avockyudo

Terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru dari arah pintu keluar belakang, itu Juyeon yang lagi bingung nyariin Ji Changmin yang entah hilang kemana.

“Aduh, dasar anak kecil, bikin orang khawatir aja.”

Juyeon mendesah panjang karena setelah 10 menit lamanya belum juga melihat batang hidung milik Changmin, nomornya di telfon juga tidak ada respon dari sebrang.

Setelah mengelilingi daerah di dekat tempat berkumpulnya tadi, akhirnya Juyeon terpikir untuk melihat satu tempat yang mungkin Ia bisa menemukan Changmin disana. Ya, siapa tau aja.

Kenapa dicariin di sekitar taman doang tadi? pikir Juyeon tadi Changmin bisa aja takut keluar, pergi jauh-jauh sendirian terus ngumpet, atau mungkin di culik wewe?

Ditepisnya segala pikiran buruknya itu lalu berjalan menuju gapura, tersenyum menyapa satpam yang berjaga disana, kemudian lanjut keluar dari komplek itu.

Beberapa penjual kaki lima masih berjejer di pinggir trotoar, dan matanya menatap satu gerobak yang berada dekat dari tempatnya berdiri sekarang.

Bibirnya tertarik keatas, jika diteruskan mungkin bisa menerobos sampe ke mata.

Kakinya perlahan berjalan menuju gerobak yang betuliskan “Es Cendol” itu.

“Mang percaya napa deh, gue bohong juga buat apa? tinggal minta Mama bikinin se tangki air juga bisa, ayolah Mang bentar doang,” ucap seseorang sembari menggosok-gosokan kedua tangannya berharap sang penjual es cendol mendengar permohonannya.

“Enak aja dek, kamu emang langganan disini tapi emoh ah, rese kamu tu,” balas sang penjual yang membuat si pemohon tadi merengek lucu, mati-matian Juyeon menahan tawanya karena, hei! mana mungkin dia tidak gemas dengan pemandangan di depannya sekarang?

“Aelah Mamangnya tu yang rese, gue kalo bohong juga bakal dikejar satpam noh, masi ga percaya? nih henpong gue, gue taroh disini, mau ambil fulus dulu!” Nadanya terdengar sangat kesal.

Baru saja orang tadi berdiri untuk kembali mengambil uangnya tiba-tiba lengan panjang terulur dan memberikan Mamangnya uang untuk membayar cendol milik Adek kecil di depannya.

Lantas orang itu menatap ke sang pemilik lengan, dan betapa terkejutnya dia, alay.

“Makannya Adek kecil, kalo mau kabur itu bawa uang dulu.” Jari telunjuk Juyeon tergerak untuk menoel hidung milik si Adek kecil, Changmin.

Yang di toel hidungnya hanya bisa mencebikkan bibirnya, lihat Juyeon jadi keingat kejadian di taman belakang tadi.

Changmin kembali duduk lalu membanting kepalanya ke meja di depannya, sampe bergetar kayak abis ada gempa, untung si cendol masih oke di tempat.

Juyeon mengernyit, terheran apakah jidat Changmin tidak sakit?

“Heh dek jangan sok iye kamu ya, ini meja mahhal,” ucap si Mamang dengan menekan kata mahal.

“Iyeee Mang, sotoy bener.” Ini Changmin yang masih nenggelamin kepalanya di lipetan tangannya sendiri.

“Aduh maaf Mang dia lagi betmut kayak kodok.” Tiba-tiba Juyeon bersuara yang mana membuat Changmin langsung mengangkat kepalanya, apa katanya? kayak kodok?

“Gak apa atuh mas juy, udah biasa saya mah.” Mang penjual es cendol ini— atau bisa kita panggil aja Mang Oja.

Mang Oja mengibaskan tangannya tanda agar Juyeon santai saja akan kegaduhan tadi, setelahnya satu es cendol kembali di berikan di hadapan Juyeon dan Changmin.

“Mak— AW!” Teriak Juyeon yang tidak tahan akan kesakitan dari cubitan handal Changmin. “Marah sama gue kah lo?”

“Salah siapa lo ngatain gue kayak kodok tadi? wajah tampan nan mempesona gini, semuanya takluk,” cibir Changmin.

“Iya, gue salah satunya,” Juyeon berucap dengan pelan, benar-benar pelan yang pastinya bakal membuat Changmin hah hoh doang kek penjual keong.

“Hah? ngomong apa lo?” Yakan.

“Muka lo kek orang galau.”

Satu pukulan mendarat di leher bagian belakang milik Juyeon.

Si empu udah meringis kesakitan sedangkan pelakunya hanya tertawa kencang, agak serem tapi Juyeon demen.

“Lo udah tau tentang Hyunjae sama.. Sunwoo?” Tanya Juyeon setelah sakit di lehernya mereda.

Changmin yang baru saja ingin meminum kembali es cendolnya tiba-tiba terhenti karena pertanyaan dadakan dari Juyeon, kayak tahu bulat.

“Udah, orang gue ngegep mereka ciuman,” jawab Changmin dengan lesu, lalu kembali meminum es cendol kesayangannya biar enggak galau katanya.

“Demi apa?!” Juyeon terkejut, suaranya lumayan keras yang mana membuat Changmin langsung membekap mulut Juyeon.

