BRAK
“WANJAY.”
“COPOT COPOT.”
“GUE KAGET, SAT.”
renanda, sena, dan mirza berteriak kaget saat haeziel tiba-tiba menggebrak meja kantin yang tengah mereka tempati. bukan hanya mereka berempat, tapi ada jevierno, nares, harris serta rico.
setelah hukuman haeziel selesai, jevierno langsung saja menggeret haeziel ke kantin. membawanya ke meja paling ujung dan menyuruhnya untuk diam ditempat. sedangkan ia pergi membeli minuman dan makanan.
“gue keseeeelll! sebel, marah, kesel, marah, mau ngamuk! ini sekolah kalau bisa udah gue jungkir balikkin.” gerutu haeziel dengan kedua tangan yang tak hentinya menggebrak meja kantin.
turun tangan, jevierno sebisa mungkin menahan kedua tangan haeziel dari belakang —justru terlihat seperti jevierno sedang memeluk haeziel dari belakang— “mejanya jangan di gebrak terus.”
“noh, dengerin. orang mau makan aja susah. udah kayak makan di tengah simulasi gempa.”
“ANJING LO.”
“KOK JADI GUE? LO NYET YANG ANJING.”
“LO.”
“LO.”
“POKOKNYA LO!”
“haeziel.”
“ITU RENAN ANJING NGESELIN.”
“biarin aja. lanjutin makannya. marah juga butuh tenaga.”
hampir saja terjadi perang dunia ke tiga jika kalau jevierno tidak langsung menahan haeziel yang hendak berdiri untuk menghampiri renanda di seberangnya. jevierno menarik tubuh haeziel dan mendekatkan padanya, hingga akhirnya haeziel menyenderkan tubuh pada tubuhnya. kali ini jevierno hanya dengan menggunakan satu tangan untuk menahan haeziel. dengan cara memeluk pinggangnya dan langsung menariknya ke bawah. tenaga jevierno bukan kaleng-kaleng.
“tenang, oke?”
“ga mau. inget, gue masih marah sama lo.” ujar haeziel dengan bibirnya yang mengerucut sebal, alis menukik tajam, dan tatapan yang menyeramkan. tapi, bagi jevierno itu semua terlihat gemas.
uhuk, bulol.
hanya selang tiga menit, haeziel kembali berulah dengan kedua kakinya diangkat ke banku panjang yang ia dan jevierno duduki, lalu menghentak-hentakkan kakinya berkali-kali.
“SEBEEEELLLL!”
“haeziel, tenang. ini di kantin.”
“bodo amat.”
“haeziel.”
“lo tuh ga tau, gue sebel banget sama itu guru sialan!”
“haeziel chandratama.”
“rasanya mau gue tonjok, terus—”
“diem.”
satu meja sontak terdiam. terlalu kaget karena melihat sesuatu yang sangat sangat— wow, mengejutkan sekali.