DDALGI
notes and tmi: marriage life au, milkyu has a daughter yay! Ddalgi is her name just because idk what to name her hahaha. i'm sorry. Ddalgi calls Changmin as Pi (it's Papi actually, but she makes it simple with 'Pi'), Hyunjae is Pa (stands for Papa). 900+ words anyway enjoy!
Ji Changmin mengembuskan napas berat, terduduk di atas lantai dengan kaki berselonjor dan punggung menempel pada sofa, lelaki itu sedang meraup oksigen banyak-banyak. Maniknya kemudian memandang seorang bocah perempuan yang sedang asik dengan boneka dan mainannya, berjongkok beberapa meter di sebelah Changmin.
“Ddalgi, Pi lanjutin kerjaan dulu, oke?” Tolong jangan ganggu papimu ini paling tidak satu jam saja, Ddalgi. Changmin hanya melanjutkan kalimatnya di dalam hati, sebelum mendekati anak perempuan itu dan menyodorkan sekotak susu stroberi.
Napasnya masih sedikit terengah setelah sejak pagi tadi Ddalgi terus merepotkannya—mengajaknya bermain ini dan itu, menggambar dan mewarnai, menonton film, juga menangis keras ketika sedang lapar—Changmin bahkan belum sempat menyentuh kerjaannya hari ini. Jika boleh memilih, dia lebih suka jika Ddalgi menghabiskan waktunya di sekolah daripada merampok seluruh waktunya begini. Kepalanya sudah hampir pecah, dan dia sadar jika suaminya jauh lebih ahli soal mengurus Ddalgi.
Changmin juga sedikit merasa bersalah—hanya sedikit, rasa kesalnya jauh lebih banyak—karena sejak tadi dia berkali-kali menelepon Hyunjae. Tanyakan soal ini dan itu, namun alih-alih kesal sepertinya suaminya itu terlihat nggak keberatan sama sekali. Dia malah sesekali menertawakan Changmin yang benar-benar dibuat kerepotan selama beberapa hari ini.
“Sabar ya, Sayang. Besok Mas udah pulang, kok.”
Hyunjae mengatakan itu kemarin, oh jangan lupakan kekehan usil yang terdengar setelahnya. Benar-benar menyebalkan. Tapi Changmin juga merindukannya, sih. Akhir-akhir ini suaminya itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya di luar kota, Changmin bahkan sudah lupa kapan terakhir kali dia menghabiskan waktu bertiga bersama keluarga kecilnya.
Si lelaki Ji kembali menghela napas dan segera menaruh fokus pada layar laptopnya ketika tiba-tiba ponselnya menyalak keras. Ddalgi yang semula asik dengan dunianya sendiri seketika berlari kecil menghampiri Changmin, mengabaikan mainannya yang tergeletak pun susu stroberi yang semula dinikmatinya.
“Pa! Pa! Pa!” pekiknya kegirangan sambil menarik-narik kaus Changmin, menyuruhnya agar segera mengangkat panggilan tersebut. “Pi, cepat. Itu pasti Jae Pa.”
“Iya, sebentar, Sayang. Ini Pa yang telepon,” jawab Changmin sembari mengusap layar ponsel untuk menerima panggilan video yang baru saja masuk. Dan wajah Lee Hyunjae serta merta terpampang di layar, tersenyum cerah melihat Ddalgi yang sudah meneriakkan namanya dengan pekikan tinggi.
“PAAA!! JAE PAAA!!”
“Halo, Princess? Cantik sekali Princess kecilnya Pa. Demamnya sudah turun, mm?”
Bocah lima tahun itu tersenyum lebar dan menganggukkan kepala, “Ddalgi sudah nggak demam. Pi keren banget hari ini. Ddalgi suka kalau Pi nggak kerja tiap hari,” ujarnya begitu antusias. Tawanya semakin melebar, menunjukkan deretan giginya yang kecil dan lucu.
Changmin hanya mengembangkan senyum, lantas gelengkan kepala, tingkah dan kelakuan Ddalgi sangat mirip dengan Hyunjae. Sejak awal mengadopsi, bocah perempuan ini memang lebih menyukai Hyunjae daripada Changmin. Ddalgi berusia beberapa bulan kala itu, dan Changmin sempat ngambek beberapa hari karena Ddalgi yang masih bayi selalu menangis ketika dia berusaha menggendongnya.
Namun Hyunjae selalu di sana, berusaha melibatkan Changmin ketika harus mengurus Ddalgi. Dan seiring berjalannya waktu, Ddalgi pun mulai menerimanya. Changmin bahkan menangis histeris ketika melihat Ddalgi pertama kali merangkak ke arahnya sebelum meminta gendong. Hyunjae jadi kelimpungan sendiri karena Changmin belum berhenti menangis sampai Ddalgi sudah tertidur sekalipun.
