaya. Kata-katanya tergantung begitu saja.

Jake sedang melemparkan senyuman menawannya, candu seorang Sunghoon.

Menatapnya dengan kedua mata memabukannya, kesukaan Sunghoon. Sedang menyodorkan bunga daisy kearahnya.

Lantas menaruhnya di saku seragam Sunghoon karena Sunghoon tak kunjung bergerak.

“L-lo?”

Sunghoon kehabisan kata-kata.

”... Gue juga suka sama lo, dah lama. Cuma lo nggak sadar” ungkap Jake.

Tersenyum, Jake kembali meneruskan ucapannya.

“Itu sebabnya gue hampir setiap hari lewat di dekat lapangan basket”

Bungkam di tempat, Jake lalu tertawa saat melihat wajah Sunghoon yang kebingungan.

“Lo lucu” ujar Jake di sela-sela tawanya.

Menghela nafasnya, Sunghoon mengerjap.

Ia menatap Jake yang sedang tertawa, sebelum ikut tertawa bersamanya.

“Kita sama-sama bego”

-Surprise!

“Makan apa nih kita?”

Sunoo menyenggol tangan Jake yang sedang melamun.

Tersentak, Jake menoleh.

Hari sudah malam, shift keduanya telah selesai. Tapi Sunoo maunya makan dulu sebelum pulang.

Tapi kan Jake suka pulang! Kangen tempat tidurnya.

“Nggak tau ah, nggak selera makan. Mau pulang” gumamnya tak semangat. Menatapnya heran, Sunoo menggelengkan kepalanya.

“Lo abis kerja trus nggak makan, mana ada kekuatan buat pulang. Mending kita cari makan”

Menepuk pundaknya, Sunoo langsung menarik Jake tanpa aba-aba.

“Maksa banget.” desis Jake.

Tak memedulikan ucapan Jake, ia lantas dibawa pergi oleh Sunoo.

Keduanya berjalan ke sisi jalan, memutuskan untuk makan disana.

Sebelum kehadiran Ni-ki terlihat.

“Sayang!”

Jake melengos. Hadeh, bucin.

Tersenyum, Ni-ki berjalan cepat kearah keduanya.

“Kok bisa ada disini? Bukannya masih ada kerja ya?”

Menarik ujung hidung Sunoo gemas, Ni-ki tersenyum.

“Mau ketemu kamu, jadi sekalian singgah sini.”

Sunoo langsung manja-manja kucing. Memeluk sang pacar erat. Buat Jake eneg liat mereka.

“Permisi”

Ketiganya spontan menoleh.

“Loh, dokter Sunghoon... Udah selesai kerja?” tanya Sunoo ramah.

Sunghoon mengangguk singkat.

“Ini Jake nggak dipake kan?”

“Ha?”

Jake menyikut perut Sunghoon.

“Kak... Jangan macam-macam” bisik Jake.

Tersenyum miring, Sunghoon kini meraih tangan Jake.

“Yasudah, kita duluan ya...” pamitnya, menyeret Jake dari situ.

Berjalan bersama ke parkiran, Jake dan Sunghoon cepat-cepat masuk ke dakam mobil Sunghoon.

“Makasih loh kak, gue kira bakal jadi nyamuk disana”

Sunghoon tersenyum menatap Jake.

“Yaudah, sebagai balasan terima kasihnya makan malem bareng yuk”

“Tapi gue ngantuk, gimana dong kak?”

Mengusak rambut Jake, Sunghoon terkekeh pelan.

“Kita drive thru. Lo bisa tidur disini, gue mau bawa lo ke suatu tempat soalnya”

Jake mengernyit. “Kemana?”

“Nanti lo liat” ucapnya sok misterius.

“Yaudah, gue tidur dulu”

Menutup matanya, Jake lantas langsung tertidur.

“Hei... Jake”

“Dek, bangun...”

Menggeliat, Jake perlahan mengerjap. Matanya menyesuaikan dengan cahaya, melihat Sunghoon yang menepuk pelan pipinya.

“Hm? Udah sampe?”

Menegakkannya tubuhnya, Jake lalu melihat sekitarnya.

“Ayo turun” panggil Sunghoon.

Mengangguk pelan, Jake yang masih stengah sadar segera keluar dari mobil. Jake mengucek matanya, mengerjap saat melihat sekelilingnya.

