monokrowm

iridescent siapa itu?

“nanti ke fib jam berapa yang pasti?”

“kata shon sih jam satu. habis makan siang pokoknya.” jawab hansel. perlahan ia merebahkan kepalanya di atas rumput.

sekarang hansel dan teman seperjuangannya sedang bersantai di pinggir danau kampus mereka.

“mau ketemu sama partner nge-mc nanti kan? harusnya pas makan siang biar bisa makan sambil ngobrol-ngobrol santai. kenalan gitu terus—”

“gue tau omongan lo ini bakal kemana-mana.”

“TERUS MINTA PDKT DAN JADIAN DEH.”

“GERHANAAAA.” teriak hansel. ia spontan bangun dari acara tidur sepuluh detiknya dan langsung menerjang gerhana. alhasil kedua manusia itu guling-gulingan di atas rumput dan jadi tontonan beberapa mahasiswa yang lewat.

menoleh sedikit kebelakang, renda melihat temannya yang lain kecuali shon tengah bersender pada sebuah pohon dengan mata terpejam, masa bodoh dengan segala kerusuhan yang ada. akhirnya rendra pun bergabung.

“SEPATU GUEEEEE.” hansel kembali berteriak kala sebelah sepatu yang ia pakai dilepas lalu dilempar jauh oleh gerhana.

mau tak mau hansel berlari untuk mengambil sepatunya.

“ngeselin. awas aja di kosan nanti.” gerutu hansel sembari memakai sebelah sepatunya.

wajahnya tertekuk kesal. tanpa melihat sekitar, ia berbalik badan hendak kembali ke tempat. tapi hansel justru menabrak sesuatu sampai membuatnya mundur dua langkah.

“aduh maaf, maaf engga sengaja.”

hansel menabrak seseorang.

merasa ucapannya tidak di tanggapi, hansel sedikit mengangkat kepalanya guna menatap orang di depannya. belum ada sedetik, hansel kembali menundukkan kepalanya.

orang di depannya ini memberikan tatapan tajam dan berlalu begitu saja dari hadapannya.

jevierno kembali ke uks dengan dua buah tas di tangannya. agak kaget ketika melihat tambahan empat manusia di dalam uks. memilih gerak cepat, ia hanya menaruh tasnya dan tas haeziel di samping tempat tidur uks, dan hendak keluar lagi.

“siniin.” harris menahan lengan jevierno sebelum jevierno keluar. “kunci mobil lo sini. biar gue yang bawa masuk mobil lo ke dalem sekolah. lo sama haeziel aja sana.”

jevierno mengangguk lalu memberikan kunci mobilnya. kini kunci mobilnya sudah berpindah tangan ke harris. setelahnya ia berjalan mendekati haeziel yang sedang di kelilingi oleh tiga orang lainnya.

“haeziel?”

yang dipanggil mengalihkan pandangannya ke asal suara. “jevierno...” ucapnya pelan dengan suaranya terdengar agak serak dan lemas. kedua tangannya terbuka lebar. memberi kode kalau ia ingin di peluk.

tak perlu menunggu lama untuk jevierno mengerti kode tersebut. setelah sena sedikit menyingkir dari hadapan haeziel, jevierno pun langsung merengkuh haeziel kedalam pelukannya.

sembari sesekali mengusap lembut punggung dan rambut haeziel, jevierno berucap, “pulang ya. istirahat di rumah.”

yang dijawab dengan anggukan kecil dari haeziel.

“haeziel.”

pintu uks terbuka lebar seiring kedatangan jevierno serta nares di belakangnya. jevierno berjalan mendekati haeziel yang tengah tertidur pulas diatas kasur tipis uks dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. disampingnya ada renanda sedang mengusap pelan kepala haeziel.

