MusimGugur97


Sehun ingin melempar Jongin sebenarnya dengan sepatu karena lancar sekali sih menggodanya. Toilet memang ramai, tapi tadi sebelum Sehun masuk.

Sekarang sih sudah sepi dan Sehun sengaja berfoto-foto sendiri untuk update storynya. Outfitnya sudah bagus, dan kebetulan restorannya lumayan bagus.

Dia harus mengakui Jongin punya selera bagus soal memilih tempat.

Jadi wajar saja dia lama karena mengambil banyak pose depan kaca toilet. Bukan berdandan seperti godaan Jongin!

Sehun bukan seperti perempuan yang akan touch up di toilet restoran padahal belum makan. Dia hanya pakai lipbalm lagi karena bibirnya kering. Berarti tidak berdandan kan?

Sehun kembali dengan bibir dicebikkan tapi dia tidak mau terlihat kekanakan depan Jongin. Jadilah dia diam saja saat duduk kembali.

Dihadapannya sudah tersaji beberapa menu seafood. Sehun menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Jongin saat memesan. Dia tidak pilih-pilih makanan kecuali pantangan satu hal.

“Sehun tidak ada alergi seafood kan?”

“Tidak. Tapi aku tidak bisa makanan pedas.”

Jongin terdiam. Dia menarik piring berisi olahan ikan dengan bumbu gelap. Lada hitam.

“Yang lain tidak pedas kok. Aman.”

Sehun mengangguk dan keduanya mulai menikmati hidangan. Saat mencoba menu kerang, Sehun menggerakkan kakinya senang dibawah meja karena rasanya cocok dengan selera nya.

Mungkin Sehun memang harus mengakui jika Jongin punya taste tersendiri yang cocok dengannya.

Tidak ada yang salah dengan menu lainnya. Sehun suka-suka saja olahan udang dan ikan. Ketika makan campuran cumi barulah Sehun terdiam.

Jongin yang melihat langsung memanggil Sehun. Tapi masih diabaikan.

Hingga akhirnya Sehun meletakkan sendok dan menghentikan makannya. Air minum diteguk habis setelahnya.

“Tidak suka cumi nya?” tanya Jongin pelan. Sehun memejamkan matanya sambil menggeleng.

Senyum diberikan Sehun sebelum akhirnya bicara, “Masakan Cumi ini pakai jahe ya?”

Jongin mengangguk. Dia juga merasakan ada sensasi pedas jahe saat mencoba olahan cumi.

“Aku tidak bisa makan pedas Jongin. Dan... punya alergi jahe hehe.”

Sehun bicara dengan pelan sambil tersenyum mencoba biasa. Berbanding terbalik dengan Jongin yang merasa detik itu dunianya runtuh mendadak.


Jongin memang bercanda dalam pesannya. Tapi ketika melihat Sehun mengetuk jendela dan masuk dalam mobilnya, rasanya Jongin dipaksa berhenti bernapas sesaat.

Sehun datang dengan outfit yang sederhana namun memiliki efek maha dahsyat bagi Jongin, ditambah wangi parfum yang lembut seperti aroma permen kapas sanggup membuat Jongin mengedip berulang kali.

“Hei, Jongin?”

“U-uh ya?”

“Kita menunggu apa?”

“Oh maaf-maaf. Kita jalan sekarang.”

Jongin lalu menjalankan mobilnya meninggalkan apartemen Sehun.

Radio di setel hanya untuk mengisi hening diantaranya. Keduanya masih betah diam. Yang satu bingung memulai percakapan, yang satu bingung menunggu diajak bicara.

Jongin yang melirik Sehun sedang memainkan tali tudung hoodienya akhirnya mencoba membangun topik perbincangan.

“Itu hoodie keluaran SM Collection?” pertanyaan akhirnya terlontar. Sehun sedikit mendongak, sebelum akhirnya mengangguk.

“Iya, seri limited sih, katanya.” Sehun menjawab seadanya.

“Kenapa katanya? Kalau limited bukannya memang terbatas?”

“Seperti tidak tahu brandku, kalau pasar menjanjikan pasti di-release lagi.”

“Dengan model yang berbeda dan harganya lebih mahal dari saat punyamu?”

Anggukan diberikan Sehun. Jongin tahu saja seluk beluk kotor dunia permodelan ini.

“Jangan dibawa perasaan soal itu, yang penting kau sudah melakukan tugasmu. Soal mereka yang curang bukan urusanmu. Kalau mereka tidak bayar kau sesuai kontrak baru protes!”

Keduanya tergelak menertawakan komentar Jongin, radio tiba-tiba berhenti siaran.

“Siarannya mati?”

“Mungkin. Kau ada playlist lagu? Putar saja.”

“Playlistku isinya lagu melankolis. Tidak cocok suasana begini. Pakai punyamu saja.” Sehun menolak cepat.

“Punyaku malah isinya instrumen saja. Atau lagu dance bit cepat. Yakin mau?” Jongin menaikkan alisnya ketika berhenti di lampu merah.

Mereka terkekeh bersamaan. Jongin lalu menyodorkan ponselnya lagi kepada Sehun. Yang diberikan ponsel hanya menatap bingung.

“Berikan id Spotifymu, kita buat playlist saja bagaimana?”

Tawaran Jongin langsung diangguki Sehun. Sebuah solusi yang entah mengapa seperti memang ditunggu Sehun.

“Mau lagu apa?”

“Lagu lawas?”

“Era 90?”

“Bukan. Era 2000an?”

“Oh! Boleh!”

Sehun segera mencari lagu-lagu jaman mereka masih sekolah. Memasukkan beberapa lagu yang disetujui Jongin dalam playlist buatan mereka.

“Judul playlist nya apa?”

Jongin nampak berpikir dengan pertanyaan Sehun.

“Kau ada ide?”

“Umm... Nostalgia?”

Gelengan diberikan Jongin. Dia tidak mau yang biasa saja.

“Sini.”

Jongin mengambil ponselnya ketika mobil sengaja dipinggirkan. Mengetik beberapa kata kemudian menyimpannya. Lagu pun terputar di speaker mobil yang di koneksi nirkabel dengan ponselnya.

Sehun dibuat penasaran akhirnya membuka ponsel yang sudah menyambung juga dengan playlist Jongin.

Pipinya langsung memanas melihat judul playlist, pandangannya dibuang menjauh membiarkan Jongin melajukan kembali mobilnya menuju restoran ditemani lagu-lagu pilihannya.

Bagaimana pipinya tidak panas? Kalau judul playlist yang dibuat Jongin adalah

Backsound Kencan


Jongin memang bercanda dalam pesannya. Tapi ketika melihat Sehun mengetuk jendela dan masuk dalam mobilnya, rasanya Jongin dipaksa berhenti bernapas sesaat.

Sehun datang dengan outfit yang sederhana namun memiliki efek maha dahsyat bagi Jongin, ditambah wangi parfum yang lembut seperti aroma permen kapas sanggup membuat Jongin mengedip berulang kali.

“Hei, Jongin?”

“U-uh ya?”

“Kita menunggu apa?”

“Oh maaf-maaf. Kita jalan sekarang.”

Jongin lalu menjalankan mobilnya meninggalkan apartemen Sehun.

Radio di setel hanya untuk mengisi hening diantaranya. Keduanya masih betah diam. Yang satu bingung memulai percakapan, yang satu bingung menunggu diajak bicara.

Jongin yang melirik Sehun sedang memainkan tali tudung hoodienya akhirnya mencoba membangun topik perbincangan.

“Itu hoodie keluaran SM Collection?” pertanyaan akhirnya terlontar. Sehun sedikit mendongak, sebelum akhirnya mengangguk.

“Iya, seri limited sih, katanya.” Sehun menjawab seadanya.

“Kenapa katanya? Kalau limited bukannya memang terbatas?”

“Seperti tidak tahu brandku, kalau pasar menjanjikan pasti di-release lagi.”

“Dengan model yang berbeda dan harganya lebih mahal dari saat punyamu?”

Anggukan diberikan Sehun. Jongin tahu saja seluk beluk kotor dunia permodelan ini.

“Jangan dibawa perasaan soal itu, yang penting kau sudah melakukan tugasmu. Soal mereka yang curang bukan urusanmu. Kalau mereka tidak bayar kau sesuai kontrak baru protes!”

Keduanya tergelak menertawakan komentar Jongin, radio tiba-tiba berhenti siaran.

“Siarannya mati?”

“Mungkin. Kau ada playlist lagu? Putar saja.”

“Playlistku isinya lagu melankolis. Tidak cocok suasana begini. Pakai punyamu saja.” Sehun menolak cepat.

“Punyaku malah isinya instrumen saja. Atau lagu dance bit cepat. Yakin mau?” Jongin menaikkan alisnya ketika berhenti di lampu merah.

Mereka terkekeh bersamaan. Jongin lalu menyodorkan ponselnya lagi kepada Sehun. Yang diberikan ponsel hanya menatap bingung.

“Berikan id Spotifymu, kita buat playlist saja bagaimana?”

Tawaran Jongin langsung diangguki Sehun. Sebuah solusi yang entah mengapa seperti memang ditunggu Sehun.

“Mau lagu apa?”

“Lagu lawas?”

“Era 90?”

“Bukan. Era 2000an?”

“Oh! Boleh!”

Sehun segera mencari lagu-lagu jaman mereka masih sekolah. Memasukkan beberapa lagu yang disetujui Jongin dalam playlist buatan mereka.

“Judul playlist nya apa?”

Jongin nampak berpikir dengan pertanyaan Sehun.

“Kau ada ide?”

