Seungyoun mengambil paket kiriman yang baru saja diletakkan oleh kurir di depan dorm, membawanya hati-hati dari pintu depan ke kamarnya, memastikan tidak ada yang melihat dirinya membawa kotak itu.
Sesampainya di kamar, ia duduk di kasur dan dengan berhati-hati membuka kotak itu, tersenyum senang saat ia melihat barang di balik plastik pembungkus yang melindunginya. Seungyoun pun meraih barang itu dan mengamatinya dengan mata berbinar.
Barang itu adalah sebuah butt plug dengan ukuran sedang, berwarna perak mengkilat dengan pangkalnya berbentuk bulat dengan aksen kristal berwarna biru lembut yang berkilau saat tertimpa cahaya.
Tanpa menunggu lebih lama, Seungyoun melepaskan celana boxer yang dikenakannya, mendesah pelan saat udara dingin ruangan menyerbu bagian privatnya. Ia bersandar pada dipan, membuka kakinya sehingga lututnya hampir menyentuh dada. Pemuda itu mengambil tube lubrikan dari kabinet di samping, membalurkannya pada jari-jarinya yang mungil.
Perlahan, Seungyoun meletakkan jarinya di pinggiran lubangnya, napasnya memburu seraya ia meraba rim-nya dengan pola melingkar. Lalu ia memasukkan jari telunjuknya ke dalam dan menggerakkannya.
“H-hng,” desah Seungyoun tertahan seraya ia menambahkan jari tengahnya, membuat gerakan menggunting untuk meregangkan analnya yang sempit. Sekujur tubuhnya merinding, rasa nikmat menjalar sepanjang tulang punggungnya. Setelah beberapa saat, Seungyoun pun menambah jari manisnya untuk masuk, penisnya yang sudah ereksi mengeluarkan cairan pre-cum yang menggenang di torsonya.
Tepat sebelum ia mencapai puncak, Seungyoun dengan paksa menghentikan pergerakan jarinya, rengekan kecil melesak keluar dari bibirnya saat ia mengambil butt plug tadi dan menambatkan benda itu dalam analnya yang sudah diregangkan. Setelah itu, ia memakai boxernya kembali dan merapikan barang-barangnya, lalu keluar ruangan.
Menuju kamar Seungwoo.
———
Seungyoun mengetuk pintu tiga kali sambil berujar, “Hyung, ini Seungyoun. Boleh masuk, nggak?” yang langsung dijawab oleh sang empunya ruangan dengan kata silahkan.
Saat ia membuka pintu, terlihat Seungwoo sedang membaca buku sambil berbaring di tempat tidurnya. Pemuda yang lebih tua darinya itu terlihat serius, matanya fokus pada bacaan di depannya.
“Hyung,” mulai Seungyoun, menggigiti bibir bawahnya dengan gugup, “I have a surprise.”
Seungwoo menurunkan bukunya dan tersenyum, membuat Seungyoun lemas dengan tatapannya yang terfokus padanya. “What kinda surprise, hm?”
“You wanna know?” goda Seungyoun sambil mendaratkan dirinya di pangkuan Seungwoo, yang diduduki pun spontan melingkarkan lengannya di pinggang yang lebih muda. Ia mengangguk antusias, matanya berkilat penasaran. “Then find out yourself.” lanjut Seungyoun, menggesekkan pantatnya dengan sensual di atas paha Seungwoo.
“Misterius banget, sih,” ujar Seungwoo sambil tertawa kecil, tangannya mulai menggerayangi badan Seungyoun di balik kaus tipisnya, jempolnya sesekali mengusap kedua puting pemuda itu, membuat Seungyoun mendesah tertahan. “Buka bajunya yuk, sayangnya hyung?” permintaan Seungwoo adalah komando untuk Seungyoun, maka dengan patuh yang lebih muda langsung membuka kausnya—memperlihatkan badannya yang menunjukkan otot perut sempurna dan putingnya yang masing-masing berhiaskan tindikan berbentuk cincin berwarna perak.
Seungwoo pun mendaratkan bibirnya pada puting kanan Seungyoun, mengisap dan menjilatnya sampai pucuk berwarna merah muda itu mengeras.
