Mediastinum

“Lo beneran ditembak!!” Sakti berteriak senang, tentu senang karena sahabatnya yang dari kemaren tidak memiliki status dengan crushnya akhirnya berstatus.

“IH IYOO!! akhirnya yaaa setelah berapa lama lo sama dia mesra-mesraan tanpa status sekarang bisa mesra-mesraan ada status”

“Ih sembarangan congor lo! Mesra-mesraan apaan” Celio mencubit bibir sakti.

“Lah kan biasanya pergi bareng pulang bareng gandengan pelukan-”

“Sakti stooop!!” Celio menutup bibir sakti dengan tangannya. Sakti pun mengacungkan jempolnya tanda ia tidak akan menggoda celio lagi.

“Btw kobisa di tembak?” Tanya sakti.

“Gatau juga, kemaren malam pas night ride tiba-tiba aja ditembak, ya gue terima lah, secara gue udah nunggu dari kapan hehehehe”

“Ciaaah seneng banget nieee” Goda sakti, celio hanya tersenyum dengan pipi sedikit merona.

“Btw kantin ga? Laper” Sakti mengusap perutnya.

“Hmm ayo deh”


Di kantin

Mereka sekarang sudah memegang makanan masing-masing. Sakti dengan sotonya dan celio dengan baksonya. Saat ingin mencari tempat duduk mata sakti menangkap crush celio, yang sekarang sudah menjadi pacarnya.

“Iyo.. Iyo.. Pacar lu tu samperin” Sakti menyenggol-nyenggol tangan celio.

Celio blushing mereka pun berjalan menuju meja pacarnya.

“Ale-”

“Eh lo beneran pacaran sm cowo itu?”

“Hah yang bener aja devan, lo sama cowo itu? Dia rank akhir bukan si?”

“Iya anjir, gua rasa dia juga gapunya ortu ga si? Gapernah gue liat dia diantar ortunya”

“Kaya doang si cuma kaga keliatan dari mana, jangan-jangan..”

“HAHAHA ANJIR LU JANGAN SEMBARANGAN”

kira-kira begitulah percakapan di meja devan, pacar celio sekarang. Devan yang awalnya diam akhirnya berbicara.

“Hah anjir HAHAHAH nda lah, tau dari mana lu gua pacaran sama dia?”

“Kaga tau gua denger gosip aja”

“Ah engga, gua mah straight anjir!!”

prang celio menjatuhkan mangkuknya lalu berlari menjauh dari sana.

“IYO!! ANJIR!! IYO!!” Sakti meletakkan mangkuknya ke sembarang meja, berlari mengejar celio. Tetapi sebelum itu, ia menatap devan dan berkata

“Lo tau bajingan? Ya itu lo. Jangan dekatin sahabat gue lagi”


“Iyo!! Iyo stop!!” Sakti menahan tangan celio, lalu membalikkan badannya. Dan dapat ia tebak, celio menangis, menangis kencang. Sakti pun membawa celio ke pelukannya.

“Iyo.. Maaf..” Sakti mengelus punggung celio.

“Hiks.. Sakti..”

“Maaf celio, sakti minta maaf celio diperlakukan seperti ini”

Celio menangis sesegukkan di dalam pelukan sakti.

“Lo beneran ditembak!!” Sakti berteriak senang, tentu senang karena sahabatnya yang dari kemaren tidak memiliki status dengan crushnya akhirnya berstatus.

“IH IYOO!! akhirnya yaaa setelah berapa lama lo sama dia mesra-mesraan tanpa status sekarang bisa mesra-mesraan ada status”

“Ih sembarangan congor lo! Mesra-mesraan apaan” Celio mencubit bibir sakti.

“Lah kan biasanya pergi bareng pulang bareng gandengan pelukan-”

“Sakti stooop!!” Celio menutup bibir sakti dengan tangannya. Sakti pun mengacungkan jempolnya tanda ia tidak akan menggoda celio lagi.

“Btw kobisa di tembak?” Tanya sakti.

“Gatau juga, kemaren malam pas night ride tiba-tiba aja ditembak, ya gue terima lah, secara gue udah nunggu dari kapan hehehehe”

“Ciaaah seneng banget nieee” Goda sakti, celio hanya tersenyum dengan pipi sedikit merona.

“Btw kantin ga? Laper” Sakti mengusap perutnya.

“Hmm ayo deh”


Di kantin

Mereka sekarang sudah memegang makanan masing-masing. Sakti dengan sotonya dan celio dengan baksonya. Saat ingin mencari tempat duduk mata sakti menangkap crush celio, yang sekarang sudah menjadi pacarnya.

“Iyo.. Iyo.. Pacar lu tu samperin” Sakti menyenggol-nyenggol tangan celio.

Celio blushing mereka pun berjalan menuju meja pacarnya.

“Ale-”

“Eh lo beneran pacaran sm cowo itu?”

“Hah yang bener aja devan, lo sama cowo itu? Dia rank akhir bukan si?”

“Iya anjir, gua rasa dia juga gapunya ortu ga si? Gapernah gue liat dia diantar ortunya”

“Kaya doang si cuma kaga keliatan dari mana, jangan-jangan..”

“HAHAHA ANJIR LU JANGAN SEMBARANGAN”

kira-kira begitulah percakapan di meja devan, pacar celio sekarang. Devan yang awalnya diam akhirnya berbicara.

“Hah anjir HAHAHAH nda lah, tau dari mana lu gua pacaran sama dia?”

“Kaga tau gua denger gosip aja”

“Ah engga, gua mah straight anjir!!”

prang celio menjatuhkan mangkuknya lalu berlari menjauh dari sana.

“IYO!! ANJIR!! IYO!!” Sakti meletakkan mangkuknya ke sembarang meja, berlari mengejar celio. Tetapi sebelum itu, ia menatap devan dengan tatapan marah.


