CerealBunny

-Benang Takdir

“Lo bisa liat benang merah kan?”

Jake mengangguk malas, menatap Ni-ki yang gencar jauh-jauh dari kelasnya di lantai 1 ke lantai 3 cuma untuk menanyakan hal tersebut kepadanya.

“Kenapa emangnya?”

Ni-ki tersenyum. “Sunoo benang merahnya sama siapa?”

Jake tersenyum hambar.

Mereka terikat sebenarnya.

“Sama lo, tapi benangnya kusut perlu dibenerin” canda Jake, namun dipercaya oleh Ni-ki.

Manggut-manggut, Ni-ki lalu bergumam.

“Gimana caranya?”

Jake memutar kedua bola matanya.

“Brenti gangguin dia. Jodoh lo malah lebih ilfeel sama lo, coba jadi gentleman dong” ucapnya.

Terkekeh, Ni-ki lalu berterimakasih kepadanya.

“Thank you!” serunya, sebelum kembali ke kelasnya.

Menghela nafas, Jake lalu kembali memainkan handphonenya.

“Sejak orang-orang tahu lo bisa liat benang merah, seketika lo jadi cupid sekolah”

Jake menoleh, menatap Sunghoon teman sebangkunya.

“Merepotkan banget” ujar Jake, mulai lelah setiap kali ada yang mencarinya cuma ingin bertanya perihal benang merah.

Ada yang bingung benang merah itu apa?

Benang merah artinya takdir, yang terpasang di kelingking setiap orang.

Benang merah adalah pengikat bagi dua orang, bertanda bahwa mereka telah ditakdirkan untuk bersama.

Hanya segelintir orang yang bisa melihat benang merah.

Dan Jake salah satunya.

“Lo udah liat siapa ujung benang merah lo?” tanya Sunghoon.

Jake membeku di tempat, tak ingin mengucapkan nama orang tersebut.

“Udah tau”

Sunghoon membelalak, tak percaya.

“Siapa?”

Jake diam. Tidak mau membagi informasi pribadinya tersebut.

Membuat Sunghoon mendengus kesal. “Pelit” gumamnya.

***

“Jake kan?”

Jake yang baru saja keluar dari kelas terhenti.

Matanya melebar, menatap pemuda yang berada di hadapannya.

“Iya” jawab Jake seadanya.

“Lo tahu gue kan? Gue Jay”

“Udah tahu.” ucap Jake jutek.

Tersenyum miring, Jay lalu mengangguk.

“Terkenal banget ya gue?” ucapnya kelewatan pede.

Jake spontan mendengus. “Lo kan ketos, gimana sih” ucapnya sebal sendiri.

Terkekeh, Jay lantas menyibakkan rambutnya ke belakang. Sok ganteng.

“Jadi gue mau nanya nih, katanya lo bisa liat benang merah... Punya gue sama siapa?”

Jake melirik tangan Jay, melihat kelingkingnya yang terikat dengan benang merah.

Dan ujungnya, sangat dekat.

Jake mau menangis saja.

Jodohnya Jay ya si Jake.

HAHA

Tersenyum hambar, Jake lantas bersiap untuk melarikan diri.

“Nggak tau, nggak keliatan ujungnya. Jodoh lo orang kutub utara mungkin”

Menarik tasnya, Jake lalu melangkahkan kakinya menjauh.

Namun terhenti sedetik kemudian, karna Jay menahan tasnya sebelum menariknya lebih dekat kearahnya.

Jay mendekatkan wajahnya dengan Jake, berbisik pelan.

“Jangan anggap gue bego Jake, gue bisa liat juga ujung benang merah gue”

Tersenyum miring, Jay sukses membuat bulu kuduk Jake meremang.

”... Bangke”

“Hm?”

“YA TERUS NGAPAIN LO NANYA BEGO” teriak Jake, memukul Jay bringas dengan tasnya.

Mengaduh, Jay lantas menahan tangan Jake cepat-cepat.

“Lo kenapa sih dari kelas 10 ganggu gue mulu?! Lo tahu kenapa gue nggak ngaku lo itu ujung benang merah gue?!”

Jay tertegun, Jake bener-benar kesal.

”... Kenapa?”

Menunjuk Jay dengan dengan jari telunjuknya, Jake berteriak kembali.

“Lo kerjaannya bikin gue emosi mulu!”

Jay mengerjap, mengelus pundak Jake.

“Sabar, itu nasib lo sebagai jodoh gue. Mesti banyak sabar”

Mendengus keras, Jake lalu mencoba tenang.

Jay tersenyum, menatap Jake penuh perhatian.

“Kenapa lo natap gue kayak gitu?” desis Jake.

Mengedikkan bahunya, Jay berucap. “Tau kenapa gue gangguin lo mulu dari kelas 10?”

“Kenapa?”

“Lo gemesin sih, bawaannya pengen ganggu mulu”

Jake kian sebal, namun tak bisa bohong kalau hatinya berdetak kencang mendengarnya.

“Tau ah, mau pulang”

Jay terkekeh, puas telah membuat Jake salting.

“Pulang bareng gue”

Jake mendelik “Nggak!”

Spontan Jay mengedikkan bahunya.

“Simulasi Jake, lo bakal menikah ama gue nanti. Harus terbiasa mulai sekarang”

“Sarap lo!”

Tertawa, Jay lalu mengambil alih tas Jake, sebelum mengambil tangan Jake untuk dipegang.

“Nggak usah banyak ngelawan. Ini udah takdir”

Mendumel, Jake pun pasrah dibawa pergi Jay.

Dahlah! Bener juga kata Jay, udah takdir.

“Yaudah, sekalian beli gorengan” ucap Jake pelan.

Tersenyum manis, Jay melirik Jake di sampingnya.

“Apa sih yang nggak buat lo”

-Jodoh

Sunghoon menatap lurus jalanan, tak ingin menatap wajah orang-orang.

“Dek, bisa tolong geser?”

Menoleh, Sunghoon yang sedang duduk di halte bis segera menjauh dari wanita lebih tua tersebut.

Sunghoon mendengus. Melihat sesuatu dari mata kakak itu.

“Permisi kak”

“Hm? Iya dek?”

