Masklepond

#Rumah.

Waktu menunjukkan jam sembilan malam, ini belum terlalu larut tapi Jay dan Thana sudah terlelap seperti yang dikatakan Beam tadi.

Pond sedang dalam perjalanan ke rumah baru nya. Hujan yang turun malam itu seolah menyambut kedatangan Pond di kota Semarang.

Semarang, akan jadi kota paling dia ingat seumur hidup. Kota dimana dia akan bertemu dengan sesuatu yang tidak asing baginya. Sebenarnya bukan sesuatu tapi “Seseorang”

Sampailah Pond di rumah yang lumayan besar dan terletak di pojok jalan gang yang rimbun.

tok tok tok “Beam?”

“Kak pond!”

“Hai. Mana ramennya?

“Itu didalem, masuk yuk.”


Mereka sedang sarapan bersama di meja makan pagi ini, terlihat Jay sudah mengenakan jasnya dan Thana sudah mengenakan baju coklat pns nya.

“Pa..” Kata Pond memulai pembicaraan. “Aku masuk fk. Snm kemarin.”

“Good job. Then belajar yang bener “Papa mama berangkat dulu. Beam, sayang belum masuk sekolah dulu ya.”

“Iya pa hati hati.”

“Pond, registrasi dan lain lain entar temen papa aja yang urus, biar kamu terima jadi aja.”

“Gausah pa, aku bisa sendiri.”

“Yakin bisa? Entar ga becus lagi.”

“Yaudah terserah.”

Jay dan Thana meninggalkan kedua anaknya di meja makan. Seperti pagi pagi sebelumnya, Pond selalu mendapat serangan seperti ini.

Kata kata yang kurang enak keluar dari mulut orang tuanya. Tapi tidak apa apa, dia sudah terbiasa.

“Kak?” Kata Beam menepuk pundak Pond yang sedang melamun.

“Eh?” “Paan Beam?”

“Abis makan gue ajak kenalan sama tetangga sebelah yuk?”

“Oh iya iya.”

Setelah makan pagi selesai, seperti yang dikatakan Beam, mereka akan berkenalan dengan orang sebelah rumahnya yang belum bertemu Pond.

Di depan rumah sudah terlihat Arm dan Alice sedang berkebun. Pond dan Alice segera menghampirinya.

“Pagi om, tante.”

“Eh pagi Beam. Siapa nih? Kemaren om belum ketemu ya? Pacarnya Beam?” Kata Arm sambil melepas sarung tangan yang dia kenakan untuk memotong dahan.

“Eh bukan om, ini kakak Beam. Pond namanya, baru datang tadi malam.”

“Oh gitu, ganteng ya kakak nya hahah.” Jawab Alice. “Neo! Phuwin! Keluar bentar sayang, kenalan sama anaknya pak Jay.”

“Bukannya udah? Beam?”

“Adalagi satunya baru sampe semalem.”

“Oh halo, Neo. Kamu?” Kata Neo menyulurkan tangannya.

“Pond.” Jawab Pond sambil menyaut tangan Neo.

Phuwin yang berdiri di depan pintu menatap Pond sangat lama, tidak sengaja bertatapan. Pond yang melihat Phuwin tiba tiba terdiam kaku. Entah apa.

“Ini Phuwin, Phuwin ini kak Pond. Pond semoga kita bisa jadi temen main ya ahaha. Di komplek ini yang punya anak belum kerja cuma ayah sama pak Jay doang.”

“Iya iya.” Balas Pond tersenyum.

“Tukeran nomer telpon yu? Kemarin udah tukeran sama Beam.”

“Boleh boleh, btw lo kuliah?”

“Iya kuliah udah semester 2, kalo Phuwin dia masih kelas 11.”

Selagi keduanya berbincang Beam dan Phuwin mengobrol.

“Eh kamu, ayo main ps sama aku.” Panggil Phuwin kepada Beam.

“Kak, gue main ps sama Phuwin dulu ya. Ga lama. Kakak ngobrol aja dulu sama kak Neo.”

“Heem” “Btw, kuliah di mana kak?”

“Undip.”

“Eh sama dong? Gue baru masuk Undip kemaren. Kak boleh minta bantuan ga?”

“Wah mantep tuh, selamat ya. Boleh boleh apa tuh?”

“Bantuin gue registrasi ulang dong ahaha.”

“Boleh banget Pond, kabarin aja ya.”

“Kak boleh tanya sesuatu lagi?”

“Kenapa tuh?”

“Maaf lancang dan sotoy, tapi adek lo punya short term memory ya?”

“Kok bisa tau?”

“Perawakannya persis kaya orang yang gue kenal, dia sama sama punya short term memory.”

xxpastelline

#Lulus

Hari kelulusan Pond pun tiba. Dia sudah siap dengan jas rapi di depan kaca. Kelulusan kali ini tanpa ditemani satu keluarga pun.

Dia berusaha tersenyum selebar mungkin untuk menutupi masalah yang sedang ia hadapi.

“Okay relax, everything will be okay.”

Dengan baju serapi itu, dia terpaksa menggunakan vespa kuningnya kesekolah. Tidak ada kendaraan lain yang memungkinkan untuk menyusul keterlambatannya hari ini.

Sesampainya di sekolah, dia melihat teman temannya yang di dampingi oleh ayah atau ibu nya.

“Coba aja kalo dulu gue ga..” “Forget it Pond, it's a mistake. Inhale exhale. You got this.”

“Pond!!” Teriak salah satu temannya dari kejauhan.

“Winn!” Pond kegirangan karena sahabatnya ini senasib dengannya, tidak ditemani siapa pun.

“Pond ganteng banget dah. Lo? Sendiri kesini?”

“Iya lah, sama sapa lagi ahaha. Lo juga sendiri?”

“I was, but i have you now ahaha. Btw, Pond lo udah liat pengumuman snm?”

“Eh udah di umumin? Lo udah liat?”

“Udah di depan ruang tu, gue belom sih. Liat bareng yok? Gue berharap kita bisa sekampus.”

Dia adalah Tawin. Teman Pond sejak duduk di sekolah dasar. Entah apa yang menyihir Tawin hingga tahan berteman dengan Pond selama itu.

Siklus pertemanan Pond dan yang lain tidak berlangsung lama, hanya sebatas angin malam saja. Bukan Pond yang meninggalkan tapi mereka. Tapi lain dengan Tawin, dia bertahan hingga sekarang.

“Pond. Satu univ. Beda prodi.” Kata Tawin setengah sadar karena kegirangan. “Lo kedokteran, gue sastra inggris.”