“Nanti malam Pa pulang. Ddalgi jangan ngerepotin Pi, ya? Jangan nakal, pokoknya harus nurut sama Pi. Jangan lupa minum obat juga. Oke, Princess?”
“Siap, Pa! Ddalgi nggak nakal. Ddalgi juga minum obat. Ddalgi sayang Pi.”
“Huh? Cuma Pi aja, nih? Ddalgi nggak sayang Pa?”
“No no no. Ddalgi sayang Pa dan Pi.”
Melihat muka anak perempuannya yang terlampau cerah, tentu saja membuat hati Changmin hangat. Rasa kesal dan lelah yang seharian menderanya, tiba-tiba luruh begitu saja. Pada akhirnya, melihat Ddalgi yang tertawa dan bersemangat seperti ini sudah cukup membuat Changmin bahagia.
Ponsel lantas disodorkan kepada Changmin dan Ddalgi kembali berlari kecil menghampiri boneka dan mainannya sambil bernyanyi-nyanyi. Terlihat jelas suasana hatinya membaik setelah berbicara dengan papanya, huh?
“Kenapa muka kamu begitu, Dek?”
“Ih, apaan, sih? Aneh banget kamu. Kemarin manggil diri sendiri Mas, sekarang manggil aku begitu? Sehat, 'kan?”
Hyunjae tertawa di sana—dan Changmin mengumpat dalam hati, karena suaminya itu terlihat sangat tampan—menyisir rambut dengan jemarinya sebelum berdeham pelan. “Lucu nggak, sih? Ya, sesekali aku mau panggil kamu begitu. Kangen banget sama suamiku yang manis dan lucu, kangen Ddalgi juga. Kamu pasti kerepotan banget semingguan ini, mana Ddalgi sempat demam juga. Mas jadi ngerasa bersalah. “Weekend nanti kita jalan-jalan, mau?”
Pipi Changmin seketika memerah, Hyunjae cuma bilang kalau dia rindu, tapi Changmin sudah malu setengah mati. Aneh, 'kan? Mereka sudah bersama-sama selama hampir delapan tahun sejak pacaran dulu, tapi nggak jarang Changmin masih suka salting mendengar Hyunjae berbicara manis seperti tadi.
“Ah, weekend nanti Ddalgi ada jadwal sport day di sekolahnya, tahu. Mana bisa jalan-jalan?”
“Oh, ya? Hm, ya udah, kita piknik sekalian sport day ajalah. Pokoknya Mas mau ngabisin waktu weekend sepuasnya sama dua kesayangan Mas, deh.”
Demi Tuhan, Lee Hyunjae, lo bisa stop sebentar godain gue nggak? Changmin berteriak di dalam hati. Dadanya berdebar hebat hanya karena kalimat sederhana yang terucap dari mulut usil suaminya itu.
“Hahaha, muka kamu merah, Sayang. Aduh gemasnya. Nggak sabar pengen cepet pulang terus ciumin pipi kamu.”
“Ih, ada Ddalgi. Jangan ngomong aneh-aneh!”
Hyunjae memperagakan gerakan mengunci mulut sebelum mengulum senyum di seberang. Benar-benar menyebalkan. Changmin jadi gemas mau gigit dia sampai kesakitan.
“Udah sana, aku masih harus nyelesaiin kerjaanku, nih.”
Bibir yang semula mengembangkan senyum itu seketika cemberut. “Ya udah, nanti Mas nebeng Juyeon, jadi kamu sama Ddalgi nggak usah jemput, tunggu di rumah aja. Mas sayang banget sama Adek. Hehehe.”
“Lee Hyunjae!!!”
“Sayangin balik, dong?”
“Dih! Iya, iya. Aku juga sayang Mas.”
“GEMASNYA! HAHAHA sayang banget sama kamu, Changmin. Can't wait to be home! Love you.”
Dan begitulah panggilan video tersebut berakhir. Changmin yang masih senyum-senyum sendiri dan mengatur debar jantungnya terkejut ketika suara Ddalgi tiba-tiba mengagetkan dan membuatnya salah tingkah (lagi).
“Pi, kenapa senyum-senyum sendiri?”
“Ah, Ddalgi sayang. Sini, deh?” Changmin membuka kedua lengannya, berharap Ddalgi segera menghambur ke pelukannya. “Pi mau dipeluk Ddalgi, boleh?”
Bocah perempuan dengan jepit stroberi di rambutnya itu lantas berlari kecil menghampiri Changmin, mendekap lelaki berlesung pipi itu dengan lengan kecilnya sebelum menyamankan diri di dalam pelukan hangat sang papi.
“Pi sayang Ddalgi, Pa juga. Jangan sakit-sakit lagi ya, Princess.”