“Iyo!! Iyo stop!!” Sakti menahan tangan celio, lalu membalikkan badannya. Dan dapat ia tebak, celio menangis, menangis kencang. Sakti pun membawa celio ke pelukannya.

“Iyo.. Maaf..” Sakti mengelus punggung celio.

“Hiks.. Sakti..”

“Maaf celio, sakti minta maaf celio diperlakukan seperti ini”

Celio menangis sesegukkan di dalam pelukan sakti.

Hari tak terasa sudah malam, devan menghabiskan waktunya mencari dan membaca buku di perpustakaan sedangkan vani? Daritadi sibuk mencari perhatian devan.

Devan mengecek jam di tangan kirinya, sudah jam 8 malam ia pun membereskan seluruh barang bawaannya serta mengambil beberapa buku yang ia pinjam untuk belajar.

“Eh, mau kemana kak?”

“Pulang”

“Yah tapi aku masih pengen baca buku”

“Yaudah lo baca aja gue pulang dulu”

Devan pun melangkah pergi.

“Kak!! Kak!! Loh gue ditinggal!!”

Devan tampak tak perduli dengan panggilan vani, karena sendari tadi ia sudah cukup muak mendengar seluruh celotehannya.


Devan masuk ke mobilnya sambil menghela nafas

ting

Ia pun melihat pesan masuk di teleponnya.

Pulang ke rumah

“Hhhhh” Ia mengelap mukanya kasar.


cekrek suara pintu terbuka

“Dari mana kamu?”

Devan melangkah masuk, ia pun berdiri di depan ayahnya yang duduk di sofa.

“Dari perpustakaan yah”

Ayah devan melihat devan dari atas sampai kebawah.

“Hmm,,”

“Ayah ada apa memanggil devan pulang?”

“Tidak apa-apa, dengan siapa kamu pergi?”

“Sendiri”

“Tapi ayah melihat kamu keluar mobil bersama perempuan”

“Ayah nyewa orang buat mata-matain aku lagi!!”

“Tentu! Ayah tidak mau kamu tidak normal devan!!”

“AYAH!!” Devan meninggikan suaranya.

“Kamu berani teriak di depan ayah!!!”

“Ayah tau kamu membawa cowo itu kembali ke apartemen kamu kan beberapa malam yang lalu” Ayah devan melanjutkan.

Devan terdiam, ternyata apartemen yang ia kira dapat menjadi rumah nyamannya tak luput dari pengawasan ayahnya.

“Masuklah ke kamar”

Belum sempat melangkah, ayahnya menambahkan lagi.

“Jangan bikin ayah malu, devan.”

Devan hanya berjalan, terlalu lelah untuk menanggapi ayahnya.


Devan membaringkan tubuhnya ke kasurnya, ia jujur sangat lelah dengan semua ini.

Hidup yang ia jalani sekarang bukan hidupnya, ini adalah hidup yang di inginkan oleh ayahnya. Ia hanya boneka wayang bagi ayahnya.

Masuk ke sekolah yang ditentukan ayahnya, belajar terus sampai otaknya ingin mati. Dulu, ia harus mengikuti kursus setiap hari dari siang hingga ke malam. Tetapi karena ia membuktikan kepada ayahnya bahwa ia dapat menjadi juara satu terus menerus ia pun diberikan kebebasan dari kursus tersebut dan ia diberi hadiah apartemen, yang ia kira bebas dari pengawasan ayahnya.

i'm a pathetic bird in a cage huh?” Devan meletakkan tangannya di kepalanya dan tersenyum miring.

Devan lalu mengulurkan tangannya untuk membuka hpnya dan moodnya memburuk.

Marka sedang berada di ruang kemahasiswaan bersama panitia lain, mereka sedang beristirahat sehabis bekerja semalam untuk mempersiapkan keperluan ospek hari kedua.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, ia hanya sempat tidur 2 jam sedangkan panitia yang lain mukin sempat tidur 3-4 jam.

Saat ia membuka hp dan melihat pesannya tadi malam hanya di baca oleh haikal, ia panik, tentu. padahal belum ada kepastian hubungan mereka itu apa tetapi tetap saja ia panik.

Saat pagi hari ia mengirim pesan pada haikal, ia juga mendapat jawaban yang singkat, padat, dan jelas, membuatnya berpikir ada salah apa dirinya.

Ah gue gabisa begini pikirnya.

“Jay..” Ia menggoyangkan pundak temannya yang sedang tidur di sebelahnya.

“Hmm?” Jay setengah tidur.

“Gue keluar bentar ya, ntar setengah sembilan gue balik”

“Loh, lo ga istirahat? Lo cuma dapat 2 jam tidur?”

“Ga, gapapa. Ada hal yang lebih penting yang harus gue lakuin”

Marka bergegas keluar dari ruang kemahasiswaan sedangkan jay melihat punggung marka yang semakin menjauh heran, nih anak kesambet setan kampus apa gimana ya? pikirnya.


“Hah....” Haikal menghela nafasnya.

“Aishhi gara-gara mikirin kating itu gue ga tidur kan” Ia mengacak rambutnya kesal.

“Lagian juga baru ketemu dua kali, kenapa juga kepikiran banget gini”

“Hati, lo jangan ngadi ngadi deh, jangan macam macam. Jangan sampe lo gue berhentiin ya, cari hati baru gue”

“Ah udahlah gue mandi aja”

Ia pun mengakhiri sesi ngobrol dengan dirinya sendiri di cermin.


“Oke, bet check, alat tulis check, tumbler check, buku panduan check, ga ada yang kurang kan ya?”

Haikal memeriksa seluruh kelengkapan hari ini, sungguh ia tidak ingin di hukum lagi.

“Oke sudah semua sekarang tinggal pergi!!”