“Demi apapun win? Kita sekampus win sekampus.” Pond memeluk Tawin dengan erat, masih tidak percaya bisa satu kampus dengan Tawin.

“Gue harus kabarin Beam.”

Pond menelepon Beam.

“Halo? Beam. Gue keterima fk sumpah.”

“Yang bener kak? Huaa selamatt. Cepet kesini dongg gue udah kesepian.”

“Siap cantik, malem ini gue berangkat. Gausah bilang mama sama papa dulu ye Beam, entar gue sendiri yang kasi surprise.”

“Oke kak. Ati ati ya nanti malem.”

“Siap Beam.”


#Berdua

Bara sedang di parkiran sekolah sebelah barat seperti yang dia bilang kemarin kepada Sky. Menunggu Sky adalah kegiatannya sekarang.

Setelah lumayan lama menunggu, akhirnya orang yang dia tunggu pun datang.

“Loh Bara sendirian?” Tanya nya.

“Iya lah sama sapa lagi?”

“Katanya ngajak abi abi itu?”

“Oh Abi ahahah, kenalin ini Abi. Abimanyu. Motor kesayangannya Bara.”

Sky menghela nafasnya lembut, dia kira akan pulang bertiga bersama Abi, ternyata Abi adalah nama motor Bara. Lucu sekali kata Sky dalam hati.

“Yaudah yuk?”

Sky melamun lumayan lama karena memikirkan ini mimpi atau bukan. Bisa bisanya dia pulang bersama Bara, yang baru dia kenal beberapa hari lalu.

“Sky?”

“Eh iya ayo.”

Sore itu jalanan ramai dan lampu kota sudah mulai di nyalakan menambah kesan romantis untuk mereka. Tapi, mereka sementara ini hanya sebatas teman.

Berdua di jalan raya menaiki motor adalah hal yang sangat membahagiakan, tertampar sejuk nya angin sore dan mendengarkan suara mesin.

Bara senang hari ini bisa membawa Sky menggunakan Abimanyu, raga Bara sedang menyetir motornya tapi jiwanya sedang melayang tinggi.

Sedangkan Sky, dia sudah tidak sadarkan diri. Sedari tadi dia hanya menatap kaca spion yang langsung mengarah ke wajah bara.

Di lampu merah kali ini, banyak yang menyebrang diatas zebra cross, sehingga membuat perhentian itu sedikit lama.

“Sky? Ngapain ngeliatin gitu? Dari tadi perasaan?” Cakap Bara tiba tiba.

“Kamu ganteng.” Mungkin Sky sedang tidak sadar mengatakannya.

“Makasih, kamu manis juga kok.” Balasan Bara.

Sky salah tingkah se jadi jadinya. Jantungnya berdegup terlalu cepat hingga memompa darah ke pipi Sky membuatnya menjadi merah.

“Sky, jangan malu ahaha”

“Eh e-engga.”

“Itu pipi nya merah.”

“Apaan sih Bara.” Pukul Sky ke punggung bara.

Entah apa yang terjadi tapi lampu merah tidak kunjung meng hijau, seakan memberi kesempatan untuk mereka berbincang dan mengenal lebih jauh.

“Bar, kenapa pengen deket sama aku?” Tanya Sky, kali ini dia memberanikan diri.

“Em, karna suara kamu bagus? Pengen denger tiap hari.”

“Cuma suara doang?”

“Ya sama kamu nya.”

Lagi lagi Sky salah tingkah. Bara terlalu jujur mengatakannya.

“Bar lampunya ijo.” Kata Sky menepuk pundak Bara.


“Udah sampe deh. Oh ini rumah kamu?”

“Bukan lah, ini rumah ortu. Kalo rumah sendiri belum punya.”

“Kalo pacar?”

“Mending pulang deh, keburu malem.”

“Ahahah okay! See u in school ya Sky!”

Sky hanya mengangguk, Bara masih di depan pagar rumah Sky seperti Dilan yang menunggu Milea masuk ke dalam rumah.

Saat sudah masuk ke rumahnya, Bara mengirimi Sky pesan yang bisa membuat siapapun yang membacanya iri kepada Sky.

Sky meloncat kesana kemari karena saking senang nya diantar Bara. Berguling guling di ubin rumah sampai kedua ayahnya heran.

“¹Kowe iki lapo toh, le?” Tanya salah satu Ayahnya.

“Lagi seneng. Jangan ganggu hehe.

“²Gak mangan?

“³Sampun yah, udah Sky mau mandi.”


Message

Bara

Ga cuma Suara kamu yang aku suka kok Sky... Mata kamu juga indah, tadi di spion keliatan. Maaf lancang mengintip ya Have a nice dream, manis.


Kosakata : 1 : “Kamu ini kenapa sih, nak?” 2 : “Gak makan?” 3 : “Sudah yah.”

Maaf lupa bilang AU ini semi basa jawa yaa!!


xxpastelline

#Ruang padus

Tiga pemuda yang baru pulang sekolah ini sedang berjalan pelan pelan agar tidak ketahuan kabur.

Iya Bara, Baron dan Bima sedang berjalan sembunyi sembunyi melewati ruang ekskul Pecinta Alam agar pak Thanat tidak melihat mereka membolos kumpul hari ini.

“Bar, kalo ketauan lo yang gue suruh tanggung jawab.” Kata Baron yang berjalan memimpin ketiganya.

“Seblak bu Tumini, Chatime sama Baskin Robins. Buru makanya jalannya setan.” Tawar Bara.

“Ok satu dua tiga lari..“Teriak Bima tiba tiba.

Pak Thanat menyadari ketiganya sedang membolos.

“Woi Bara Bima Baron balik! Ada info penting.”

“Maaf pak kita ijin hari ini, ada yang lebih penting!” Kata Bara sambil berlari.

“Pekok banget sih Bima, di bilangin jangan lari. Pak Thanat jadi liat.”

“Wah ya ¹sepurannya ya gais. Abisnya tadi Bara ngiming ngiming nya gila banget jadi gue cepet cepet aja. Ayo gas seblak.”

“Heh tunggu ²sek, tadi kan bolos tujuannya mau ke ruang padus. Kesana dulu lah.”

“Oh iya ndoro Bara mau ketemu pujaan hatinya.”

Bara memukul kepala Bima setelah berbicara demikian. Tujuan utama Bara sebenarnya hanya ingin mendengar suara Sky.

Setiap mendengar suara Sky bernyanyi entah mengapa dia menjadi sangat tenang dan damai.

Lain lagi kalau Sky berbicara, jantungnya berdegup. Bara belum sadar kalau itu getaran cinta ea<3 Dia tidak menganggap itu serius sama sekali.

