-Benang Takdir
“Lo bisa liat benang merah kan?”
Jake mengangguk malas, menatap Ni-ki yang gencar jauh-jauh dari kelasnya di lantai 1 ke lantai 3 cuma untuk menanyakan hal tersebut kepadanya.
“Kenapa emangnya?”
Ni-ki tersenyum. “Sunoo benang merahnya sama siapa?”
Jake tersenyum hambar.
Mereka terikat sebenarnya.
“Sama lo, tapi benangnya kusut perlu dibenerin” canda Jake, namun dipercaya oleh Ni-ki.
Manggut-manggut, Ni-ki lalu bergumam.
“Gimana caranya?”
Jake memutar kedua bola matanya.
“Brenti gangguin dia. Jodoh lo malah lebih ilfeel sama lo, coba jadi gentleman dong” ucapnya.
Terkekeh, Ni-ki lalu berterimakasih kepadanya.
“Thank you!” serunya, sebelum kembali ke kelasnya.
Menghela nafas, Jake lalu kembali memainkan handphonenya.
“Sejak orang-orang tahu lo bisa liat benang merah, seketika lo jadi cupid sekolah”
Jake menoleh, menatap Sunghoon teman sebangkunya.
“Merepotkan banget” ujar Jake, mulai lelah setiap kali ada yang mencarinya cuma ingin bertanya perihal benang merah.
Ada yang bingung benang merah itu apa?
Benang merah artinya takdir, yang terpasang di kelingking setiap orang.
Benang merah adalah pengikat bagi dua orang, bertanda bahwa mereka telah ditakdirkan untuk bersama.
Hanya segelintir orang yang bisa melihat benang merah.
Dan Jake salah satunya.
“Lo udah liat siapa ujung benang merah lo?” tanya Sunghoon.
Jake membeku di tempat, tak ingin mengucapkan nama orang tersebut.
“Udah tau”
Sunghoon membelalak, tak percaya.
“Siapa?”
Jake diam. Tidak mau membagi informasi pribadinya tersebut.
Membuat Sunghoon mendengus kesal. “Pelit” gumamnya.
***
“Jake kan?”
Jake yang baru saja keluar dari kelas terhenti.
Matanya melebar, menatap pemuda yang berada di hadapannya.
“Iya” jawab Jake seadanya.
“Lo tahu gue kan? Gue Jay”
“Udah tahu.” ucap Jake jutek.
Tersenyum miring, Jay lalu mengangguk.
“Terkenal banget ya gue?” ucapnya kelewatan pede.
Jake spontan mendengus. “Lo kan ketos, gimana sih” ucapnya sebal sendiri.
Terkekeh, Jay lantas menyibakkan rambutnya ke belakang. Sok ganteng.
“Jadi gue mau nanya nih, katanya lo bisa liat benang merah... Punya gue sama siapa?”
Jake melirik tangan Jay, melihat kelingkingnya yang terikat dengan benang merah.
Dan ujungnya, sangat dekat.
Jake mau menangis saja.
Jodohnya Jay ya si Jake.
HAHA
Tersenyum hambar, Jake lantas bersiap untuk melarikan diri.
“Nggak tau, nggak keliatan ujungnya. Jodoh lo orang kutub utara mungkin”
Menarik tasnya, Jake lalu melangkahkan kakinya menjauh.
Namun terhenti sedetik kemudian, karna Jay menahan tasnya sebelum menariknya lebih dekat kearahnya.
Jay mendekatkan wajahnya dengan Jake, berbisik pelan.
“Jangan anggap gue bego Jake, gue bisa liat juga ujung benang merah gue”
Tersenyum miring, Jay sukses membuat bulu kuduk Jake meremang.
”... Bangke”
“Hm?”
“YA TERUS NGAPAIN LO NANYA BEGO” teriak Jake, memukul Jay bringas dengan tasnya.
Mengaduh, Jay lantas menahan tangan Jake cepat-cepat.
“Lo kenapa sih dari kelas 10 ganggu gue mulu?! Lo tahu kenapa gue nggak ngaku lo itu ujung benang merah gue?!”
Jay tertegun, Jake bener-benar kesal.
”... Kenapa?”
Menunjuk Jay dengan dengan jari telunjuknya, Jake berteriak kembali.
“Lo kerjaannya bikin gue emosi mulu!”
Jay mengerjap, mengelus pundak Jake.
“Sabar, itu nasib lo sebagai jodoh gue. Mesti banyak sabar”
Mendengus keras, Jake lalu mencoba tenang.
Jay tersenyum, menatap Jake penuh perhatian.
“Kenapa lo natap gue kayak gitu?” desis Jake.
Mengedikkan bahunya, Jay berucap. “Tau kenapa gue gangguin lo mulu dari kelas 10?”
“Kenapa?”
“Lo gemesin sih, bawaannya pengen ganggu mulu”
Jake kian sebal, namun tak bisa bohong kalau hatinya berdetak kencang mendengarnya.
“Tau ah, mau pulang”
Jay terkekeh, puas telah membuat Jake salting.
“Pulang bareng gue”
Jake mendelik “Nggak!”
Spontan Jay mengedikkan bahunya.
“Simulasi Jake, lo bakal menikah ama gue nanti. Harus terbiasa mulai sekarang”
“Sarap lo!”
Tertawa, Jay lalu mengambil alih tas Jake, sebelum mengambil tangan Jake untuk dipegang.
“Nggak usah banyak ngelawan. Ini udah takdir”
Mendumel, Jake pun pasrah dibawa pergi Jay.
Dahlah! Bener juga kata Jay, udah takdir.
“Yaudah, sekalian beli gorengan” ucap Jake pelan.
Tersenyum manis, Jay melirik Jake di sampingnya.
“Apa sih yang nggak buat lo”