“tadi sempet bilang pusing. haeziel demam dan flu juga. udah minum obat kok. kata yang jaga uks, tadi haeziel masih biasa aja. cuma lemes. tapi ga lama setelah tidur, mulai deh tuh keliatan gejala demamnya.” jelas renanda kepada jevierno.

jevierno diam. tangannya bergerak menyingkap helaian poni haeziel dengan perlahan dan menyelipkan telapak tangannya guna ia tempelkan pada kening haeziel. panas. sangat.

tak lama jevierno pun berdiri dari posisi bungkuknya dan segera berjalan cepat keluar uks.

“jev! mau kemana?” tanya nares. tapi yang ditanya justru tidak menjawab.

“heh, anak orang lagi tidur tuh bisa ga sih suaranya di pelanin? berisik.” kesal renanda kepada nares.

“ih, jangan galak gituuu.” ujar nares sembari mencolek dagu renanda.

“gue lempar timbangan, mau?”

“ngantuk?” tanya jevierno kepada haeziel.

kini tersisa keduanya yang masih bertahan untuk menonton film. bukan hantu yang mereka tonton, tapi makhluk kecil berwarna kuning yang suka sekali dengan buah berwarna senada. yang lain sudah masuk ke kamar tamu untuk tidur. jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam.

haeziel menggeleng, lalu menyenderkan kepalanya ke pundak jevierno. “belum ngantuk. lo udah ngantuk ya?”

seperti haeziel, jevierno menggeleng. “belum. mau nonton bola nanti. jam tiga kalau ga salah inget.”

“kuat emang nonton jam segitu?” tanya haeziel tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi.

“kuat.”

delapan remaja terlihat sangat fokus menonton tayangan film horor pada layar televisi di ruang keluarga milik keluarga jevierno. sesekali tangan mereka mengambil camilan, minum, dan juga beberapa dari mereka diam tak bergerak karena tengah berusaha menutupi wajah supaya layar televisi hanya terlihat setengah.

“HUAAAAAAA!”

“BANGSAT ANJING SIALAN.”

“KODOK JATOH LOMPAT.”

“SETAN LO DASAR SETAN!”

semuanya berteriak kaget kala jumpscare yang memunculkan hantu utama datang. harris dan rico bahkan sampai berpelukan, renanda terlonjak kaget di tempatnya sampai tak sengaja melempar bantal yang membuat sena harus terkejut dua kali. sisanya memejamkan mata dan berteriak kaget.

tak lama kondisi kembali kondusif. semuanya merasa tenang karena di film sedang memunculkan adegan siang hari.

“ngerasa ga sih, kalo valak tuh mirip voldemort?” celetuk haeziel tiba-tiba saat hendak memakan popcorn.

“random banget dah pertanyaan lo.” ucap mirza menanggapi pertanyaan haeziel.

haeziel menoleh kebelakang untuk melihat mirza, “tapi bener! coba deh nanti pas ada valak di perhatiin.”

“males, ngapain gue perhatiin valak. nanti kebawa mimpi.” bukan mirza, tapi sena yang menanggapi ucapan haeziel. sedangkan haeziel mendengus sebal, lalu menghadap lagi kedepan.

“jangan cemberut gitu. valak emang mirip sama voldemort kok.” ujar jevierno sembari merangkul pundak haeziel dan mengusak pelan rambut haeziel.

“bucin najis.”

jevierno sontak menoleh kepada orang yang baru saja berbicara, itu rico. “lo mending keluar dari rumah gue.”

“MAAP, PAK BOS.”

BRUK

“anjir, suara apaan tuh? gempa kali ya rumah gue.” ujar nares.

“jangan ngomong sembarangan.” tegur renanda. ia menghampiri haeziel. karena suaranya berasal dari sana.

“ziel, kenapa— HAH? ITU JEVIERNO KENAPA DI LANTAI?!”

“cuma gue senggol doang. dia malah jatoh dari kursi.” jawab haeziel bodo amat. sebenarnya dalam hati sih udah dag dig dug.

“kenapa lo senggol?”

“gombalannya jelek. masa gue disuruh jadi tua sebelum waktunya.”