“Hng—Ah, hyung—“ Seungyoun mendesah saat Seungwoo sesekali menggigit tindikan itu dan menariknya lembut, tangannya yang berada di surai hitam yang lebih tua gemetar dan menekan kepala hyung-nya itu. Seungwoo bergumam, memainkan puting yang satu lagi sehingga sekarang kedua putingnya basah, keras dan berwarna lebih gelap dari sebelumnya.
Beralih ke atas, Seungwoo mengecup bibir Seungyoun yang menatapnya dengan pandangan berkabut, napas yang lebih muda terengah saat lidah Seungwoo melesak ke dalam mulutnya, mencumbunya tanpa ampun yang membuat ereksinya kembali berdiri dan membasahi boxernya.
“Aw, my baby is that eager, huh? Getting hard over few tugs on your pretty nubs?” goda Seungwoo saat melepas ciuman mereka. Muka Seungyoun merona merah, bibirnya agak membengkak karena cumbu mereka tadi. Saliva membasahi bibir dan sedikit mengaliri dagunya, matanya berair dan pandangannya tak fokus.
Seungyoun terdiam beberapa saat, membuat Seungwoo menampar pantatnya pelan. Ia berusaha fokus, mulutnya membuka namun jawabannya baru keluar beberapa detik kemudian.
“H-hng,” gumamnya sambil mencengkeram bahu Seungwoo dengan lemah, “Eager. Yes—yes I am,”
“My eager baby, so good for me, hm? Even got me a little surprise...,” Seungwoo mengelus pipi Seungyoun dengan tangan kanannya, menatap lurus ke netra yang lebih muda. “Okay, baby. Let’s get started, alright? What’s the safeword?”
Seungyoun menjawab tanpa jeda. “Vulpes.”
“Good boy.” Seungwoo mengecup lembut bibir Seungyoun. “Kalo kamu nggak bisa ngomong, What should you do?” tanyanya lagi.
“Tepuk hyung dua kali, atau gumamin nada apapun.”
“Bagus.” puji Seungwoo, “My pretty baby. Can you be good for me?”
Seungyoun mengangguk, menahan setengah mati keinginannya untuk menggerakkan tubuhnya dibatas paha Seungwoo. “Yes, hyung.”
“Alright,” Seungwoo tersenyum, lalu kembali mencium pemuda itu. Seungyoun membiarkan mulutnya dijelajahi, saliva mengaliri dagu dan lehernya dan rengekannya semakin kentara saat Seungwoo memainkan putingnya kembali.
“Hy—hng, ah, jangan ditarik—ah,” Seungyoun mengerang nikmat saat tindikannya kembali ditarik oleh Seungwoo, diputar dan dimainkan berulang kali. Tanpa sadar, pinggulnya bergerak mencari friksi untuk meredakan ereksinya, membuat Seungwoo menghentikan stimulasinya. Seungyoun memekik saat pahanya ditampar dengan cukup keras oleh Seungwoo, meninggalkan bekas kemerahan di kulit putihnya.
“Mana yang tadi katanya mau nurut, hm? Disentuh dikit aja udah nakal?” ejek Seungwoo, tangannya menelusup ke boxer Seungyoun, meremas pantatnya sebelum akhirnya mengarahkan jarinya ke arah lubang sensitif milik yang lebih muda.
Seungwoo tertegun. Jarinya meraba sesuatu yang keras tertanam dalam lubang sempit itu. “Oh?” ujarnya, menatap Seungyoun yang menggigiti bibir bawahnya, mukanya memerah lebih dari sebelumnya.
“Is this your surprise, baby?” tanya Seungwoo, memainkan ujung butt plug yang ditemukannya; memutar-mutarnya dalam lubang Seungyoun yang membuat sang empunya merengek manja sambil mengangguk.
“Pakai kata-kata dong, sayang.” bujuknya sambil menekan ujung plug sehingga melesak lebih dalam.
“Hhh,” Seungyoun susah payah membentuk jawaban, matanya mengerjap berusaha fokus, “Hng. Yes,”
“Such a good boy,” Seungwoo kembali memujinya, perlahan mengangkat Seungyoun untuk duduk dan melepas celananya sehingga yang lebih muda sekarang tidak memakai sehelai pun kain di tubuhnya. “Cantik. Cuma buat hyung, kan?”
