Demi waktu, yang bersaksi bahwa saya pernah menyimpannya
Demi matahari yang teriknya kala itu membuatnya menyipit
Demi rumah ini, ujar saya seraya mengelus dada
Rumah ini yang selalu ia tanya kemana arahnya, namun tak sekalipun dikunjungi
Demi sesuatu yang sempat saya lepaskan, namun kini lebih melekat
Demi tirakat yang entah berapa kali saya sertakan ia
Demi ia yang rupanya punya rumah yang selalu dikunjungi
Rumah yang kami semua tidak pernah tahu apa warna temboknya
Wahai sesuatu, saya sungguh tidak apa menunggu
Tapi tolong setidaknya jangan seperti batu
Ketika diberi tahu pura-pura lugu
Tidak ingin saya perbarui, biar runtuh sendiri
Wahai rumah elok ini semoga kelak berpijak diatas sini sesuatu yang tepat berdiri
Wahai ketika tembok ini memudar, semoga saya tidak membuat yang lain tak berpendar
Wahai meskipun nanti ia pulang tak kearah sini
Wahai takdir berikan tinggal yang nyaman untuk ia hidupi
view*# Rumah yang tak pernah dikunjungi *
Demi waktu, yang bersaksi bahwa saya pernah menyimpannya
Demi matahari yang teriknya kala itu membuatnya menyipit
Demi rumah ini, ujar saya seraya mengelus dada
Rumah ini yang selalu ia tanya kemana arahnya, namun tak sekalipun dikunjungi
Demi sesuatu yang sempat saya lepaskan, namun kini lebih melekat
Demi tirakat yang entah berapa kali saya sertakan ia
Demi ia yang rupanya punya rumah yang selalu dikunjungi
Rumah yang kami semua tidak pernah tahu apa warna temboknya
Wahai sesuatu, saya sungguh tidak apa menunggu
Tapi tolong setidaknya jangan seperti batu
Ketika diberi tahu pura-pura lugu
Tidak ingin saya perbarui, biar runtuh sendiri
Wahai rumah elok ini semoga kelak berpijak diatas sini sesuatu yang tepat berdiri
Wahai ketika tembok ini memudar, semoga saya tidak membuat yang lain tak berpendar
Wahai meskipun nanti ia pulang tak kearah sini
Wahai takdir berikan tinggal yang nyaman untuk ia hidupi
view# Rumah yang tak pernah dikunjungi #
Demi waktu, yang bersaksi bahwa saya pernah menyimpannya
Demi matahari yang teriknya kala itu membuatnya menyipit
Demi rumah ini, ujar saya seraya mengelus dada
Rumah ini yang selalu ia tanya kemana arahnya, namun tak sekalipun dikunjungi
Demi sesuatu yang sempat saya lepaskan, namun kini lebih melekat
Demi tirakat yang entah berapa kali saya sertakan ia
Demi ia yang rupanya punya rumah yang selalu dikunjungi
Rumah yang kami semua tidak pernah tahu apa warna temboknya
Wahai sesuatu, saya sungguh tidak apa menunggu
Tapi tolong setidaknya jangan seperti batu
Ketika diberi tahu pura-pura lugu
Tidak ingin saya perbarui, biar runtuh sendiri
Wahai rumah elok ini semoga kelak berpijak diatas sini sesuatu yang tepat berdiri
Wahai ketika tembok ini memudar, semoga saya tidak membuat yang lain tak berpendar
Wahai meskipun nanti ia pulang tak kearah sini
Wahai takdir berikan tinggal yang nyaman untuk ia hidupi
view# Rumah yang tak pernah dikunjungi#
Demi waktu, yang bersaksi bahwa saya pernah menyimpannya
Demi matahari yang teriknya kala itu membuatnya menyipit
Demi rumah ini, ujar saya seraya mengelus dada
Rumah ini yang selalu ia tanya kemana arahnya, namun tak sekalipun dikunjungi
Demi sesuatu yang sempat saya lepaskan, namun kini lebih melekat
Demi tirakat yang entah berapa kali saya sertakan ia
Demi ia yang rupanya punya rumah yang selalu dikunjungi
Rumah yang kami semua tidak pernah tahu apa warna temboknya
Wahai sesuatu, saya sungguh tidak apa menunggu
Tapi tolong setidaknya jangan seperti batu
Ketika diberi tahu pura-pura lugu
Tidak ingin saya perbarui, biar runtuh sendiri
Wahai rumah elok ini semoga kelak berpijak diatas sini sesuatu yang tepat berdiri
Wahai ketika tembok ini memudar, semoga saya tidak membuat yang lain tak berpendar
Wahai meskipun nanti ia pulang tak kearah sini