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.40. Hari ini ia tidak ingin terlambat, lebih baik gue kecepetan daripada kena hukum pikirnya.

Ia melangkahkan kaki keluar kos, netra matanya tiba-tiba melihat mobil yang familiar terparkir di depan kosnya.

lah?

Ia melangkah keluar pagar dan benar saja..

“Haikal!!” Marka melambaikan tangan sambil tersenyum.

“Ka marka? Ngapain kesini?” Haikal berjalan mendekati marka.

“Jemputin kamu, ayo masuk” Marka membukakan pintu penumpang, haikal pun mau tak mau masuk.

Selama perjalanan kali ini, hening kembali menemani mereka berdua. Tapi kali ini marka memecah keheningan.

“Haikal?”

“Iya kak?”

“Aku ada salah ya?”

“Hah maksud kakak?”

Haikal yang tadi menatap lurus kearah jalanan, enggan melihat muka marka pun akhirnya menoleh ke kanan. Ia mendapati muka marka yang tampan, menatapnya, walau begitu terdapat kantung mata di bawah matanya. pasti dia ga tidur pikirnya.

“Kamu lebih cuek daripada kemarin, aku ada buat salah? Kalo ada please ngomong. Aku gabisa kamu cuekin..” Marka berkata denga raut wajah sedih.

Haikal pun diam, ia berpikir, jujur, ka marka ini sudah punya pacar. Kenapa ia berlaku seperti ini.

“Ka..”

Marka pun menoleh, walau akhirnya kembali menatap jalanan karena sedang menyetir.

”..aku tau kakak sudah punya pacar, kakak gabisa perlakuin aku begini kak.”

“Hah? Aku gapunya pacar haikal, kamu ngomong apa?”

Haikal cengo, ini maksudnya apa? Apa marka mau memanipulasi gue? pikirnya.

Ia pun membuka hp nya dan memperlihatkan postingan gicele. Marka sontak menghela nafasnya.

“Kal, dia temen sma gue. Dulu, dia bantuin gue, dia donorin darahnya buat mama gue. Semenjak itu, gue merasa gue harus balas budi ke dia”

Haikal diam mendengarkan.

“Tapi, sekarang udah selesai balas budi gue. Sudah cukup.” Marka melanjutkan.

Haikal salah paham ternyata, jujur ia malu. Ia pun memainkan jari jarinya dan menunduk.

“Maaf kak.. Aku gatau..”

Marka tersenyum, mereka sudah ada di parkiran sendari marka bercerita soal gicele.

Marka pun memiringkan duduknya, dan memfokuskan seluruh atensinya pada haikal yang sedang malu.

Gemas pikirnya.

Marka pun mengulurkan tangannya, menggenggam tangan haechan. Ia pun berkata..

“Haikal”

“I-iya kak”

Haikal gugup, ya pasti, bahkan sekarang dadanya sudah pitu patu pitu patu.

“Tatap kesini dong, aku ngomong masa kamu ngeliat kebawah.”

Tangan marka yang satunya lagi menggenggam pipi haikal dan mengarahkan pandangannga ke netranya.

“Haikal, aku marka mau minta izin, boleh aku deketin haikal?”

DUAAAR meledak sudah jantung haikal. Pipinya langsung memerah semerah tomat. Ia pun menunduk lagi, tak kuat ditatap oleh marka.

Marka yang melihat hal itu terkekeh kecil, ia pun menangkup pipi haikal dan mendekatkan wajahnya.

“Jadi?? Aku diizinin ga?” Tanya marka

Haikal hanya mengangguk kecil.

Senyum marka pun merekah, ia pun membawa haikal kedalam pelukannya. Haikal yang tiba-tiba dipelukpun terkejut.

“Terima kasih, my bear

“Tuan, bangun.. Ayo sarapan, sudah pagi. Kita harus bergegas pergi..” Renjun menggoyangkan badan haechan guna membangunkannya.

“Hmm??” Haechan mengusap matanya, masih duduk di tikar dengan posisi kaki menyilang.

Renjun yang melihat tuannya ngantuk pun mempersiapkan makanan di depan tuannya.

“Terima kasih” Kata haechan, masih ngantuk.


tak tuk tak tuk suara kuda mereka berjalan, hari ini tidak terlalu panas tidak juga mendung. Mentari seperti menyemangati mereka di perjalanan hari ini.

“Berapa hari lagi kita akan sampai?” Tanya haechan.

“Kalau saya memacu kuda untuk berlari, kita dapat sampai di malam hari tuan.”

“Kalau berjalan seperti ini?”

“Mungkin dua hari lagi baru kita akan sampai tuan.”

“Aigooo, kalau gitu pacu kudanya.”

“Tuan tidak apa-apa?”

“Lagipula sendari tadi kamu memegang pinggangku dengan erat. Aku yakin walaupun kuda berlari dengan kencang, aku akan baik-baik saja”

“Baik tuan..”

Renjun pun memacu kuda untuk berlari.


Mereka sudah hampir mencapai ujung dari hutan terlarang, renjun memelankan kecepatan kudanya. Hari sudah hampir sore.

Sebenarnya renjun tidak ingin berhenti dan ingin memacu kudanya lebih cepat lagi agar ia dan haechan cepat sampai, tetapi naas haechan sendari tadi mengeluh pingganya sakit bukan main di atas kuda.

“Tuan, kita beristirahat disini sebentar.”

Haechan pun turun, dan duduk menyender pada pepohonan.

“Kamu mau kemana?” Tanya haechan melihat renjun yang menjauh darinya.

“Oh, saya mau mengambil air tuan. Saya akan segera kembali”

“Baiklah, berhati-hatilah..”


Seharusnya kata hati-hati ia katakan untuk dirinya sendiri, karena berjarak 5 meter dari tempat duduknya ia dapat melihat Griffin makhluk setengah singa setengah elang di hadapannya.