Seungyoun menggenggam erat bahu Seungwoo, meremat-remat dengan jarinya. Pahanya gemetar saat yang lebih tua mulai memainkan butt plug tersebut, mengeluarkannya hingga ujungnya yang lancip, lalu memasukkannya lagi dengan cepat, berulang-ulang.
“C-cuma,” jawabnya terbata-bata, “Cuma—buat hyung.”
“Good.” tanggap Seungwoo, mengambil jeda sejenak untuk mengisap dan menandai leher Seungyoun sambil tetap memainkan plugnya, meninggalkan tanda kepemilikan pada orang di pangkuannya tersebut. “So good. A good slut, yeah? Hyungie’s good slut?”
Seungyoun mengangguk lemah, badannya bergerak membalas tusukan plug yang terus dimainkan Seungwoo, “I- I’m, a slut, yes. Hng—w- wanna be good. Good sl- hng- slut.” cicitnya pelan, termakan oleh sebutan yang ditujukan padanya.
“Jalang.” Seungwoo mendengus geli, menanam kembali butt plug ke dalam anal Seungyoun, jari tengahnya menekan perineum yang lebih muda, memunculkan desahan keras yang keluar dari bibir Seungyoun. “Maunya kamu apa, hm? Mau gimana sama hyung?”
“M—mau, hhhn,” perkataan Seungyoun terputus saat perineumnya ditekan berulang kali, membuat tekanan plug di dalam liangnya lebih terasa. “Hhhng,” gumamnya tak jelas.
“Mau apa, Youn?”
“Hhhh,” mata Seungyoun menyayu ke bawah, mulutnya terbuka tanpa ada kata-kata jelas yang keluar—terlihat jelas ia berusaha menguasai dirinya untuk memberi jawaban di atas segala nikmat yang ia rasakan. Badannya bergerak tanpa sadar, menggesekkan diri di tangan dan paha Seungwoo, mencari pelepasan yang sedari tadi rasanya tertahan.
Harus jawab, pakai kata-kata. Perintah Seungwoo-hyung. Seungyoun anak baik, kan?
Tapi hampir sampai, sebentar lagi Seungyoun klimaks, ayo, sedikit lagi—
“Jawab.” Seungwoo menampar pahanya lagi, membuatnya tersentak dan hampir klimaks kalau saja Seungwoo tidak memegang pangkal penisnya dengan telunjuk dan jempolnya.
“Hhhhng,” Seungyoun bergumam, air mata meleleh mengaliri pipinya. “Hyu-hyung—”
“What do you want, Youn? Masa kamu mau release gitu aja, hm?”
Seungyoun merengek, isakan mulai mengiringi lelehan air matanya. “Y-youn—“ ia menahan isakannya, “Youn wants to—to be fucked. And w—wrecked,”
“Fucked and wrecked, huh? By who?”
“Woo-hyung,”
Seungwoo tersenyum mendengar Seungyoun yang mulai memanggil dirinya sendiri dengan sudut pandang orang ketiga. Artinya, Seungyoun sudah tenggelam dalam headspace-nya.
He’s fully in Seungwoo’s control now.
“Okay,” Seungwoo mengecup bibir Seungyoun lembut, “Hyung’s gonna wreck you, yeah? Stuff you nicely with his cock, fill you warmly with his cum? Does that sound good?”
Seungyoun mengeluarkan desahan manja, napasnya memburu mendengar tawaran Seungwoo itu. Ia menatap Seungwoo dengan matanya yang berair, bibirnya terbuka sedikit karena napasnya yang terengah.
“Use me—hyung. I’m—y- your slut. Y-your doll. Please? Pakai Youn, ya?” mata Seungyoun membulat penuh harap, alisnya mengerut. Tangannya perlahan meraih penis Seungwoo yang berbalut celana boxer, merabanya dari luar, membuat yang empunya mengeluarkan erangan rendah.
“Segitu pengennya, ya?” Seungwoo melepas kausnya, lalu memindahkan Seungyoun untuk berbaring di kasur dan melepaskan boxernya sendiri. Mereka berdua sekarang benar-benar telanjang, tanpa satu pun pakaian. “How bad do you want it?”