Setelah berjalan lumayan dekat, mereka pun sampai di tempat yang mereka tuju. Ruang Paduan suara yang disana banyak manusia manusia berbakat dengan suara yang amat merdu.

Mereka menemukan Sky dan Sagara sedang duduk berdua di depan ruang padus, sedang berbincang.

Dan tak lama Sky meninggalkan Sagara.

“Aduh aduh mas Bara, tahan amarahnya melihat sang kekasih dengan yang lain.”

“Tapi gue yakin Saga sama Sky itu punya suatu hubungan yang enggan dijelaskan.”

“Bahasa lo tuh loh Bar kek apaan aja. Gak mereka cuma sahabatan, percaya deh.”

“Bara, lo mau serius sama Sky?” Tanya Bima

“Em maybe?”


“Sky, lo nih jangan deket deket sama Bara dan kawan kawannya.” Kata Saga.

“Lah kenapa, kan lo tau gue suka sama Bara. Gimana caranya gue mau jauh jauh.” “Lagian dia juga udah confess ke gue.”

Saga membuka matanya lebar, kaget. Kapan Bara menyatakan perasaannya? Kenapa Sky tidak cerita?

“Hah confess? Kapan su?”

“Lah itu yang di dm twitter, dia confess kan.”

“Yaallah itu Bara suka sama suara lo Sky bukan lo nya.”

Sky terlihat kesal dengan jawaban sahabatnya sejak smp itu. Kalau hanya bicara yang buruk, mending diam saja.

Sky sudah sangat senang dan ke geer an setelah Bara menyatakan menyukai suaranya.

Konsep dalam otak Sky adalah “Suara punya gue, pasti Bara juga suka gue.”

“Udah lah Sag, gue mau latian dulu udah ditungguin Sakya.”

“Heem gue abis ini ke ruang PA, kalo udah pulang bilang.” Kata Sagara yang di balas anggukan oleh Sky.

Sky bernyanyi dengan merdunya di dalam studio, suaranya terdengar hingga ke koridor sekolah.

Kali ini dia bernyanyi “Can't Help Falling In love.”

Wise man say~~ Only fools rush in~~ But i can't help falling in love with you~

Bara yang baru mendengar suara Sky dari lumayan jauh langsung mematung dan diam.

Bima dan Baron heran mengapa tiba tiba sahabatnya ini mematung seperti mayat hidup.

“Bar? Bara? Bara Samudra!”

“Eh?” Kaget Bara.

“Lo ini kenapa toh? Tiba tiba diem kaya patung manekin.” Kata Baron.

Sagara akhir nya melihat Bara dan teman temannya berdiri di dekat ruang paduan suara sedang memantau Sky.

“Bara, lo ngapain disini?” Tanya Sagara. “Ga kumpul PA?”

“Lagi dengerin Sky nyanyi, gak.” Kata Satya.

“Kenapa ga kumpul?”

“Kok banyak tanya sih? Lo juga ga kumpul asu.” Bilang Bima.

“Bara, kalo lo beneran mau deketin Sky, deketin yang bener jangan di sakitin.” Kata Sagara sambil berjalan menjauh.

“Uapaan banget si Saga, ³Dapurane koyo wedhus ae kok ngesok. padahal juga dia bukan sapa sapanya si Sky yakan.”

“Kan gue bilang, Sky sama Saga itu pasti ada apa apa. Gamungkin gak.”

“Bar bar Sky keluar.” Kata Baron menepuk pundak Bara.

“Em Sky!” Panggil Bara.

Sky panas dingin dipanggil oleh Bara yang pastinya dilirik oleh semua orang.

Siapa yang tidak kaget? Bara seorang paling hitz tiba tiba memanggil Sky primadona paduan suara.

“Anjir iri banget Sky dipanggil sama Bara. Pengen juga” “Bara hei bara.” “Plis Sky ada apa ya sama Bara? Kepo bangett.” “Gue mau ganti nama jadi sky.” Bisik para anggota ekskul paduan suara .

“Suara kamu bagus.” Puji Bara.

“Makasih, liat Saga ga?” Tanya Sky

“Tadi kesana. Mau pulang ya? Pulang bareng aku yuk?” Ajak Bara.

Bima dan Baron saling menatap, apa apaan ini? Seorang Bara tidak pernah mengajak pulang siapapun. Bisa dibilang Sky adalah orang pertama.

“Maaf ya bar, aku pulang sama Saga. Udah janjian tadi.” Jawab Sky.

“Oh berarti besok mau ya? Ok besok pulang sama aku ya Sky. Udah janji loh jangan lupa.”

“Em Bar?”

“See u besok ya manis.” Kata Bara menggoda Sky.

Setelah Bara dan teman temannya berjalan agak jauh Sky pun terduduk bersama Sakya di pinggir kelas.

“Sak, jantung gue sak.” Kata Sky sambil memegang dadanya.

“Gue juga ikut deg deg an, barusan beneran Bara ga sih yang ngajakin lo pulang bareng?”

“Sinting Bara gue mau pingsan dulu.”


Kosa kata : 1 : Maafin aku 2 : Bentar 3 : Mirip kaya kambing aja kok ngesok.


xxpastelline

#Epilog.

Sudah lama sejak Angkasa Pergi, Angga masih sering datang ke rumah Angkasa, sekedar menyapa papa dan mama nya atau menumpang makan.

Dia juga sering datang sendiri ke tempat Angkasa di kebumikan. Iya tempat peristirahatan terakhirnya.

Hari ini dia punya jadwal pergi ke tempat Angkasa tidur, tapi kali ini Angga membawa keluarganya.

“Dirga! Dirgantara!! Lewat nya disini nak.” Teriak seorang disana.

“Kak Angkasa, aku dateng lagi. Gimana kabarnya? Baik kan? Nyaman ga? Aku baik baik aja kok sama anak anak juga.”

“Bang Satya em udah adopsi anak, anaknya udah gede gede kak. Kalo bang Dyaksa sama mbak Sita udah beranak pinak banyak lah pokoknya ahaha.”

“Kakak gaada disini tapi aku ngerasa kakak ada disini. Tiap hari aku berdoa buat kakak. Aku masih sayang dan kangenn banget sama kakak”

Tanpa disadari Angga mulai menangis, lalu di tenangkan oleh seorang di sebelahnya.

“Kak, maaf aku mendua.”

“Haha apaan sih kamu, ceritain dari awal sana. Sapa tau kak Angkasa mau denger.” “Kak Angkasa aku ijin jagain Angga ya?” Sambungnya.

“Kak, liat cincin ini. Kita udah nikah. Udah ada yang jagain aku, sekarang. Jangan khawatir.” Kata Angga sambil menyodorkan tangan ke batu nisan Angkasa.