“Hus, lambemu, iya gue lihat mereka tadi, CIPOKAN.”

Juyeon ya masih terkejut dong, pasalnya tadi Hyunjae cuma bilang kalo Changmin lihat, tau Hyunjae sama Sunwoo pacaran bukan cipokan.

“Huh.. mereka backstreet ya? kenapa sih pake backstreet segala,” ucap Changmin setelah menghembuskan nafasnya.

“Mungkin belum siap?”

“Belum siap kenapa dah, gak ada yang ngehalang juga.”

“Lah lo yang naksir si Hyunjae itu bukannya lumayan menghalang?”

Nafas Changmin tercekat, iya juga ya, dia blak-blakan bilang kalo dia naksir Hyunjae, ke Adeknya sendiri yang notabenya adalah pacar Hyunjae.

Baru saja Changmin ingin membenturkan kepalanya ke meja lagi, namun dengan cepat tangan Juyeon menahannya.

“Jangan dibenturin mulu, nanti tambah bego gue gak mau ngurus.”

“AH NGESELIN.” Lagi-lagi helaan nafas terdengar dari arah Changmin. “Backstreet itu gak enak tau, nanti kalo endingnya gak sesuai ekspektasi mereka gimana, kayak gue dulu..” Perkataannya perlahan menjadi lirih, kalimat terakhir tidak begitu terdengar di telinga Juyeon.

“Heh? lo kenapa?”

Changmin sadar dan langsung gelagapan kayak abis ditangkap basah mencuri sesuatu.

“Enggak kok, makannya kuping dibersihin.”

“Ngaca cil, ngaca noh.”

Changmin malas membalas perkataan Juyeon setelah itu, hari ini benar-benar membuatnya pusing tujuh keliling.

Tiba-tiba mata Changmin menangkap Juyeon yang melamun menatap wajahnya, dengan cepat dirabanya wajah gantengnya sendiri, takut ada cendol belepotan nempel di pipi, tapi gaada.

“Hoy, lo kenapa deh natepin gue mulu, wajah lo kek orang kasmaran.”

Ucapan Changmin lantas membuat Juyeon yang tadi sedang melamun dan meminum cendolnya jadi tersedak!

Cendol yang tidak terkunyah lantas masuk berseluncur kedalam perut Juyeon, waduh ini Changmin tau apa gimana kalo Juyeon lagi kasmaran, sama orang yang ada di depannya.

“Uhuk! uhuk!”

“Aduh lo mah, lemah,” begitulah perkataan Changmin sebelum menepuk keras punggung Juyeon seperti yang biasa dilakukan kepada orang yang tersedak.

“Uda belum kes—”

“Oy! dicariin loh.”

Perkataan Changmin terpotong karena panggilan seseorang dari arah samping, suara yang familiar, lagi.

Lantas Juyeon dan Changmin menolehkan kepalanya kearah asal suara.

“Eh maaf, iya ini balik!” Balas Juyeon juga dengen berteriak. “Ayo?”

“Ehm, g-gue agak nantian aj—”

“Gak menerima penolakan, gue seret lo.” Tangan Changmin di genggam begitu saja membuat si empu terpaksa ikut.

Dengan tidak sengaja tatapannya bertemu dengan manik milik orang yang memanggil mereka tadi, lalu orang itu tersenyum lembut.

Tidak peduli, Changmin mengalihkan pandangannya.

Suasananya sekarang bisa dibilang canggung, buat Changmin seorang sih.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Sekarang Changmin sedang berjalan ke belakang halaman. Yap, dia tidak benar-benar pergi ke kamar mandi, itu hanya alasannya semata. Dengan hati dan perasaan yang seperti nano-nano, Changmin pergi kemari untuk menenangkan diri setelah bertukar pesan dengan Eric.

”Dia ya,” gumam Changmin masih dengan langkah kakinya yang menelusuri belakang halaman, terdapat satu kolam ikan juga kursi-kursi yang hampir sama persis dengan taman di depan.

Sedetik kemudian Changmin duduk disalah satu bangku yang di depannya terdapat kolam ikan dan patung kecil berbentuk apa Changmin tidak tau dan tidak ingin tau, sebenarnya Ia ingin pergi ke danau kecil yang berada di seberang semak-semak disana, tapi Ia terlalu malas untuk pergi kesana.

Changmin kembali menghembuskan nafsnya kasar, pikirannya kembali disaat Juyeon membawa yang katanya teman, dan saat itulah Changmin rasanya ingin menghilang saja dilahap megalodon.

Jadi sebenarnya dia yang dimakasud Changmin adalah ma—

Dubrak!

“Aaaaak! Gimana sih.”

Pikiran Changmin terhenti begitu saja karena suara yang berasal dari balik semak-semak alias danau kecil.

Sekarang malah pikirannya berjalan kemana-mana, siapakah orang dibalik asal suara itu? Apakah mungkin orang itu adalah seekor duyung yang tiba-tiba berubah menjadi manusia? Entahlah pikiran Changmin sudah kacau kemana-mana.

Namun tiba-tiba kepala terlihat muncul dari balik semak, yang mana membuat Changmin menganga tidak percaya. Bagaimana tidak? Kepala itu merupakan kepala Adeknya yang dicarinya sedari tadi.