“Umm... Nostalgia?”

Gelengan diberikan Jongin. Dia tidak mau yang biasa saja.

“Sini.”

Jongin mengambil ponselnya ketika mobil sengaja dipinggirkan. Mengetik beberapa kata kemudian menyimpannya. Lagu pun terputar di speaker mobil yang di koneksi nirkabel dengan ponselnya.

Sehun dibuat penasaran akhirnya membuka ponsel yang sudah menyambung juga dengan playlist Jongin.

Pipinya langsung memanas melihat judul playlist, pandangannya dibuang menjauh membiarkan Jongin melajukan kembali mobilnya menuju restoran ditemani lagu-lagu pilihannya.

Bagaimana pipinya tidak panas? Kalau judul playlist yang dibuat Jongin adalah

Backsound Kencan


Sehun langsung meluncur keluar kamarnya setelah membalas pesan tidak jelas Kai -oke dia disuruh memanggilnya Jongin.

Dia mengiyakan ajakan Jongin karena memang mendapat jatah libur sampai lusa. Sebelum pemotretan untuk iklan dihari berikutnya.

Daripada dia mati kebosanan menonton series rom-com, lebih baik mencari teman mengobrol. Kebetulan Jongin menawarkannya.

Ia tidak tahu, rasanya begitu semangat. Padahal hanya ajakan makan malam, tapi bagi Sehun seperti akan kencan pertama.

Sehun sudah membongkar lemari berisi pakaian-pakaian mahal dan bermerek. Mengacak pakaian favoritenya, memadupadankan didepan cermin.

“Sepertinya ini cocok. Ah tapi terlalu mencolok.” gumamnya setelah mencoba celana gombrong dengan vest merah yang membalut turtle neck.

“Apa ini? Tapi suram sekali.” omel dirinya sendiri setelah melihat pantulan cermin dia menggunakan kaos hitam, jaket kulit hitam dan celana jeans hitam.

“Ah! terserah!” jeritnya sebelum melirik hoodie warna abu-abu dan celana kain warna coklat muda.

“Baiklah, ini hanya makan malam Sehun, pakai baju biasa saja.”

Sehun dengan mantap memutuskan untuk mengenakan hoodie dan celana kain terakhir pilihannya. Diliriknya jam dinding dekat lemari.

Masih tersisa dua jam dari waktu yang dijanjikan Jongin untuk menjemputnya. Tapi Sehun langsung kalang kabut melihatnya.

“Astaga! Belum pilih sepatu! Aduh aku pakai jam tangan tidak ya? Bawa waist-bag? Rambutku belum ditata! Sialan!”

Suara berisik dari walk-in-closet Sehun mengisi menit-menit berikutnya karena sang pemilik yang sibuk sendiri dengan aksi pilih-pilihnya.

Padahal, Sehun pakai baju apapun pasti akan tetap terlihat menawan. Bukankah Jongin sudah mewanti-wanti untuk pakai pakaian biasa?

Takut salah menjemput bidadari yang dengan tak tahu dirinya selalu ingin tampil sempurna ini.


Kai masuk dalam gedung studio foto yang sudah ditentukan dalam undangan. Hari ini dia akan mengadakan rapat konsep dengan brand sekaligus bertemu partnernya nanti.

Manajer Kai menunjukkan ruangan yang kemarin sudah didatanginya saat deal dengan studio foto. Kai disambut hangat oleh staff juga fotografernya langsung. Bahkan ia juga ditawari kopi.

Belum sempat menjawab, atensi satu ruangan menyapa sosok dibelakang Kai. Model dan tentu saja brand ambasador yang akan berkolaborasi dengannya nanti. Oh Sehun.

Penawaran kopi juga ditujukan kepada Sehun. Kai juga masih ditunggu jawabannya oleh seorang staff. Lucunya mereka kedua menjawab kompak.

“Es Americano/Eh?”

“Oke, es Americano dua ya.”

Staff itu kemudian pergi. Kai dan Sehun duduk bersebelahan, berhadapan langsung dengan sang fotografer.

“Kalian mengobrol dulu ya, aku ada telpon sebentar. Sekalian membangun kekompakan.”

Mereka berdua ditinggalkan. Sehun dan Kai hanya saling mengangguk malu-malu.

“Kau kelahiran tahun berapa?” Kai yang lebih dahulu membuka suara. Sehun sempat menelan ludah dahulu sebelum menjawab.

“94, Sunbae.”

“Kita sepantaran ternyata. Salam kenal, teman!”

Sehun hanya tersenyum kecil sambil menyambut uluran tangan Kai, “Tapi kau lebih senior dibanding aku.”

“Hubungan teman ya teman, senior junior itu hanya saat pekerjaan. Hari ini belum mulai pekerjaan, berarti aku temanmu. Tidak perlu kaku begitu.”

Kai sudah tersenyum lebar. Dia cukup lega jika partnernya seumuran dengannya. Dia tidak perlu canggung ataupun risih. Sepertinya Sehun juga orang yang asik.

Melihat Kai yang tersenyum lebar, Sehun ikut tertular senyum. Mereka mulai bicara soal project-project yang dikerjakan. Keduanya tak sungkan saling memuji atau berdecak kagum dengan pencapaian masing-masing.

Kedua model ternama itu larut dalam perbincangan seru hingga tak sadar jika staff yang membawakan mereka kopi sudah tiba dan sang fotografer sudah kembali.

Kai menyodorkan ponselnya dibawah meja kepada Sehun, sambil berbisik pelan ditengah kegaduhan soal foto konsep dan referensi fashion.

“Keberatan kalau kita lanjutkan percakapan diluar pekerjaan? Teman?”

Sehun mengangguk pelan lalu mengambil ponsel Kai, mengetikkan nomornya dan mengirim pesan untuk dia simpan.

Hari itu, awal perjumpaan mereka tapi rasanya seperti bertemu dengan kawan lama. Kai dan Sehun diam-diam menyembunyikan degub masing-masing.


Daniel dan Jihoon memasuki kamar hotel yang sudah disiapkan Ibu Daniel. Pesta pernikahannya memang tidak besar dan meriah, tapi tetap saja menghadapi sekian banyak undangan cukup menguras tenaga mereka.

“Mandi dulu, Ji.” tegur Daniel ketika Jihoon langsung menjatuhkan tubuhnya dikasur.

Cobaan malam itu

Cobaan malam itu

Mereka hanya bisa saling menatap lalu membiarkan angin merebut suasana

[HyunWoo] Just Two of Us


Siang yang cerah, Eunwoo menyeruput kopinya lagi. Tangannya beralih untuk mengambil buku. Sambil menunggu lebih baik dia menambah wawasannya dengan buku yang sudah direkomendasikan seorang staff kepadanya.

Ya, Eunwoo menunggu kedatangan teman circlenya. Hari ini kawan-kawannya –geng 97line akan berkumpul. Berhubung Eunwoo yang paling dekat dengan lokasi titik temu mereka, jadilah dia tiba lebih awal.

Tak lama ponsel bergetar tanda telpon masuk dari Mingyu. Kawannya bilang dia agak sedikit telat karena harus mampir mengantarkan manajernya. Eunwoo menjawab singkat sebagai permakluman. Mobil hitam tiba-tiba menutupi jendela disamping tempat duduk Eunwoo. Menghalanginya menatap keluar café.

Keluarlah sosok bermasker dari mobil mahal. Kaos putih sederhana, jaket jeans yang ditenteng juga topi yang dibenahi membalut tubuh Jaehyun sambil berjalan masuk dalam café. Ya, Eunwoo hapal betul itu style pakaian Jaehyun yang paling santai.

“Sudah lama?” tanya Jaehyun melepas topi dan duduk di depan Eunwoo. Yang ditanya hanya menggeleng. Karena kenyataannya memang dia belum lama menunggu.

“Aku bahkan belum baca satu bab, kau sudah datang duluan.” Candanya memasukkan kembali buku dalam tasnya.

“Mingyu bilang dia terlambat.” Eunwoo menyampaikan berita ketika Jaehyun meminum milkshakenya.

“Tumben?” tanya Jaehyun heran. Biasanya Mingyu sosok yang paling rajin dan tepat waktu diantara mereka semua.

“Mengantarkan manajer katanya.” Jaehyun mengangguk singkat setelahnya. “Kau? Kesini sendiri?”

Eunwoo mengangguk, “Aku ikut manajer tadi. Sekalian mengantar Moonbin berangkat syuting.”

“Oh, drama baru lagi?”

“Eum. Web drama sih. Tapi aku tak tahu jelasnya, Moonbin main rahasia sekarang.”

Eunwoo sedikit mencebikkan bibir tanda kesal. Membuat Jaehyun meloloskan tawa ringan.

“Kau sendiri tidak memberi tahu ending dramamu kemarin, terima saja. Mungkin dia balas dendam?” Kemudian keduanya tertawa mengisi sepi.

Jaehyun bersiul begitu temannya yang lain datang di pintu masuk. Ada Jungkook dan Yugyeom datang berbarengan.

“Yo. Berangkat sekarang?” tanya Yugyeom ketika sudah melakukan tos pada Jaehyun dan Eunwoo.

“Mingyu belum datang. Tunggu sebentar lagi.” Balas Eunwoo. Yugyeom mengangguk dan duduk disebelah Jaehyun.

“Kau diet lagi ya Eunwoo? Comebackmu sudah lewat kan?” komentar Yugyeom setelah memperhatikan Eunwoo dari dekat.

“Tidak. Aku malah sedang banyak makan. Aku setirus itu ya?” Yugyeom dan Jaehyun mengangguk tanpa sadar bersamaan.