Wahai takdir berikan tinggal yang nyaman untuk ia hidupi
view#Rumah yang tak pernah dikunjungi#
Demi waktu, yang bersaksi bahwa saya pernah menyimpannya
Demi matahari yang teriknya kala itu membuatnya menyipit
Demi rumah ini, ujar saya seraya mengelus dada
Rumah ini yang selalu ia tanya kemana arahnya, namun tak sekalipun dikunjungi
Demi sesuatu yang sempat saya lepaskan, namun kini lebih melekat
Demi tirakat yang entah berapa kali saya sertakan ia
Demi ia yang rupanya punya rumah yang selalu dikunjungi
Rumah yang kami semua tidak pernah tahu apa warna temboknya
Wahai sesuatu, saya sungguh tidak apa menunggu
Tapi tolong setidaknya jangan seperti batu
Ketika diberi tahu pura-pura lugu
Tidak ingin saya perbarui, biar runtuh sendiri
Wahai rumah elok ini semoga kelak berpijak diatas sini sesuatu yang tepat berdiri
Wahai ketika tembok ini memudar, semoga saya tidak membuat yang lain tak berpendar
Wahai meskipun nanti ia pulang tak kearah sini
Wahai takdir berikan tinggal yang nyaman untuk ia hidupi
view/Rumah yang tak pernah dikunjungi/
/Demi waktu, yang bersaksi bahwa saya pernah menyimpannya/
/Demi matahari yang teriknya kala itu membuatnya menyipit/
/Demi rumah ini, ujar saya seraya mengelus dada/
/Rumah ini yang selalu ia tanya kemana arahnya, namun tak sekalipun dikunjungi/
/Demi sesuatu yang sempat saya lepaskan, namun kini lebih melekat/
/Demi tirakat yang entah berapa kali saya sertakan ia/
/Demi ia yang rupanya punya rumah yang selalu dikunjungi/
/Rumah yang kami semua tidak pernah tahu apa warna temboknya/
/Wahai sesuatu, saya sungguh tidak apa menunggu/
/Tapi tolong setidaknya jangan seperti batu/
/Ketika diberi tahu pura-pura lugu/
/Tidak ingin saya perbarui, biar runtuh sendiri/
/Wahai rumah elok ini semoga kelak berpijak diatas sini sesuatu yang tepat berdiri/
/Wahai ketika tembok ini memudar, semoga saya tidak membuat yang lain tak berpendar/
/Wahai meskipun nanti ia pulang tak kearah sini/
/Wahai takdir berikan tinggal yang nyaman untuk ia hidupi/
Air danau memantulkan cahaya bulan, serta aku
Sesuatu yang tidak aku temukan lagi
Padahal kemarin terang benderang di dalam sini
Aku menoleh kesana kemari
Dimana aku tinggalkn itu?
“Semoga sudut itu selalu menyinarimu” Ujar mereka
Serta aku pun menginginkan cahaya itu pada diriku
Dimana aku tinggalkan itu?
Saling silang bersulang
Aku meninggalkannya disana, di sumur putih
Airnya biru pekat
Disanalah aku menenggelamkannya
Semoga suatu saat teraih olehku
Atau barangkali ada tangan lain yang hendak menghadiahinya
Katanya,
kita bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
kita diberi waktu yang tidak bisa sama sekali dipergunakan untuk istirahat.
kita disibukkan dengan yang tidak perlu kita pikirkan.
kita berjuang tapi, dianggap terlelap.
kita berusaha menutupi, meski sangat kecewa.
padahal kita tumbuh menjadi batu,
karena tidak pernah dilunakkan.
Pada akhirnya kita memilih sendiri,
karena keramaian membuat terusik
Berpura-pura seolah kita adalah orang paling baik-baik saja di dunia.
Lantas meracau kepada diri sendiri, bahwa 'aku lelah'.
Tapi dunia takkan berjalan sejauh itu.
Takut kita tidak perlu terwujud.
Hiduplah tanpa rasa mati.
Sebab sakit bukanlah hal yang bisa dibuktikan.
Mekar merekahlah,
Sebelum layu entah karena apa.
Siapa yang bahagia kala malam datang?
Seluruh jiwa yang sepi berbahagia.
Karena inilah tempat untuk mati sejenak.
Lantas jiwa-jiwa yang riuh,
mereka akan mengeluh
Lantaran takut takkan lagi bertemu bahagianya.
Kamu adalah orang yang mencintai malam,
hanya karena merasa sendiri,
padahal memiliki segalanya
Seolah paling merasa kecewa.
Padahal mereka yang membenci malam,
lebih dikecewakan.
Lihatlah bagaimana ia dicintai,
oleh orang-orang yang dulu justru membencinya.