Sunghoon tersenyum tipis. “Jangan benci ama cowok itu kak, kali-kali jadi jodoh”

Menatapnya bingung, baik Sunghoon dan kakak tersebut memilih untuk diam.

Sunghoon tak main-main saat mengucapkan hal tersebut.

Dia punya suatu kelebihan.

Sunghoon bisa melihat jodoh orang hanya lewat dari tatapan mata.

Lucu sih, tapi benar-benar itu yang terjadi.

Tapi selama ini Sunghoon belum bertemu orang yang menujukkan wajahnya di kedua matanya.

Belum satu pun.

Jodohnya bukan orang Korea kali!

Menghela nafasnya, Sunghoon segera berdiri untuk menyebrangi jalan.

Sunghoon berdiri tepat di seblah lampu lalu lintas, memperhatikan benda tersebut.

“Permisi, ini ada yang jatoh dari tas lo”

Sunghoon cepat-cepat memalingkan wajahnya, mengambil earphone yang sepertinya jatuh saat di halte bus.

“Makasih...” ujarnya ramah, giliran menatap wajah orang tersebut.

Tersenyum, orang tersebut juga menatap Sunghoon.

“Sama-sama”

Sunghoon melotot, menatap tak percaya.

Dirinya refleks menahan tangan pemuda di depannya, membuatnya bingung.

“Kenapa ya?”

“Mata lo...”

Ada wajah Sunghoon disana.

Sunghoon heran. Ini? Nggak salah kan?! Pikirnya.

Mengucek matanya beberapa kali, membuat pemuda itu bertanya-tanya.

“Kenapa mata gue? Ada sesuatu kah?”

Menarik nafasnya, Sunghoon mengerjap.

“Siapa nama lo?”

”...Jake”

Mengangguk, Sunghoon tersenyum tipis.

“Gue Sunghoon”

Jake melayangkan senyumannya, mengangguk.

“Kalau gue bilang lo jodoh gue, lo percaya?” tanya Sunghoon seketika.

Mengerjap, Jake lantas tertawa pelan.

“Agak bingung mau jawab apa” jawabnya, menggaruk tengkuknya.

GEMES pikir Sunghoon.

“Lo anak baru di skolah gue?” tanya Sunghoon, menatap seragam sekolahnya yang sama dengan Jake.

Jake mengangguk kuat.

Tersenyum, Sunghoon sedikit mempererat pegangan tangannya dengan Jake.

“Kita bareng aja ya?”

“Boleh...”

Lucunya, Jake tak meronta. Justru tersenyum lebar.

“Gue pegang tangan lo karna mau nyebrang”

Iyain modus.

Lampu lalu lintas berubah merah, membuat keduanya langsung menyebrang jalan.

Namun tangan Jake tak dilepaskan setelah itu.

“Besok gue ketemu lo lagi, gapapa?” tanya Sunghoon.

Jake tersentak, namun tetap mengangguk pelan.

“Maaf kalau aneh, gue mau lebih kenal jodoh gue soalnya”

Jake spontan tertawa pelan, wajahnya merona.

“Yaudah, gapapa...” gumamnya.

Menoleh, Sunghoon sumringah sepanjang jalan ke sekolah.

Dia akhirnya ketemu jodohnya!

-Takut

Sunoo sering bingung sendiri setiap kali melihat pacarnya Jake, pemuda itu adalah paket lengkap, idaman pokoknya.

Ganteng, iya.

Pintar, jangan ditanya lagi sudah pasti iya.

Kapten di eksul futsal, terkenal karena ramah sama pinter. Bisa main biola ama bass, salah satu anak orkestra skolah.

Anak orang kaya cuy!

Lingkungan pertemanannya juga membahana.

Sahabatnya si Sunghoon, atlet skating intenasional, si penyanyi hits kebanggaan skolah, Heeseung dan si anak konglomerat, Jay.

“Pacar lo kok bisa ya serasa beda planet ama kita?”

Sunoo tersenyum hambar. “Gue pacarnya, lo cuma temen pacarnya. Apa kabar gue? Kadang gue juga masih heran sendiri”

Jungwon mendengus. “Gue hampir pingsan pas tahu lo pacaran ama kak Jake. Bisa ya dia suka ama lo”

Membelalak, Sunoo memukul pundak Jungwon.

“Enak aja, semustahil itu emangnya?”

Mengangguk, Jungwon mengatakan yang sejujurnya.

“Ya abis, lo berdua kayak langit dan bumi. Coba cerita lagi gimana kalian bisa ketemu?”

Sunoo bergumam pelan, kembali mengingat kapan dia bertemu dengan Jake.

“Awal masuk skolah gue udah pernah ketemu kak Jake beberapa kali di perpustakaan. Kadang gue suka nunggu lo disana, abis itu deh! Kak Jake tiba-tiba ngomong ama gue, sampai akhirnya dia nembak setelah pdkt 1 bulan”

Jungwon tersenyum miring. “Serius dia yang nanya? Bukan lo yang nanya”

“Wahhh, temen macam apa sih lo!” seru Sunoo, tak percaya dengan kelakuan sahabatnya tersebut.

Tertawa, Jungwon lalu berdiri dari kursinya. Yah, soalnya udah bunyi bel buat istirahat.

“Nggak ikut ke lapangan?” tanya Jungwon.

Sunoo lantas tersenyum malu-malu. “Kak Jake bakal dateng”

Berdecak, Jungwon langsung pergi begitu saja. Nggak mau jadi nyamuk dia.

Tak lama setelah itu, sosok yang ditunggu-tunggu Sunoo akhirnya memunculkan batang hidungnya di depan pintu kelas.

“Hai”

Sunoo tersenyum lebar, menatap Jake yang kini menarik kursi untuk duduk di depannya.

“Nggak makan? Atau mau makan bareng aku?” tawar Jake.

Menggelengkan kepalanya, Sunoo menjawab. “Tadi lowong, udah makan duluan. Kak Jake udah makan?”

“Udah, tadi sama juga lowong”

Mengangguk, Jake lalu tersenyum gemas saat melihat eye smile Sunoo.

“Kamu kok bisa tambah cantik banget?”

Sunoo membelalak, hatinya dag dig dug serrr

“Nggak ah kak, jangan ngomong gitu” ujarnya, menutup pipinya yang merona.