“Ad—“

Ucapannya terpotong karena Ia melihat satu laki-laki lagi yang kemudian bergerak mebggelitiki Sunwoo yang berada disana, gelak tawa terdengar memasuki indra pendengar Changmin, detik setelahnya kembali membuatnya membeku.

Mereka berciuman.

Sunwoo. Dan. Yang pastinya itu adalah. Hyunjae. Mereka. Berciuman. BERCIUMAN.

Kepalanya terasa pusing, semuanya terasa berputar. Dengan tidak sengaja handphone nya terjatuh dan membuat suara yang nyaring, kedua oknum yang sedang berciuman lantas menolehkan kepalanya kearah asal suara.

Mereka bertiga sama terkejutnya.

“Kakak..” Cicit Sunwoo, perlahan melangkah mendekati sang kakak yang masih berdiam diri, langkahnya perlahan menjadi cepat sampai akhirnya Sunwoo sampai di depan Changmin, tangan Sunwoo bergerak untuk menggenggam tangan milik Kakaknya. Namun Changmin bergerak mundur, menatap kearah manik bulat Sunwoo yang terlihat khawatir.

“Kenapa dek,” lirih Changmin kemudian menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan, nafasnya bergetar. “Kenapa lo gak pernah bilang ke gue dek.. gue— udahlah.”

Dengan begitu, Changmin pergi dari sana meninggalkan Sunwoo yang pandangannya mulai memburam dan Hyunjae yang datang untuk memeluk Sunwoo.

“Gue egois ya, gue egois Kak Je,” ucap Sunwoo yang terdengar redup karena wajahnya ditenggelamkan di baju milik Hyunjae. “Kakak marah.. gue harus gimana Kak Je..”

“Dia cuma lagi butuh waktu Nu, nanti lo bujuk ya kalo waktunya udah tepat?” Ucap Hyunjae sembari mengelus surai hitam Sunwoo guna menenangkan.

Kedua sahabat itu akhirnya sampai ke temat tujuan, dimana semuanya sudah berkumpul dan melakukan kegiatan mereka sendiri.

“Loh adek lo kok udah nyampe?!” Tanya Changmin, terkejut karena adeknya yang tertinggal malah sampai terlebih dahulu ketimbang dirinya dan Juyeon.

Sunwoo memutar bola matanya. “Tadi gue lihat ada dua orang dewasa lagi kejar-kejaran gak jelas di dekat rumah.”

Mendengar itu telinga Changmin mulai memanas, malu.

“Ah udah-udah kalo diterusin nanti bakal muncul perang dunia ke berapa noh.” Eric tiba-tiba muncul dari dalam rumahnya, posisi mereka sekarang berada di taman komplek dekat rumah pak rt alias rumah Eric.

Terdapat Sangyeon yang standby di depan alat BBQ, Chanhee yang mulai memotong bahan dan yang lain juga ada kegiatan tersendiri, menata tempat makan contohnya.

Beberapa menit setelahnya Chanhee terlihat sudah duduk di salah satu kursi, Eric yang bermain game mobile bersama Haknyeon juga Younghoon.

Juyeon? dia sedang menggoda Changmin yang hanya DIAM ditempat.

“Juy gue diem dari tadi lo bisa gak sih jangan ganggu? jauh-jauh sana,” Ucap Changmin dengan nada kesalnya, gak diam gak gerak digodain terus.

“Enggak ah, lo lucu gitu.”

Telinga Changmin memerah, namun dirinya mencoba untuk terlihat tenang namun tubuhnya berkata lain.

“Hayo! pacaran terus,” Teriak Chanhee disebrang.

Changmin melototkan matanya yang hanya membuat Chanhee tertawa puas begitu juga dengan Sunwoo. Ah, jadi mereka bersekutu untuk mengejeknya ya..

Tiba-tiba terdengar langkah kaki yang terburu-buru dari arah pintu masuk, itu Hyunjae.

“HUHUUU TELAT GIMANA SIH HUUUU.” Ini Sunwoo, manusia spesialis mengejek.

Hyunjae berjalan kearah Sunwoo lalu duduk di sebelahnya, tidak lupa dengan cubitan di hidung karena sudah berani mengejeknya. Hal itu sudah biasa dilakukan oleh Hyunjae dan Sunwoo.

Namun terdapat satu orang yang melirik kearah mereka berdua dengan mood yang tidak jelas.

Changmin.

Tiba-tiba Changmin menerima tepukan di bahu kanannya, Juyeon menyuruhnya untuk tersenyum.

“Enggak usah sedih napa, kan mereka udah biasa kayak gitu,” Ucap Juyeon.

“Tapi rasanya agak nyelekit Juy.” Changmin menghembuskan nafasnya dengan pelan.

“Aelah cil kita kesini buat seneng-seneng, ayo smile, sedih? no no, kiyowo.”

“GAJELAS.”

Dengan begitu Juyeon dan Changmin tertawa terbahak-bahak, melupakan pikiran buruk yang muncul di pikiran masing-masing.

Dan juga rasa hangat yang tiba-tiba muncul di dada Changmin, dia kenapa?

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Sore hari yang tenang, memang tenang sebelum munculnya kegaduhan dari salah satu rumah yang terlihat damai.