“Padahal aku sudah makan banyak.” Nada bicaranya cukup pelan tapi masih bisa didengar dua orang lainnya.

“Tenang, hari ini kita pesta daging. Kau akan langsung gemuk!” Yugyeom berujar ceria. Eunwoo tersenyum menanggapinya. Jaehyun hanya diam. Dia tahu, ada yang disembunyikan Eunwoo.

Jaehyun tidak mau tanya saat ini. Nanti saja kalau ada kesempatan berdua lagi dengan Eunwoo. Dia akan ajak bicara empat mata.

“Jaehyun, kau bawa mobil?” tanya Jungkook yang datang dengan pesanannya juga pesanan Yugyeom. Jaehyun mengangguk menunjuk samping jendela.

“Kalian bawa mobil?” Eunwoo bertanya. Yugyeom mengangguk dan Jungkook menggeleng.

“Aku diantar Taehyung-hyung tadi. Berarti tinggal menunggu Mingyu ya?” Jungkook bertanya kemudian duduk disamping Eunwoo yang dijawab anggukan oleh kawan-kawannya.

“Ngomong-ngomong, Villa yang kau pesan ada berapa kamar?” tanya Yugyeom pada Jungkook. Jaehyun dan Eunwoo juga menatapnya penasaran.

“Total 4 kamar. Dua kamar suite diluar dekat kolam renang, dua kamar single di main villa. Kalian mau menginap atau tidak? Kalau iya, biar aku request untuk buka kamarnya semua.” Jungkook menyerahkan ponselnya yang berisi detil pemesanan Villa pada Yugyeom.

“Aku sih terserah. Kalau menginap, aku bisa minum alkohol.” Yugyeom berpendapat kemudian menyerahkan ponsel Jungkook ke Jaehyun.

“Aku juga tidak keberatan menginap. Aku masih free hingga lusa.” Jaehyun menyodorkan ponsel Jungkook ke Eunwoo.

Eunwoo nampak berpikir cukup lama setelah melihat gambar Villa yang sudah dipesan Jungkook. Dia ingin menginap, tapi punya janji penting besok.

“Kalau kalian menginap, aku tidak ikut. Besok ada janji. Maaf ya.” Eunwoo meringis meminta permakluman sambil mengembalikan ponsel Jungkook.

Yugyeom sudah berceloteh panjang karena berpikir keputusan Eunwoo tidak seru. Makan daging barbeque itu enaknya malam-malam sambil ditemani alcohol.

“Sejujurnya aku juga tidak bisa, sudah ada janji dengan Taehyung-hyung. Jadi aku hanya memesan untuk acara makan-makan kita saja. Tengah malam aku dijemput lagi.” Jungkook juga menyampaikan alasannya.

“Ah, susah kalau punya teman sudah punya pemilik begini. Kalian tidak bebas.” Komentar Yugyeom yang diam-diam disetujui oleh Jaehyun.

“Memang harusnya ada Mingyu untuk membuat keputusan final.” Celetuk Eunwoo setelah mereka selesai tertawa.

“Oh ya, tanya dia saja. Apapun jawaban Mingyu semua wajib ikut? Bagaimana?” usul Yugyeom.

“Tapi-“ Eunwoo dan Jungkook ingin menolak bersamaan.

“Eitss tidak ada tapi-tapian. Kalau nanti hasilnya menginap, kalian menginap saja. Kau bisa minta Taehyung-hyung menginap juga daripada dia menjemputmu tengah malam. Dan Eunwoo, tenang saja. Besok pagi kau sudah kami kembalikan.”

Mendengar Yugyeom sampai memikirkan solusi begitu, akhirnya Jungkook dan Eunwoo mengangguk setuju. Mereka juga sudah lama tidak bermain dan mengobrol satu sama lain. Tidak akan cukup jika memanfaatkan waktu makan malam hanya sebentar.

Tiba-tiba sosok yang menjadi bahan perbincangan dan penentu keputusan datang dengan terengah.

“Maaf-maaf, mobil manajerku tiba-tiba mogok, aku harus–“

“Menginap atau tidak?”

Belum sempat Mingyu selesai bicara, dia sudah ditodong pertanyaan dari Yugyeom. Alis Mingyu tertaut bingung kala melihat teman-temannya yang lain hanya menatapnya lama.

“Eung –menginap?” Mingyu menjawab dengan ragu. Lalu ke empat orang disana segera bangkit dari duduknya.

“Yo, kau memang temanku paling pengertian.” Yugyeom sudah merangkul Mingyu yang masih clueless.

“Hah? Memang kenapa? Hei, jelaskan dulu.” Mingyu digiring Yugyeom untuk keluar menuju mobilnya tanpa mengidahkan protes dari sang kawan.

“Jungkook, aku dan Eunwoo yang beli daging dan camilan ya?” tiba-tiba Jaehyun bersuara dibelakang Eunwoo dan Jungkook yang berjalan beriringan.

Jungkook mengangguk perlahan, “Kalau begitu aku ikut mobil Yugyeom. Alamatnya sudah aku kirim di grup.” Jaehyun hanya bergumam sebagai balasan.

“Beli daging dan minuman yang banyak. Tahu sendiri kita punya monster daging dan monster alcohol.” Lanjut Jungkook sambil menunjuk dua orang yang sudah masuk dalam mobil Yugyeom.

Akhirnya setelah mobil Yugyeom benar-benar menghilang dari pandangan, barulah Jaehyun dan Eunwoo masuk mobil.

“Kau mau belanja dimana?” tanya Jaehyun ketika mesin mobil dinyalakan. Eunwoo mendengung tanda berpikir sambil memasukkan alamat Villa.

“Kalau belanja di Supermarket kau mau?”

“Boleh. Ada yang dekat atau searah Villa?”

Eunwoo tidak menjawab, dia malah asik melihat-lihat peta digital pada layar mobil Jaehyun.

“Eum… Jaehyun mau memutar lewat Tol tidak?”

Kernyitan heran muncul di kening Jaehyun.

“Kenapa?”

“Kita belanja di Rest Area saja bagaimana?”

Oh. Jaehyun paham maksud terselubung Eunwoo. Dia lalu mengangguk patuh mengiyakan permintaan kawannya.

“Yang penting jangan kalap beli kulinernya.” Peringat Jaehyun dan Eunwoo mengangguk cepat seperti anak anjing yang kegirangan.

“Siap Komandan.”

Lalu mobil Jaehyun melaju mencari rute perjalanan jauh dari rute awal yang ditunjukkan program digital. Biarlah, yang penting kawannya senang Jaehyun jadi tenang.

.

.

.

Jaehyun dan Eunwoo banyak mengobrol sepanjang perjalanan mereka. Hanya sedikit yang tahu kalau mereka itu sebenarnya sangat cocok dalam banyak hal. Topik pembicaraan dan pandangan permasalahan juga selalu imbang.

Makanya tak jarang keduanya sering berbagi curahan hati atau sekadar bertukar pendapat. Keduanya saling nyaman satu sama lain. Karena ya memang, mereka se-nyambung itu.

“Lalu, kau ambil perannya?” tanya Jaehyun begitu mobil mereka menepi masuk jalur khusus menuju Rest Area. Keduanya sedang bahas project pribadi masing-masing.

“Tidak. Manajer melarangku karena sudah terlalu banyak ambil bagian drama musim ini. Aku disuruh istirahat dulu. Makanya sekarang Moonbin yang banyak tawaran drama.”

“Ya bagus. Kau terlalu memforsir dirimu sendiri. Lihat pipimu, sampai tirus sekali.” Jaehyun mencubit pipi Eunwoo sambil satu tangan lainnya mengatur kemudi untuk parkir.

Eunwoo mau protes tapi melihat Jaehyun yang fokus menyetir dengan satu tangan membuatnya terpesona sesaat. Apakah Jaehyun memang bisa seseksi ini ya? Dia baru sadar.

“Tapi benar kata Yugyeom, hari ini kita pesta daging. Jadi kau juga harus makan yang banyak oke?” Jaehyun mengusak rambut Eunwoo ketika mobil sudah benar-benar terparkir sempurna.

Eunwoo bisa merasakan pipinya memanas, dia mengangguk pelan sebagai peralihan.

“Ayo. Hari ini kau boleh coba makan apa saja di stan makanan, aku yang traktir.” Jaehyun lebih dulu turun dari mobil, Eunwoo mengikuti dengan malu-malu.

.

.

.

Jaehyun kembali ke stan makanan setelah meletakkan seluruh belanjaan mereka dalam mobil. Menghampiri Eunwoo yang diam ditengah-tengah food court sambil menatap serius ponselnya.

Tepukan halus di pundak, Eunwoo membuatnya cepat-cepat menghapus airmatanya. Lalu segera memasang senyum kepada Jaehyun. Pemuda Jung memang melihat airmata sempat jatuh, tapi dia tidak mau bertanya jika Eunwoo sendiri tak mau bicara.

“Sudah memesan?” tanya Jaehyun yang dijawab gelengan. Raut sumringah dan semangat Eunwoo menguap hilang.

“Aku bingung, kau saja yang pilih Jaehyun. Aku ke toilet dulu.” Tanpa menunggu reaksi Jaehyun, Eunwoo langsung meninggalkannya.

Sedangkan yang ditinggalkan hanya mengepalkan tangannya menahan emosi karena kawan terbaiknya dibuat menangis. Lagi.

Menarik napas, Jaehyun akhirnya memilih untuk membelikan roti kukus, sosis panggang dan teh hangat untuk mereka berdua.