Ia sekarang berada di belakang pohon.

Sial, aku hanya punya satu keris kecil di sakuku. Dengan hewan sebesar itu, aku bisa mati. batin haechan.

Ia mengamati pergerakan dari Griffin di depannya. Sepertinya ia hanya ingin lewat. Haechan pun menunggu Griffin itu bergerak menjauh, untuk sekarang ia hanya akan sembunyi.

“AAAAKK!!!!” Suara kepakan burung terbang di belakang mengagetkannya.

Griffin di depannya pun sekarang menatap nyalang padanya, menggeram dan ia yakin sebentar lagi akan menerjangnya.

Shit!!

“Ggrrr..” Griffin itu menjalan mendekat ke arah haechan.

Easy boy” Haechan merentangkan satu tangannya ke depan, siapatau dapat membuat hewan ini tenang pikirnya.

Tapi naas, hewan itu berlari kencang ke arahnya.

“AAAAHHHH!!!”

SLASH

“Yak!! Kau tidak apa-apa?”

Mark?

Haechan membuka matanya, dapat dilihatnya kepala dari Griffin tersebut sudah terpisah dari badannya. Sungguh pemandangan yang mengerikan.

“Hei? Kau tidak apa? Ada yang terluka?” Mark memegang pundak haechan, mengedarkan pandangannya pada seluruh badan haechan. Mencari jika saja ada luka di badan calonnya ini.

“A-aku tidak apa” Jawab haechan.

Jujur, sekarang badannya sedang bergetar setengah mampus. Ia pun akhirnya merosot kebawah.

“TUAN!!?” Renjun berlari kearah haechan.

“Tuan tidak apa!!”

“Kau pengawal haechan?” Tanya mark dengan mata memicing.

“Iya tuan” Renjun menundukkan kepalanya.

“Apa kau gila meninggalkan dia disini? Bukankah kau pimpinan royal guard? Seharusnya kau tau kan disini adalah dimana letak hewan buas besar berkumpul?” Mark meninggikan suaranya.

“Lebih baik kita cepat bergegas keluar dari sini dulu, tidak aman bila bermalam disini.” Kata mark.

Mark mengulurkan tangannya pada haechan yang diterima dengan baik olehnya. Lagipula, ia sudah tidak ada tenaga untuk menolak mark.

Sedangkan renjun berjalan di belakang mereka, sepertinya ia terkena mental melihat tuannya hampir diserang makhluk buas dan mendapatkan cacian dari putra mahkota kerajaan voltra.


“Ada urusan apa kalian datang kesini” Kata penjaga di depan gerbang istana merld.

“Mengantarkan surat” Jawab haechan.

“Berikan saja kepada kami, biar kami yang mengantarkannya kedalam”

“Maaf, surat ini sangat penting. Saya harus mengantarkannya sampai ke tangan raja sendiri” Jawab haechan.

“Memangnya kau pikir kau siapa ingin bertemu dengan raja kami?” Jawab penjaga itu sambil menyenggol temannya di samping dan tertawa mengejek.

Haechan pun geram, baru saja ia ingin menunjukkan emblem kerajaannya. Mark lebih dulu mengeluarkan emblem tanda putra mahkota kerajaan voltra.

Penjaga yang melihat hal itu pun terdiam, menundukkan kepalanya.

“Jadi, apa rakyat ini boleh masuk sekarang?” Tanya mark, menekankan pada kata rakyat.

“S-silahkan tuan, HEI BODOH BUKA GERBANGNYA!!” ia berteriak pada teman di sebrangnya.

Gerbang pun terbuka, menampakkan kerajaan merld yang megah dan besar.

Mereka pun turun di istana utama, tempat dimana raja berada.

“Tuan-tuan sekalian ada perlu apa datang kesini?” Tanya kepala maid, ramah.

“Saya ingin mengantarkan surat kepada raja, apakah raja kalian sedang sibuk?” Tanya haechan.

“Oh tidak tuan, biar saya antarkan ke ruang tunggu. Silahkan...”

Haechan pun masuk, mark mengikuti di belakang.

“Yak, kamu tidak perlu ikut!” Bisik haechan pada mark yang kini berjalan di sampingnya.

“Tentu aku harus ikut, aku dengar raja ini masih muda. Belum memiliki permaisuri, bagaimana jika permaisuriku dicuri olehnya?” Jawab mark.

“Sejak kapan aku permaisurimu eoh?”

“Sejak aku mengatakannya”

Haechan hanya bisa mendengus kesal dan berjalan mengikuti maid mereka.


“Tuan bisa tunggu disini, saya akan panggilkan raja. Permisi..”

Haechan dan mark menganggukkan kepala mereka.

Dimana renjun?

Renjun lebih memilih berada di luar dan menjaga kuda mereka. Lagipula ia hanya seorang prajurit.

Selang 30 menit mereka menunggu, pintu pun akhirnya terbuka.

Haechan yang tadinya sedang melihat-lihat dekorasi di depannya pun menoleh dan terkejut.

“Jaehyun!!”

“Ah.. hari ini melelahkan sekali. kenapa ia begitu banyak bicara.” Haechan menghela nafasnya.

Waktu sekarang sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Seperti biasa haechan baru saja pulang kerja. ia menenteng ranselnya dan mengganti bajunya di stasiun kereta api.

“Satu tiket ke dharmawangsa kak” Haechan memesan tiket di loket, ia kali ini akan pergi ke semarang. Pekerjaan yang harus ia selesaikan kali ini berada di semarang. Setelah tiket diberikan, ia pun tak lupa berkata terimakasih pada penjaga loket tersebut.


“Perhatian kepada para penumpang kereta api pasar senen dengan tujuan dharmawangsa, kereta api akan tiba sebentar lagi. dimohon mempersiapkan barang bawaan serta tiket anda. terima kasih.”