“Cincin kita, masih aku simpen dengan baik di rumah. Vina ngasih ide buat di resin. Yaudah di resin in.”

Ada seorang remaja yang lalu datang kepada Angga dan Vina.

“Nah, Dirga kesini. Ini namanya om Angkasa. Angkasa, ini Dirga anak aku ganteng kan? Kaya bapaknya.”

“Om Angkasa sapa pa?”

“Angkasa itu first love nya papa, mama yang kedua. Tapi gapapa ikhlas kok.”

“Oh gitu. Hi om. Ini Dirga. Dirgantara, om seganteng apa sih sampe papa klepek klepek?”

“Hus, om Angkasa itu ganteng banget. Mama aja dulu sempet suka juga sama om Angkasa.”

“Nama Dirgantara itu papa dapet nya ya dari om Angkasa.”

“Udah siang nih pa, aku ada bimbel ayok?”

“Oh iya iya maaf, kak Angkasa aku pamit dulu, dada!” Kata Angga sambil mengusap batu nisan Angkasa.

xxpastelline

#Sepucuk surat

Hari yang semua orang tidak ingin terjadi. Begitu juga Angga, harus melihat kesayangannya itu di kebumikan.

Kepergian Angkasa membuat semua orang sedih. Langit pun sepertinya berduka dengan meneteskan butir butir air sore itu.

Angga tidak bisa menahan tangisannya dari semalam, begitu juga Alena yang sudah terisak dari tadi. Siapa yang bisa menahan air mata kesedihan ini? Tidak ada.

Talisha menghampiri Angga dengan membawa sesuatu yang Angkasa titipkan sebelum dia pergi.

“Angga, maaf nganggu. Angkasa titip ini sebelum pergi, ini juga cincin Angkasa yang gue lepas sebelum perawatan, maafin gue baru ngasih ini sekarang.”

“Makasih kak.”

Melihat barang yang Talisha berikan hanya membuat Angga semakin sakit. Mengingat tidak sempat mengucapkan selamat tinggal.


Untuk Angga, martabak pake telor ku.

Di amplop surat itu tertulis demikian, Angga meneteskan Air mata nya pelan membasahi amplop yang dia pegang.

“Ini tulisan kakak.”

Hatinya sakit harus menerima ini setelah dia pergi, walaupun tidak tau isinya tapi Angga yakin ini adalah surat paling sedih yang pernah dia terima.

Penulis : Angkasa, calonnya Angga

Hai Angga, Angga? Atau dek aja ya? Angga aja deh ahahaha.

Angga udah terima surat nya? Kalo udah sampe berarti kita udah gabisa ketemu lagi, ya.

Angga, udah sejak 3 hari setelah aku rawat jalan, aku punya firasat bakal pergi. Talisha juga udah bilang kalo waktu aku gabanyak, dan paramedis juga udah gatau jalan keluar yang kaya gimana lagi yang harus mereka kasih ke aku.

Jadii aku tulis surat ini instead of nulis di chat, karna buat jaga jaga kamu kangen sama aku. Kayanya sih bakal kangen ya, Angga kan gabisa tanpa Angkasa, Iya kan ngga?

“Kamu nulis kaya gini, tapi pergi duluan ahaha Angkasa Angkasa.” Kata Angga menangis sedu.

Maafin aku ya ngga, maaf gabisa jadi yang terbaik, gabisa jadi orang yang nemenin kamu dengan waktu yang lama. Tapi Angga itu sebuah keajaiban yang dateng ke Angkasa.

Angga gapernah ngeluh masak buat Angkasa, Angga gapernah ga cuci baju Angkasa, dan satu lagi Angga gapernah berhenti sayang sama Angkasa.

Angkasa pernah selingkuh, mungkin karna suatu kesalah pahaman, tapi tetep aja selingkuh. Maafin aku ya ngga? Maaf kalo selama aku jadi pacar bahkan sampe tunangan banyak bangett salah nya. Brengsek ya? Gapapa deh yang penting Angga masih sayang.

Aku cuma mau bilang, aku udah tenang disini. Angga gaboleh sedih lama lama ya? Apapun yang terjadi the show must go on. Di hidupnya Angga bukan tentang Angkasa aja. So, Aku cuma pesen setalah Aku pergi, Angga harus bahagia!

Ada Satya dan abang abang lainnya, Raka, Vina, Pacarnya raka, sama Nara walaupun kalian jarang kumpul ahaha. Kalo kangen sama Aku, buka hp nya baca chat kita liat foto kita. Pasti kangennya terobati, walaupun sebenernya engga.

Angga orang kuat, Angga best boy. Kamu pasti bisa tanpa aku. Segitu dulu ya Angga.

Angkasa mau ijin bobo dulu, bye!! See you!

Angkasa Ganteng.

“Apaan sih” Angga makin terisak saat membaca kalimat terakhir di dalam surat itu.

Bagaimana bisa Angkasa meminta ijin saat dia sudah tidak ada? Merepotkan saja kata Angga.

“Kak Angkasa, iya silahkan bobo. Angga mantau dari kamar ya? Di jendela banyak bintang, aku yakin salah satunya pasti kak Angkasa. Tetep disana ya? Biar Angga bisa liat terus.”

Balasan Angga untuk surat Angkasa yang dia harap Angkasa akan mendengarnya.

xxpastelline

#Angkasa

“Mau bikin acara segede apa emang, Angga?” Tanya Angkasa lembut kepada Angga.

“Segede stadion gbk nanti harus ada lampu konser nya gamau tau ahahah”

“Oke oke, kita jalanin sama sama ya Ngga? Janji gaboleh ada yang berenti di tengah jalan. Kalo capek emm aku punya pundak buat disenderin. Kamu punya paha yang bisa aku tidurin yakan?”

“Janji! Kalo capek harus bilang okay?”

“Setujuu!”


Di pagi yang sepi dan mendung ini, dibawah langit ada seorang yang sedang menanti kabar tentang kekasihnya, Angkasa.

Sudah dua hari Angkasa tidak pulang dan kabar Angkasa hanya disampaikan Singkat oleh Satya. Sengaja Angga meninggalkan Angkasa, karena Satya dan teman temannya bergantian menengok Angkasa sehingga memberi Angga istirahat sebentar.

Angga menancap gas sekencang mungkin setelah mendapat pesan dari Talisha melalui hp Angkasa.

“Angkasa angkasa angkasa. Kenapa kudu lo sih. Kenapa.” Kata Angga sambil memukul setirnya kesal.