HANDPHONE GUE BALIKIIINNN.”

“diem dulu— sakit, yang.” jevierno mengalihkan pandangannya dengan cepat kepada haeziel begitu jari telunjuk yang ia taruh di depan bibir haeziel supaya anak itu diam, justru di gigit keras.

“lo abis liat foto anak beruang, malah jadi beruang beneran ya.”

“SEMBARANG KALO NGOMONG.” satu tangan haeziel sudah terangkat di udara guna memukul lengan atas jevierno. tapi gagal. karena jevierno lebih dulu menariknya, menggenggamnya erat lalu mengecup kepalan tangan tersebut.

“aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”

duh, haeziel nyerah. perlakuan manis ditambah panggilan aku-kamu adalah perpaduan yang bahaya untuk kesehatan jantungnya.

memang, selama beberapa bulan pacaran mereka ga pernah pakai aku-kamu. tapi lain cerita kalau udah serius begini.

“suka sama warna rambutku?”

“suka.”

“kenapa daritadi aku dicuekin, hm? ga suka ya?”

“bukan begitu...” haeziel mengalihkan pandangannya ke arah nares dan renanda yang tengah menonton tv bersama.

“haeziel jawab—”

“KAMU TUH KELEWAT GANTENG TAU. KALAU AKU LIAT TERUS NANTI MALAH MAU PELUK.”

oke, jevierno ga sangka jawaban itu akan keluar dari bibir haeziel.

jari jemari haeziel bergerak lincah diatas layar handphonenya. menyusun kata yang hendak ia kirim ke ruang obrolan kekasihnya sampai semuanya haru buyar dan menjadi smash keyboard karena kaget ketika kursi yang ia tempati terangkat begitu saja.

“mau ngapain?!” tanya haeziel pada jevierno, pacarnya.

ya, jevierno yang mengangkat kursi serta haeziel yang sedang duduk di atasnya.

“pindahin lo biar duduk di samping gue.” jawab jevierno setelah ia meletakkan kursi haeziel tepat di samping kursi yang ia tempati.

haeziel melongo. harusnya ia tidak heran lagi soal tenaga pacarnya yang bukan kaleng-kaleng. tapi tetap aja, kaget.

ready to love [ ccci ]

“ck, haeziel dimana sih?” gumam jevierno. ia sudah berkeliling seluruh arena festival untuk mencari haeziel. ya, beruntung jevierno mendapatkan sedikit waktu untuk menikmati acara yang ia dan anak osis lainnya gelar.

keping kembar mengedar keseluruh penjuru. mencoba menelisik kumpulan orang-orang satu persatu. siapa tau haeziel menyempil diantaranya.

haeziel bilang akan datang terlambat, tapi harusnya tidak terlambat sangat. acara mulai pukul lima sore, sedangkan sekarang sudah pukul sepuluh malam lewat sepuluh menit ketika jevierno melihat pada jam tangan miliknya. hanya kurang dua puluh menit lagi sebelum penutupan.

“hai, jev. ngapain?” yang dipanggil sontak menoleh. “ada waktu sedikit, gue mau liat-liat. haeziel ga sama kalian?” tanya jevierno kepada renanda, sena, dan mirza yang ada di hadapannya.

ketiganya saling pandang. saling memberi kode siapa yang harus menjawab pertanyaan dari jevierno.

“itu, haeziel—”

“haeziel katanya haus sama laper jadinya kesana,” sena menunjuk ke arah bazar makanan berada. “coba aja kesana, no.”

baik renanda maupun mirza menatap sena kaget. renanda mencolek pinggang sena lalu berbisik, “kan gue yang jawab, njir.”

“lo kelamaan.” balas sena.

jevierno jelas ragu. tatapannya menjadi serius menatap ketiga orang di hadapannya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. “jawab serius. mana haeziel?”