Seungyoun menghela napas, matanya berkedip sayu sambil melihat badan Seungwoo yang sempurna di atasnya. “So bad, hyung. W-want it so bad, please,”
“Pretty baby,” ucap Seungwoo, “Beg so pretty for me, hm? What’s your safeword, baby?”
“Vulpes.”
“Good. Your color?”
“Green. So green, hyung.” jawab Seungyoun tanpa ragu.
Seungwoo pun mengangguk, memposisikan dirinya di bawah dan mengangkat kaki Seungyoun dan meletakkannya di bahunya, sehingga ia berhadapan dengan lubang Seungyoun yang terlihat cantik dengan kristal biru yang menghiasi cincinnya.
“Cantik.” kata Seungwoo, mengeluarkan butt plug itu perlahan, diikuti dengan rengekan Seungyoun yang menggerakkan pinggangnya, ingin segera dimasuki. “Hei, cantiknya hyung nggak boleh nakal.” Seungwoo menampar paha Seungyoun lagi yang disambut erangan tertahan dan badan yang berusaha menahan untuk tidak bergerak dari yang empunya.
Seungwoo memilih untuk meletakkan beberapa tanda di paha bagian dalam Seungyoun terlebih dahulu, lalu langsung meletakkan mulutnya di bibir lubang tersebut, menjulurkan lidahnya untuk meraba bagian pinggirnya yang berwarna merah muda. Seungyoun gemetar di atasnya, susah payah menahan kakinya untuk tetap berada di bahu Seungwoo.
“Hng, hyung. Please? please—” racau Seungyoun.
“Please what, baby?”
“Lubang Youn, hyung. Buat hyung. Jus’ cleaned up. Taste it.” bujuk Seungyoun, membuka kakinya lebih lebar. “Please.” katanya lagi.
“Hm, since you asked so nicely,” Seungwoo pun memasukkan lidahnya ke lubang Seungyoun, kedua jempolnya membantu memperlebar lubang tersebut. Seungyoun mendesah panjang, tangannya meraih bagian bawah lutut untuk mempertahankan posisi kakinya yang terangkat. Seungwoo dengan lihai memainkan lidahnya di dalam, menggerakkannya kesana kemari dan menghisap lubang itu dengan bibirnya.
“Ah—ah, hng, hyuuuuung.” Seungyoun merengek, napasnya memburu. Kamar itu dipenuhi dengan suara kecipak yang berasal dari stimulasi Seungwoo. Setelah beberapa saat ia melepas mulutnya, menjilat permukaan lubang itu sekali lagi. Seungyoun sendiri sudah kembali terisak, matanya setengah tertutup dan mulutnya meracau pelan.
“Kneel.” komando Seungwoo singkat, dan Seungyoun dengan cepat menurutinya, tangannya ia letakkan di atas paha. Seungwoo memegang dagu Seungyoun, mendongakkan kepala yang lebih muda ke atas. Seungyoun menatapnya dengan sayu, mulutnya terbuka dan lidahnya sedikit menjulur keluar—mengantisipasi apa yang akan Seungwoo lakukan.
Seungwoo memegang penisnya sendiri di tangan satunya, meletakkannya di lidah Seungyoun yang tetap diam dan membuka mulutnya, menunggu perintah selanjutnya. “My baby,” katanya lembut, “Always so obedient for me, hm? How about we stuff that slutty mouth of yours?”
Yang lebih muda mengangguk pelan, saliva mengalir dari sudut mulutnya karena terbuka terlalu lama. Seungwoo pun perlahan memasukkan penisnya ke dalam mulut Seungyoun—mengerang seraya ia mendorongnya terus hingga kepalanya menyentuh ujung tenggorokan Seungyoun. Seungyoun sendiri membuka mulutnya lebar-lebar, merilekskan rahangnya dan menjulurkan lidahnya sepanjang bagian bawah penis Seungwoo. Ia bernapas melalui hidungnya, menarik udara dalam-dalam. Ukuran Seungwoo tidak main-main—ukurannya besar, dan panjangnya cukup untuk benar-benar memenuhi mulut Seungyoun.
Hidung Seungyoun akhirnya menyentuh pelvis Seungwoo, dan Seungwoo menekan kepala Seungyoun dengan tangannya, menunggu beberapa detik sambil memerhatikan Seungyoun dengan intens—siapa tahu yang lebih muda tidak tahan dan butuh berhenti—kemudian melepaskannya.