Sepuluh menit kemudian, Eunwoo masuk dalam mobil Jaehyun dengan mata memerah sembab. Jaehyun yang melihat sampai tertegun.

“T-terimakasih Jaehyun.” Suara Eunwoo pelan dan bercampur getar ketika mengambil teh hangat yang dibelikan Jaehyun.

“Tidak jalan?” tanya Eunwoo heran. Jaehyun menggeleng, “Kau habiskan dulu tehnya baru kita jalan.”

Nada bicara Jaehyun lembut. Membuat Eunwoo kembali menggigit bibir. Dia cukup sensitif hari ini bahkan mendengar nada lembut saja ingin membuatnya kembali menangis.

Melihat sosok disampingnya menahan tangis, Jaehyun mengambil cup tehnya. Lalu mencondongkan tubuhnya untuk memeluk Eunwoo.

“Menangis saja, sepuasmu. Anggap aku tidak ada oke?” ujar Jaehyun yang kini menepuk pelan punggung Eunwoo.

Detik berikutnya, tangis Eunwoo meledak bersama raungan-raungan kesakitan. Meracau macam-macam dengan menyalahkan diri sekaligus mempertanyakan keputusan orang terkasihnya.

“Aku salah apa Jaehyun? Kenapa dia tega?” Jaehyun tetap diam mendengarkan. Karena dia paham, Eunwoo butuh menyalurkan seluruh emosinya bukan menerima saran.

“Aku sudah mencoba jadi kekasih yang baik untuknya. Aku bahkan tak keberatan harus merahasiakannya dari member dan agensiku. Tapi kenapa dia sejahat ini padaku?” Eunwoo sudah tidak menangis heboh seperti tadi. Kini dia sedang marah-marah sendiri.

Jaehyun maklum dengan perubahan mood Eunwoo karena begitulah fase yang akan dialami semua orang yang sedang putus hubungan atau patah hati. Menangis menyalahkan diri kemudian marah-marah kepada orang lain. Apa saja, yang penting emosi tersalurkan.

“Kau lanjutkan ceritanya sambil jalan ya?” tawar Jaehyun. Eunwoo mengangguk dalam dekapan Jaehyun.

“Maaf, bajumu jadi basah.” Ucap Eunwoo setelah pelukan mereka terlepas. Jaehyun menggeleng tak masalah.

“Jaehyun.” Panggil Eunwoo ketika mobil masuk ke jalur tol lagi. Jaehyun menggumam sebagai balasan.

“Keberatan tidak kita mampir ke pantai sebentar?” pinta Eunwoo. Jaehyun hanya mendengung bingung.

“Kalau kau tidak mau, kita langsung ke Villa saja.” Eunwoo langsung menyanggah omongannya sendiri, sebab sadar jika dirinya sudah banyak merepotkan Jaehyun.

“Boleh saja.” Jawaban itu terlontar dari Jaehyun yang langsung mengambil arah lurus bukan memutar balik. “Kau kabari yang lain saja kalau kita kembali sore.”

Anggukan Eunwoo membuat Jaehyun menambah kecepatan mobilnya dijalur kosong.

.

.

“Jaehyun, terimakasih banyak.” Kata Eunwoo pelan setelah tiba di pantai. Kini mereka berdua sedang memandang ombak sambil bersandar punggung di kap depan mobil Jaehyun.

“Untuk?”

“Untuk semuanya hari ini. Kau sudah melihat aku dalam titik terbawah.”

Jaehyun tanya terkekeh sebagai balasan. Menampilkan lesung pipi yang tersembunyi. Eunwoo tersihir kembali melihatnya. Jaehyun memang tampan, ditambah pamer cacat wajah indah itu malah membuatnya semakin bersinar.

“Apapun untukmu, Eunwoo. Tak usah dipikirkan begitulah. Sudah tugas teman menghibur temannya.”

Jawaban ringan Jaehyun lantas melunturkan senyum Eunwoo. Membawa Eunwoo kembali tersadar akan sekat dan batas dirinya dengan Jaehyun hanyalah sebagai teman.

“Kau benar. Terimakasih sudah menjadi temanku, Jung Jaehyun.” Eunwoo menyodorkan kepalan tangannya yang langsung dibalas Jaehyun dengan menubrukkan kepalan tangannya juga. Menceloskan hati Eunwoo yang baru saja remuk.

“Ayo ke Villa, kasihan mereka menunggu lama.” Ajak Eunwoo setelah puas melegakan hatinya melihat lautan yang tak terbatas.

Sebelum masuk mobil Eunwoo kembali bicara disertai ringisan, “Jaehyun, rahasiakan dari yang lain kalau aku menangis seperti tadi oke?”

Jaehyun mengangguk sambil tertawa, “Iya, aibmu terlalu banyak untuk aku buka hari ini Eunwoo-ya.”

Padahal tanpa Eunwoo minta sekalipun, Jaehyun akan tutup rapat semuanya. Apalagi moment berdua dengan Eunwoo. Mana mau dia bagi-bagi dengan temannya yang lain. Khusus untuknya saja.

.

.

.

Acara kumpul makan malam geng pria tampan kelahiran tahun 97 itu berakhir dengan mereka semua yang menghabiskan banyak daging sapi barbeque juga alcohol.

Mereka sedang bermain game sambil terus minum soju atau beer. Memaksa yang kalah untuk terus minum sampai teler.

Sebut saja Mingyu dan Jaehyun adalah dua makhluk beruntung diantara mereka semua. Selain karena punya daya ketahanan minum yang lumayan, mereka diberkahi keberuntungan tinggi sehingga selalu menang game. Membuat mereka berdua masih sadar dibanding tiga orang lain yang sudah meracau.

“Satu kali lagi. Terakhir.” Yugyeom berucap dengan mata sayu bersamaan dengan masuknya Taehyung kedalam pesta mereka.

“Ah kekasihku sudah datang. Hyung~” Jungkook merentangkan tangannya meminta peluk pada Taehyung.

Taehyung langsung menyambut Jungkook masuk dalam dekapan dan menggendongnya.

“Kau tidak jadi menginap Hyung?” tanya Jaehyun. Taehyung menggeleng, “Kalau aku menginap yang ada tidak jadi pergi. Ya sudah, nikmati malam kalian.”

Setelah kepergian Taehyung-Jungkook, mereka kembali melanjutkan permainan. Entah memang hari ini sialnya untuk Eunwoo atau memang dia sengaja mengalah. Akhirnya gelas-gelas berisi campuran soju dan beer disodorkan kepadanya.

Minum tiga gelas sudah membuat Eunwoo hampir pass-out. Jaehyun merebut gelas terakhir dan meminumnya hingga tandas. Bersamaan dengan kepala Eunwoo yang dia tangkap karena jatuh tertidur.

Permainan disudahi dengan mereka semua yang kembali ke kamar yang sudah ditentukan. Jaehyun menggendong Eunwoo menuju kamar suite di luar main villa.

“Um? Inyeop-hyung?” igau Eunwoo ketika Jaehyun membaringkannya di kasur. Jaehyun akan menarik diri tapi Eunwoo malah menahan tengkuknya agar tetap mendekat.

“Sentuh aku Hyung. Maaf kalau aku tidak bisa memberikan kemarin, sekarang semuanya punyamu. Miliki aku malam ini, Hyung~”

Jaehyun terkejut mendengar perkataan dari alam bawah sadar Eunwoo. Melihat Jaehyun yang tidak memberinya respon apapun. Eunwoo mengecup bibirnya.

“Hyung marah? Maafkan Eunwoo ya? Eum?” Eunwoo berkata dengan nada gemas. Jaehyun berusaha keras mempertahankan kesadarannya agar tidak menyerang Eunwoo.

“Iya, aku maafkan. Sekarang tidur ya?” Jaehyun mengikuti alur dengan berpura-pura sebagai Hwang Inyeop –mantan kekasih Eunwoo yang tadi memutuskannya.

“Eum tidak mau. Eunwoo mau ehem-ehem dengan Hyung.” Rengekan manja itu membuat Jaehyun mengusap wajahnya frustasi.

“Sekarang tidak usah ya, Eunwoo harus istirahat.” Jaehyun mencoba melepas tautan lengan Eunwoo dari lehernya. Eunwoo memajukan bibirnya tanda kesal kemauannya tidak dituruti.

“Padahal Eunwoo sekarang maunya coba ehem-ehem dengan Hyung seperti film yang terakhir kita tonton.” Kata-kata polos Eunwoo terlontar sambil mendorong tubuh Jaehyun untuk sama-sama terbaring di kasur.

Jaehyun yang tiba-tiba ditindih Eunwoo tentu panik bukan main. Apalagi Eunwoo sudah melepas kaos lengan panjangnya. Menampilkan tubuh ramping terbentuk Eunwoo.

Jakun Jaehyun naik turun menelan ludah susah payah. Imannya menuju goyah jika dihadapkan dengan Eunwoo sedang menggoda. Eunwoo yang duduk diatas perut berotot Jaehyun menggesek perlahan. Membuat Jaehyun memejamkan matanya sambil mengumpat dalam hati.

“Inyeop-hyung bilang suka posisi ini kan? Eunwoo mau coba Hyung. Ayo bantu Eunwoo.” Ucap Eunwoo yang kini sudah melepas garmen terakhirnya. Jaehyun dibuat tak berkutik melihat Eunwoo tanpa busana diatasnya.

Hwang Inyeop keparat sekaligus genius. Jaehyun memaki dan mensyukuri secara bersamaan kepada pria yang tadi siang berhasil membuat Eunwoo menangis sejadi-jadinya. Bisa-bisanya dia memasuki pikiran Eunwoo hingga bawah sadar dan membuatnya sebinal ini. Jaehyun harus mencontohnya.