Gemas, Jake lalu mengusak rambut pacarnya. Asiap pacar!

“Pulang bareng aku kan?”

“Iyaaa”

“Tapi kemarin kamu pulang ama siapa pas aku ada ekskul?”

Sunoo mengerjap. “Sama Ni-ki”

Mengerutkan dahinya, Jake lalu terdiam.

“Kenapa kak?” tanya Sunoo was-was.

Menatap lamat wajah Sunoo, Jake tersenyum tipis.

“Banyak banget orang suka kamu, aku kadang jadi takut”

Sunoo mengerjap seketika. Ha? Gimana? Otak Sunoo berputar-putar dengan pertanyaan.

”... Takut kenapa kak?”

Meraih tangan Sunoo, Jake mengusapnya pelan.

“Takut ada yang rebut kamu dari aku. Kan nggak lucu, kalau udah sayang banget tapi malah diambil dari aku” ujar Jake, tersenyum miring.

“Ha?”

Jangan tanya Sunoo gimana, dia udah kayak keong.

Nggak ngerti apa-apa, kayak denger bahasa alien dari mulut Jake.

“Aku nggak ngerti deh sama omongan kak Jake... Justru aku seharusnya yang takut. Kan kak Jake jauh lebih terkenal dari aku” cicit Sunoo.

Menaikkan seblah alisnya, Jake tertawa pelan.

“Nggak Sunoo... Hati aku udah penuh kamu, gimana bisa pergi dari kamu. Jangan ragu, serius.” ujar Jake sungguh-sungguh.

Tersadar sesuatu, Sunoo langsung mencebik.

“Berarti kak Jake nggak percaya dong kalau aku nggak bakal ninggalin kak Jake?”

Mengerjap, Jake langsung terdiam.

Haduh, mampus. Bahaya kalau Sunoo merajuk.

Melirik wajah pucat Jake, Sunoo lantas tak bisa menahan tawanya.

Tertawa keras, Sunoo lalu merasa tak enak. “Maaf kak maaf”

Jake lantas menghela nafasnya, dipermainkan dia saudara-saudara!

Tertawa pelan, Sunoo lalu memainkan tangan Jake sebelum mendekatkannya ke depan wajahnya, sengaja menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan Jake.

“Jangan marah ya... Aku becanda” ujar Sunoo tersenyum manis.

Jake balas tersenyum manis, iyain. Untung sayang.

Apa sih yang nggak buat Sunoo?

Saling menatap satu sama lain, keduanya lalu terjebak menatap mata indah satu sama lain.

Yap, inilah episode dua si duo bucin.

-Reboot

Bugh! Bugh!

“Berani-berani lo ya! Dasar brengsek!”

Bugh! Bugh!

“Mati aja lo Park Sunghoon!”

Sunghoon telungkup, menutupi wajah dan perutnya yang dipukul membabi buta oleh sahabatnya sendiri.

“Jay, udah! UDAH” teriak Heeseung, menarik Jay hingga hampir terjatuh ke belakang.

“Minggir lo, jangan masuk campur.” desis Jay sebelum mendorong Heeseung kuat.

Dengan nafas memburu, Jay bangkit sekali lagi. Mengambil tongkat asal, Jay berjalan terseok-seok kearah Sunghoon.

“Uhuk!” Sunghoon muntah darah, menggerang pelan sambil memegang perutnya.

Jay berhenti, menatap Sunghoon tajam.

“Lo kira gue bakal diam? Setelah apa yang lo perbuat ke Jake?”

Sunghoon mengadah dengan susah payah, kesadarannya menipis. Dia akan pingsan.

Mendengus, Jay mengangkat tongkat di tangannya bersiap untuk memukul Sunghoon.

Namun tangannya terhenti di udara, ada suara sirine yang keras.

Heeseung bangkit, memaki.

“LARI BEGO!” teriak Heeseung, membopong Jay dan terhenti melihat Sunghoon yang sudah pingsan.

“Sorry Hoon, nanti polisi aja yang bantu” bisiknya, sebelum cepat-cepat pergi membawa Jay.

***

Sunghoon menatap tangannya yang dibalut perban di sepanjang lengannya. Ia mengadah, menatap Jake yang baru saja selesai mengobatinya.

Sudah satu minggu sejak kejadian itu, Sunghoon dilarikan ke rumah sakit dan kini baru pulang.

“Lo mau minum?” tanya Jake, menoleh kearahnya.

Menggelengkan kepalanya, Sunghoon membuang wajahnya kearah lain.

Menghela nafas, Jake hanya menatap nanar kearah Sunghoon.

“Gapapa kalau lo belum mau bilang sama gue, gue bakal nunggu”

Jake melangkah, keluar dari kamar mereka.

Di tempatnya Sunghoon hanya terdiam, sedikit terkejut saat mendengar suara deringan telfon yang terdengar samar-samar dari saku hoodienya.

“Halo? Kenapa Nik?”

“Bang, gawat”

Mengerutkan dahinya, Sunghoon lantas bangkit dari kasur.

“Kenapa?”

“Kak Jake udah tau masalah lo kelahi ama bang Jay.”

Tertegun, Sunghoon terdiam.

“Dia juga tau, kalau selama ini bang Sunghoon sering ke club, main ama perempuan-perempuan disana.”

Menghela nafasnya, Sunghoon cepat-cepat mematikan sambungan tersebut.

Ia mengusak rambutnya kasar, namun langkahnya cepat-cepat mencari Jake.

Turun, hingga ke dapur. Matanya mendapati Jake yang baru saja selesai mencuci piring.

Perlahan, Sunghoon menghampirinya.

“Kenapa Hoon?” Jake bertanya, bingung mengapa tunangannya tersebut menghampirinya.

Wajah Sunghoon datar, namun hatinya berdetak kencang.

“Lo udah tau... soal Jay”

Jake menipiskan bibirnya, mengangguk pelan.

“Kenapa lo nggak batalin aja pertunangan kita?” tanya Sunghoon.

“Gue bisa aja bilang ke orang tua kita, tapi setelah dipikir-pikir pernikahan kita udah dekat banget. Dan lagipula, gue nggak bisa”

Sunghoon berdecak. “Gue udah nyakitin lo, apa masih pantas gue ini buat lo?”