Kegaduhan itu terus terjadi dari tadi siang, entah apa yang sedang mereka debatkan namun semua perkataan mereka membuat sang Mama menggelengkan kepalanya, seperti..

“Lo bisa jangan nyolong baju gue gak sih dek?! itu punya kakak!”

“Loh ini punya adek! punya lo dah jadi gombal dapur tuh!”

Atau..

“Dek, kakak udah cakep belum nih.”

“Cakep? udah kok, tapi cakepan gue pastinya.”

“Jingan, jangan harap hidup lo bakal tenang abis ngomong kek gitu.”

Oh, disana terlihat ada sesosok lelaki dengan paras menawannya juga hidungnya yang mancung sedang menyimak perdebatan antara kedua saudara kandung di depannya.

“Aduh kesayangan Mama, apa gak kasihan itu Juyeon nungguin dari tadi,” Sang Mama muncul dari arah dapur menggeleng melihat kedua anaknya yang berdebat tanpa henti.

“Ya itu kak Juyeon nungguin kakak bukan adek, marahin tuh kakak lemot.” Sunwoo melempar tatapan mengejek kearah Changmin yang dibalas dengan cambukan bajunya.

“Iya iya! ini udah nih, gue colok juga mata lu lama-lama.” Jari Changmin bergerak seolah akan menyolok mata Sunwoo, hal itu tidak menakuti Sunwoo malahan dia mulai menjulurkan lidahnya.

Baru saja Changmin akan bergerak menggigit lengan Sunwoo tiba-tiba pergerakannya ditahan oleh tangan besar, Juyeon.

“Udah napa bisa-bisa tangan Sunwoo congkel itu nanti kalo lo gigit,” Ucap Juyeon berniat menyudahi kegaduhan dirumah.

Changmin mengatur nafasnya, matanya menyipit menatap kearah Sunwoo, dirinya masih menyimpan dendam kepada adik kesayangannya itu.

“Beruntung ya lo, awas kalo nanti ngeselin lagi.”

Sunwoo mengangkat bahunya acuh, tidak memperdulikan perkataan kakaknya dan lebih fokus memperbaiki pakaiannya.

“Ayo?” Tanya Juyeon.

“Ayo.”


“Jalan aja gak apa kan? deket juga,” Tanya Juyeon, berdiri di depan Changmin yang masih sibuk berkutat dengan sendalnya yang hampir putus.

“Enggak boleh, kita harus naik jet pribadi,” Cerocos Changmin tiba-tiba.

“Yaelah kemurahan, sendal aja mahal.”

“Lawak lo, iyelah jalan aja, lo merem sambil melangkah entar juga sampe.” Changmin berdiri setelah dirasa sendalnya kembali waras.

Juyeon hanya terkekeh pelan menjawab ucapan Changmin.

“Itu Sunwoo lo tinggal, terus berangkatnya sama siapa?” Tanya Juyeon.

“Palingan juga sama Cani, udah gede juga jalan sendiri bisa kali.”

“Kalo gitu lo gue tinggal aja kali ya?”

Changmin mengernyitkan alisnya. “Maksud lo apa ngomong kayak gitu?”

“Ya kan kata lo udah gede jalan sendiri pasti bisa, kan lo udah gede.” Juyeon terdiam sebentar, memikirkan kembali ucapannya. “Eh engga jadi deh, lo kan kecil.”

Memang Juyeon sukanya mencari masalah mulu.

“LEE JUYEON KAPAN SIH LO BISA BERHENTI MANGGIL GUE KECIL?! GUE BISA MAKAN TANGAN LO YA KALO LO LUPA.”

Kedua sahabat itu memulai acara kejar kejaran mereka, tidak memperdulikan orang-orang disekitar. Anak kecil disana sampai terheran melihat dua orang dewasa yang berlagak seperti anak-anak bukan seperti umur mereka sekarang.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Sore hari yang tenang, memang tenang sebelum munculnya kegaduhan dari salah satu rumah yang terlihat damai.

Kegaduhan itu terus terjadi dari tadi siang, entah apa yang sedang mereka debatkan namun semua perkataan mereka membuat sang Mama menggelengkan kepalanya, seperti..

“Lo bisa jangan nyolong baju gue gak sih dek?! itu punya kakak!”

“Loh ini punya adek! punya lo dah jadi gombal dapur tuh!”

Atau..

“Dek, kakak udah cakep belum nih.”

“Cakep? udah kok, tapi cakepan gue pastinya.”

“Jingan, jangan harap hidup lo bakal tenang abis ngomong kek gitu.”

Oh, disana terlihat ada sesosok lelaki dengan paras menawannya juga hidungnya yang mancung sedang menyimak perdebatan antara kedua saudara kandung di depannya.

“Aduh kesayangan Mama, apa gak kasihan itu Juyeon nungguin dari tadi,” Sang Mama muncul dari arah dapur menggeleng melihat kedua anaknya yang berdebat tanpa henti.

“Ya itu kak Juyeon nungguin kakak bukan adek, marahin tuh kakak lemot.” Sunwoo melempar tatapan mengejek kearah Changmin yang dibalas dengan cambukan bajunya.

“Iya iya! ini udah nih, gue colok juga mata lu lama-lama.” Jari Changmin bergerak seolah akan menyolok mata Sunwoo, hal itu tidak menakuti Sunwoo malahan dia mulai menjulurkan lidahnya.