“Hyung, Eunwoo buka ya?”

Karena asik meruntuki orang lain dalam kepalanya, Jaehyun bahkan tak sadar Eunwoo sudah berada diantara pahanya. Mencoba membuka resleting celananya untuk membebaskan kejantanannya yang entah sejak kapan menjadi tegak.

“Ti-tidak usah!” Jaehyun menolak cepat sambil bangkit. Kini keduanya sedang simpuh diri berhadapan diatas kasur.

“Kenapa tidak usah?” Eunwoo memiringkan kepalanya, tanda bingung yang lucu. Jaehyun lancar menyerapah dalam hati karena level gemas yang ditunjukkan Eunwoo.

“Aku –hyung bisa sendiri.” kata Jaehyun mencoba masuk dalam permainan. Padahal dalam batinnya dia jelas berteriak untuk berhenti.

Memang tubuh, otak, batin dan jantung Jaehyun sedang berkonflik disaat yang tidak tepat. Terlebih ini Eunwoo menatapnya dengan antusias dibalik pandangan berkabut. Jaehyun makin tak karuan dibuatnya.

“Hyung, tidak usah foreplay ya. Eunwoo mau coba itu langsung. Apa muat didalam sini?” Kaki Eunwoo mengangkang menampilkan kerutan merah jambu. Dia mengelusnya pelan, menggoda Jaehyun yang hampir pingsan.

“Tapi akan sangat sakit kalau tidak dilonggarkan dulu.” Jaehyun ingin memukul mulutnya sendiri karena bicara arah vulgar. Dia harus minta maaf kepada sang Ibu karena melupakan semua unsur etika pendidikan seks.

“Benarkah? Tapi bukannya sama saja? Kalau langsung dimasuki Hyung, lubang ini akan longgar juga kan?”

Jaehyun yakin dia bisa mimisan detik ini juga. Serangan dari Eunwoo yang mabuk ini tidak main-main efeknya. Pertanyaan polos dengan nada manja, ekspresi tipsy yang sangat seksi, juga lekuk tubuh yang terpahat sempurna.

Tolong katakan pada Jaehyun, bagaimananya bisa selamat dari kenikmatan pandangan nafsu begini?

“Hyung?”

“Y-ya?”

“Langsung masuk saja ya, Eunwoo penasaran.”

“B-baiklah. Tapi aku pasang kondom dulu.”

Jaehyun hendak turun dari kasur untuk mencari kondom –mengulur waktu. Siapa tahu, Eunwoo tertidur karena mabuk dan dia bisa main solo dikamar mandi. Dia mana mau menyentuh Eunwoo yang tidak sadar. Jaehyun maunya saling mendesah dalam keadaan sadar –eh?

Belum sempat Jaehyun menjauh, Eunwoo mencegahnya lebih dahulu dan membanting Jaehyun keras hingga terlentang di ranjang.

Eunwoo langsung pasang posisi diatas Jaehyun, “Tidak usah kondom. Aku mau merasakan Hyung langsung.”

Akhirnya, Jaehyun hanya bisa berdoa semoga Eunwoo baik-baik saja dengan semua akibat kelakuannya.

Ujung kepala penis Jaehyun membelah celah kerutan lubang Eunwoo. Awalnya Eunwoo menggigit bibir kemudian dia berteriak melengking kala lubangnya menelan kejantanan Jaehyun.

Jaehyun pasrah lengannya diremas Eunwoo kencang sambil gemetar. Pelupuk matanya penuh airmata menahan perih.

“Sudah ya, Eunwoo kesakitan.” Jaehyun mau mengakhiri semua sebelum akal sehatnya diambil alih nafsu berahi.

Gelengan diberikan Eunwoo. Enggan melepas pencapaiannya. “Aku tidak kesakitan. Eunwoo hanya terkejut, ternyata Hyung besar sekali.”

Jaehyun merona merah. Diberikan pujian langsung dari Eunwoo membuatnya bangga sekaligus merasa perkasa. Baiklah, persetan dengan akal kesadaran.

Eunwoo membutuhkan pengalaman yang berkesan di seks pertamanya dan Jaehyun siap memberikan nikmat sesungguhnya. Selamat tinggal, moral beradab Jaehyun. Selamat datang, libido hewan Jung Jaehyun.

“Eunwoo, Hyung bantu agar cepat selesai ya? Eunwoo harus istirahat.” Tawar Jaehyun sebagai kedok belaka. Anggukan menjadi isyarat positif dari lawannya.

Lalu lepaslah rantai nafsu Jaehyun ketika Jaehyun membantu Eunwoo bergerak naik turun diatasnya. Merojok dalam-dalam dan menusuk tiap sudut isi lubang Eunwoo.

Eunwoo yang kepayahan, pasrah memberikan kemudi permainan kepada Jaehyun. Diberikan tongkat kesempatan, tidak disia-siakan oleh marga Jung. Kecepatan dorongan bertambah. Ketepatan tusukan semakin akurat.

“Eungh ah –ahm.” Desahan mengalun lancar dari mulut Eunwoo. Melecut cambuk sisi buas Jaehyun semakin meliar.

“Ugh more –ah ah disana uhm.”

Permintaan Eunwoo dituruti patuh Jaehyun yang dengan teratur menyundul titik yang sama. Memancing remasan kuat dan erangan sensual.

“Kau ah nikmat, Eunwoo.” Pujian itu disampaikan tulus. Eunwoo mengangguk dalam lonjakan.

“A-aku ah ah keluar.”

“Bersamaku.”

“EUHMM –AH JAEHYUN!”

Keduanya keluar berbarengan. Eunwoo ambruk dalam pelukkan Jaehyun. Sedangkan Jaehyun masih mengerjap terkejut karena Eunwoo jelas meneriakkan namanya ketika mencapai puncak.

“Eunwoo?” panggil Jaehyun pelan. Yang dipanggil mengangkat wajah berpeluhnya.

“Sejak kapan kau sadar?” Jaehyun melepas penyatuan mereka, sambil mengusap keringat dikening Eunwoo.

“Saat kau bergerak brutal didalam sana. Kau beringas juga, Jung.”

“Kau yang memancing, Cha!”

Eunwoo malah terkekeh geli sendiri. Dia merapatkan diri dalam pelukkan hangat Jaehyun.

“Sepertinya rahasiaku memang terbongkar semua didepanmu, Jaehyun.”

“Hm. Apa ada rahasia lain?”

“Ada.”

Alis Jaehyun mengernyit. Ketika Eunwoo mencuri ciuman darinya.

“Aku mencintaimu Jaehyun, bukan sebagai teman.” Ungkap Eunwoo. Jaehyun kemudian menutup kedua matanya dengan lengan.

“Harusnya aku yang confess duluan, kau suka sekali tak memberiku kesempatan.” Protes Jaehyun yang dibalas juluran lidah Eunwoo.

Jaehyun meraih dagu Eunwoo, “Aku juga mencintaimu, Eunwoo. Lebih dari sekadar teman.”

Selanjutnya mereka kembali membagi cumbuan penuh afeksi bahagia yang terpancar. Rasa cinta dicampur damba menjadi pemanis tiap jengkal kecupan. Membuat keduanya larut dalam kemesraan dunia mereka.

Ya, hanya khusus mereka berdua.

.

.

.

The End.

[HyunLix] After Show


Hyunjin duduk manis di sofa tengah, sudah siap memulai kegiatan menonton member grupnya di ajang survival garapan chanel sensasi. Kingdom.

Walaupun rasanya sedih tidak bisa ikut berpartisipasi langsung, dia tetap mendukung semua membernya. Terutama sang kekasih yang beberapa kali menjadi sorotan karena tampil memukau.

Acara dimulai, Hyunjin dibuat tertawa karena kocaknya kelakuan member grup yang akan mempersiapkan persembahan sekaligus terpesona dengan penampilan grup kontestan lain kala siaran berlangsung.

Secara keseluruhan episode lima yang ditayangkan cukup membuat Hyunjin puas sambil bertepuk tangan riuh sendiri. Dia benar-benar bertindak layaknya penonton yang menikmati hiburan. Mungkin kalau dia ikut ambil bagian disana, rasa gugup akan menyelimutinya saat ini. Sebuah berkah yang patut disyukuri.

Hingga tiba bagian Stray Kids muncul. Sebelum menampilkan performa panggung, video rekaman persiapan lagu hingga kesiapan member ditayangkan. Hyunjin ada disana sebetulnya, tapi demi kontrak maka dia membantu tak memperlihatkan wajah pada kamera.

Main Dancer sepertinya tentu dilibatkan Bang Chan untuk membuat gerakan tari atau sekadar memonitor ekspresi. Setidaknya, ia juga membantu agar grup tetap berjalan seimbang walau kenyataannya kini sedang jomplang.

Hyunjin menenguk kopi kalengannya ketika penampilan pangung akan ditayangkan. Dirinya masih ingat betul konsep yang diingikan rekan-rekannya saat memilih lagu senior mereka –BTOB. Senyum makin terkembang kala ingat bahwa sebagian besar konsep performa dan tarian dikreasikan olehnya bersama Felix.

Kekasihnya itu dengan lancar memberikan ide-ide gelap untuk menyokong cerita dan gerak tubuh. Mencoba menyampaikan maksud dari lagu I’ll Be Your Man versi Stray Kids. Hyunjin sampai dibuat terharu ketika Felix mengucap tulus disela latihan.

“Walaupun kau tidak ikut tampil bersamaku tapi konsep dan tarianmu ikut menemaniku.”