Menatapnya, Jake terdiam selama 5 detik.

“Udah gue bilang, gue nggak mau.”

“Kenapa?”

Jake kini yang mendengus. “Kurang jelas? Gue sayang sama lo Hoon.”

Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Gue nggak ngerti, apa gue harus bilang satu-satu perbuatan bejat gue ke lo?” tanya Sunghoon, sudah siap mengakui segala bentuk dosanya kepada Jake.

Mengangkat tangannya, Jake memberikan isyarat untuk Sunghoon diam.

“Gue ngerti Hoon-”

“LO NGGAK NGERTI JAKE” teriak Sunghoon memotongnya.

Jake menarik nafasnya, lalu menghembuskannya perlahan. Takut terbawa emosi.

“Gue tau semua bego, semua...” lirih Jake.

Sunghoon tertegun.

Tersenyum miris, Jake kembali membuka mulutnya.

“Gue nerima lo padahal gue tau lo cuma main TOD ama temen-temen lo waktu itu. Gue nerima lamaran lo, walaupun gue tau lo dipaksa buat nikah sama orangtua lo.”

Jake menarik nafasnya dalam, meneteskan air matanya.

Kerongkongannya pahit, hatinya sakit kembali setelah mengingat perbuatan Sunghoon kepadanya.

“Gue terima fakta kalau selama ini kita nggak kayak orang pacaran. Gue terima lo walaupun gue tahu! Lo sering main diluar sana, balapan, minum, ngerokok. Gue terima makian dari fans-fans lo! Gue masih tetap disini, walaupun gue tahu lo nggak anggap gue siapa-siapa”

Memukul dadanya sendiri, Jake luruh sepenuhnya.

“Hiks! Gue tahu lo selingkuh! Gue liat pake mata kepala gue sendiri pas lo main di club! Gue tahu semua kelakuan bejat lo ke gue! Gue nggak bego! Hiks! Tapi gue bisa apa?!”

Sunghoon menggigit bibirnya, tak pernah melihat sisi Jake seperti ini.

Baginya, Jake adalah definisi pacar idaman. Jake selalu mengerti, selalu pengertian, selalu memberikan yang terbaik untuknya.

Selalu dan selalu ada untuknya. Hanya untuk Sunghoon seutuhnya.

Mendekat, Sunghoon meraih tubuh mungil Jake yang gemetaran.

“Gue bisa apa ha? Jelasin ke gue Sunghoon! Jelasin ke gue sekarang juga. Gue bisa apa hiks!”

Meronta, Jake mencoba melepaskan pelukan Sunghoon dengan memukul dadanya kuat, padahal baru pulang dari rumah sakit.

“Hiks! Gue bisa apa...”

Terisak, Jake membenturkan kepalanya di dada Sunghoon, merasa manusia paling bodoh di dunia.

“Jake...” gumam Sunghoon.

Mengadah, Jake dengan mata yang berlinangan air mata menatap Sunghoon.

“Gue bisa apa kalau gue cinta banget sama lo? Hm?” bisik Jake. Menatapnya nanar.

Sunghoon dilanda sakit di hatinya, perkataan Jake seolah-olah menamparnya keras.

Jake mencintainya sepenuh hati, dan selalu ada untuknya. Sedangkan dia tidak.

Memeluknya erat, Sunghoon menggelengkan kepalanya.

“Maaf... maaf” gumam Sunghoon tanpa habis-habisnya.

Jake kembali terisak, mencengkram kuat kaos Sunghoon.

“Gue minta maaf Jake, gue nggak pantas terima lo. Gue benar-benar minta maaf” bisik Sunghoon.

Selama 5 menit, Sunghoon terus mengulang permohonan maafnya kepada Jake. Hingga tangisan kencang Jake mereda.

Melepas pelukan tersebut, Jake terdiam sambil menunduk.

Tangan Sunghoon terangkat, mengusap wajah Jake dengan lembut. Tak menjauh, Jake diam menerima perlakuan lembut dari Sunghoon untuk pertama kalinya.

“Jake, liat gue”

Mengadah, Jake menatap Sunghoon.

Tersenyum tipis, Sunghoon malah salah fokus saat melihat hidung merah Jake, begitu lucu pikirnya.

“Jangan senyum” desis Jake.

Bedeham, Sunghoon segera meluruskan pandangannya.

“Maaf...”

Saling berpandangan, Jake lantas menahan tawanya. Sunghoon yang dengar-dengaran adalah hal baru baginya.

“Mana cincin tunangannya?”

Sunghoon spontan merogoh hoodienya, mencari-cari dengan cepat. Matanya membelalak saat tak menemukannya.

Jake hampir tertawa, namun menahan diri.

“Ada sama gue cincin lo”

Spontan, Sunghoon menghembuskan nafas lega.

“Yaudah, mana”

Jake menggelengkan kepalanya, menarik cincin tersebut dari saku celananya dan memberikannya kepada Sunghoon.

“Punya lo juga”

Menatapnya heran, Jake takut-takut jika Sunghoon akan membuang cincin tersebut.

“Nggak bakal gue apa-apain” ujarnya tahu akan kekhawatiran Jake.

Menurut, Jake lalu melepaskan cincinnya dan memberikannya kepada Sunghoon.

“Gue nggak tahu kalau lo masih mau nerima gue atau nggak. Tapi kalau lo izinin gue masangin cincin ini di jari lo, berarti kita ulang dari awal. Nggak ada lagi Sunghoon yang bejat”

Jake membelalak, menatapnya tak percaya.

“Cuma bakal ada Sunghoon yang bakal sayang lo, Sunghoon yang bakal membina keluarga bareng lo. Sunghoon yang lebih dewasa, dan yang bakal nerima lo apa adanya”

Menutup mulutnya, Jake membeku di tempat.

Sunghoon tersenyum kikuk. “Jadi...apa lo bakal izinin?”

”... Iya”

Tersenyum, Sunghoon dengan cepat memasangkan kembali cincin tunangan mereka. Begitu pula Jake yang memasangkan cincin ke jari Sunghoon.

Menatap Jake, Sunghoon kembali memeluk Jake. Merengkuhnya, mencium pucuk kepala Jake dengan sayang.

“Makasih...”