Haechan mengadahkan kepalanya, ia pun memasukkan earphone yang tadinya ia pakai kedalam tas dan menyiapkan tiketnya.

Selang 8 menit setelah pengumuman tersebut, kereta api pun tiba. haechan pun masuk, memperlihatkan tiketnya kepada petugas kereta api dan mencari tempat duduknya.

Kereta api tujuan Jakarta-Semarang hari ini sepi, hanya ada dirinya dan satu laki-laki yang duduk tak jauh darinya. Laki-laki tersebut tidak terlalu tinggi, tidak juga terlalu pendek. Mungkin lebih pendek 5cm darinya.

Awalnya ia tidak begitu perduli dengan keberadaan lelaki itu, malah ia senang karena kereta api hari ini lebih tidak bising daripada malam-malam sebelumnya dan ia dapat tidur sebentar sebelum sampai pada tujuannya.

Tetapi akhirnya atensinya tertuju pada lelaki tersebut, laki-laki itu sedang berbincang di telepon mungkin dengan temannya di sebrang sana. Yang menarik perhatiannya adalah pembicaraan lelaki tersebut dengan lawan bicaranya di sebrang telepon.

Walaupun lelaki itu menggunakan bahasa inggris, haechan dapat mengerti sepenuhnya apa yang lelaki itu sedang bicarakan.

Sepanjang perjalanan, haechan mendengarkan pembicaraan lelaki tersebut. ia tidak jadi tidur karena ia tertarik mendengar apa yang lelaki tersebut bicarakan.

Satu waktu, orang di sebrang telepon mengeraskan suaranya. Dan pada saat itu haechan dapat mendengar bahwa nama dari laki-laki ini adalah renjun.

“Para penumpang yang terhormat, kita akan segera sampai di stasiun dharmawangsa. Mohon perhatikan barang bawaan anda agar tidak ada yang tertinggal, terima kasih.”

Ah tidak terasa, sungguh sayang padahal aku masih ingin mendengar pembicaraan mereka, batin hachan.

Haechan pun mengangkat ranselnya dan menyampirkannya pada pundaknya, ia berjalan melewati lelaki tersebut. Belum sempat satu kursi terlewati, satu kalimat dari renjun kepada lawwan bicaranya di telepon menghentikan langkah haechan.

“So how the fuck we get rid of the body? i told you to posion him, not to stab him. Should we just cut it and throw it in the garbage?” Renjun mengelap mukanya kasar.

“Kamu tau, ada cara yang lebih baik untuk menyembunyikan mayat. Cobalah padang rumput atau danau. Atau bakarlah sampai semua bagian tubuhnya menjadi abu, akan membutuhkan waktu lama bagi pihak berwenang untuk menemukannya dengan cara itu.” Haechan menyela pembicaraan renjun.

Haechan pun berjalan keluar kereta. Renjun tidak mengejar haechan, ia hanya terkejut dengan apa yang dikatakan haechan. Sendari tadi ia berada di telepon dengan partnernya, ia tidak menyadari jika ada orang lain di dalam kereta api ini.

Sedikit yang renjun tau, di dalam ransel haechan terdapat sarung tangan yang berlumuran darah, sebuah pisau tajam yang dilapisi koran, masker hitam dan kaus putihnya yang penuh dengan bercak merah.

Setelah bayangan haechan hilang dari kereta api, ia pun menoleh ke bawah dan mendapati satu kartu nama dengan nomor telepon yang juga tertera di kartu tersebut serta tulisan Haechan lee, professional assassin of The Dark dungeon Company.

triririring

“Oke anak-anak pelajaran bapak hari ini sampai disini saja” Pak joni merapikan bukunya dan berjalan keluar kelas.

“ANJIRRR AKHIRNYAAAA” Raya bangun dari tempat duduknya dan merenggangkan badannya yang daritadi terasa kaku.

“CILOKK PAK MAMANG I'M COMINGG!!!” Celio berlari keluar kelas.

“IYOO GUA DITINGGAL ASLI!!!” Raya menyusul celio berlari keluar kelas.


Sakti mengangkat tangannya agar kedua sahabatnya itu dapat melihatnya, celio dengan cepat berjalan ke arah meja yang sakti sudah booking.

“Gua pesan dulu ya, kalian mo beli berapa ribu?” Raya bertanya.

“Kek biasa aja ray” Jawab sakti, dan celio hanya mengangguk antusias.

“Oke, sakti 5k, gua 8k, iyo 12k kan?” Raya memastikan.

“Iyaaaa, cepetan ray lapeeer” Celio mengusap-usap perutnya.

“Iya-iya elahh” Raya pun pergi mengantri untuk memesan cilok kebanggaan sekolahnya.

“Iyo, lu ga hangover?”

“Kagaa, gua udah biasa”

“Udah biasa pantat lu semok, kemaren lu mabok sampe ga sadar”

“Ihhh orang gua bilang kaga papa kok”

“Udah muntah belum tadi pagi?”

Celio diam

“Nah kan belum, kaga usah banyak-banyak entar makan ciloknya. Tukaran sama gue. Lu kalo mabok harus muntah dulu iyo, lu pasti muntah bentar lagi gua yakin”

Sakti tau sekali, celio setelah mabuk harus muntah at least sekali. Dulu celio pernah mabuk parah dan gamau dengerin katanya dan raya, celio pun makan ayam geprek densa 2 piring. Bener aja malamnya ia muntah, dan hidungnya pedes semua.


“Ini mas pesanannya” Raya berlagak pramusaji memberikan cilok pada sakti dan celio.

“YAYY SELAMAT MAKAN”

“Iyo tukaran sama punya gu-” Belum selesai sakti ngomong, celio sudah melahap ciloknya dan memegang erat mangkoknya.