Dia akan menuju ke rumah sakit setelah mengambil beberapa baju untuk Angkasa dan dirinya.


Angkasa terbaring lemas di atas kasur rumah sakit dengan peralatan medis yang menempel di seluruh tubuhnya.

Dia masih bisa berbicara namun terbata bata. Pendarahannya makin memburuk tiap harinya.

“Tal, Angga mana?” Tanya Angkasa.

Talisha menggenggam tangan Angkasa dan mengusapnya halus untuk menenangkan Angkasa.

“Lagi perjalanan kesini.”

“Tal-.”

“Cincin gue? Cincin.” Katanya sambil melirik tangan kirinya.

“Iya cincin nya gue simpen, sekarang lo gaboleh pake apapun. Sa, bertahan ya? Kita lagi cari jalan keluar buat lo.”

“Berapa lama lagi?”

“As soon as possible.”

Disela sela perbincangan itu, seorang Angga mendorong paksa pintu kamar rumah sakit. Dan menemukan Angkasa dalam keadaan yang sangat buruk.

“Kak talisha! Angkasa kenapa kak? Kak angkasa kenapa kak. Kak talisha jawab dong hei.” Kata Angga panik

“Talisha Shaquita! Jawab gue. Kak.”

Talisha hanya diam dan memegang pundak Angga yang berlutut lemas sambil memegang selimut biru yang di pakai Angkasa.

“Ngga, elektrokardiogram nya masih normal, everything will be okay.”

“Gak. Ini not okay. Lo katanya bisa bantu Angkasa bisa membaik, apa buktinya? Gaada kan dia malah jadi lebih buruk.”

Mendengar ucapan itu, Talisha selaku dokter Angkasa selama ini merasa sangat sakit hati. Dia sudah berusaha sekeras mungkin.

“Gue tinggal dulu Ngga, ngomong berdua sama Angkasa. Dua hari kalian ga ketemu. Angkasa selalu nyariin lo, Ngga. Bahkan dia lebih khawatir sama lo daripada diri nya sendiri.”

“Oh iya Ngga, gue selama jadi dokter gapernah bisa ngira apa yang bakal kejadian selanjutnya. Kita cuma bantu sebisanya, soal yang lain kita berserah sama yang di atas.” Jelas Talisha.

“Kak maafin gue.”

“Gapapa.”

Sekarang hanya ada Angga dan Angkasa berdua di ruangan yang sepi dan hanya ada bunyi elektrokardiogram yang terletak di sebelah Angkasa.

“Angkasa..aku dateng.” Kata Angga menggenggam tangan Angkasa dan mendekatkan di wajahnya.

“Uh? Angga?”

“Angkasa.”

Angga menangis dan air mata nya menetes di tangan Angkasa. Lalu dia berdiri dan memeluk Angkasa.

“Ini hari apa?” Tanya Angkasa “Berapa hari lagi?”

“Harusnya hari ini kak.”

Angkasa menghela nafas nya dan menatap langit langit kamar berwarna putih disana.

Kosong, seperti hatinya sekarang yang melihat orang yang dia cinta menangis lagi.

“Maafin aku, Ngga. Gara gara lelaki brengsek ini semuanya jadi gagal. Hidup mu jadi ga karuan.” Lagi lagi Angkasa menyalahkan diri nya.

“Engga. Kakak ga brengsek. Ga brengsek sama sekali, kalo brengsek dulu aku gamau balik. Buktinya bisa sampe sejauh ini kan kita.”

“Seminggu lalu. Aku udah janji buat ngadain acara segede gbk. Tapi malah sekarang aku ga bisa wujud in.”

Angga semakin menangis mengingat percakapa paling bahagia saat itu. Kenangan tersebut harusnya terjejak bahagia, tapi sekarang mengingatnya hanya membuat hati sakit.

“Kak udah gausah dibahas.”

“Iya maaf.” “Angga.”

“Iya kak?”

“Sakit.”

“Mana nya kak yang sakit? Dimana?” Tanya Angga khawatir.

“Ahahah, liat kamu itu khawatir banget sama aku ya?”

“Kak berapa kali sih kamu tanya kaya gitu, ya pasti lah.”

“Waktu itu ahaha penerimaan siswa baru, kamu masih polos polos nya jadi orang. Padahal mah ga polos ya ahaha.” Angkasa memulai narasi dengan pelan sambil menatap lagit langit kamar.

“Gatau kapan aku jatuh hati sama kamu, oh. Roti karamel, roti karamel yang kamu kasih enak banget. Tapi sayang nya setelah beberapa saat aku sadar kalo itu buatan Brama.” Angga meneteskan air matanya perlahan sambil mendengarkan Angkasa bercerita.

“Aku cuek banget ga sih? Gamau banget sama yang namanya Angga, tapi eh sekarang malah aku yang terlalu sayang.”

“Angga, maafin aku ya? Udah bikin kamu sejatuh cinta itu sama aku. Seharus nya kamu gaboleh sejatuh itu, sakitnya entar kelebihan ahah.”

“Kak jangan bilang gitu deh, aku ga disuruh pun sayang banget sama kak Kasa.” “Kak, sembuh ya?” Kata Angga terisak.

“Iya. Janji! Btw, how was your day, dek? Mau cerita sesuatu ga? Aku dengerin sampe ketiduran ya?”

“Gaada apa apa hari ini, kemarin aku tidur di kamar kakak di temenin mama soalnya aku nangis terus semaleman kangen sama kak Angkasa.” Angkasa terkekeh.

“Dasar, jangan diambil itu mama Angkasa, tapi abis ini juga jadi mama Angga.”

Angga tertawa kecil melihat kelakuan tunangannya itu. Sesekali dia melihat Angkasa. Dia masih terlihat tampan walaupun tertutup alat medis.

Dia sangat takut jika hari ini terjadi apa apa dengan Angkasa, jadi dia menggenggam tangannya erat.

“Lanjutin.”

“Terus sekitar jam 3 aku bangun keluar kamar mandi sempet keseleo di tangga karna liat penampakan. Eh ternyata itu papa lagi lembur di meja makan. Apes deh aku ahaha.”

“Hh.” Angkasa terkekeh.

“Terus papa bukannya bilang aku kenapa malah tanyain tangga nya rusak apa engga, emang selera humornya kak Angkasa sama papa itu beda tipis ahaha.”

“Tadi pagi yang paling menengangkan waktu kak Talisha ngechat aku pake hp nya-”

Tiiiiittttttt

Angga terkejut saat alat elektrokardiograf disamping Angkasa menunjukkan garis lurus dan berbunyi kencang.

Angga panik bukan main. Lalu dia berlari keluar dan berteriak “Talisha! Dew! Gue butuh kalian gue butuh! Talishaa!”