“haeziel beneran lagi beli makan sama minum. lo kalau ga percaya, ke sana aja.” akhirnya mirza yang menjawab setelah beberapa saat tidak ada yang mau menjawab.

menghela nafas perlahan, jevierno mengangguk dan pergi dari hadapan renanda, sena, dan mirza.

“gila, jantung gue mau copot.”

“serem banget buset tatapannya.”

“udah, ayo langsung cus ke barisan depan. biar bisa nonton band lebih jelas.”

ketiganya pun pergi meninggalkan tempat.


jevierno berjalan menuju bazar makanan yang menyediakan berbagai macam stand makanan dan minuman. tempatnya berada di sisi kiri panggung. tidak tepat di sampingnya, tapi agak jauh.

perlahan suara dentuman lagu tidak terlalu terdengar seiring jevierno mendekati bazar makanan. begitu juga dengan suara riuh penonton. yang terdengar kini hanya suara gesekan antara spatula dengan wajah, suara desisan makanan, suara batu es yang di tuang ke dalam gelas, dan suara ramai orang mengobrol disela makan.

“band sekolah udah naik.”

suara kresek kresek terdengar, selanjutnya suara nares yang terdengar dari walkie talkie milik jevierno dan tak lama suara riuh penonton terdengar. ia memilih bodo amat.

jevierno sudah mengelilingi bazar makanan. tapi, sosok yang ia inginkan sama sekali tidak terlihat. raut wajahnya berubah kesal. sangat.

Dua sejoli menjalin cinta Cinta bersemi dari SMA

namun raut wajah itu berubah total kala mendengar suara yang familiar terdengar dari arah panggung lewat speaker besar. kedua tungkainya mulai melangkah. keping kembarnya menatap lurus ke arah panggung. disana, haeziel berdiri dengan sebuah mic ditangan kanannya. haeziel yang ia cari ada di atas panggung. jevierno berlari.

Wahai Galih, duhai Ratna Tiada petaka merenggut kasihmu

langkahnya berhenti. jevierno berdiri di barisan penonton paling belakang, tapi ia tidak sedikitpun terhalang untuk melihat haeziel. karena, beruntung. ia membuat tempat penonton menjadi dua, sebelah kiri dan kanan dengan pembatas di antaranya. serta membuat jalan lebar di tengahnya. jevierno berdiri tepat di tengahnya. menghadap lurus kepada haeziel yang jauh di atas panggung.

tatapannya tak lepas sedikit pun dari haeziel. bagaimana haeziel menatap lawan duetnya dengan romantis sesuai dengan lagu yang dibawakan.

satu langkah.

bagaimana bagusnya dan lembutnya suara haeziel kala bernyanyi.

dua langkah.

bagaimana binar matanya terlihat saat keduanya tak sengaja bertatapan.

ia sudah berada di dekat panggung. tepat lagu selesai dinyanyikan.

saat itu, haeziel melontarkan senyum manisnya. menyapa jevierno.

“mana suaranyaaa. aduh aduh, rame banget nih. sampai semua penonton juga ikutan nyanyi. tepuk tangan dulu dong!” seru harris selaku pembawa acara kepada penonton. penonton pun berseru riuh disertai tepuk tangan meriah.

“KAKAK COWOK ITU NAMANYA SIAPAAAA.”

“kakak ganteng no wasapnya berapa?”

“ih ihhhh, kakak suaranya bagus banget. JADI PACARKU YUK GAS NGENG.”

“YANG MANIS! JADI PACAR GUE AJA SINI.”

bermula dari seruan salah satu penonton, kini merambat menjadi beberapa seruan yang ditunjukkan untuk haeziel. kesal? jevierno itu. haeziel? ia hanya tertawa sembari membelakangi penonton.

“DARI BELAKANG AJA CAKEP.”

jevierno menatap sinis pada orang di samping kanannya yang baru saja berteriak seperti tadi.

sialan, pikir jevierno.