Tersenyum, Jake menutup matanya. Bahagia.

Kini mereka berada di titik awal kembali.

-Cuddle Time

Jake menghela nafasnya pasrah saat pacar kesayangannya bernama Park bucin Sunghoon sedang bergelayut manja kepadanya.

Sedari tadi pria tersebut terus saja mengganggu kegiatan membaca Jake dengan sesekali mencium pipinya atau memeluknya erat sekali sampai dirinya susah bernafas.

Padahal kan, Jake rencananya mau lari dari rumah kerena sepupunya Daniel dan Sunoo sedang main ke rumah.

Alhasil, Jake tak bisa menuntaskan bacaannya.

“Kamu bisa nggak mundur dikit? Ini aku nggak bisa nafassss” rengek Jake, memukul tangan Sunghoon yang melingkar di perutnya.

Sunghoon terkekeh pelan, namun tak bergerak, masih memeluk erat pacarnya.

“Nggak mau, siapa suruh cuekkin aku” ledek Sunghoon semakin menjadi-jadi.

Jake berdecak. “Sunghoon, aku dateng kesini buat selesain buku ini, bukan buat dipeluk sampe mati!”

“Diem atau aku gigit?” bisik Sunghoon tepat di sebelah telinganya.

“Coba aja kalau bisa,”

Mendengar cibiran Jake, Sunghoon dengan segera menggigit pipi Jake.

“Ouch! Sunghoon! Gila kamu ya!”

Melepas paksa pelukan Sunghoon, Jake bergerak bringas.

Namun percuma, mana bisa kalau Sunghoon lebih kuat.

“Sunghoonnnn” suara rengekan keluar dari mulut Jake, membuat Sunghoon semakin gemas dengan tingkahnya.

Iya, bucin mah beda.

“Iya sayang maaf maaf... Ini aku lepasin” ucap Sunghoon akhirnya melepaskan pelukannya dan beralih mengambil handphonenya.

Jake tersenyum lebar, lalu kembali membaca buku novelnya tersebut.

Keduanya sibuk dalam dunia mereka.

Namun tak sampai 15 menit, Jake merasa ada yang mengganjal.

Mengadah, Jake akhirnya menatap Sunghoon yang kini sibuk bermain game di handphonenya.

Merangkak mendekat, Jake lalu menaruh novelnya, dan menoel pipi Sunghoon.

“Sunghoon...”

“Hmm”

“Sunghoonnnn”

“Iya kenapa sayang?”

Jake berdecak. “Tatap aku.”

Sunghoon segera mengalihkan pandangannya, menatap wajah tampan pacarnya.

Matanya melembut, mengusap pipi gembil Jake dengan kasih sayang.

“Kenapa hm?”

Pipi Jake spontan bersemu merah, ah. Sunghoon adalah pacar idaman.

Merenggut, Jake lalu meraih sudut sweaternya.

“Itu, mau peluk” cicitnya pelan.

Sunghoon sukses dibuat gemas oleh Jake. Dirinya menahan diri untuk tidak mencium pacarnya tersebut.

Ya habis, Jake terlalu menggemaskan.

“Katanya tadi suruh lepas...” goda Sughoon.

“Ihhh itu kan tadi, sekarang nggak.”

Sunghoon terkekeh, gemas sekali.

Jake mengangkat tangannya, menunjukkan jam tangannya kepada Sunghoon.

“Lihat, ini udah jam pelukan!” ujarnya, mengerucutkan bibirnya.

AJSKSKDJ SUNGHOON MANA KUAT.

“Yaudah sini, peluk.” ujar Sunghoon, membuka lebar-lebar tangannya.

Jake tentunya langsung melompat ke dalam pelukan Sunghoon yang hangat, mendusel dada bidang sang pacar.

“I love you.” bisik Jake.

Sunghoon tersenyum.

“I love you more baby”

“Kamu janji nggak bakal pergi dari kehidupan aku, kan?”

Tentu saja, Sunghoon mengangguk.

“Iyaa janji.”

“Hehe” Jake tersenyum, menatap wajah tampan Sunghoon.

Begitu pun Sunghoon, menatap wajah Jake.

“Kamu gemesin, boleh cium nggak?” celetuknya asal.

Senyum Jake langsung sirna.

“Enak aja, nggak!” serunya menarik diri dari pelukan, menutupi pipinya yang memerah.

Sunghoon tersenyum miring.

“Jangan lari, percuma. Aku bakal tetap tangkap kamu.”

Jake bergidik ngeri, Sunghoon kalau udah mode begini nggak main-main dia.

“Aku pulang deh kalau gitu.”

Jake berdiri, meraih novelnya lalu melesat membuka pintu kamar sebelum Sunghoon menggapainya.

Sunghoon terkejut di tempat. Cengo.

“Jakeeeee, aku becanda tadiii. Jangan ninggalin aku, katanya nggak bakal ninggalin aku!”

-Interaksi pertama

Jake menghela nafasnya, menatap datar handphonenya.

Lagi-lagi ditinggal.

Kadang Jake merasa keluarganya tak membutuhkannya. Namun apa daya, Jake tak bisa melakukan apa-apa.

“Sunghoon... Ngomong bareng kita dong, diem mulu”

Jake mengadah, melihat dua perempuan yang mengganggu Sunghoon.

Cari kesempatan, soalnya perpustakaan lagi sepi banget.

Kak Yewon yang biasa menjaga, lagi cari makan, disuruh Jake yang jaga untuk sementara.

Sunghoon di sisi lain hanya diam, menatap buku di tangannya.

“Sunghoon, diem diem bae”

Keduanya cekikikan, masih gencar menggoda Sunghoon.

Jake menatap kedua perempuan tersebut jengah, ribut sekali mereka.

Mencolek dagu Sunghoon, kedua perempuan tersebut sempat memegang lengan Sunghoon.

Membuat yang dipegang memberikan reaksi.

“Pergi”

“Eh ngomong dong dia”

“Pergi.” ucapnya, lebih keras.

Jake yang mendengar suara Sunghoon segera berdiri, tanpa sadar memerhatikan gerak-geriknya.

Tubuh Sunghoon bergetar, wajahnya tak bersahabat, matanya tak fokus di satu tempat.