Baru saja Changmin akan bergerak menggigit lengan Sunwoo tiba-tiba pergerakannya ditahan oleh tangan besar, Juyeon.

“Udah napa bisa-bisa tangan Sunwoo congkel itu nanti kalo lo gigit,” Ucap Juyeon berniat menyudahi kegaduhan dirumah.

Changmin mengatur nafasnya, matanya menyipit menatap kearah Sunwoo, dirinya masih menyimpan dendam kepada adik kesayangannya itu.

“Beruntung ya lo, awas kalo nanti ngeselin lagi.”

Sunwoo mengangkat bahunya acuh, tidak memperdulikan perkataan kakaknya dan lebih fokus memperbaiki pakaiannya.

“Ayo?” Tanya Juyeon.

“Ayo.”


“Jalan aja gak apa kan? deket juga,” Tanya Juyeon, berdiri di depan Changmin yang masih sibuk berkutat dengan sendalnya yang hampir putus.

“Enggak boleh, kita harus naik jet pribadi,” Cerocos Changmin tiba-tiba.

“Yaelah kemurahan, sendal aja mahal.”

“Lawak lo, iyelah jalan aja, lo merem sambil melangkah entar juga sampe.” Changmin berdiri setelah dirasa sendalnya kembali waras.

Juyeon hanya terkekeh pelan menjawab ucapan Changmin.

“Itu Sunwoo lo tinggal, terus berangkatnya sama siapa?” Tanya Juyeon.

“Palingan juga sama Cani, udah gede juga jalan sendiri bisa kali.”

“Kalo gitu lo gue tinggal aja kali ya?”

Changmin mengernyitkan alisnya. “Maksud lo apa ngomong kayak gitu?”

“Ya kan kata lo udah gede jalan sendiri pasti bisa, kan lo udah gede.” Juyeon terdiam sebentar, memikirkan kembali ucapannya. “Eh engga jadi deh, lo kan kecil.”

Memang Juyeon sukanya mencari masalah mulu.

“LEE JUYEON KAPAN SIH LO BISA BERHENTI MANGGIL GUE KECIL?! GUE BISA MAKAN TANGAN LO YA KALO LO LUPA.”

Kedua sahabat itu memulai acara kejar kejaran mereka, tidak memperdulikan orang-orang disekitar. Anak kecil disana sampai terheran melihat dua orang dewasa yang berlagak seperti anak-anak bukan seperti umur mereka sekarang.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Sore hari yang tenang, memang tenang sebelum munculnya kegaduhan dari salah satu rumah yang terlihat damai.

Kegaduhan itu terus terjadi dari tadi siang, entah apa yang sedang mereka debatkan namun semua perkataan mereka membuat sang Mama menggelengkan kepalanya, seperti..

“Lo bisa jangan nyolong baju gue gak sih dek?! itu punya kakak!”

“Loh ini punya adek! punya lo dah jadi gombal dapur tuh!”

Atau..

“Dek, kakak udah cakep belum nih.”

“Cakep? udah kok, tapi cakepan gue pastinya.”

“Jingan, jangan harap hidup lo bakal tenang abis ngomong kek gitu.”

Oh, disana terlihat ada sesosok lelaki dengan paras menawannya juga hidungnya yang mancung sedang menyimak perdebatan antara kedua saudara kandung di depannya.

“Aduh kesayangan Mama, apa gak kasihan itu Juyeon nungguin dari tadi,” Sang Mama muncul dari arah dapur menggeleng melihat kedua anaknya yang berdebat tanpa henti.

“Ya itu kak Juyeon nungguin kakak bukan adek, marahin tuh kakak lemot.” Sunwoo melempar tatapan mengejek kearah Changmin yang dibalas dengan cambukan bajunya.

“Iya iya! ini udah nih, gue colok juga mata lu lama-lama.” Jari Changmin bergerak seolah akan menyolok mata Sunwoo, hal itu tidak menakuti Sunwoo malahan dia mulai menjulurkan lidahnya.

Baru saja Changmin akan bergerak menggigit lengan Sunwoo tiba-tiba pergerakannya ditahan oleh tangan besar, Juyeon.

“Udah napa bisa-bisa tangan Sunwoo congkel itu nanti kalo lo gigit,” Ucap Juyeon berniat menyudahi kegaduhan dirumah.

Changmin mengatur nafasnya, matanya menyipit menatap kearah Sunwoo, dirinya masih menyimpan dendam kepada adik kesayangannya itu.

“Beruntung ya lo, awas kalo nanti ngeselin lagi.”

Sunwoo mengangkat bahunya acuh, tidak memperdulikan perkataan kakaknya dan lebih fokus memperbaiki pakaiannya.

“Ayo?” Tanya Juyeon.

“Ayo.”


“Jalan aja gak apa kan? deket juga,” Tanya Juyeon, berdiri di depan Changmin yang masih sibuk berkutat dengan sendalnya yang hampir putus.

“Enggak boleh, kita harus naik jet pribadi,” Cerocos Changmin tiba-tiba.

“Yaelah kemurahan, sendal aja mahal.”

“Lawak lo, iyelah jalan aja, lo merem sambil melangkah entar juga sampe.” Changmin berdiri setelah dirasa sendalnya kembali waras.