Hyunjin segera mengecup pipi Felix setelah kekasihnya berkata semanis itu dengan senyum lebar menghapus lelah ditengah persiapan mereka. Kalau teringat, Hyunjin jadi ingin memeluk teman hatinya itu erat-erat.

Lamunan Hyunjin akan kebersamaan dengan Felix terpecah ketika televisi besar mulai menampilkan kawan-kawannya. Musik melantun bersama dengan para member lain yang mulai melakukan bagian mereka.

Konsentrasi Hyunjin terbagi dua. Mengamati seluruh penampilan dengan seksama juga menunggu bagian kekasihnya. Sebenarnya Hyunjin percaya saja dengan para member karena memang semuanya sudah sangat keras berusaha. Dia tidak terlalu mempermasalahkan jika ada yang kesalahan kecil ketika tampil.

Namun berbeda dengan alasan menunggu sesi Felix. Kekasihnya itu punya daya tarik magis jika sudah berada di panggung. Dia bisa menjadi orang yang asing penuh karisma saat kamera menyorot. Hal itu sangat jauh dari kepribadian aslinya dibawah panggung, Hyunjin selalu dibuat terpukau ketika menonton fancam-fancam fokus Felix diam-diam.

Lagu masuk pertengahan, membuat Hyunjin bersiap menahan napas. Dia hapal, setelah ini Felix akan menyanyikan bagiannya.

Betul. Berpacu detik, panggung terbuka. Menampilkan Felix yang terlentang dilantai. Memvibrasikan suara rendah dengan ekspresi menyalang kejam.

Bait Rap disampaikan dengan Deep Voice. Tubuh Felix diseret oleh Dancer dengan mengangkat kedua kakinya tinggi. Ekspresi wajah menahan rintih yang begitu menggoda. Hingga bisikan seksi diujung bagian mengakhiri tugas Felix mencuri perhatian.

Hyunjin hanya terdiam setelahnya. Antara membeku terpesona atau membiarkan kesadaran terengut tak bersisa.

Lelaki Hwang mengumpat pelan. Dia sudah tak fokus dengan penampilan kelompoknya selanjutnya. Pikirannya terisi penuh oleh bayangan-bayangan Felix ketika berduaan memadu desah dengannya.

Sudah Hyunjin sebut diawal bukan? Kekasihnya punya kemampuan menunjukkan aura berbeda ketika tampil. Hyunjin tahu semua isi penampilan itu, tapi tidak menyangka akan mendapat kesan tampilan cenderung erotis bukan lagi mistis.

Hyunjin ingin marah. Dia tak memungkiri jika bagian Felix begitu memberikan kesan kuat untuk penampilan grup. Tapi apa yang ditampilkan Felix terlalu banyak.

Suara bisikan rendah sensual, ekspresi merintih seksi dan juga bagian tubuh bawah terangkat. Semua itu biasa dilihat Hyunjin ketika berbagi kehangatan diranjang bersamanya. Dia menyukai sisi Felix yang hanya ditunjukkan untuknya.

Sebagai kekasih yang mendapat hak penuh menikmati semua itu sendirian dia tak rela jika pemandangan dan lirihan suara itu dinikmati khalayak umum. Apalagi itu semua berefek langsung pada degub jantungnya yang anomali juga bagian selatan tubuh yang perlahan tegak.

Tubuhnya panas gairah dibuat Felix padahal dia hanya menonton dari jauh. Hyunjin bersumpah jika dia ada disana dan memonitor penampilan Felix dia pastikan mereka sudah melakukan persetubuhan disana.

Felix harus tanggung jawab membuatnya horny sebab penampilan seksi. Ya, kekasihnya harus diberi pelajaran. Setidaknya desahan Felix tidak diberikan diacara itu, jika iya Hyunjin akan nekat langsung menggempurnya ditempat.

Hyunjin mengusap wajahnya frustasi. Karena dia hanya bisa menunggu kepulangan member dan kekasihnya. Yang artinya dia harus lebih lama menahan luapan berahi.

“Berengsek, Felix.”

.

.

.

Member Stray Kids masuk dorm bergiliran. Raut letih dan isyarat tubuh lelah menjadi pemandangan yang diberikan hampir seluruhnya. Mereka diam karena tak sanggup lagi bicara. Tenaga seperti ditelan habis tak bersisa.

Hyunjin segera menarik Felix begitu tatapan mata mereka bertubrukan. Felix yang kondisinya juga sudah lelah, membiarkan tubuhnya digiring pasrah Hyunjin masuk kamar.

“Hyunjin, aku mau mandi.”

“Aku mandikan.”

“Hah?”

“Kau lelah kan? Sekalian aku pijat.”

Felix mengerjapkan matanya berulang. Cukup terkejut dengan pernyataan Hyunjin yang menurutnya aneh.

Hyunjin itu memang perhatian. Tapi soal urusan bersih diri, dia tak pernah ambil bagian. Apalagi sampai mau memandikannya begitu. Habis seks saja kadang ditinggal tidur.

“Kau? Hyunjin?” Felix melambaikan tangannya didepan wajah Hyunjin yang menunduk. Mencoba mengecek kesadaran kekasihnya. Siapa tahu dia terbentur kan?

“Ya. Ini aku.”

“Tapi kau-“

“Hanya ingin memberikanmu reward. Kau sudah bekerja keras dipenampilan tadi.”

Hyunjin menatap teduh Felix yang masih menyimpan curiga. Lima detik kemudian, Felix bersikap tak peduli karena ditatap begitu dalam oleh Hyunjin berbahaya untuk jantungnya.

“Kau menontonku?”

“Pertanyaan bodoh. Tentu saja kau tahu jawabannya.”

“Penampilanku mengecewakan ya?”

Hyunjin ingin menjerit sekerasnya. Bagaimana bisa penampilan begitu menggairahkan itu dikatakan mengecewakan? Bahkan oleh pelakunya sendiri.

“Kau mau dengar jawabanku?” Felix mengangguk cepat mendengarnya. Hyunjin itu kekasih yang objektif. Kalau menurutnya jelek maka akan dikatakan kurangnya. Kalau bagus ya akan dinilai bagus dengan kalimat pujian.

“Buka bajumu.”

“Hah?”

Felix tak mengerti korelasi menilai penampilan dengan perintah membuka baju. Kernyitan dikening makin tercetak ketika Hyunjin meraba punggungnya.

“Aku ingin lihat apa punggungmu lecet karena diseret-seret tadi. Mempengaruhi penilaianku juga.” Kata Hyunjin rendah.

Meruntuhkan bias pemikiran, Felix menurutinya. Kaos merek ternama itu ditanggalkan. Punggung putih nan mulus dihadapkan kepada Hyunjin.

Telapak tangan Hyunjin mengelus perlahan punggung halus itu. Memeriksa ada lebam yang luput atau tidak. Napas lega dihaturkan tanda syukur, kepunyaannya tidak mengalami luka saat penampilan.

“Sudah?” tanya Felix. Hyunjin bergumam tapi tangannya tak lepas begitu saja. Bahkan kini menjalar kebagian depan. Meraih puting dada Felix. Memutar dan menekannya bergantian.

“Eungh. Hyunjin?”

“Hm?”

“Penilaianmu.”

Gerakan memainkan puting dada terhenti. Hyunjin menarik perabaannya dari tubuh Felix.

“Oh. Seluruhnya bagus. Tapi secara pribadi aku kecewa kepadamu.”

Felix segera menoleh mendengar nada dingin itu. Hyunjin menatapnya serius, membuat yang lebih muda beberapa bulan panik.

“Aku melakukan kesalahan ya?” Suara Felix menjadi lirih penuh sesal.

“Ya. Fatal.”

Tubuh Felix kembali menegang. Hyunjin jarang sekali marah dan jika dia berkata sedingin itu berarti kesalahannya benar-benar besar. Jika Hyunjin saja menilainya buruk, dia sudah bisa pastikan keputusan yang lain juga akan tak baik.

“M-maaf. Aku akan perbaiki untuk penampilan berikutnya.” Hanya itu yang bisa Felix katakan. Dia tak sanggup mengeluarkan suara lagi.

“Kau tahu bagian mana ya salah?” Hyunjin melontar pertanyaan yang segera direspon agresif Felix.

“Katakan! Biar aku perbaiki kedepannya.”

Seringai Hyunjin tercetak dalam remang pencahayaan.

“Baiklah, tapi kau janji bersedia aku hukum sebagai ganti karena telah mengecewakanku?” penawaran itu segera disanggupi Felix tanpa mengajukan protes. Hyunjin bersorai dalam hati.

.

.

.

Musik aransemen penampilan terdengar memenuhi ruangan. Hyunjin menyuruh Felix terlentang di lantai persis seperti bagiannya tadi.

Bedanya, Felix kini tak memakai atasan. Hyunjin juga ikut membuka atasannya. Sebenarnya Felix paham kemana maksud hukuman Hyunjin, tapi dia masih penasaran mengenai kesalahan yang dibuatnya sehingga dia tak terlalu memikirkan hukuman Hyunjin. Lagipula sudah biasanya mereka bersetubuh.

“Coba kau menatapku bukan seperti tadi. Tapi lebih menantang lagi. Kau harusnya berekspresi sangat marah dan penuh dendam.” Hyunjin mengangkat kedua kaki Felix seperti Dancer tadi. Bedanya fokus pandangan Felix digantikan Hyunjin langsung bukan juru kamera.