Membelalak, Jake segera berdiri dari duduknya.

“Ayo ngomong terus.”

Brak!!!

“GUE BILANG PERGI! ARGHHH” teriak Sunghoon kesetanan, memukul meja dengan keras.

“AKHHH” teriak kedua perempuan tersebut ketakutan hebat.

Menarik rambutnya, Sunghoon memukul kepalanya sendiri.

Spontan berjalan lebih cepat, Jake segera membuka mantelnya.

“Kalian berdua diem, terus pergi dari sini.” ujar Jake, mendorong kedua perempuan tersebut kencang.

Keduanya lalu berlari terbirit-birit.

Meninggalkan Jake yang langsung menutupi Sunghoon dengan mantel tersebut ke atas kepalanya.

Lantas menariknya dalam pelukan.

“Arghhhhh”

“Shhhh, it's okay... Sunghoon, it's okay” gumam Jake, mengusap kepala Sunghoon yang tertutupi mantelnya.

Berkali-kali. Hingga Sunghoon tenang dengan sendirinya.

“Gue duluan”

Sunghoon menoleh, menatap Jake yang duduk di hadapannya.

Menipiskan bibirnya, Jake lalu menghela nafas. Beralih mengambil barang-barangnya dan bangkit dari situ.

Sunghoon terdiam. Matanya spontan melirik mantel Jake yang tertinggal.

Meraihnya, Sunghoon perlahan memeluk mantel tersebut.

-Prolog

“Ma, coba liat. Nilai Jake naik” tersenyum lebar, Jake menunjukkan kertas ulangannya.

“Ma! Bang Kei kerja dulu ya!”

“Eh, kamu bawa bekal ini ke rumah sakit. Jangan lupa makan ya!”

Mengerjap, Jake menatap sang ibu yang menghampiri sang kakak yang berdiri di depan pintu.

Berbalik, Jake kini menatap sang ayah yang sedang membaca koran.

“Pa, nilai Jake naik”

Mendongak, sang ayah tersenyum tipis.

“Bagus, banyak belajar ya...”

Jake ikut tersenyum, merasa bahagia dengan pujian tersebut.

“Biar kayak abang sama adek kamu. Mereka semua berprestasi, jangan mau ketinggalan. Biar nggak dibanding-bandingin terus”

Melunturkan senyumannya, Jake mengigit bibirnya.

Meraih kursinya, Jake memaksakan makanan untuk masuk ke kerongkongannya. Melihat sang adik dengan lahap memakan sarapannya.

“Daniel”

Daniel menoleh, menatap Jake bertanya-tanya.

“Buat kamu, mau?”

Mata Daniel berbinar, mengangguk cepat saat Jake memberikan nasi gorengnya ke hadapannya.

Berdiri, Jake berjalan kearah pintu.

“Jake pergi dulu!”

“Jangan pulat telat Jake!” seru mamanya.

Menghela nafasnya, Jake mempererat jaket kesayangannya.

***

Jam pulang sekolah, Jake segera keluar dari kelas. Biasanya Jake pulang sendiri, dia tak punya teman dekat.

Hanya sampai kenal nama, tak ada yang benar-benar menjadi akrab dengannya.

Karena Jake punya sisi yang tak ingin diganggu. Cukup baik, tapi tak lewat dari situ.

Jake perlahan membuka pintu ruangan bertuliskan perpustakaan, mencari tempat kesukaannya.

“Halo Jake” sapa penjaga perpustakaan.

Tersenyum, Jake membalas sapaan tersebut.

“Halo kak Yewon”

Jake berjalan ke ujung perpustakaan, ke tempat andalannya.

“Hai tempat kesayangan, hari ini kita baca buku novel ya” gumam Jake kepada meja kesukaannya.

Membuka tasnya, Jake kini menaruh buku novel dan earphonenya.

Ia tak ingin pulang cepat, karena apa gunanya?

Tak ada yang mencarinya disana.

Jake hanyalah anak yang selalu dibanding-bandingkan, tak memiliki hobi khusus atau prestasi tinggi.

Biasanya, tiap hari Jake selalu ke perpustakaan, menghabiskan waktu hingga hampir menjelang malam.

Kriettt

Jake spontan mengadah, menatap seseorang yang duduk tak jauh darinya.

“Park Sunghoon... Muncul terus perasaan” gumam Jake.

Setiap hari Jake selalu melihat Sunghoon di perpustakaan.

Biasanya pemuda itu membaca sampai Jake lelah menatapnya. Biasa, dia kan murid terpintar di sekolahnya.

Lucunya, Jake tak pernah berbicara dengannya.

Sunghoon sepertinya benci untuk berbicara, dan Jake juga malas untuk menyapa.

Cocok.

“Mau tau sesuatu? Dia gila...” bisik Jake.

Tau kenapa?

Jake sering melihat Sunghoon bergumam sendiri, bahkan tak jarang melihat pemuda itu berkeringat dingin sambil menarik rambutnya.

Syukurnya, Sunghoon tak pernah melakukan yang lebih. Jadi Jake tak perlu repot-repot membantu.

“Dahlah, lama-lama gue yang jadi gila karna liat dia”

Kembali menatap bukunya, Jake fokus membaca.

-Kakak Tingkat

“Kakak tingkatnya mulai meresahkan ya bund, baca buku aja bisa seganteng gitu”

Sunoo memukul lengan Jungwon gemas, menutup wajahnya sendiri diantara tembok.

“Mamaaa ini kakak tingkatnya kenapa bisa ganteng banget gini?!” serunya tak habis pikir, hampir menangis melihat si kakak tingkat kesukaannya sedang duduk tak jauh dari mereka, sedang membaca buku.

Kelihatan berwibawa, keren, cool, pinter, tampan, berani, apa lagi yang bisa ditambah?

Jungwon menghela nafasnya pelan.

“Gila kali lo ya... Kalau suka ya samperin, jangan diem disini”

Sunoo melotot, menatap Jungwon seolah-olah dia gila.

“Lo kira gue berani jalan kesana terus bilang, hai kak Jake! Gue ngefans dan siap jadi kandidat terbaik calon pacar kak Jake.” ujarnya belagak ceria.

Tertawa, Jungwon mengacungkan kedua jempolnya.

