#Rumah Sakit.
Semua yang terjadi hari ini, biarlah terjadi. Selama bersama mu, aku pasti bisa.
Angkasa sudah berbaring diatas ranjang ruang Melati dengan infus ditangannya.
“Talisha, Angga mana?” Tanya Angkasa lemas. “Gue berharap dia di deket gue sekarang. Sejak gue berangkat kesini tadi pagi, dia udah gaada di rumah.”
Angkasa menghela nafasnya berat. Sekarang dia hanya butuh Angga untuk penyemangat.
Tak lama setelahnya, Satya dan teman temannya datang. Senyum Angkasa mulai terlihat walaupun pucat.
“Angkasa! Selamat okay? Lo udah bisa reparasi badan lo ahaha.” Canda Satya yang setelahnya di pelototi suaminya, Brama.
“Gapapa kali Bram, dia ga salah juga ahaha. Iya iya thankyou.” “Eh iya, kalian gabareng Angga?”
“Haduh haduh, ini yang dicariin Angga mulu padahal yang udah lama ga ketemu mah kita kita ya.”
“Maaf maaf, gue butuh serotonin booster gue.”
“Bahasa lo bang serotonin booster serotonin booster kek apaan aja.” Sahut Ravi.
Satya lalu mendudukkan dirinya di sebelah ranjang Angkasa.
“Sa, gue tau lo kuat. Lo pasti bisa okay? Jadi kapan mau ngelamar Angga?” Bisik Satya.
“Heh ngada ngada ni orang, jangan keburu disuruh nikah dong.” Sahut Sita
“Mbak tenang, kalopun Angkasa ngajakin sekarang aku juga gabakal setuju.” Kata Angga yang tiba tiba masuk.
“Kaya nya kita harus bubar dulu deh, gue tunggu di luar ya? Kalian ngomong dulu.”
Satya dan kawannya keluar ruangan itu dengan bergantian. Memberi ruang dan waktu untuk Angkasa dan Angga berbicara.
“Darimana?”
“Jalan jalan.”
Suasananya sekarang menjadi canggung.
“Aku. Ga makan dari pagi.”
“Kan emang harus puasa kak.”
Angga menghela nafas. Hampir menangis tidak percaya harus melihat Angkasa terbaring lagi disini.
“Angga, kalo misal aku ga bangun setelah nya kamu bakal gimana?”
“Gak, kakak harus bangun. Apasih kemaren udah tanya mau nikah apa engga. Harus diwujud in, aku gasuka di gantungin.”
“Hmm takut banget ya kehilangan?”
“Kok tanya sih. Yaiya lah.”
“Angga sama temen temen tunggu disini ya? Gue sebisa mungkin bantu Angkasa. Kalian bantu doa ya?”
“Kak Talisha, gue percaya sama lo. Lo bisa pastiin Angkasa sehat kan?”
“Bisa, tapi gue ga janji.”
“Semangat Tal, gue titip Angkasa.”
Beberapa jam berlalu, Angga sudah duduk tersungkur di depan ruang operasi menunggu kabar.
Mahen dan Alena tiba terlambat karena datang dari luar kota. Mereka melihat Angga yang duduk tak berdaya membuat mereka sedikit berlari kearahnya.
“Angga, sini nak ada mama. Kamu harus percaya dokter didalem ya?” Kata Alen sambil menarik Angga kedalam pelukannya.
“Ma, Angga takut Angkasa gabisa liat Angga lagi.”
“Angga, Angkasa itu di bius. Pasti tidur lagi mimpi kali di dalem. Pasti bisa bangun, itu cuma bius.”
Angga menangis pelan di depan Mahen dan Alena, juga teman temannya.
Satya terlihat paling gugup. Tapi firasatnya baik kali ini. Dia beranjak dari duduknya dan menghampiri Angga.
“Ngga, sabar. Mereka lagi berjuang sebisanya.”
“Gue benci rumah sakit. Setiap gue kesini, gue inget bunda.”
“Hei ngga. Liat gue. Liat gue.” “Angkasa cuma di bius, persis sama kaya yang dibilang bokapnya Angkasa. Dibius bakal bangun Ngga. Jangan Overthinking.”
xxpastelline