Setelah menemukan Talisha dan Dew, mereka segera berlari ke ruang melati dimana Angkasa berada.

“Ekg nya bunyi terus garisnya jadi lurus. Kak please gue takut, bilang kalo alatnya rusak.”

“Dew ambilin Kejut jantung!!” Perintah Talisha yang langsung di respon Dew.

Angga terduduk menangis di pojok ruangan dan ketakutan, dia takut semua yang dia pikirkan selama ini akan terjadi.

“1 2 3!” Talisha berusaha sangat keras sekarang.

“Angga, keluar dulu ya? Pak mahen sama bu Alena di depan.” Kata Dew yang di balas anggukan Angga.

“Papa! Mama! Angkasa.” Kata Angga yang lalu duduk di sebelah mereka sambil menangis.

“Gapapa Angga gapapa, Talisha lagi berusaha kita harus percaya ya?”

Kata Alena sambil memeluk Angga dan mengusap punggungnya.

Setelah menunggu beberapa saat, paramedis yang membantu Angkasa keluar dari ruangan termasuk Dew dan Talisha.

Talisha, dia menangis. Dew, dia mencoba menenangkan Talisha. Wajah Dew juga sangat pucat dan terlihat penuh kesedihan

“Kak Talisha. Ngomong. Gimana Angkasa?” Tanya Angga yang hanya di beri gelengan oleh Talisha.

“Kak Dew, kak Dew jawab kak. Kak!” Angga menggoyang goyangkan tubuh Dew dan hanya di balas gelengan juga.

Angga masuk paksa kedalam ruangan dan menemukan perawat yang menutup Angkasa dengan kain putih.

“Bu ini mimpi kan? Ini bukan Angkasa kan? Angkasa di pindahin ya? Dimana dipindahinnya?”

“Maaf mas, itu mas Angkasa.”

“Enggak engga enggak! Dia janji buat sembuh dia janji. Mah! Pah! Bilang sama Angga kalo Angkasa masih hidup. Bilang kalo ini mimpi.”

Angga membuka kain tersebut dan melihat wajah Angkasa yang pucat. Alena dan Mahen hanya menangis dari balik pintu dan tidak berani masuk.

“Kak? Ketiduran kan?” “Kak aku belum selesai cerita, kak?”

Angkasa diam. Tidak ada suara apapun selain detik jam di ruangan itu.

“Kak. Udah ga sakit ya?” Tanya Angga sambil terisak.

“Tidur yang tenang ya? Angga disini.”

Semesta nya hancur, segalanya hancur. Orang satu satunya yang dia sayangi dan cintai sudah berpulang ke rumah yang lebih indah.

Angga menatap cincin tunangan yang masih terpaut di jari manis tangan kirinya. Dia semakin sakit. Bagaimanapun di dunia ini tidak ada yang abadi.

Sebenarnya Angga sudah sangat siap jika harus kehilangan Angkasa sewaktu waktu. Begitupun Angkasa. Tapi ternyata, Angga yang harus merasakannya duluan.

Istirahat yang tenang, Angkasa. Langit sudah menunggu kehadiranmu, dibawah sini seseorang akan terus memandangmu lewat bintang.

xxpastelline

#Melati

Angkasa khawatir dengan Angga hari ini, padahal dia yang akan menuju ke rumah sakit saat ini. Alih alih mengkhawatirkan kesehatannya, dia cemas memikirkan Angga.

Memang kalau cinta, sudah buta akan segalanya.

“Telpon angga apa ga ya?” “Telpon aja, entar marah marah lagi.”

tut tut tut

“Halo mas?” Angkasa berusaha sangat keras tidak teriak saat ini. Dia belum terbiasa dengan panggilan itu, dia hanya tersenyum menahan salah tingkahnya.

“Iya dek, maaf baru ngabarin sekarang hari ini kita ga ke wo dulu ya?” Kata Angkasa tiba tiba yang mendapat respon diam. Mungkin Angga syok kenapa Angkasa bisa semudah ini membatalkan rencana.

“Gabisa dong mas, kamu ngapain? Kan udah janji sama wo nya hari ini bahas dekor nya.”

“Maaf dek, tapi aku sekarang otw ke rumah sakit. Aku gaenak badan, ngerasa aneh makanya mau ke Talisha sekarang.”

“Kok ga bilang sih mas, aduh aku otw. Kamu dianter sapa ini?”

“Maaf bikin khawatir, aku pake grab.”

“Tunggu aku kesana.”

“Iya makasih dan maaf ya.”

“Gapapa, daripada kita lanjut entar kamu tambah sakit gimana coba.”


Angkasa sudah berada di ruang perawatan dan segera menemui Talisha selaku dokter jaga disana. Dan dia tak sengaja bertemu Dew.

“Eh Angkasa. Lo kenapa lagi? Pucet gitu. Jangan jangan lo ngeluh tentang sesuatu ya?” Kata Dew sambil memegang perut Angkasa yang disana terdapat dua ginjal hasil transplantasinya.

“Aduh. Jangan di teken Dew.” Jerit Angkasa lirih.

Dew lalu memasang wajah khawatir.

“Eh itu Talisha. Angkasa mending lo di ronsen dulu. Gue mau liat.”

“Oke.”

“Talisha, Angkasa kita ronsen aja dulu ya.”

“Aku takut ada komplikasi.” Bisik Dew kepada Talisha

Angkasa terlihat gugup. Lagi lagi yang dia takutkan adalah mengecewakan Angga. Terlepas dari kesehatannya, Angkasa lebih takut dengan kekecewaan Angga.

“Talisha, gue ga kenapa napa kan?” Kata Angkasa yang yang melihat raut wajah Talisha yang tidak karuan.

“Em Angkasa sorry to say, tapi sebelum transplantasi gue yakin ginjal yang lo terima itu sehat.”

Angkasa menunggu kata selanjutnya.

“Lalu?”

“Tapi kenapa salah satunya gagal berfungsi.” Kata Talisha sambil menunjuk hasil ronsen yang ada di atas meja.

Angkasa menghela nafas berat. Dia merasa sangat bersalah sekarang.

“Hais, gue gimana?”

“Lo harus rawat inap setidaknya seminggu, kita harus liat perkembangan lo secara dekat. Sebenernya boleh di rumah tapi gue gayakin lo bisa diem doang, pasti entar keluar kesana kemari malah bikin fatal.”

“Tapi tal 3 hari lagi-”

“Angkasa, don't worry about that. All you have to do itu sembuh.” “Acaranya batalin dulu. Gue tau ini bakal bikin semua orang kecewa, entar kalo tau yang sebenernya kan paham juga.”