“Woah...” decak kagum terdengar dari mulut Jake.

Sunghoon keluar bersama keranjang, berjalan menghampiri Jake yang kagum melihat sekelilingnya.

Mereka berada diatas bukit, di sekitarnya rumput hijau sejauh mata memandang.

Jake tersenyun saat melihat ada beberapa orang yang masih ada disana, melihat pemandangan.

“Bagus kan?” tanya Sunghoon.

Mengangguk kepalanya keras, Jake merasa senang saat melihat pemandangan jelas bintang-bintang di langit.

Begitu indah.

“Ayo...” meraih tangan Jake, Sunghoon menarik lembut Jake.

Keduanya berjalan ke atas rumput, mengalas tikar disana.

Sunghoon mengeluarkan beberapa makanan yang dipesannya saat Jake tertidur.

“Makan gih” ujarnya.

Jake mengangguk, keduanya lalu makan nasi kotak bersama. Menikmati pemandangan.

“Lo tau nggak, kenapa banyak orang ada disini?” tanya Sunghoon, menunjuk orang-orang yang berada lumayan jauh dari mereka.

“Kenapa?”

“Selain karna pemandangannya bagus, hari ini bakal ada kembang api”

Mata Jake melebar. “Beneran kak?”

Sunghoon mengangguk. “Habisin makanan, terus kita nonton bareng”

Tersenyum lebar, Jake lantas mendengarkan.

Bikin Sunghoon gemas dengan tingkahnya.

Setelah menyelesaikan urusan perut, Jake dan Sunghoon memutuskan untuk berbaring sambil menunggu.

“Disini bagus ya? Bikin betah...” gumam Jake.

“Lo suka?”

“Iya...”

Terkekeh pelan, Sunghoon melirik Jake yang tak bisa memalingkan wajahnya dari langit penuh bintang.

Duar!

(Moon maap, aku nggak tau suara kembang api gimana T^T)

“Udah mulai!” seru Jake langsung berdiri sangking bersemangat.

“Wahhh kak! Bagus banget!”

Kembang api seakan-akan mewarnai langit hitam. Menambah kesan indah di matanya.

Jake tak pernah tahu, hari ini akan menjadi hari yang tak terlupakan untuknya selamanya.

Berbalik, Jake cepat-cepat melihat Sunghoon.

“Kak-”

Mata Jake melebar sepenuhnya. Hatinya berdetak kencang, sangat kencang.

Menutup mulutnya, Jake tak berkedip saat melihat Sunghoon yang sedang berlutut di hadapannya.

“Hei, sorry kalau ini aneh...”

Jake ragu-ragu menggelengkan kepalanya.

“Kita emang menikah tanpa rasa apa-apa. Tapi gue mau lakuin ini, karna gue rasa lo pantas buat dapat semua ini”

Sunghoon tersenyum kecil. Merogoh kotak kecil dari saku celananya.

“Kita ketemu pas kuliah, jadi teman curhat. Gue nggak pernah ketemu orang yang kenal gue lebih dari lo. Dan gue yakin, lo bisa jadi teman hidup gue”

Jake tersenyum tipis.

“Itu sebabnya gue milih lo”

Tersenyum grogi, Sunghoon menarik nafasnya. Membuka kotak tersebut, memperlihatkan cincin putih yang Indah.

“So, I wanna ask you Jake... Cause i know you deserve more than the world.”

Mata Jake mengerjap. Gugup.

Menatap kedua bola mata Jake lamat, Sunghoon dengan mantap bertanya.

“Will you marry me?”

Jake tanpa menunggu lama menjawab, langsung mengangguk pelan.

“Yes...”

Tersenyum lebar, Sunghoon berdiri. Mengambil cincin tersebut dan memasangkan cincin tersebut ke jari manis Jake.

Jake tertawa pelan, entah kerasukan apa langsung memeluk Sunghoon.

Tersentak, Sunghoon perlahan membalas pelukan Jake tersebut.

“Itu muka lo lucu tadi” kekeh Jake.

Sunghoon tertawa, lantas mengeratkan pelukan keduanya.

Kembali duduk, keduanya menikmati sisa kembang api malam itu.

Hanya keduanya, bersama.

“Mulai sekarang pake aku kamu, titik”

-Langit

Jake suka langit.

Setelah melewati hari yang panjang dan melelahkan, Jake akan selalu mengadah untuk menatap langit biru.

