Ajax masuk ke kelas berikutnya. Ketika melihat kedatangannya, para mahasiswa langsung buru-buru duduk di kursinya masing-masing. Ajax menaruh tas dan membuka laptopnya, bersiap-siap untuk menampilkan slide kuliah.
Sudah satu minggu berlalu sejak keributan di base itu terjadi. Dan kelas yang hari ini dia ajar, adalah kelas yang jadi saksi peristiwa memalukan itu. Ajax harus tebel muka.
Ayo, tetep profesional!
“Oya, tapi bapaknya gak pakai cincin nikah….”
“Dipikir-pikir anaknya udah gede ya,”
“Ih iya, nikahnya umur berapa ya?”
Bisik-bisik sampai di telinganya. Dia menghela napas.
“Hari ini kita kuis,” Ajax berubah pikiran. “Keluarkan kertas selembar.”
Kepanikan terdengar di kelasnya.
Mampus lu pada.
Ajax diam-diam tersenyum puas.
“Dan jangan lupa, selain jawaban dari soal yang akan saya berikan, kalian masih punya hutang jawaban atas pertanyaan saya minggu kemarin.”
___
Ajax baru aja baca-baca sekilas kertas jawaban para mahasiswa di kantor sambil agak-agak emosi (“APASIH INI JAWABANNYA NGARANG BENER?”), ketika tiba-tiba suara yang dia kenal muncul dari pintu.
“Ajax, ngopi?”
Pak Zhongli, profesor kesayangan Ajax semasa dia kuliah dulu, datang sambil bawa dua gelas kopi.
“Ini osmantus latte, saya denger dari anak saya ini lagi ngetrend. Jadi saya minta digofudin ke kampus. Ayo, minum bareng.”
Ajax buru-buru beres-beres tumpukan kertasnya dan mengambil satu gelas kopi yang dijulurkan Pak Zhongli.
“Eh makasih banyak, Pak…” katanya sungkan.
“Ah kamu, kaya ke siapa aja,” Pak Zhongli menyeruput kopinya sedikit. “Gimana rasanya ngajar mahasiswa?”
“Lucu Pak, mereka ada-ada aja tingkahnya.”
Pak Zhongli manggut-manggut. “Dipikir-pikir, saya udah kenal kamu lama ya, berapa tahun sejak kamu pertama masuk sini?”
Ajax terkekeh, “Kurang lebih 7-8 tahun yang lalu Pak,” dia kembali inget masa-masanya jadi mahasiswa culun di kampus.
“Hmm, udah lama juga ya. Gak kerasa mahasiswa saya udah jadi orang.”
“Ah Bapak, emangnya dulu saya bukan orang?”
“Macam babon nakal dulu kamu Jax, haduh kerjaannya bikin saya pusing gara-gara di lab senengnya campur ini campur itu untung gak meledak. Sepanjang karir saya sebagai dosen, kamu mahasiswa yang paling banyak ide dan sanggahan. Tapi bagus, sekarang saya selalu bangga tiap liat kamu.”
Ajax menjerit dalam hati saking senengnya dipuji.
“Tapi ya Jax, belakangan ini dada saya nyeri….”
“LOH KENAPA PAK? BAPAK SAKIT?”
“Iya Jax, saya sakit sekali,” Pak Zhongli menghela napasnya dramatis. “Saya denger dari anak saya, katanya kamu udah nikah? Kenapa kamu gak undang-undang saya? Kamu nikahnya by accident ya makanya diem-diem?”
Suara Pak Zhongli di akhir nyari cuma bisikan.
Ajax menangis dalam hati.