“Ruang melati kan?” Tanya Angkasa.

“Heem.”

Angkasa hafal sekali di rumah sakit ini kamar untuknya hanya ruang Melati. Ruangan khusus penyakit dalam dan terletak paling ujung di gedung rumah sakit.

Banyak kenangan yang tidak terlupakan di ruangan itu. Ruangan dimana bisa membuat orang yang paling dia sayangi menangis dan memohon.

“Mas Angkasa!” Panggil Angga dari kejauhan menuju kepada Angkasa yang sudah memakai baju pasien. “Mas-”

“Maaf Angga.”

Angga lalu memeluk Angkasa erat sambil berbisik,

“Kamu kenapa pake baju pasien? Jangan bilang..”

“Ruang melati, Ngga.” Untuk kesekian kalinya hati Angga terasa sakit. Hidup berjalan seperti ini. Setelah hari bahagia pasti ada hari yang buruk.

Angga berjalan pelan tidak percaya harus menuju ke ruangan paling dia takuti selama ini, dia berharap tidak kembali kesini lagi.

“Angga, ikut gue keluar bentar ya?” Ajak Talisha. “Angkasa baring aja entar perawat ngasih infus, tunggu.”

Angga keluar dengan badan yang lemas dan lesu.

“Ngga, gue tau ini berat apalagi 3 days later kalian mau bikin acara besar. Tolong ngertiin Angkasa ya Ngga? Terima Angkasa apa adanya ya? Gue sama paramedis disini berusaha yang terbaik.”

“Kak, kapan sih gue ngeluh tentang Angkasa? Gapernah kak. Walaupun kadang gue marah, Angkasa aja ngabarin gue pas di jalan menuju kesini.”

“Kabarin yang lain ya Ngga? Tenangin diri, gue panggilin Dew abis ini okay.”

“Kak Talisha, gue tau lo dokter terbaik buat Angkasa, so please rawat Angkasa.”

“Iya Angga.”

xxpastelline

#Melamarmu.

Angkasa tampak tampan di depan kaca dengan setelan kemeja hitam yang dia pakai untuk acara sakral malam ini.

tut tut tut tut Suara nada tunggu telepon Angkasa yang menelpon Angga.

“Halo? Sayang?”

“Apaan sih sayang sayang segala. Malem ini jadi makan malem sama papa mama?” Omel Angga dalam telpon.

“Jadi lah, pake jas ya? Malem ini spesial pake telor kata papa disuruh pake jas.” Kata Angkasa sambil melirik kearah luar kamar yang disana ada Mahen sedang berdiri gagah.

“Yah panas dong? Yaudah gapapa demi mertua apa sih yang engga yakan.”

“Yee mertua mertua belum juga jadi mantu songong amat sih. Jangan kebelet nikah, gabaik.”

“Yang kebelet sapa.”

“Yaudah cepet gih kesini.”

“Iya sayang ku bentar”

“Tadi gamau dipanggil sayang sekarang manggil sayang.”

tutt Suara telpon yang terputus.

Entah kenapa mereka selama berpacaran jarang sekali mengucap kata “Sayang.”

Bagi Angkasa sendiri, memanggil namanya (Angga) saja sudah menunjukkan rasa sayang yang besar. Jadi dia memanggil Angga dengan nama.

“Pah, Kasa deg deg an.”

“Jangan deg deg an. Nanti salah ngomong malu nya seumur hidup ahahaha.”

“Waktu papa ngelamar mama gimana?”

“Kamu jadi mama ya, papa praktekin.” “Nih papa pegang cincin. Papa ga berlutut. Tapi berdiri.” “Alena, kamu cantik melebihi apapun di dunia ini. Hatiku seperti gurun sebelum kamu datang dan menyiraminya dengan cintamu. Ayo kita abiskan waktu bersama nyabut rumput liar dan menikmati mekarnya bunga, jadi mau nikah sama aku?”

Angkasa terenyuh. Ternyata kata kata Mahen cukup romantis.

“Papa bisa romantis, tapi Angkasa gabisa.”

“Bisa. Percaya pasti bisa.”


Angga menyetir mobilnya bahagia, entah kenapa serotonin nya bekerja keras malam ini. Seperti akan ada kejadian besar.

Boy, you got me hooked on to something Who could say that they saw us coming? Tell me Do you feel the love?

“Ya bayangin aja Angkasa tiba tiba nyanyi kaya gitu ahaha.” Gerutu Angga sendiri di mobil

Tak terasa dia sudah memakirkan mobilnya di garasi Angkasa. Terlihat rumah nya gelap gulita, Angga mulai berpikir apakah dia salah membaca undangannya.

“Rumah Angkasa, 18.30 Angga. Aku tunggu.” Setelah dia baca lagi, dia tidak salah. Tapi kenapa gelap begini batinnya.

Angga mencoba menelpon Angkasa berkali kali namun tidak ada jawaban. Dia mencoba mengetuk pintu berkali kali juga tidak ada yang menyahut.

Lalu Angga berinisiatif membuka pintu dan ternyata bisa dibuka.

yaiyalah bisa dibuka, itu pintu ayy. -Satya

diem satya.

ok maaf

Yang dilihat Angga pertama kali adalah dining table yang sudah penuh dengan makanan dengan lilin yang menyala. Tapi tidak ada orang disana.

“Kak Angkasa? Papa? Mama?” “Kok gelap gini sih? Belom bayar token listrik ya? Gamau main petak umpet.”

Setelah menunggu beberapa menit berdiri dan melihat sekitar, Angga menemukan banyak bunga bunga di sudut rumah.

“Kok banyak bunga sih? Ini mau gabung sekte sesat ya? Makanya matiin lampu sama nyalain lilin.” Kata Angga yang mulai panik.

Tiba tiba tv di ruang tamu menyala dan menunjukkan foto nya dan Angkasa. Di dalam foto itu tertulis,

Coba jalan ikutin bunga yang ada di pojok rumah. You will find me. -Angkasa

“Apaan si pake gini ginian. Kan ga keliatan.” Kata Angga sambil menyalakan flash hp nya.

Dan dia sadari perlahan ada musik yang mengiringi.

Heart beat fast~~ Colors and promises~~

Angga tersenyum saat lagu itu di putar, entah darimana datangnya salah tingkah ini.

How to be brave?~~ How can i love when i'm afraid to fall?~~ But watching you stand alone~ All of my doubt suddenly goes away somehow~ One step closer~

Angga masih meraba raba menuju kemana bunga bunga ini, sebenarnya dia sudah terenyuh daritadi. Hanya malu untuk menunjukkan.