“Gitu aja... Bagus!”

Sunoo mencebik. “Sarap lo!”

Mengedikkan bahunya, Jungwon lalu berjalan untuk keluar dari belakang tembok.

“Lo mau masuk kelas nggak sih? Ini baru semester pertama kita, jangan males-malesan”

Mengangguk pasrah, Sunoo lalu menghampiri Jungwon untuk berjalan bersama.

“Jungwon!”

Baik Sunoo dan Jungwon terhenti lalu menoleh, sedikit terkejut saat melihat sekumpulan kakak-kakak tingkat yang secara ajaib sudah duduk bersisian dengan Jake.

“Iya kak Jay? Kenapa ya?” tanya Jungwon, mendekat.

Mau tak mau Sunoo mengikuti, berjalan tepat di belakang Jungwon karena takut jika diliat oleh Jake.

“Itu Sunoo kan?”

“Ha?”

Jungwon menahan tawanya, mengangguk saja.

“Iya kak Jay, itu Sunoo”

Tersenyum, Jay melirik Jake yang masih sibuk dengan bukunya. Dengan segera menyenggol lengan Jake, membuat dia berbalik.

“Sunoo masih ingat Jake kan? Yang ngospek kalian waktu itu...”

Tertawa kaku, Sunoo mengangguk pelan. “Masih ingat kak”

“Lo si Sunoo yang ngirim pantun receh ke Jake kan?” tanya Heeseung, kembali teringat kejadian lucu tersebut.

Dulu saat jaman ospek, hari terakhir ospek mereka disuruh ngirim surat ke kakak-kakak tingkat sebagai kegiatan hiburan.

Saat yang lain mengirimkan surat dengan kata-kata puitis dan kalimat terima kasih, Sunoo malah menulis pantun receh kepada Jake.

“Owhhh lo si Sunoo itu!” seru Jake, tersenyum lebar mengingat isi surat tersebut. Akhirnya menemukan si pengirim surat.

HAHA

Sunoo hanya bisa tertawa canggung, dalam hati merutuki diri karena pernah nulis pantun itu.

“Jake dari abis ospek nyari mulu si pengirim, pas banget Jungwon bilang dia tau siapa pengirimnya” jelas Jay.

Heeseung di sebelahnya manggut-manggut. Sedangkan Sunoo tersenyum kearah Jungwon.

Dan Jungwon tahu, senyum itu adalah malapetaka baru baginya.

“Akhirnya nemu juga ya Jake...” ujar Heeseung.

Jake mengangguk, tersenyum tipis saat memperhatikan si adek tingkat, seketika merogoh handphonenya lalu menyodorkannya ke hadapan Sunoo.

Sunoo menatap Jake tak mengerti. “Buat apa ya kak?”

“Gue minta nomor lo”

”... Ha?” nyawa Sunoo sudah terangkat sekarang.

“Gue minta nomor lo.” ulang Jake sambil memberikan handphonenya kepada Sunoo.

Mengetik dengan tangan gemeteran, Sunoo segera mengembalikan handphone tersebut saat tugasnya telah selesai.

Jake tersenyum kearah Sunoo. “Berikut-berikut gue traktir makan ya? Sebagai tanda terima kasih karena udah ngasih pantun lucu, sukses bikin gue senyum”

Ajarkan Sunoo untuk bernafas.

PINGSAN AJA SUNOO KALAU GINI

“ACIEEEE”

“Dahlah, pindah gue. Nggak enak jadi nyamuk”

“Bubar bubar! Gue mencium bau-bau bulol!”

“Sunoo, masih nafas kan?” bisik Jungwon.

Sunoo menggelengkan kepalanya. Syok parah.

Terkekeh, pandangan Jake tak lepas dari Sunoo yang dengan malu-malu menutup wajahnya sendiri.

Hadeh, bucin sudah.

-Superhero

Jay pada dasarnya adalah seseorang yang setia kawan. Dia punya tetangga sejak kecil, dua sekaligus.

Si tinggi pucat Sunghoon, dan si bontot nan gemesin Jake.

Dari kecil mereka sering main bareng. Jay hobinya jailin Jake, dan yang selalu marahin Jay ya si Sunghoon.

Menginjak SD, Jake sering dibully karena dekil, dan keduanya sebagai pawangnya akan maju dan melindungi Jake.

Yang mulut pedas si Sunghoon, dia juga juru bicara ke guru-guru pas mereka masuk ruang BK abis ketahuan mukul anak-anak lain.

Dan Jay, kerjanya mukul memukul. Kalau dikejar, Jay paling kuat buat gendong Sunghoon ke pundaknya.

Lucunya, mereka sama-sama dalam zona yang aneh sejak mereka ketahuan, bahwa keduanya menyukai Jake sejak kecil.

“Kalian dah makan belum? Kalau belum Jake baru selesai masak lohh”

Jay dan Sungoon memalingkan wajah dari ps 5 mereka, menatap Jake yang tersenyum lebar dari depan pintu kamar.

“Duluan aja Jake, nanti kita ngikut ke bawah” ujar Sunghoon, tersenyum manis. Jay hampir muntah, tapi di depan Jake dia pun ikut tersenyum saja.

Mengangguk, Jake lalu berjalan duluan. “Oke, gue tunggu yaa”

Jay dan Sunghoon spontan saling melemparkan pandangan.

“Lo liat dia? Dia yang bakal jadi calon masa depan gue” tegas Sunghoon.

Tertawa, Jay geleng-geleng kepala. “Lo ingat nggak waktu ultah gue yang ke 14? Jake ngasih cincin ke gue, kita berdua udah tunangan dari kecil”

“Tunangan pala lo! Gue juga dapat ya! Jake bilang itu cincin persahabatan” seru Sunghoon.

Menatapnya sinis, Jay lalu bangkit dari tempatnya.

“Sampai kapan pun Jake bakal milih gue.”

Sunghoon tersenyum miring, menatap Jay remeh.

“Lo tahu siapa yang sejak kecil jadi superhero-nya Jake?”

Menunjuk dirinya, Sunghoon dengan bangga mengaku. “Gue, sejak kecil yang jagain dia dari jahilan lo ya gue”

Tersentak, Jay lalu mendengus. Oke, kalau ini dia kalah telak. Salahkan dia yang suka terima perhatian dari Jake, namun hanya bisa jika dijahili.