“Bener bener dah ni anak” Ucap sakti.


“Kenyang~” Celio bersandar di kursi yang ia duduki.

“Iyo, liat arah jam 12” Kata raya.

Celio pun melihat kedepannya dan melihat devan beserta gengnya datang.

Anjir, udah gue bilang jangan datang

“Asek, solmet iyo datang” Kata sakti, mengejek.

“Anjir lu-”

“Eh sori gua ada tugas dari bu vina disuruh ngumpulin tugas temen-temen. Duluan ya gua” Sakti pun bergegas lari dari tempat, ia tak mau diomeli celio.

ririring

“Eh iyoo, pacar gua nelfon. Bentar ya gua angkat dulu” Raya pun permisi dari tempatnya juga.

“Gua ik-”

Anjir ini gua ko tiba tiba mual, tangan kanan celio menutup mulutnya sedangkan tangan kirinya memegang perutnya.

*Ah anjir!!“, celio pun berlari menuju kamar mandi ujung kantin.


“Lo ngapa dah tiba tiba pengen makan cilok?” Tanya kai.

“Pengen aja” Jawab devan.

“Rame banget anjir mau duduk dimana” Kata aja.

“K-kak, boleh duduk sini aja. Kita bisa geser kok” Salah satu anak siswi berkata pada mereka.

“Oh iya neng, boleh” Jawab aja.

Mereka berlima pun duduk berhadapan dengan siswi tersebut beserta teman temannya.

Daritadi siswi tersebut berbisik-bisik malu-malu entah apa yang ia inginkan.

“Udah cepetan ngomong mumpung ada di depan lo” Senggol salah satu siswi di sebelahnya.

“E-em anu.. Kak devan”

“Hmm?” Devan menjawab, tidak menaruh atensinya pada siswi di depannya. Karena sekarang atensi penuhnya berada pada sosok laki-laki pucat yang berlari kearah kamar mandi ujung kantin.

“Kak gua boleh min-”

“Gue ke wc dulu ya” Devan buru-buru berdiri dan menyusul laki-laki tersebut.

Siswi tadi pun menunduk malu. Aja yang melihat itupun tidak tega.

“Lu mo minta apa tadi sama devan?”

“Eh- anu, nomornya kak”

“Oh, ni gua kasi”

“Eh, gapapa kak?”

“Gapapaaa”

“Oh yaudah, makasih kak”


hoeek celio memuntahkan seluruh isi perutnya di wastafel depannya.

hoek

Devan masuk tak berapa lama setelah celio muntah, ia pun dengan cepat berjalan kearah celio. Mengurut lehernya agar ia bisa muntah lebih enak.

Celio pun mengatur nafasnya setelah muntah, devan memberikan tisu pada celio.

“L-lu ngapain disini?” Celio berkata sembari masih mengatur nafasnya.

Devan tidak menjawab perkataan celio, ia menyodorkan sebotol aqua dan obat tadi pagi.

“Ga perlu” Celio menolak.

“Minum”

“Ga”

Devan menghela nafasnya dan berjalan mendekat kearah celio.

Celio pun tentu berjalan mundur. Biasanya ia akan langsung mendorong devan di depannya, tapi kali ini ia sedang lemah.

“Devan stop” Celio menahan dada devan agar berhenti di depannya.

“Lo mau minum atau gua paksa lo minum?” Ancam devan.

“Iya iya anjir!! Sini” Celio mengambil obat di genggaman tangan devan serta aquanya dan meminumnya

“Udah, puas lo!?” Celio menceleng kearah devan.

Devan hanya tersenyum.

“Udah ah males gua ladenin lo” Belum sempat kaki celio mengambil langkah, tangan devan menahan tangannya.

“Apasih?!” Celio tambah menceleng.

Devan pun membuka hpnya dan memperlihatkan video celio muntah, entah kapan ia mengambilnya.

“Anjir hapus!!” Celio meloncat-loncat mencoba meraih hp devan, tetapi naas devan lebih tinggi darinya.

“Kalo gua sebar gimana?” Devan berkata sambil tersenyum miring.

“Lu!!”

“Lu mau apa sih dari gue!!” Tanya celio, dari raut mukanya ia terlihat sangat marah.

“Gue mau lu, iyo” Jawab devan dengan raut muka yang tak bisa dijelaskan.

“Gue gamau terlibat lagi sama lu, ale” Raut wajah celio sekarang sedih.

“Iyo, udah 3 tahun. Gue sayang sama lu iyo. Dengerin penjelasan gue du-”

“Stop, udahlah.. Please..”

Melihat celio yang seperti akan menangis, devan pun diam.

Selang 5 menit mereka diam, masih pada posisi tangan kiri devan memegang tangan kanan celio.

“Ah udah ah anjir gua mo kelas ini, minggir” Celio bergerak menghempas-hempas tangan devan yang tidak terhempas.

Tau mood celio balik, devan pun memanfaatkan kondisi.

“Video lo masi ada sama gue lo”

“Ahh anjir, lu jadi orang ribet banget dah. Cepet mau apa, kecuali yang tadi.”

“Hmmm??” Devan berpura-pura berpikir.

“Apa? Jajanin lo sampe lulus? Hp baru? Mobil?”

“Gue bisa beli sendiri kalo itu”

“Ya terus apa? Bentar lagi gua kelas ini”

“Cium”

“Hah anjir sinting lu, gamau gua”

“Video?”

“Gueee habis muntah devan, lu mau rasa muntahan gue hah?”

“Ga hari ini, tapi besok...”

“Iya iya udah, udah lepas gua mau kelas” Devan pun melepas genggamannya dari tangan celio dan membiarkannya pergi.

”...dan seterusnya” Lanjut devan setelah celio keluar dari kamar mandi.

