-Masih ingat
7 Desember 2020
Sunghoon menatap lama kertas yang berada di tangannya, wajahnya masih datar namun tak ada yang tahu isi hatinya.
Ia tersenyum singkat. “Besok ulang tahun gue, nyet”
Bangkit dari kasurnya, Sunghoon lalu mulai berjalan meraih tasnya sebelum siap pergi ke sekolah.
Perjalanannya tak jauh, namun hari ini langkah Sunghoon melambat saat dia menemukan sesuatu di kotak surat.
Surat berwarna putih dengan pita hitam.
“Hari ini naik bus lagi. Kursi kedua paling ujung dari belakang.” gumam Sunghoon membaca isi surat tersebut.
Tersenyum, Sunghoon lalu kian memacu langkahnya. Hari ini dia akan bermain teka teki lagi sebelum bisa bertemu sahabatnya.
Shim Jake.
Tepat saat menunggu di halte, sebuah bus yang tak asing berhenti di depan Sunghoon.
Ini adalah bus yang sering dinaikinya bersama Jake setiap pergi sekolah saat SMP.
Sunghoon masuk, dengan cepat mencari kursi kedua paling ujung belakang.
Menahan senyumnya, Sunghoon yang baru saja duduk lagi-lagi menemukan surat di saku kursi depannya.
“Sampai ketemu di sekolah.”
Itu isi suratnya.
“Pagi Hoon” sapa Jay, teman sebangkunya sesampainya di kelas.
Namun Sunghoon malah sibuk mengedarkan pandangannya, jaga-jaga kalau Jake lewat.
“Ck gue nyapa lo cuekkin, nunggu siapa lo?”
Sunghoon diam.
Jay menatapnya curiga, sebelum akhirnya Sunghoon berdecak.
“Jangan bilang ke bunda gue lagi nyari Jake.”
Wajah Jay memias seketika. Namun bibirnya tak bisa membuka suara.
“Lo masih waras kan?”
“Masih.”
Saat istirahat, Sunghoon berlari ke tempat kesukaan Jake saat sedang lowong.
Perpustakaan.
Sunghoon berpikir keras dimana Jake menaruh hint lagi untuknya.
Sebelum akhirnya dia melangkah ke rak buku dimana semuanya berisi buku-buku matematika, pelajaran kesukaan Jake.
“Dapat.” ucapnya senang saat mendapat surat lagi dari sela-sela rak.
“Sampai ketemu di jalan pulang”
Sunghoon hanya menggelengkan kepalanya.
Sepulang sekolah, Sunghoon yang pertama keluar, tak memedulikan teriakan Jay.
“Hoon! Gue lapor bunda nih!”
Miris, cuma dianggap angin halu.
Melewati jalan setapak, Sunghoon menatap matahari yang sedang terbenam.
Teringat jalan ini yang selalu mereka lewati saat pulang sekolah,
“Lo suka banget gandeng tangan gue sambil ngoceh panjang lebar tentang sekolah. Sengaja pulang nggak naik bus supaya bisa lama-lama bareng gue.” terkekeh, Sunghoon tak habis pikir dengan tingkah Jake.
Langkahnya pelan, namun otaknya berputar-putar mengingat semua kenangan indah bersama Jake.
Sesampainya di rumah, Sunghoon menghela nafasnya. Tadi tidak jadi ketemu Jake, soalnya Sunghoon lupa.
Jake suka pulang lebih lama. Palingan sengaja dia pulang nggak sama-sama.
“Masih suka kerjain gue ya”
Sunghoon menaruh tasnya di kamar, menatap kamar putih luasnya.
Merebahkan diri di kasur, Sunghoon menatap langit-langit kamarnya.
“Kalau saat-saat begini yang gue punya cuma lo Jake”
Sunghoon lagi-lagi tersenyum, mengingat beberapa memori indah yang pernah mereka habiskan di rumah kosong nan sepi ini.
Menutup matanya, Sunghoon membiarkan dirinya tertidur.
“Sunghoon...”
“Hoon...”
“Jake?”
Mata Sunghoon mengerjap, bayangan seseorang yang ingin ditemuinya perlahan berubah menjadi wajah ibunya.
Ibu Sunghoon tersenyum kearah Sunghoon.
“Bunda” ucap Sunghoon.
“Selamat ulang tahun sayang”
Ibu Sunghoon menarik dirinya dalam pelukan hangat, memeluknya erat.
“Makasih bunda” melepaskan pelukan tersebut, keduanya lalu saling melemparkan senyuman.
“Bun...”
“Iya?”
Ibu Sunghoon meraih rambut Sunghoon, mengelusnya penuh kasih sayang.
“Jangan marah ya kalau Sunghoon mau nanya sesuatu.”
“Iya sayang”
“Jake belum datang?”
Tangan ibu Sunghoon spontan berhenti, wajahnya pucat saat mendengar nama itu.
“Jake... Jake udah nggak ada sayang”
Kerongkongan ibu Sunghoon terasa pahit seketika, anaknya masih mengingat sosok yang telah lama hilang di kehidupannya.
“Tapi Sunghoon masih terima surat dari Jake” ucap Sunghoon.
Ibu Sunghoon menggelengkan kepalanya, tangisnya pecah seketika.
“Berhenti nak, jangan siksa diri kamu terus. Jake sudah tak ada, surat-surat itu selalu kamu taruh sehari sebelum ulang tahunmu.”
Terisak, ibu Sunghoon tak bisa menahan tangisnya. Sudah 2 tahun lamanya Jake pergi, namun Sunghoon masih sama.
Masih mengira Jake masih hidup.
Sunghoon menatap datar ibunya.
“Bunda keluar dulu ya, Sunghoon mau baca surat terakhir dari Jake, kado ulang tahun dari dia.”
Ibu Sunghoon menggelengkan kepalanya.
“Cukup nak, cukup. Jake sudah pergi 2 tahun yang lalu! Di hari ulang tahun kamu karena kecelakaan mobil! Sadar nak!”
Sunghoon bersikeras menolak ucapan tersebut, malah menarik ibunya keluar dari kamarnya.
“Nanti kita bicara lagi, bunda. Bunda selalu sibuk kan?”
Brak!
Pintu ditutup begitu saja, membiarkan ibu Sunghoon menangis di depan pintu kamar Sunghoon.
Berjalan, Sunghoon mengambil kembali surat terakhir Jake di hari ulang tahunnya.
'Hai Hoon, selamat ulang tahun. Dah nggak kerasa ya, udah umur 15 tahun aja lo. Kita sering-sering main teka teki di ulang tahun lo ya! Seru soalnya!
Gue nggak punya banyak, tapi kenangan kita cukup kan buat ngusir kekosongan lo dikala orang tua lo sibuk?
Ingat pesan gue ini.
Di saat lo ingat gue, gue akan selalu ada di samping lo. Selalu.
Sekali lagi, selamat ulang tahun bespren!'
Sunghoon menyeka wajahnya.
“Gue masih ingat Jake, gue masih ingat lo. Gue tahu lo masih disini.”
Sekilas, Sunghoon melihat sosok 15 tahun Jake, tersenyum lebar kearahnya.
Senyuman favorit Sunghoon.
“Gue tahu lo ada. Gue selalu ingat.”
Memeluk surat tersebut, Sunghoon kini menutup matanya.
Tak akan ada yang berubah, Jake masih ada. Dan selama dia masih hidup, akan selalu begitu.