“Hhhng—akh!” Seungyoun berdeguk, matanya berair dan napasnya lebih terengah dari tadi. Seungwoo mengelus pipi Seungyoun dengan lembut, menghapus air matanya.
“So good, baby. What’s your color?” tanyanya.
Tatapan Seungyoun berhenti berkabut untuk sesaat. “Green, hyung.” katanya dengan yakin.
“Okay. I’m gonna fuck your mouth now, baby, how does that sound?” tawar Seungwoo, memegang rambut Seungyoun dalam genggamannya, namun tidak ia tarik.
Seungyoun mengangguk. “G-good, hyung.” Ia pun membuka mulutnya lagi dan menjulurkan lidahnya. Seungwoo pun memasukkan penisnya kembali, tangannya mencengkeram erat rambut Seungyoun sekarang.
“Nggak boleh nyentuh diri sendiri, ya. Tap everywhere twice if it gets too much.” perintah Seungwoo, lalu ia langsung memaju-mundurkan pinggulnya—menahan kepala Seungyoun di tempat seraya yang lebih muda mengatur napasnya. Napas Seungyoun menderu seiring ritme Seungwoo yang semakin cepat, tangannya mengepal di atas pahanya.
“Hng—kh—,” Seungyoun mengeluarkan suara seakan tersedak, namun tidak, ia tidak ingin berhenti. Kepalanya dipenuhi oleh Seungwoo—ingin menurut, ingin menjadi anak baik. Ingin mematuhi dan mengikuti perintah yang lebih tua dengan baik.
Seungyoun anak baik—
Pikirannya berkabut, segala hal selain Seungwoo menghilang dari otaknya. Ia menatap Seungwoo, dan tatapannya dibalas balik dengan lirikan tajam yang penuh dominasi, tapi penuh kasih sayang juga di baliknya. Ia tahu Seungwoo sangat memperhatikannya, dan akan segera berhenti bila ia tidak mampu melanjutkan. Maka dari itu Seungyoun melemaskan rahangnya, merasakan tekstur penis Seungwoo yang beradu dengan dinding, lidah dan langit-langit mulutnya, berusaha sebaik mungkin untuk menerima perlakuan hyung-nya.
Selang beberapa saat, Seungwoo pun berhenti dan mengeluarkan penisnya dari mulut Seungyoun dengan sekali sentak. Seungyoun langsung mendengus keras lewat mulutnya, dadanya naik-turun berusaha menarik napas sedalam-dalamnya. Seungwoo menghujaninya dengan pujian—so good for me, you did well, hyung’s good boy—mengelus kepalanya sambil menunggu napasnya stabil.
“Hhh,” Seungyoun membuka mulutnya, alisnya mengerut berusaha mengeluarkan kata-kata melewati pikirannya yang berkabut, “Hyung,”
Seungwoo menunggunya dengan sabar, tangannya diam di atas kepala Seungyoun. Seketika, yang lebih muda mendongak dan menatapnya penuh harap.
“Hng, hy- hyung,” katanya tak jelas, menelan ludah. “Hyung. Please? Y—you—”
“Yang jelas, sayang.”
“P—“ Seungyoun menggigit bibirnya, pinggulnya mulai bergerak lagi. “F-fuck Youn? Please, want it bad, hyung- Youn’s good, wanna be good, please—wan’ it bad, please,” katanya, mencoba sebaik mungkin untuk mengatakan keinginannya dengan kata-kata.
“Mhm? Baby wanna be fucked? Want hyung to fuck you til you cry and whine, yeah? Fuck you dumb?” Seungwoo menjawab, mendorong Seungyoun untuk berbaring telentang di kasur, mengangkat satu kakinya dan meletakkannya di bahu. Tangannya telah menggenggam lube yang ia ambil beberapa detik lalu di nightstand. Walaupun Seungyoun telah meregangkan dirinya sebelumnya dengan plug, namun Seungwoo akan tetap mempersiapkannya—plus, untuk menggoda Seungyoun.
“Hhng—yes, wan- wanna be fucked. Fucked dumb, please,” mohon Seungyoun, kedua tangannya meraih pipi Seungwoo dan menangkupnya lembut.