“EKALLLL”

Baru saja menginjakkan kaki di aula, ia sudah disambut dengan suara soren dan el yang khawatir bukan main di dalam.

“Kaga papa kan lu?” Soren bergaya ala petugas bandara, mengecek keseluruhan badan haikal.

“Hehe gapapa kok, cuma jatoh biasa doang”

“Elah, lu juga lain kali kalo dimarahin tu diam aja. Ditamabah kan hukumannya” Kali ini el yang mengomel.

“Kan ini salah gue, gamau gue kalian dibawa-bawa”

“Hedeh dasar, dah yok duduk. Gua sama el dah sisain tempat” Soren pun menarik tangan haikal untuk duduk di barisan ketiga paling depan.


Sudah 6-7 materi yang dibawakan oleh pemateri, entah dari rektor, dosen, k3, bahkan bank abc. Haikal sudah berkali kali menguap, buku catatannya pun sudah menjadi lukisan.

“Oke semua.. Ini adalah akhir dari hari pertama ospek kita. Hati hati di jalan dan jangan terlambat besok. Jangan lupa juga membawa perlengkapan yang lengkap agar tidak di hukum oleh panitia nantinya.”

“YESSSS!!!” Suara el disebelah yang kesenangan akhirnya pulang juga.

“Naik apa lu pulang kal?” Tanya soren sambil memasukkan buku catatannya kedalam tas.

“Gojek lah”

“Sama gua aja, bawa motor gua”

“Gausa ren, lagian rumah kita beda arah. Udah malam juga..”

“Yauda deh hati hati ya lu, gua sama el pergi dulu”

“Iyaa hati hati kalian”

Melambaikan tangan, mereka berpisah di depan aula.


“Jay”

“Hm?”

“Maba tadi yang jatoh udah keluar?”

“Elahh mana gua perhatiin anjir”

“Yauda dah, gua izin dulu keluar bentar” Marka menepuk pundak jay dan berlari keluar.


Haikal sedang berada di wifi corner sekarang, ia daritadi ingin memesan gojek tetapi tak kunjung dapat.

apa gara gara sudah malam ya?

Tiba tiba..

ting terdapat pesan masuk pada hpnya.

IMESS

Marka : dimana?

Haikal : di wifi corner kak, ada apa ya?

Marka : Tunggu disana, jangan gerak.

Haikal : i-iya kak.

IMESS END

“Anjir ini gua ada hukuman susulan apa gimanaaa hueueue gua mo pulang gua capeeee” Haikal merengek, ia takut ada hukuman susulan dan ia jadi tak bisa pulang nantinya.

10 menit berlalu, haikal masih menunduk memanyunkan bibirnya. Tiba tiba ada sebuah mobil hitam yang berhenti di depan wifi corner.

ting

IMESS

Marka : keluar

Haikal : sekarang ka?

Marka : besok

Haikal : saya tidur di wifi corner dong kak 😭

Marka : sekarang haikal.

IMESS END

Haikal pun membawa tas nya dan beranjak keluar.

“Masuk”

Marka menurunkan kaca penumpang dan menyuruh haikal masuk. Haikal pun mengikuti kata marka.


Didalam mobil, mereka berdua canggung. Sebenarnya, marka biasa saja. Hanya haikal yang canggung.

“Kaki kamu gimana?”

“Eh.. Gapapa kak, gapapa kok udah ga sakit lagi”

“Rumah kamu dimana?”

“Di jalan kemayoran kak, kosan. Hehe”

“Kita mampir rs bentar ya”

“Hah ngapain kak? Kakak sakit ya?” Haikal menyampingkan badannya agar bisa melihat marka.

“Engga..”

“Terus ngapain kak?”

“Ganti perban kaki kamu”

“Eh, gausah kak ini gapapa kok paling besok sembuh” Haikal menggerak gerakkan kakinya untuk menandakan bahwa kakinya sudah tidak sakit lagi.

Marka yang melihat hal itu menaruh tangannya di paha haikal untuk memberhentikan gerakan pada kaki haikal.

“Jangan sembarangan di gerakin, saya bilang mau bawa kamu ke rs bukan minta persetujuan. Lagian ini juga penting buat masa depan saya”

Haikal terdiam, mereka di lampu merah saat marka meletakkan tangannya di paha haikal. Mukanya memerah tomat tentunya tetapi sehabis itu ia tidak membalas perkataan marka. Ia hanya diam sepanjang perjalanan. Dan marka, juga diam. Menatap jalanan kota yang padat walau sudah malam.


ini maksudnya penting untuk masa depan lu apa dan, btw INI KENAPA DIA PAKE SAYA KAMU DAH batin haikal selama perjalanan.


Bagaimana cara marka mendapatkan kontak haikal?

Tidak mudah kawan, tidak mudah. Ada satu grup imess yang memuat seluruh angkatan tahun ini ditambah panitia.

Marka mencari kontaknya disitu, ia menscroll satu satu, sampai kebawah. Sambil berjalan menuju parkiran.

Ia sempat hampir menabrak tiang karena sibuk mencari kontak haikal.


Haikal melihat marka yang masih berlari, sudah 33 putaran. Berarti tersisa satu kali putaran lagi maka marka selesai.

Haikal jujur gelisah, ia jatuh dan tidak dapat melanjutkan hukumannya. Ia takut kalau nanti ada hukuman lain yang menantinya.

“Dek kakinya jangan digerakin terus ini gua gimana masang perbannya?” Jay sedang bersimpuh di bawah tempat duduk haikal agar bisa mengobati kakinya.

“E-eh iya kak maaf!” Haikal dengan cepat menghentikan pergerakan kakinya akibat gelisah tadi.

Marka pun selesai berlari, keningnya penuh dengan keringat. Dan baju putihnya pun basah.