Juyeon hanya terkekeh pelan menjawab ucapan Changmin.

“Itu Sunwoo lo tinggal, terus berangkatnya sama siapa?” Tanya Juyeon.

“Palingan juga sama Cani, udah gede juga jalan sendiri bisa kali.”

“Kalo gitu lo gue tinggal aja kali ya?”

Changmin mengernyitkan alisnya. “Maksud lo apa ngomong kayak gitu?”

“Ya kan kata lo udah gede jalan sendiri pasti bisa, kan lo udah gede.” Juyeon terdiam sebentar, memikirkan kembali ucapannya. “Eh engga jadi deh, lo kan kecil.”

Memang Juyeon sukanya mencari masalah mulu.

“LEE JUYEON KAPAN SIH LO BISA BERHENTI MANGGIL GUE KECIL?! GUE BISA MAKAN TANGAN LO YA KALO LO LUPA.”

Kedua sahabat itu memulai acara kejar kejaran mereka, tidak memperdulikan orang-orang disekitar. Anak kecil disana sampai terheran melihat dua orang dewasa yang berlagak seperti anak-anak bukan seperti umur mereka sekarang.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

“Adek kalo lagi masak jangan main hp mulu!” Teriak Ji Changmin yang sedang tiduran di sofa ruang tamu sembari memainkan handphone nya.

Si adek, Sunwoo menarik nafasnya panjang, udah dibikinin makanan malah minta lebih untung pisau ditangannya enggak dilemparkan.

“Kakak loh dah nyuruh, minta lebih sambil leha-leha kayak orang terpandang aja.”

“Ya kan gue emang orang terpandang,” Jawab Changmin.

“Terpandang mata batin.”

“Setan dong?”

“Sejenisnya.”

“Kocak, cepet masak aelah sayangku,” Changmin mengintip kearah dapur tempat dimana Sunwoo bukannya memasakkan dirinya makanan malah bermain handphone dengan tangan kirinya yang memegang pisau.

“GAUSAH BANYAK RIKUES,” Teriak Sunwoo.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ


ㅤㅤ Kartun bis biru sedang bermain di tv yang dianggurkan oleh pemiliknya, entah Changmin lagi ngapain sama handphone miliknya.

Tiba-tiba dia merasakan getaran di sofa.

Dicarilah dari mana asal getaran itu, setelah ketemu ternyata getaran itu berasal dari handphone adeknya yang beberapa menit lalu di berikan kepadanya.

Layar handphone milik Sunwoo kembali menyala, menampilkan nama kontak si penelepon.

Jujur, Changmin sedikit terkejut melihat nama penelpon yang terpampang di handphone Sunwoo, bagaimana tidak, orang yang diberi nama kontak “<3” pastinya adalah orang yang spesial.

Changmin sempat berpikir siapa orang spesial adeknya ini, sayangnya foto profil orang itu tertutup oleh buku, dengan hati-hati Changmin mengambil buku itu dan betapa terkejutnya dirinya.

“Adek..”

“Apa?!!” Teriak Sunwoo kesal.

Changmin sedikit terkejut karena jawaban dari Sunwoo. “Oh enggak, itu ada yang nelpon lo gatau siapa jawab gih sini maknanannya ganti kakak aja yang masak.”

Kembali ditutupnya handphone Sunwoo lalu bangkit dari duduknya, berjalan menuju dapur menggantikan Sunwoo.

Sunwoo menatap kakaknya bingung, tapi sedetik setelahnya dia langsung membuang pikiran aneh-aneh tentang Changmin, ya toh setidaknya dia udah enggak jadi babu lagi.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Jalanan yang tidak ramai juga tidak sepi itu dilewati mobil dengan kedua manusia di dalamnya, yang sedang menyanyikan lagu apapun itu yang terputar dari radio mobil.

Terlihat seperti tidak ada beban dalam hidup mereka.

“Ini mau berhenti sebentar gak?” Tanya Juyeon sembari menepikan mobilnya kepinggir jalanan dimana banyak mobil lain yang terparkir disana, pemiliknya mungkin sedang menikmati pantai di samping.

Desiran ombak terdengar bercampur dengan lagu di mobil.

Juyeon dan Changmin mengistirahatkan punggung mereka di kursi mobil, kedua lengan menjadi bantal kepala masing-masing.

“Pengen ke pantai gak sih tapi males,” Ucap Juyeon.

“Iya, mending tiduran disini,” Balas Changmin yang masih fokus menatap langit malam dengan beberapa bintang yang menemani.

“Oh iya, kemaren lo sama Hyunjae gimana?” Tanya Juyeon.

“Kak Hyunjae? ya b aja, gak ada yang spesial sih,” Changmin menarik lalu menghembuskan nafasnya. “Gue pengen nyerah deh, tapi perjuangan gue selama ini sia-sia dong.”

Jujur, ini mungkin akan terdengar sedikit jahat tapi tersirat rasa senang dan bahagia ketika Juyeon mendengar Changmin memiliki niat ingin menyerah memperjuangkan Hyunjae.

“Aduh gimana ya, it's up to you, gue juga lagi berjuang,” Ucap Juyeon.

Changmin menolehkan kepalanya kearah Juyeon dengan tatapan mengintimidasi.

“Lo..? merjuangin siapa?” Tanya Changmin.