“Okay, baby,” Seungwoo pun membalurkan lube di jarinya, memasukkan jari telunjuknya dengan lancar ke dalam lubang Seungyoun yang telah diregangkan sebelumnya. Jari tengahnya mengikuti, menelusup ke dalam dan meraih ke bagian atas, menstimulasi prostat yang lebih muda.
Seungyoun tersentak, desahan keluar dari mulutnya dan pinggulnya bergerak ingin lebih merasakan nikmat di prostatnya. Tangan Seungwoo yang bebas menahan pinggulnya di tempat, dan ia membuat gerakan menggunting di lubang Seungyoun. Ia pun menyentuh prostatnya lagi, kali ini dengan jempolnya menekan perineum Seungyoun dari luar.
“Hhhng—hh, m—mau, mau keluar, hyung,” Seungyoun merengek, torsonya berkontraksi tanda ia akan segera klimaks. Dengan sigap Seungwoo memegang penisnya yang tegang, menekan bagian bawahnya. Menghalanginya dari klimaks untuk kedua kalinya.
Seungyoun mengerang, terisak dan tubuhnya gemetar, merasakan sensasi orgasme keringnya karena ditahan oleh Seungwoo.
“You’re not allowed to come until I say so, baby,” tukas Seungwoo, tak menyisakan ruang untuk membantah. Ia menambah jari manisnya dan mempercepat stimulasinya, diiringi suara Seungyoun yang meracau tidak jelas. Seungwoo memutuskan untuk tidak memakai kondom kali ini, ia baru saja tes HIV 2 minggu lalu dan hasilnya negatif.
“I’m gonna enter you now,” Seungwoo memposisikan dirinya di depan Seungyoun, mengangkat kedua kaki yang lebih muda hingga lututnya hampir menyentuh dada—seperti melipat badannya jadi dua.
Seungyoun menggerakkan pinggulnya, tangannya lurus ke atas menggapai Seungwoo, merengkuh leher yang lebih tua dengan lemah.
“Hyung, please, please enter Youn now pleasepleaseplease,” Seungyoun memohon, suaranya pecah dan benar-benar terdengar putus asa, benar-benar rusak—Ia serahkan dirinya pada Seungwoo, sepenuhnya, seutuhnya.
“Sssh. I am, baby. I am entering you.” dengan itu, Seungwoo memasukkan penisnya ke anal Seungyoun, diiringi isakan Seungyoun dan gumaman rendah darinya. Ia memasukkannya dengan perlahan, sampai akhirnya seluruh ereksinya tertanam dalam liang Seungyoun yang hangat.
“Sempit banget, hm? How are you so tight?” Seungwoo mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan ritme yang stabil, merasakan bagaimana dinding Seungyoun menjepit dirinya. Ia mendaratkan bibirnya pada mulut yang lebih muda, mengecup dan mencumbunya dengan lihai. Seungyoun dengan patuh membuka mulutnya, menggapai apa yang diberikan Seungwoo, matanya terbuka sedikit menatap lawan mainnya.
“Hhh,” hanya desah yang bisa Seungyoun keluarkan, bahkan pikirannya sudah tidak ada lagi—yang ada hanya Seungwoo, dan rasa nikmat yang membuatnya melayang. “Hng,” ia mencoba bicara lagi, namun gagal.
Seungwoo mempercepat ritmenya. Seiring pinggulnya bekerja menusuk Seungyoun tanpa ampun, mulutnya ada di puting Seungyoun, menghisap dan memainkan tindikannya lagi. Kedua pucuk itu sekarang berwarna pink kemerahan, dengan kilat saliva menghiasinya.
“How does it feel, baby? Good? How are you feeling?” tanya Seungwoo, mengganti ritmenya menjadi pelan namun sekali hentak dan keluar, membuat badan Seungyoun membusur keenakan.
Seungyoun membuka mulutnya lagi, kini dagu dan lehernya sudah basah dengan saliva yang terus mengalir—air mata mengaliri pipinya dengan bebas. “Hhhng,” ia mengangguk, menggeleng pelan, lalu mengangguk lagi, bibirnya perlahan membentuk senyum kecil. “Hhhh, ah,” demi apapun! Tak ada kata-kata yang koheren keluar dari mulutnya, hanya senyuman dan desah pelan.
