Air danau memantulkan cahaya bulan, serta aku
Sesuatu yang tidak aku temukan lagi
Padahal kemarin terang benderang di dalam sini
Aku menoleh kesana kemari
Dimana aku tinggalkn itu?
“Semoga sudut itu selalu menyinarimu” Ujar mereka
Serta aku pun menginginkan cahaya itu pada diriku
Dimana aku tinggalkan itu?
Saling silang bersulang
Aku meninggalkannya disana, di sumur putih
Airnya biru pekat
Disanalah aku menenggelamkannya
Semoga suatu saat teraih olehku
Atau barangkali ada tangan lain yang hendak menghadiahinya
Katanya,
kita bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
kita diberi waktu yang tidak bisa sama sekali dipergunakan untuk istirahat.
kita disibukkan dengan yang tidak perlu kita pikirkan.
kita berjuang tapi, dianggap terlelap.
kita berusaha menutupi, meski sangat kecewa.
padahal kita tumbuh menjadi batu,
karena tidak pernah dilunakkan.
Pada akhirnya kita memilih sendiri,
karena keramaian membuat terusik
Berpura-pura seolah kita adalah orang paling baik-baik saja di dunia.
Lantas meracau kepada diri sendiri, bahwa 'aku lelah'.
Tapi dunia takkan berjalan sejauh itu.
Takut kita tidak perlu terwujud.
Hiduplah tanpa rasa mati.
Sebab sakit bukanlah hal yang bisa dibuktikan.
Mekar merekahlah,
Sebelum layu entah karena apa.
Siapa yang bahagia kala malam datang?
Seluruh jiwa yang sepi berbahagia.
Karena inilah tempat untuk mati sejenak.
Lantas jiwa-jiwa yang riuh,
mereka akan mengeluh
Lantaran takut takkan lagi bertemu bahagianya.
Kamu adalah orang yang mencintai malam,
hanya karena merasa sendiri,
padahal memiliki segalanya
Seolah paling merasa kecewa.
Padahal mereka yang membenci malam,
lebih dikecewakan.
Lihatlah bagaimana ia dicintai,
oleh orang-orang yang dulu justru membencinya.