Tau kenapa? Ya karena Sunghoon selalu duluan, apapun yang terjadi Sunghoon nomor satu.

Jay adalah nomor dua.

“Hei, kalian kok lama banget? Jake sampe pegel nunggunya”

Jake menunjukkan wajahnya, membuat keduanya terdiam seketika.

“Kita turun sekarang, ayo” berjalan duluan, Sunghoon menatap Jay yang kini dengan gencar melewatinya, meraih tangan Jake.

“Kenapa Jay?” tanya Jake.

Bermanja ria, Jay menaruh kepalanya di ceruk leher Jake. “Dingin” jawabnya.

Mengangkat kedua alisnya, Jake yang polos lalu memeluk Jay sambil mengusap tangannya. “Kasian...”

Si Jay keenakan. Semakin gencar mengusap wajahnya.

“Noh, pake ini.” Jay tersentak saat ada sesuatu yang menutup penglihatannya, spontan melepaskan pegangannya kepada Jake.

Ternyata Sunghoon melempar jaketnya di kepala Jay, cepat-cepat menarik Jake menjauh dari si buaya.

“Kalian kenapa sih, berantem mulu”

Sunghoon tersenyum manis, menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak Jake, si Jay bawaanya emang mau baku hantam. Dah ya, kita kebawa. Nanti makanannya dingin”

Tersenyum, Jake dengan semangat berjalan menuruni tangga.

Baik Jay dan Sunghoon saling melemparkan tatapan. Jay menatapnya sinis, sedangkan Sunghoon menyeringai untuk mengejek.

Tiada hentinya berperang kalau soal pujaan hati ini mah.

-Overprotektif

Jake menghela nafas, menatap Jay di sebelahnya.

“Kenapa lo? Banyak masalah?”

Jake diam.

Berdecak, Jay menyenggol perut Jake pelan.

“Gue tanya, lo jawab”

“Lo tau nggak sih ini acara camping anak band?”

Jay mengangguk. “Iya, gue tau”

“YA TERUS KENAPA LO KEMARI”

Terlonjak, Jay langsung mengelus dadanya berulang kali.

“Nggak usah teriak bisa?”

Melotot, Jake menggelengkan kepalanya keras. “NGGAK”

Berjalan pergi, Jake meninggalkan Jay yang masih di tenda.

Mendumel selama perjalanan.

“Dahlah Jake, biarin aja Jay ikut acara camping kita” ujar Heeseung, menepuk pundak Jake.

“Nggak mau! Selalu gitu sih, gue ngikut acara apa aja pasti manusia satu itu nongol melulu!”

Heeseung terkekeh, mengelus rambut Jake. “Dahlah lo tau kan betapa overprotektif-nya si Jay?”

“Ya, bukan gitu juga kaliiiii”

“Lepasin tangan lo.”

Baik Jay dan Heeseung tersentak, menoleh untuk mendapati Jay dengan wajah datarnya.

Heeseung menurut, menaruh tangannya menjauh dari Jake.

Melipat tangannya di depan dada, Jake menatap Jay.

“Kita butuh bicara, sekarang”

Mengangguk, Jay lantas berjalan menjauh bersama Jake, menjauhi kerumunan.

“Mau bicara apa?”

“Tentang lo, kenapa ngikut gue mulu sih?! Lo nggak bosan liat wajah gue tiap hari sejak kecil apa?!”

Berteriak frustasi, Jake melotot kearah Jay.

Jay hanya mengedikkan bahunya.

“Gue udah janji dari kecil buat jagain lo.”

“Tapi nggak gini juga kaliiii”

“Ya maaf, gue aja yang overprotektif sejak lo jatuh dari ayunan sekolah terus luka”

Ya Tuhan, berikan Jake kekuatan untuk menghadapi Jay.

Jake mengusap wajahnya kasar.

“Terus kenapa kalau gue sakit? Jatuh? Atau kepleset? Nggak bakal mati kan?”

Jay menggelengkan kepalanya.

“Gue yang rasanya mau mati tiap kali liat lo super aktif”

“Kenapa?” tanya Jake tak mengerti.

“Ya gue nggak bisa! Gue sesayang itu sama lo!”

Mengangguk, Jake lalu menghela nafasnya.

Ini sudah bukan rahasia kalau si Jay sayang banget sama Jake.

“Iya gue tahu lo sayang, tapi kenapa betah nempel mulu?”

Jay terdiam, menatap lamat wajah Jake. Tangannya terangkat, meraih tangan Jake.

Mengerjap, hati Jake hampir luluh saat melihat tatapan penuh kasih sayang dari Jay.

Kebiasaan dari kecil.

“Hati gue nggak nahan walau semenit pun nggak liat lo. Lah, lo malah mau camping tiga hari, nggak kasian ama hati gue?”

Jake tersentak, tertegun di tempat.

Mengusap kepala Jake, Jay tersenyum tipis.

“Lo mana ngerti. Kan cuma gue yang sayang disini” lanjutnya.

Bungkam, Jake hanya membuang muka.

“Lo sih, nempel melulu. Gimana gue bisa nyadar ama perasaan gue sendiri” gumam Jake pelan sekali.

Terkekeh, Jay lalu mundur.

“Berikut kalau gue confess sama lo, terima ya?”

Jake mendengus.

“Asal acara berikut lo nggak ngekor, gue bakal mikir-mikir”

Mengangkat kedua alisnya, Jay menipiskan bibirnya.

“Nggak usah mikir, terima aja. Kelamaan soalnya, hati gue mana nahan”

Tersipu, Jake cepat-cepat membuang muka.

“Yaudah, ayo terima gue.”

“Nggak”

Jay memelas, kembali mendekat untuk membujuk Jake sambil memeluknya.

“Terima gue ya? Iya ya?”

Jake meronta, berjalan pergi.

“Nggak, sampai lo brenti ngikutin gue!”

Jay mendengus, menatap datar punggung Jake menjauh.

Sudah punya niat untuk menyerah, namun hatinya yang masih ingin berjuang.

Alhasil, Jay kembali berlari.

“Jakeeee, jangan gitu dong! Mana kuat gue ditinggalin!”