Juyeon tiba-tiba mengambil tangan kecil Changmin lalu menggenggam tangan itu dengan erat, menggeleng menjawab pertanyaan Changmin.

“Ih! jawab yang bener napa!”

Juyeon hanya tersenyum, bukannya takut.. takut sih.

“Malah senyum, gila lo?”

“Iya.” Changmin memutar bola matanya, berbicara dengan Lee Juyeon memang bikin darah tinggi.

“Lo gak ngantuk apa?” Tanya Juyeon, ibu jarinya mengelus pelan tangan Changmin yang ia genggam, yang mana memberi sedikit getaran di hati Changmin.

“Enggak.”

“Jujur aja, dikira gue gak lihat apa tadi lo udah hampir ketiduran.” Tangan Juyeon satunya terangkat untuk mengelus surai milik Changmin.

“Ada jagung bakar, mau gak cil?” Jarinya menunjuk kearah gerobak dengan tulisan jagung bakar.

Namun tidak ada balasan dari sang lawan bicara, ternyata Changmin tertidur dengan tangan yang masih menggenggam tangan besar Juyeon.

“Cil?”

“Eung?” Changmin membalas namun dia masih terlelap.

Ini dia tidur apa kagak sih. Batin Juyeon.

Tangan yang semulanya bertengger di surai Changmin kini berpindah menangkup pipi kanan milik Changmin, ditatapnya wajah indah itu, rasanya Juyeon ingin memiliki Changmin seutuhnya.

“Lo tau gak sih, yang lagi gue perjuangin itu lo, Ji Changmin,” Bisiknya.

Dan entah dorongan dari mana Juyeon mulai mengikis jarak wajahnya dan Changmin, dan berakhir kedua ranum menyatu di bawah sinar bulan.

Juyeon sedikit terkejut karena menerima balasan dari Changmin, rasa takut mulai muncul jadi di lepasnya pautan mereka, kembalinya ia tatap wajah tertidur milik Changmin walaupun sekarang terlihat agak berantakan karena ulahnya.

Dengan jantung yang berdegup kencang, dikecupnya ujung bibir Changmin lalu kembali membenarkan posisi duduknya, wajahnya memerah namun tertutup sinar lampu lalu lintas yang kini sedang menyala di warna merah.

Kepalanya kembali diarahkan kesamping menatap Changmin.

“Gue sayang lo, tapi kita apa bisa?”

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Jalanan yang tidak ramai juga tidak sepi itu dilewati mobil dengan kedua manusia di dalamnya, yang sedang menyanyikan lagu apapun itu yang terputar dari radio mobil.

Terlihat seperti tidak ada beban dalam hidup mereka.

“Ini mau berhenti sebentar gak?” Tanya Juyeon sembari menepikan mobilnya kepinggir jalanan dimana banyak mobil lain yang terparkir disana, pemiliknya mungkin sedang menikmati pantai di samping.

Desiran ombak terdengar bercampur dengan lagu di mobil.

Juyeon dan Changmin mengistirahatkan punggung mereka di kursi mobil, kedua lengan menjadi bantal kepala masing-masing.

“Pengen ke pantai gak sih tapi males,” Ucap Juyeon.

“Iya, mending tiduran disini,” Balas Changmin yang masih fokus menatap langit malam dengan beberapa bintang yang menemani.

“Oh iya, kemaren lo sama Hyunjae gimana?” Tanya Juyeon.

“Kak Hyunjae? ya b aja, gak ada yang spesial sih,” Changmin menarik lalu menghembuskan nafasnya. “Gue pengen nyerah deh, tapi perjuangan gue selama ini sia-sia dong.”

Jujur, ini mungkin akan terdengar sedikit jahat tapi tersirat rasa senang dan bahagia ketika Juyeon mendengar Changmin memiliki niat ingin menyerah memperjuangkan Hyunjae.

“Aduh gimana ya, it's up to you, gue juga lagi berjuang,” Ucap Juyeon.

Changmin menolehkan kepalanya kearah Juyeon dengan tatapan mengintimidasi.

“Lo..? merjuangin siapa?” Tanya Changmin.

Juyeon tiba-tiba mengambil tangan kecil Changmin lalu menggenggam tangan itu dengan erat, menggeleng menjawab pertanyaan Changmin.

“Ih! jawab yang bener napa!”

Juyeon hanya tersenyum, bukannya takut.. takut sih.

“Malah senyum, gila lo?”

“Iya.” Changmin memutar bola matanya, berbicara dengan Lee Juyeon memang bikin darah tinggi.

“Lo gak ngantuk apa?” Tanya Juyeon, ibu jarinya mengelus pelan tangan Changmin yang ia genggam, yang mana memberi sedikit getaran di hati Changmin.

“Enggak.”

“Jujur aja, dikira gue gak lihat apa tadi lo udah hampir ketiduran.” Tangan Juyeon satunya terangkat untuk mengelus surai milik Changmin.

“Ada jagung bakar, mau gak cil?” Jarinya menunjuk kearah gerobak dengan tulisan jagung bakar.

Namun tidak ada balasan dari sang lawan bicara, ternyata Changmin tertidur dengan tangan yang masih menggenggam tangan besar Juyeon.

“Cil?”

“Eung?” Changmin membalas namun dia masih terlelap.