“udah ya, gais. orangnya sampe malu gini, hahahaha. for your information nih, orang yang kalian maksud namanya haeziel. daaannn— lagi deket sama seseorang. otw jadian malah!” ucap harris sesekali melirik ke arah jevierno yang memperhatikan semuanya.

“BARU JUGA DEKET. UDAH HAEZIEL SAMA GUE AJA SINI.” lagi, teriak seseorang di samping kanan haeziel. tentu jevierno kembali menatapnya sinis, seperti akan ada laser yang keluar dari kedua matanya.

semua orang berbisik-bisik sembari menatap orang tadi. tak tertinggal juga orang-orang diatas panggung. terutama haeziel dan harris. haeziel sampai melongo kaget dan harris bingung harus bagaimana.

“gede juga nyali lo, bro. tapi—” ucapan harris terhenti kala melihat jevierno berjalan mendekati panggung.

kresek kresek— jev! lo ngapain anjir?! mundur woi, mundur! lo— pip.”

jevierno mematikan walkie talkie. sekaligus menghentikan suara nares. ia terus berjalan dan baru berhenti setelah ia sampai di bawah panggung.

“turun sekarang.” jevierno berbicara lantang kepada haeziel. haeziel pun tanpa tunggu lama langsung turun dari panggung dan segera menghampiri jevierno. keduanya menjadi tontonan orang-orang disana.

kedua saling berhadapan. keduanya saling bertatapan. tangan keduanya saling menaut dengan erat.

“kenapa, jev?” tanya haeziel bingung.

ada jeda. jevierno menghirup nafas, lalu membuangnya perlahan. ia mendadak gugup.

“jev—”

“gue orang yang dibilang lagi deket sama haeziel. sekarang, saat ini, malam ini, gue, jevierno elrana selaku ketua osis lensa yang beberapa menit lagi akan lengser mau bilang sesuatu untuk haeziel,”

haeziel kaget bukan main ketika jevierno berbicara dengan lantang dan keras dengan mengeluarkan kata-kata barusan. detak jantungnya kini berdegup kencang. gugup. tapi, rasanya menyenangkan.

“haeziel— haeziel chandratama, ayo jadi pacar gue.”

sorak sorai penonton meramaikan suasana. saling bersahutan. tepuk tangan ramai dan sorakan seperti “terima! terima! terima!” suara siulan terdengar. tak ketinggalan jeritan iri para jomblo.

baik jevierno dan haeziel kini tertawa malu.

“gue harus jawab? tapi, ini beneran?”

“ga perlu. yang tadi itu ajakan, bukan pertanyaan. lagipula lo juga ga akan nolak, kan? dan ya, ini beneran.” jelas jevierno dengan mencuri kecupan pada pipi gembil haeziel.

sorakan semakin keras terdengar. ramai, ramai sekali.

“sialan.” setelahnya haeziel berhambur memeluk jevierno. menenggelamkan wajahnya dengan pipi merona merah pada ceruk leher jevierno. ia malu.

jevierno sendiri dengan senang hati membalas pelukan pacarnya— uhuk, udah pacar. sesekali ia mengelus lembut surai coklat haeziel.

haeziel melepaskan pelukan. menarik nafas panjang, lalu, “HAEZIEL CHANDRATAMA SAYANG JEVIERNO ELRANA! AKHIRNYA BISA PACARAN JUGAAAA.”

nares berlari kecil mendekati jevierno yang berdiri di samping harris yang bersiap dengan memegang mic dan beberapa lembar kertas di tangannya.

“jevierno.” yang di panggil menoleh, melihat tanda yang di berikan oleh nares.

menarik nafas panjang, sebelum akhirnya ia keluarkan perlahan. jevierno berkata, “oke, semua siap! dalam hitungan satu.. dua.. tiga, mulai!”

begitu hitung mundur dari jevierno selesai, harris bersama rekannya dengan cepat naik ke atas panggung.

“halo, semua! selamat sore dan selamat datang di festival closing lentera bangsa cup tahun 2020!”