“Kak-” “Woah.” Kata Angga yang sudah sampai di ujung bunga terakhir.

Dia melihat banyak bunga dan balon. Lilin yang berbentuk hati, dan seorang yang gagah berdiri menggunakan jas hitam rapi dan berbau harum disana.

“K-kak Angkasa?” Jantung nya berdegup sangat kencang sekarang, bahkan tangannya gemetar.

“Angga,” Katanya lirih. Terdengar santai namun romantis, sepertinya dia sudah berlatih dengan baik tadi.

Angga berdiri mematung menunggu Angkasa menghampiri dan meraih tangannya masuk ke ruangan itu.

“Aku bukan orang humoris. Apalagi orang romantis,” “Berjuta rasa yang tak mampu di ucapkan kata kata. Dengan berbagai cara kamu bikin aku bahagia,”

Angga semakin mematung, merasa seperti ini bukan kenyataan. Dia tak pernah merasa se meleleh ini. Padahal Angkasa baru mengucapkan beberapa kata saja.

“Kamu itu jawaban atas segala pertanyaan. Maukah kamu jadi pilihan ku? Jadi yang pertama dan terakhir? Yang selalu ada di setiap aku membuka mata?”

“Kak-” Angga menangis haru.

“From this day forward, you shall not walk alone. My heart will be your shelter and my arms will be your home. Will you marry me?”

tepok tepok Angkasa menepukkan tangannya sebagai tanda “Ini saatnya” kepada rekan rekannya yang ada di balik semua ini.

“Ayo Angga diterima ngga?” Tanya Mahen yang ternyata sedari tadi bersembunyi di balik pintu.

“Terima ga ngga? Angkasa gabakal tanya lagi loh.” Sahut Satya.

“Yok terima yok bisa yok. Kata katanya Angkasa udah bagus tadi. Dia latihan ngelamar kaya mau wamil sampe kebelet berak beberapa kali.” Kata Dyaksa.

Angga menatap Angkasa lumayan lama dan akhirnya menjawab,

“Iya. Let's get old together.” Kata Angga.

Angkasa memasangkan cincin di jari manis tangan kiri sementara ini sebelum menikah.

Setelahnya Angkasa memeluk Angga sambil menangis gembira, tidak ada kata kata yang bisa dijelaskan untuk perasaan malam ini.

Angkasa lalu mengecup bibir Angga lembut. Mungkin Angkasa lupa sedang di saksikan papa, mama, dan teman temannya.

“Hoi hoi udahan udahan, masih banyak orang. Entar malem lanjut hahahah.” Sahut Ravi.

“Yaudah yuk makan malem dulu?” Ajak mama Angkasa.


“Aduh yang baru lamaran gausah tatapan kali. Gabakal kemana mana iti calonnya, fokus makan.” Kata Sita menyindir.

“Udah sih yang, biarin aja namanya juga baru lamaran. Pasti kaya gitu. Kaya kamu gapernah aja.” Tegur Dyaksa.

Makan malam kali ini paling spesial menurut Angga. Tidak akan dilupakan sampai kapanpun. Sekarang Angga sudah mempunyai teman hidup yang akan dia jaga sampai nanti.

#Pulih.

Sekitar jam 3 sore Angga baru keluar dari kantornya dan lekas ke Rumah sakit untuk menengok Angkasa.

Rasanya berat sekali untuk Angga bertemu Angkasa dengan keadaan seperti itu. Seperti yang kalian tau, Angga sangat lemah jika itu menyangkut Angkasa.

Dalam perjalanan Angga hanya memikirkan keadaan Angkasa. Bagaimana bisa dia sejatuh ini pada Angkasa hingga tidak bisa berpaling dan menjauh.

Dia sudah terlalu sayang sampai takut sekali kehilangan, dia ingin kata “menghilang” musnah dari dunia hingga tak ada kata perpisahan.

Sesampainya di Rumah sakit Angga langsung menuju ke kamar Melati dimana Angkasa di rawat.

“Kak, aku balik.” Angga menghela nafas menemukan Angkasa masih terbaring dan tidak bergerak.

“Halo? Kak Talisha gue udah di rs ya.”

“Iya ngga, jagain dulu ya? Gue masih banyak pasien.”

“Kak, ayo bangun dong. Aku bawa makanan banyak banget masa gamau bangun.”

“Ah iya aku lupa kakak masih gaboleh makan aneh aneh.”

Angga mendudukkan dirinya di samping ranjang Angkasa. Menatap Angkasa seperti ini membuat hatinya sakit.

Angga meraih tangan Angkasa dan menggenggam nya seolah tidak ingin melepasnya.

“Kak, hei aduh kan aku ngomong sendiri lagi. Gatau ya aku suka dan sering banget ngomong sendiri sama kakak.”

“Aku takut banget demi apapun.” Kata Angga meneteskan butiran yang sedari tadi dia tahan.

“Kak, aku tau kakak bisa denger aku.” “Gabisa liat kakak gini terus. Hiks.” Tidak ada angin apalagi petir yang menyambar Angga tapi tangisan nya semakin menjadi.

“Ini ngapain sih nangis orang udah bangun.” Kata Angkasa lirih.

Angga mengusap air matanya kasar dan mata yang terbuka lebar. Dia kaget tiba tiba Angkasa berbicara.

“K-kak Angkasa? Udah bangun beneran? Bentar aku panggil sus-”

“Gausah, aku udah bangun daritadi cuma lagi tidur.”

“Kak Talisha sama kak Dew tau?”

“Tau lah tadi Dew jaga disini. Jangan nangis lagi kaya tadi, aku udah baik gausah khawatir.”

“Gimana caranya aku ga khawatir? Itu tabung oksigen, infus, obat, segala macem di tempelin di badannya kakak gimana caranya aku ga khawatir?”

“Tapi kan sementara ini itu yang bikin aku bertahan, Angga.”

Angga menatap wajah Angkasa yang biasanya ceria dan penuh tawa sekarang menjadi pucat.

“Kak,”

“Hmm?”

“Jangan pergi lagi ya?”

“Emang aku bakal kemana lagi sih ngga?”

“Yaa sapa tau.” “Kak.”

“Heem?”

“Sembuh ya.”

“Ini udah menuju sembuh. Demi Angga.”

“Gak lah demi kak Angkasa sendiri ngapain demi aku coba.”

“Kalo gaada Angga, gaada alasan buat hidup.”

“Hilih.” “Btw, kemaren Bella ngetweet gws terus ngetag kakak dijawab apa?”

“Emm bentar bentar kayanya aku punya meme yang pas aahahah”

xxpastelline