Ini dia tidur apa kagak sih. Batin Juyeon.

Tangan yang semulanya bertengger di surai Changmin kini berpindah menangkup pipi kanan milik Changmin, ditatapnya wajah indah itu, rasanya Juyeon ingin memiliki Changmin seutuhnya.

“Lo tau gak sih, yang lagi gue perjuangin itu lo, Ji Changmin,” Bisiknya.

Dan entah dorongan dari mana Juyeon mulai mengikis jarak wajahnya dan Changmin, dan berakhir kedua ranum menyatu di bawah sinar bulan.

Juyeon sedikit terkejut karena menerima balasan dari Changmin, rasa takut mulai muncul jadi di lepasnya pautan mereka, kembalinya ia tatap wajah tertidur milik Changmin walaupun sekarang terlihat agak berantakan karena ulahnya.

Dengan jantung yang berdegup kencang, dikecupnya ujung bibir Changmin lalu kembali membenarkan posisi duduknya, wajahnya memerah namun tertutup sinar lampu lalu lintas yang kini sedang menyala di warna merah.

Kepalanya kembali diarahkan kesamping menatap Changmin.

“Gue sayang lo, tapi kita apa bisa?”

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].

Jalanan yang tidak ramai juga tidak sepi itu dilewati mobil dengan kedua manusia di dalamnya, yang sedang menyanyikan lagu apapun itu yang terputar dari radio mobil.

Terlihat seperti tidak ada beban dalam hidup mereka.

“Ini mau berhenti sebentar gak?” Tanya Juyeon sembari menepikan mobilnya kepinggir jalanan dimana banyak mobil lain yang terparkir disana, pemiliknya mungkin sedang menikmati pantai di samping.

Desiran ombak terdengar bercampur dengan lagu di mobil.

Juyeon dan Changmin mengistirahatkan punggung mereka di kursi mobil, kedua lengan menjadi bantal kepala masing-masing.

“Pengen ke pantai gak sih tapi males,” Ucap Juyeon.

“Iya, mending tiduran disini,” Balas Changmin yang masih fokus menatap langit malam dengan beberapa bintang yang menemani.

“Oh iya, kemaren lo sama Hyunjae gimana?” Tanya Juyeon.

“Kak Hyunjae? ya b aja, gak ada yang spesial sih,” Changmin menarik lalu menghembuskan nafasnya. “Gue pengen nyerah deh, tapi perjuangan gue selama ini sia-sia dong.”

Jujur, ini mungkin akan terdengar sedikit jahat tapi tersirat rasa senang dan bahagia ketika Juyeon mendengar Changmin memiliki niat ingin menyerah memperjuangkan Hyunjae.

“Aduh gimana ya, it's up to you, gue juga lagi berjuang,” Ucap Juyeon.

Changmin menolehkan kepalanya kearah Juyeon dengan tatapan mengintimidasi.

“Lo..? merjuangin siapa?” Tanya Changmin.

Juyeon tiba-tiba mengambil tangan kecil Changmin lalu menggenggam tangan itu dengan erat, menggeleng menjawab pertanyaan Changmin.

“Ih! jawab yang bener napa!”

Juyeon hanya tersenyum, bukannya takut.. takut sih.

“Malah senyum, gila lo?”

“Iya.” Changmin memutar bola matanya, berbicara dengan Lee Juyeon memang bikin darah tinggi.

“Lo gak ngantuk apa?” Tanya Juyeon, ibu jarinya mengelus pelan tangan Changmin yang ia genggam, yang mana memberi sedikit getaran di hati Changmin.

“Enggak.”

“Jujur aja, dikira gue gak lihat apa tadi lo udah hampir ketiduran.” Tangan Juyeon satunya terangkat untuk mengelus surai milik Changmin.

“Ada jagung bakar, mau gak cil?” Jarinya menunjuk kearah gerobak dengan tulisan jagung bakar.

Namun tidak ada balasan dari sang lawan bicara, ternyata Changmin tertidur dengan tangan yang masih menggenggam tangan besar Juyeon.

“Cil?”

“Eung?” Changmin membalas namun dia masih terlelap.

Ini dia tidur apa kagak sih. Batin Juyeon.

Tangan yang semulanya bertengger di surai Changmin kini berpindah menangkup pipi kanan milik Changmin, ditatapnya wajah indah itu, rasanya Juyeon ingin memiliki Changmin seutuhnya.

“Lo tau gak sih, yang lagi gue perjuangin itu lo, Ji Changmin,” Bisiknya.

Dan entah dorongan dari mana Juyeon mulai mengikis jarak wajahnya dan Changmin, dan berakhir kedua ranum menyatu di bawah sinar bulan.

Juyeon sedikit terkejut karena menerima balasan dari Changmin, rasa takut mulai muncul jadi di lepasnya pautan mereka, kembalinya ia tatap wajah tertidur milik Changmin walaupun sekarang terlihat agak berantakan karena ulahnya.

Dengan jantung yang berdegup kencang, dikecupnya ujung bibir Changmin lalu kembali membenarkan posisi duduknya, wajahnya memerah namun tertutup sinar lampu lalu lintas yang kini sedang menyala di warna merah.

Kepalanya kembali diarahkan kesamping menatap Changmin.

“Gue sayang lo, tapi kita apa bisa?”

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

[].