Jake suka langit, karena sosok Jake selalu tahu dia tak pernah sendirian.

“Jake, emangnya diatas langit sana ada siapa?”

“Kata nenek, mama ada diatas sana”

Sunghoon kecil ikut mengadah, melirik kecil Jake yang menatap lama langit tersebut.

“Kalau disana ada mama, disini ada siapa?”

Tersenyum, tangan mungil Jake meraih tangan Sunghoon.

“Ada Sunghoon” ujarnya, tersenyum lebar.

Sumringah, Sunghoon dan Jake lalu berjalan pulang bersama. Seperti hari-hari lainnya.

Saat menginjak umur 15 tahun, Jake masih setia menatap langit.

Menepuk pundaknya, Sunghoon menyadarkan Jake yang terdiam di tempatnya.

“Lo nggak ikut?”

Mengangguk pelan, Jake lalu meraih tasnya untuk berjalan ke lapangan besar.

Sunghoon meliriknya.

“Jake”

“Hm?”

“Kali ini siapa yang ada diatas sana?” tanya Sunghoon.

Jake menoleh, tersenyum tipis.

“Kata papa, ada nenek disana” tunjuknya.

Sunghoon mengangguk perlahan.

“Tapi disini ada gue kan?”

Tertawa pelan, Jake menabrak pelan Sunghoon. Membuat Sunghoon dengan gencar meraih bahu Jake, mendekapnya.

“Disisi gue akan selalu ada lo” ucap Jake pelan.

Diumur yang ke 17 tahun, Jake masih menatap langit.

“Kali ini siapa yang diatas sana?”

Jake mengedikkan bahunya, menatap wajah Sunghoon.

“Nggak ada siapa-siapa”

Mengangguk, Sunghoon mengusak rambut Jake lembut di pangkuannya.

“Masih ada gue disini...” ujar Sunghoon, membuat Jake samar-samar tersenyum.

Menutup matanya, Jake terbuai oleh elusan rambut Sunghoon.

Dia tertidur di pangkuan Sunghoon.

Menginjak 23 tahun, Jake melamun menatap langit.

“Jake”

Menghela nafasnya, Jake segera berjalan kearah Sunghoon tergesa-gesa. Memeluk sahabatnya erat. Meminta kehangatan darinya.

Sunghoon mengusap punggung Jake.

“Kali ini papa ada disana Hoon” gumam Jake, menahan tangisnya.

“Gue masih disini Jake, masih disini.” gumam Sunghoon.

25 tahun.

Butuh 25 tahun untuk Jake berhenti melihat langit.

“Kenapa?”

Jake tersenyum manis, melihat Sunghoon yang sedang memeluk bayi mungil di tangannya. Ia menggelengkan kepalanya, berjalan mendekat kearah Sunghoon.

“Jungwon tidur nyenyak ya...”

Sunghoon tersenyum, mengecup kepala Jake.

“Jake...”

“Ya?”

“Aku baru nyadar loh. Sejak kita nikah kamu udah nggak pernah ngelamun lagi liat langit”

Jake meraih selimut Jungwon, memastikan putranya terbungkus dengan benar. Menatapnya penuh kasih sayang.

“Aku mau natap langit pun, aku tetap nggak bisa balikin mereka yang udah pergi.”

Menatap Jake lamat, Sunghoon kembali mencium pelipis Jake.

“Terus kamu nyadar apa lagi?”

Tersenyum, Jake beralih menatap Sunghoon.

“Aku takutnya aku kehilangan yang ada di depanku, saat aku lagi merindukan yang udah lama pergi.”

Sunghoon menatapnya sendu.

“Kamu selalu ada di sisi aku dari dulu. Sekarang pun aku udah ada Jungwon, daripada mentangisi yang udah berlalu, lebih baik aku terus menatap ke depan.”

Tersenyum, Jake menatap Sunghoon.

“Aku bakal selalu ada Jake... Selalu di sisi kamu” bisik Sunghoon.

”... Sama seperti dulu kan?”

“Hmmm, masih sama seperti waktu kita kecil dulu.”

Menariknya, Sunghoon menyatukan dahinya dengan milik Jake.

“Jangan banyak gerak, Jungwon bakal bangun nanti” bisik Jake.

Terkekeh, Sunghoon mengecup bibir Jake lembut sebelum menariknya untuk memeluk keluarga kecilnya tersebut.