Seungwoo tersenyum melihat yang lebih muda kesulitan untuk berkata-kata, senyuman polos tersungging di wajahnya yang, oh, sangat cantik—dihiasi dengan pandangan sayu dan saliva serta air mata. Seungyoun terlihat sangat, sangat cantik, sangat indah, karena inilah Seungyoun yang telah menyerahkan diri, mempercayakan segalanya pada Seungwoo. Take care of me, mukanya menyiratkan. Please take care of me. I’m yours.
“My baby’s fucked dumb, hm? Got fucked so dumb he can’t even talk? Too bad, apa nggak usah lanjut aja kalo nggak bisa jawab?” goda Seungwoo, memelankan ritmenya.
Seungyoun menolak, merengek—pinggulnya tak berhenti bergerak mencari friksi. “Hhh, hy—hyung, Youn’s yours, please- y- your dumb baby, please—please, fuck me dumb, please,” ia akhirnya berkata dalam satu tarikan napas, matanya menatap Seungwoo tak berdaya.
“You want it so bad, huh?” Seungwoo pun mempercepat tusukannya kembali, kini benar-benar mengejar klimaksnya. Kaki Seungyoun ia buka lebar-lebar, memastikan prostatnya selalu terkena di setiap tusukan.
“Sayangnya hyung, keenakan, ya? Enak ya, cantik?” godanya.
“Hy-hyung. Enak—penuh, penuh b- banget, please, wan- wanna, hyung, wanna make you feel good.” balas Seungyoun, tangannya kini mencengkeram bahu Seungwoo. “Hng, enak, hyung, enak,” ulangnya.
Seungwoo tersenyum manis, mengecup bibir Seungyoun—tidak, lebih ke menyentuhkan bibirnya dan bernapas di depan satu sama lain—satu tangannya memegang penis Seungyoun dan mulai mengocoknya, jempolnya ia letakkan di belahan di puncaknya, menekannya lembut.
“Ah-ah,” Seungyoun mendesah tertahan, badannya kian aktif mengikuti gerakan Seungwoo dan menusukkan penisnya sendiri dalam genggaman yang lebih tua, mengejar klimaksnya yang akan sampai. “Hyung. Youn mau- mau keluar. B-boleh ya? Please? Hh- please, Youn mau keluar, hyung,”
“Sebentar ya, Youn. Bareng sama hyung, ya, sayang? My pretty baby gonna wait for me? So good for me, so pretty, so obedient. My baby, feels perfect, born to take my cock, hm?”
Seungyoun mengangguk, tenggelam dalam pujian yang ditimpakan pada dirinya dan bertekad untuk menurut. Ia merengkuh erat bahu Seungwoo.
“Yes, I’m your s-slut, your, hng, your baby, hyung—your everything, please.”
Dunianya seakan hilang, hanya ada sensasi dari Seungwoo, dan wangi Seungwoo, dan tatapan lembut Seungwoo—dunianya hilang, dan semestanya hanya berfokus pada orang di depannya. Hanya satu tujuannya saat ini, menjadi yang terbaik untuk Seungwoo.
Ia merasakan rasa hangat di perutnya memuncak, ritme Seungwoo pun tidak beraturan, mereka berdua mengejar klimaks bersama.
“Hyung, Seungwoo-hyung, please, please—hng—ah, hhhng, Woo-hyung,”
“So good, Seungyoun. Yuk—ah—bareng, yuk? Come with me, baby. My prettiest baby, come for hyung, come on, make me proud.”
Dengan itu, Seungyoun pun klimaks—badannya membusur, kaku, bola matanya berbalik ke atas menyisakan sclera-nya saja, mulutnya terbuka tanpa mengeluarkan suara. Spermanya keluar, membasahi tangan Seungwoo dan perutnya, beberapa bahkan mengenai dadanya. Ia terengah, pikirannya melayang, dirinya hanya tertambat oleh Seungwoo. Seungwoo sendiri melihat muka klimaksnya dengan intens, melukiskan wajahnya dalam memori. Hanya ia lah yang dapat membuat Seungyoun seperti ini, dan ia bangga karenanya.
Seungwoo pun klimaks tak lama kemudian, mengerang saat spermanya tumpah di dalam lubang Seungyoun, beberapa tetes keluar dan mengalir di atas kulit putih yang lebih muda.