Haikal melihat marka berjalan kearahnya, ia sontak melihat baju marka yang sekarang sudah menempel di badannya.

Anjir ini Tuhan mau kasi gua ujian atau gimana, batinnya.

Marka sampai di depan haikal, melihat kakinya yang di perban. Ia diam disana sambil memperhatikan seluruh badan haikal, yang diperhatikan pun gelisah. Padahal marka hanya ingin melihat siapatau ada bagian tubuh lain yang luka akibat jatuh tadi.

“M-maaf kak. Saya ngomong besar tapi tidak dapat menjalankan hukuman sampai tuntas” Haikal berkata tanpa melihat marka yang tepat berada di depannya, sambil memilin-milin ujung bajunya.

“Hmm”

'hmm????' Apa maksud dah hmm doang dikira gua apa? Ahli bahasa kalbu? batin haikal.

“Siapa nama lu?”

“Haikal kak”

“Hmm, oke. Sekarang ke aula, temen temen lu sekarang udah balik pasti.”

“Jadi saya ga di hukum lagi kak?”

“Oh? Mau dihukum?” Marka menatap haikal, sambil menaikkan alisnya sebelah. menggoda.

“Eh, gak kak kalo gitu saya permisi” Haikal dengan cepat berdiri dan sayangnya limbung. Marka yang didepannya dengan cepat menangkapnya, ia jatuh di dada marka.

haikal dengan cepat bangkit berdiri, menemukan keseimbangannya dan.... lari.

Sakit kakinya tidak terlalu terasa akibat malu yang sekarang ia tahan.

ceklek

Celio keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah, ia sekarang memakai seragam sekolah devan. Ia tenggelam dalam seragam devan.

“Gemes”

“Lu!!! Diem ya!! Badan lu kegedean anjir”

Celio memasukan bajunya ke dalam celana agar tidak terlihat terlalu besar, tetapi tetap saja celana devan juga terlalu besar untuknya.

Devan yang melihat hal itu pun membuka laci dan berjalan ke arah celio untuk memberikan ikat pinggang pada celio.

“Lu ini bongsor bange- eh- makasih”

“Iya sama sama. Kebawah, makan”

Devan berjalan mendahului celio, sedangkan celio menyusulnya sambil membenarkan ikat pinggangnya.


Mereka makan hanya berdua tentunya, ayah devan berada di rumah utama sedangkan ini adalah apartemen devan. Bagaimana celio bisa tau...

Entahlah, ia belum mau membahasnya.

“Itu ada obat pereda mabuk di meja, siapa tau lo hangover ntar” Devan berkata sambil menunjuk menggunakan dagunya kearah meja.

“Gaperlu, gue mah udah pro” Balas celio

Devan menghela nafas, mengambil obat tersebut dan memasukkannya kedalam kantung seragamnya.

“Ntar kita naik mobil gue aja”

“Gue gama-”

“Eh- makasih” Devan menyondorkan tisu untuk mengelap bibir celio yang belepotan saus pasta.

“Pokoknya gue gamau pergi bareng sama lu, lu pikir aja nanti kalo diliat orang gimana. Kita ni udah musuhan sejak kapan le? Sejak masuk sekolah-” Celio masih melanjutkan entah pidato atau ceramahnya atau omelannya sedangkan devan beranjak dari tempat duduknya.

“Eh- makasih, anyways.. Kalo orang liat-” Devan mengambil piring kotor celio, jadi celio berhenti sebentar untuk mengatakan terimakasih dan melanjutkan omelannya.

Devan hanya mendengarkan, tidak membantah, tidak juga melawan. Ia membuka kulkas, mengambil satu susu pisang dan memberikannya pada celio.

“Eh, makasih. ET DAHHH daritadi gue bilang makasih mulu” Celio mengomel, menghentakkan kakinya di lantai.

“Udah ayo ke sekolah”

“Gue gamau aleeee~”

Devan mengambil tasnya, dan juga tas yang sudah ia sediakan untuk celio. Lalu ia membawa kedua tas itu di sebelah kanan dan menarik tangan celio.

“Ale!! Lepas!! Gue bilang gue gamauuuu”

“Terus lo mau kesekolah naik apa?” Devan berhenti sebentar, menengok kebelakang menatap celio.

Yang ditatap menatap balik dengan nyalang.

“Naik grab lah atau gojek kek, helooow ini sudah jaman apa. Semua serba online kali.”

Devan menghela nafasnya, lalu kembali menarik celio.

Celio memberontak tentunya.

“Lu mau jalan sendiri, atau gue gendong sampe parkiran?”

Tidak ada jawaban dari celio, devan bersiap mau mengangkat celio di pundaknya. Lalu..

“EH STOP STOP IYA GUE JALAN” Celio berjalan mendahului devan. Devan dibelakang pun tersenyum gemas.


“Seatbelt nya pake”

“Ga”

“Pake iyo”

“Gak!!”

“Hhhhhh”

Devan memajukan badannya, meraih seatbelt celio. Celio terdiam kaku di kursi penumpang, devan menghentikan gerakannya sebentar dan menoleh kearah muka celio.

Ia menatap celio, dengan cepat mencuri kiss di pipinta dan memasangkan seatbelt nya.

“YAK ALE!!!”

Devan hanya terkekeh dan menjalankan mobilnya.


“Stopin gue di indomaret aja”

“Gausah, sampe gerbang aja. Jauh kalo mo jalan dari indomaret.”

“Gausah devan, gue gamau ada gosip di sekolah. Cukup mereka tau kita musuhan, thats it”

Ahh.. Celio kembali memanggilnya devan. Tanda celio sudah kembali menjadi celio yang tak mau ada hubungan apapun dengannya.

“Gue lebih suka lo panggil gue ale, iyo”

Celio diam saja, dan devan menurunkan celio di depan indomaret. Seperti apa yang celio pinta.