Felix mencoba mengikuti permintaan sang kekasih. Kini dia mengikuti skrip bayangan yang disusun sebelum pertunjukkan. Dia adalah seorang yang marah dan dendam kepada takdir karena merenggut adiknya. Hingga dia menjual jiwanya kepada iblis untuk membangkitkan lagi sang adik.

Saat Felix menampilkan raut wajah yang diminta. Hyunjin kemudian menekankan jari kakinya ke selangkangan Felix. Ekspresi kejut dan sakit jelas memenuhi wajah tampannya.

“Benar. Harusnya kau berekspresi seperti itu. Marah, sedih, sakit dan kesal.” Ujar Hyunjin yang kini melepas tekanan pada selangkangan Felix. Membuat Felix sedikit melenguh tak rela.

“Kenapa? Kau ketagihan?” ejek Hyunjin yang kini menekan belahan lubang anal Felix. Karena kaki diangkat, otomatis bokongnya juga naik. Cukup mudah bagi Hyunjin menggoda celah yang tercetak celana ketat.

“T-tidak.” Sanggah Felix. Hyunjin hanya tertawa rendah dengan jawaban bohong Felix.

Jelas berbohong karena gundukan di celana Felix malah makin besar bahkan terasa basah. Tanda bahwa Felix menikmati sensasi diinjak Hyunjin.

“Aku lepaskan saja bagaimana? Sebelum bahas kesalahanmu selanjutnya.” Tawar Hyunjin yang lagi-lagi dipatuhi.

Celana kain dilepas beserta garmen terakhir. Felix telanjang bulat bak bayi lahir. Hyunjin meneguk ludahnya antusias.

“Ekspresimu terakhir saat berbisik itu salah. Kau tidak perlu tersenyum, kau harusnya menyeringai. Tunjukkan kau siap dan sanggup dengan semua risiko. Menyombongkan diri bahwa tidak ada yang kau takuti.”

Felix mencerna ucapan Hyunjin dengan pelan. Dia paham maksudnya tapi jujur dia juga tidak bisa mewujudkan langsung. Sebab ekspresi seperti itu harus ada pemicunya atau lawan mainnya. Sedangkan dia sendirian.

“Aku tidak bisa berekspresi seperti itu karena memang aku berhadapan dengan kamera saja.”

“Sekarang kau denganku. Coba tunjukkan.”

“Hm… Bagaimana? Kau bisa contohkan?”

Hyunjin mengangguk kemudian menurunkan resleting jeans panjangnya. Mengeluarkan penisnya yang separuh tinggi.

“Suck it.” Felix bangun dan bersimpuh. Memasukkan seluruh kejantanan Hyunjin ke dalam mulutnya.

“Ya. Begitu.” Hyunjin mengelus rambut Felix sambil menarik rahangnya agar mendongak. Membuat mulut penuh dan mata sayunya terekam indah.

Hyunjin menyodok mulut Felix keras hingga tersedak. Ujung kejantanan Hyunjin menyentuh panggal tenggorokan. Sensasi ingin muntah dirasakan tapi berusaha ditahan Felix, membuat mata itu berair dan memandang dengan kabur.

“Benar. Harusnya kau berekspresi sepasrah ini Felix. Good boy.”

Pujian berupa elusan lembut di pipi Felix yang mengembung karena sedang menampung penis Hyunjin. Apalagi ukurannya bukan makin kempes malah makin keras. Felix sampai kewalahan.

Hyunjin menarik kepala Felix agar melepaskannya ketika dirasa Felix mengisapnya kuat, mencoba memerah isi kelamin Hyunjin. Dia tentu tidak mau muncrat sekarang. Hukumannya untuk Felix belum dimulai.

“Paham kesalahanmu?” tanya Hyunjin membantu Felix berdiri lalu mendorongnya ke kasur. Felix hanya mengangguk mengerti.

Dipikiran Felix, karena dia sudah dihukum artinya sekarang hanya akan melakukan soft make love. Hyunjin selalu gentle padanya.

Namun semua dugaan itu salah, Felix bahkan tak sempat berkutik ketika Hyunjin mengikat kedua tangannya diatas kepala.

“Belum. Kau belum tahu kesalahan terfatalmu Lee Felix.” Hyunjin mencium kekasihnya sayang. Setelahnya, mulut Felix dijejalkan sapu tangan.

“Kau tampil menggoda di siaran nasional, Sayang. Berbisik sensual dengan suara rendah dan beraninya mengangkat bokongmu tinggi-tinggi menjadi tontonan. Semuanya kesalahan fatal, karena membuatku ingin menusukmu, Lee Yongbok.”

Hyunjin langsung masukkan penis perkasanya dalam lubang sempit Felix. Oh ayolah, Felix memang ikut terangsang, tapi lubangnya belum dipersiapkan.

Jeritan Felix teredam sapu tangan yang kini menjadi basah karena liur. Rasanya jauh lebih menyakitkan daripada saat pertama kali melakukannya. Apalagi ukuran Hyunjin itu tidak kecil!

Felix tidak dibiarkan bernapas oleh Hyunjin. Tidak memberikan jeda sedetikpun untuk adaptasi, Hyunjin segera mendorong senjatanya dalam-dalam. Membuat dinding-dinding anal itu mengetat sebagai perlawanan.

Sebuah reaksi tubuh yang membuat Hyunjin menyeringai sadis. Felix bisa berbohong dimulut tapi tidak bisa menutupi aksi tubuhnya sendiri.

“Kau menjerit sakit tapi lubangmu suka aku gesek. Such a bad liar.” Felix ingin menyela tapi gumpalan sapu tangan itu makin dilesakkan Hyunjin.

“Aku sedang menghukum pendosa. Kau jadi saksi, diam dan nikmati!” Hyunjin lalu mengocok kejantanan Felix yang berdiri menantang.

“Beraninya pendosa ini melirihkan suara rendahnya untuk didengar orang lain.” Hyunjin mengucap sambil menusuk tepat titik terdalam Felix yang dihapalnya sempurna.

“Beraninya pendosa ini menatap sensual selain pasangannya.” Sodokan makin menjadi menyudul titik yang sama berulang kali. Memaksa Felix merintih.

“Beraninya pendosa ini membuat Hwang Hyunjin menahan gairah.” Kocokan di kejantanan dan dorongan dalam lubang beradu cepat. Sama-sama intens membuat Felix kepayahan untuk bereaksi.

Nampaknya penis Felix lah yang menyerah lebih dahulu. Dia klimaks dalam kocokan tangan Hyunjin. Dinding rektum menyempit sebab pengaruh pelepasan.

Hyunjin memejam tapi tak mengehentikan permainan. Dia masih terus menekan-nekan saraf nikmat prostat Felix tanpa spasi. Membuat Felix mengerang dalam redaman.

“See, kau cocok jadi pendosa Felix. Tubuhmu selacur ini.”

Hyunjin mencubit puting tegang Felix. Hingga erangan tertahan itu kembali menyapa telinga Hyunjin. Felix benar-benar kacau dibuatnya. Rangsangan yang diberikan bukan berkurang malah bertambah. Padahal dia sudah tak kuat.

Merasa sepi tak mendengar suara Felix, akhirnya sapu tangan basah itu disingkirkan. Desahan langsung meluncur keras.

“E-enough Hyun. Ah –ah aku-“

“Aku apa? Hm?”

“Ugh ah aku umh ti-tidak ah kuat.”

“Hm?”

Hyunjin pura-pura tak dengar dan berusaha abai. Tubuh yang lebih kecil darinya di cengkram kemudian membaliknya hingga punggung putih kembali ke hadapan Hyunjin.

Penis besar Hyunjin terasa diperah karena lubang hangat yang dijejali mengerat akibat ikut berputar. Batang Hyunjin seperti kain basah yang diperas hingga kering.

“AUHH. S-stop. I’m begging ah –ah please Hyun.”

“Kenapa aku harus berhenti? Kau ini hukumanmu pendosa.”

Genjotan yang barusan terjeda karena pelintiran bekerja. Hyunjin lebih leluasa menyodok Felix dalam posisi menungging begini.

“No –ah se-sensitif. Aku ah baru keluar eung Hyun.”

“Bukan urusanku, Sayang. Selama aku belum keluar, kau harus terus siap aku gempur.”

Keputusan final sepihak yang membuat Felix jatuh tersungkur karena tak kuat menahan dera kenikmatan.

“Lubangmu masih terus minta aku belai, Yongbok. Nikmati saja hukumanmu.”

“Angh ah –ah Hyun uhm too deep ah engh.” Felix meraba perutnya dan menemukan gumpalan daging Hyunjin bergerak merojoknya.

“Find me, heh?” Hyunjin ikut meletakkannya tangannya diatas tangan Felix. Menekan tangan tersebut hingga perutnya juga ikut tertekan. Memberikan gesekkan baru ditengah sodokan Hyunjin.

“Oh God!” Felix menjerit keras karena sensasi tabrakan barusan. Rasanya disedang dari dua sisi.

“Kau mengucap Tuhan saat bersenggama, pendosa yang taat.”

Komentar Hyunjin hanya dibalas desahan bernada tinggi tapi vibrasi suaranya super rendah. Ciri khas milik Felix seorang. Dan Hyunjin tak mau membaginya.

“Ah aku –cum uhm.”

“Then come.”

Felix keluar untuk kedua kalinya. Napasnya sudah putus-putus tapi dipaksa terus meraih oksigen. Apalagi pihak yang menggenjotnya tak mau berhenti.

“S-sudah Hyun. Ah ah a-aku tidak kuat lagi –ah. Aku masih sensitif –uhm please s-stophah-“

“Last round, Felix.” Hyunjin berbisik rendah sambil memeluk Felix. Membuat tubuh keduanya menempel rapat tanpa celah.