Ia rengkuh Seungyoun, menghujaninya dengan kecupan lembut di kening, pipi, dan bibirnya, menghujaninya dengan pujian dan kata-kata manis.
“You did so well, baby, so good for hyung. Sayangnya hyung, you’re the best, always the best for me.”
Seungyoun terdiam, badannya lemas, matanya, berkabut. Tatapannya menerawang jauh seakan sedang berada di tempat lain. Napasnya mulai stabil, dan pegangannya di bahu Seungwoo meregang.
Seungwoo mengeluarkan penisnya, meringis saat rasa dingin menerpanya dan spermanya mengalir lebih banyak dari lubang Seungyoun.
Setelah itu ia terus peluk Seungyoun, menimangnya dan mendaratkan banyak kecupan sayang, tangannya mengelus pipi Seungyoun yang penuh jejak air mata. Hal ini berlangsung beberapa menit, Seungyoun terdiam diiringi suara Seungwoo yang memberinya afeksi tanpa henti.
Seungwoo tersenyum penuh kasih, mengecup pipi Seungyoun dan menatapnya dengan lembut.
“Sayangnya hyung, Youn, sayang, balik yuk? Balik ke aku, yuk?” bujuknya.
Perlahan-lahan, tatapan Seungyoun kembali jelas, matanya berfokus pada Seungwoo yang menunggunya dengan sabar. Ia mengerjap, lalu tersenyum lugu, tangannya balas merengkuh Seungwoo pelan-pelan.
Seungyoun nyengir penuh ekstasi,—subspace memang seperti mabuk, sih—tawa kecil keluar dari mulutnya seraya ia mengecup bibir Seungwoo dan mengusak kepalanya di leher yang lebih tua.
“Hyung,” katanya pelan, namun riang.
“Udah balik, hm? How are you feeling?” tanya Seungwoo, mengecup puncak kepala Seungyoun dan mengelus punggungnya.
“Enak,” jawab Seungyoun malu-malu, “Aku nggak kelamaan kan perginya?”
“Nggak,” sanggah Seungwoo, “You okay? Ada yang sakit?”
Seungyoun menggeleng. “Nggak,” jawabnya. Ia menjilat bibirnya, lalu menatap Seungwoo. “Gimana surprisenya?”
Seungwoo tertawa kecil, merengkuhnya erat. “Bagus. Kamu cantik pake itu. Sering-sering pake aja, biar pamer.”
“Apaan sih,” Seungyoun memukul dada Seungwoo tanpa tenaga, mukanya merona merah. “Makasih, hyung.” ujarnya.
“Makasih juga, Youn.” jawab Seungwoo, “Kamu mau mandi?”
“Mhm,”
“Ada tapinya nih pasti.”
“M-mau, tapi gendong.” pinta Seungyoun, kembali nyengir.
“Bayi.” dengus Seungwoo, meletakkan tangannya di bawah lutut dan bahu Seungyoun dan mengangkatnya, sedangkan Seungyoun spontan langsung melingkarkan lengan di sekeliling bahu Seungwoo.
“Bayinya Seungwoo-hyung.” katanya.
“Exactly. You’re mine, my good boy, my prettiest baby.”
Dengan itu, Seungwoo pun menggiring mereka berdua ke kamar mandi, mengisi bathtub dengan air hangat dan masuk ke dalam bersama Seungyoun, yang lebih muda bersandar dengan nyaman di dadanya. Seungwoo mengambil shampoo dan mulai mencuci rambut Seungyoun, memijat kepalanya lembut. Seungyoun sendiri mulai terkantuk-kantuk, air hangat dan rengkuhan Seungwoo membuat lelahnya semakin berasa.
“Seungwoo,” Seungyoun menengok ke belakang.
“Hm?” Seungwoo menyahut sambil membilas rambut Seungyoun, menyadari hilangnya panggilan hyung dari yang lebih muda.
“I love you,” kata Seungyoun pelan, suaranya agak teredam karena kantuknya yang menyerang.
Seungwoo tersenyum, mengecup bibir Seungyoun lembut.
Seungyoun pun perlahan tertidur, menutup matanya diiringi dengan balasan “I love you too, Seungyoun-ie,” penuh cinta dari Seungwoo tepat sebelum ia memasuki dunia mimpi.