“Eungh ah ah please s-stop eumhh e-enough.”

Sodokan Hyunjin makin brutal, cepat dan berantakan. Dia juga sudah tak tahan ingin keluar. Mau menyembur semua dahaganya dalam diri Felix.

“EUNGH HYUN P-PLEASE UH –AH AH-“

“Bersiap Yongbok.”

Anggukan cepat dan rintih frustasi menjadi respon Felix. Dia tahu Hyunjin akan muncrat karena daging yang menusuknya mulai bergetar.

“Eum Terima spermaku, Felix!”

“AH AH ANGH –OHHH HYUNJIN!”

Keduanya sampai bersamaan. Hyunjin keluar banyak dalam lubang Felix hingga cairan kental itu merembes diantara sumpalan.

Felix ambruk setelah muncratkan cairan untuk ketiga kalinya. Bahkan pelepasannya terakhir cairannya sudah hampir bening cair, bukan lagi putih kental.

Hyunjin melepas penyatuan mereka. Membalikkan tubuh basah dan kacau Felix untuk dia seka juga elus penuh kasih.

“Maafkan aku, Sayang.” Hyunjin mengecup bibir Felix yang masih terbuka meraup udara. Hanya kecupan singkat berisi cinta.

Anggukan pelan Felix membuat Hyunjin tersenyum tampan, “Aku mandikan ya?”

“Tidak ada hukuman lagi kan?”

“Tidak ada. Maaf membuatmu sampai begini kacau.”

Hyunjin tampak begitu menyesal dengan kelakuannya tadi setelah melihat Felix dalam keadaan berantakan.

Felix merentangkan tangan untuk meminta masuk dalam gendongan Hyunjin. Pemuda Hwang segera menyambutnya. Mengangkat tubuh ringan itu dengan hati-hati.

“Maaf ya membuatmu horny, Hyun.” Felix mengusap dada Hyunjin ketika mereka sampai di kamar mandi.

“Dimaafkan. Lagi pula aku tidak bisa memaksamu mengontrol ekspresi saat dipanggung. Itu keunikanmu, Sayang.”

Keduanya melempar senyum satu sama lain dan kembali memadu cumbu. Hyunjin memenuhi janjinya bahwa mereka hanya mandi tidak ada kelanjutan ronde. Felixnya butuh istirahat.

Tapi Felix kini tahu, Hyunjin punya sisi seksi saat mendominasinya. Bukan hanya lembut dan gentle. Walaupun dia tak sengaja membangkitkannya karena performa tampilan di acara, Felix tak keberatan melihat sisi liar Hwang Hyunjin lain kali.

Ini adalah pengalaman after show paling menggairahkan keduanya. .

.

.

The End.

Istana


Selesai berkencan -yang sebenarnya hanya mengambil obat tidur Seungyoun lalu keliling kota- Seungwoo dan Seungyoun kembali ke apartemen Seungyoun.

Sekarang keduanya duduk disofa tengah sambil memakan camilan. Menyalakan televisi tapi tidak menonton apapun. Hanya memandang sambil tenggelam dalam pikiran masing-masing.

“Minum obat, Youn.” Peringat Seungwoo ketika Seungyoun hampir membuka minuman kafein kalengnya.

Melontarkan tawa tanpa dosa, Seungyoun akhirnya menuruti Seungwoo untuk minum obatnya. Sebuah rutinitas yang sering dilanggar Seungyoun tapi tak bisa dilepaskannya.

Seungyoun terlalu keras bekerja untuk dirinya sendiri dan semua ambisinya. Bahkan tubuhpun tak kuat beradaptasi hingga harus menelan obat agar bisa beristirahat.

Sesudah memastikan Seungyoun benar-benar meminum obatnya. Barulah Seungwoo bisa lega meninggalkan Seungyoun. Sosok pemimpin itu bangkit dari sisi lelaki ramping.

“Hyung.”

“Hm?”

“Kau akan pergi sekarang?”

Seungyoun menatapnya tak rela tapi mencoba tidak egois. Seungwoo mengusak rambutnya perlahan.

“Youn.”

“Aku hanya bertanya.”

Seungwoo kembali mendekat lalu meraih tangan Seungyoun. Mengusap jari-jari kecil darinya seraya mengecup satu per satu.

“Aku akan kembali setelah kau tidur. Ayo kutemani tidur.”

Seungyoun menurut saja digiring Seungwoo masuk dalam kamar lagi. Keduanya kembali berbaring dalam kasur. Bedanya tadi awal bertemu, sekarang akhir pertemuan.

Kalau boleh jujur, Seungyoun sebenarnya ingin Seungwoo tetap disisinya. Tidak ingin berjauhan darinya bahkan sesentipun.

Namun hidup dalam dunia hiburan memaksa sikap profesional diatas perasaan mereka. Keduanya harus menurunkan ego pribadi supaya semuanya berjalan baik. Walaupun menggerus kelanjutan hubungan.

“Tidur Youn.” Sela Seungwoo saat tahu kekasihnya masih terjaga walau sudah dipeluk erat.

“Berhenti berpikir macam-macam. Kau harus istirahat.” sambung Seungwoo lagi sambil mengelus punggung Seungyoun.

“Kau tidak mau menginap Hyung?” tawar Seungyoun seraya mendongak. Yang lebih tua mengerjap berulang kali.

“Youn, kita sudah berjanji bukan? Hubungan kita lanjutkan tanpa perlu tinggal bersama.”

“Semalam saja.” Nada itu merengek juga memaksa. Seungwoo yang tadi menolak tak tega.

“Seungyoun.” Bibir Seungyoun mengerucut maju ketika mendengar Seungwoo memanggilnya dengan nada dingin.

“Maaf, tapi aku ingin sesekali egois. Rasanya... Kau bisa saja pergi jauh kalau aku tidak mendekapmu erat Hyung.”

Helaan napas panjang dilepaskan sebelum bertanya, “Apa aku pernah jauh selama ini?”

Gelengan menjadi jawaban. Seungyoun makin mengeratkan pelukan.

“Aku percaya padamu dan kau juga bukan? Bagiku itu sudah cukup untuk saling mencintai, Cho Seungyoun.”

Elusan dirambut membuat Seungyoun memejamkan matanya nyaman. Napas hangat juga suara rendah itu begitu menenangkan.

“Walau aku pergi jauh sekalipun, aku tetap akan pulang Youn. Ke rumahku. Kepadamu.”

Selanjutnya bibir mereka bertemu tanpa nafsu. Hanya rasa manis mendominasi. Saling berbagi cinta dan rindu dalam cumbuan hangat.

Seungyoun meruntuki dirinya sendiri. Dia seharusnya tak perlu risau. Apalagi sampai meragukan Seungwoo.

Selama ini Seungwoo membuktikan dirinya sebagai pegangan hidup Seungyoun lebih dari siapapun. Menjaga dan selalu siaga untuknya. Mencintainya dengan dalam tanpa sedikitpun berkurang.

Seungwoo juga selalu kuat menahan rindu yang tiap hari menumpuk dan selalu mendukung Seungyoun tanpa diminta karena ia tahu bahwa istana megahnya bukanlah bangunan mahal.

Istana mereka adalah kebersamaan mereka. Dalam momentum sesempit apapun, dalam kenangan sependek helapun akan tetap indah jika terisi oleh keduanya.

Ya. Mereka adalah istana itu sendiri dan akan terus membangunnya seperti cinta yang tumbuh diantaranya.

Pulang dan Peluk


Kurang dari setengah jam, Seungwoo tiba di apartemen Seungyoun. Langkahnya menderap cepat menuju unit persembunyian milik lelaki rubahnya.

Masuk dalam ruang apartemen gelap, Seungwoo yang sudah kepalang hapal sudut bagiannya langsung masuk dalam kamar mencari entitas pemilik apartemen.

Tubuh yang tenggelam dalam selimut didekati. Seungwoo tanpa permisi langsung masuk dalam gelungan. Menggapai Seungyoun yang butuh pertolongan.

“Hyung.” panggil suara itu serak. Seungwoo mendengung sebagai balasan kehadiran.

“Thanks.” ujar Seungyoun lagi dan Seungwoo segera merengkuhnya dalam pelukkan.

Seungyoun menyambut kehangatan yang begitu dirindukan. Ia sudah lama tak bersua, hanya saling berkabar via suara. Tentu kurang puas menyalurkan jeritan batin.

Tubuh yang tadinya gemetar perlahan mulai tenang. Seiring dengan elusan dipunggung juga senandung lembut. Seungwoo sesekali mengecup puncak kepala yang lebih muda.

“Ini tak adil Hyung, aku sudah minum obat tapi mereka tetap mengejarku.” keluh Seungyoun dikala terbalut nyaman.

Seungwoo tentu paham, “Makanya jangan tidur sendiri.”

Candaan itu dibalas decihan kesal. Marga Cho lalu mencubit pinggang yang lebih tua sedikit keras.

“Salah siapa tidak pernah pulang?”

Dikomentari sindiran pedas, Seungwoo hanya bisa meringis. Antara perih dicubit juga sakit dikritik.

“Sekarang aku pulang, Youn.” Seungwoo berbisik rendah. Seungyoun sampai memejamkan matanya menikmati tiap sela spasi suara Seungwoo.

“Aku harus sekarat dulu ya baru kau pulang?” Balas Seungyoun disertai kekehan.

“Mungkin. Sebab ada yang melarangku tinggal disini karena masalah tanggung jawab dengan grupku.”

“Oh jangan mulai Hyung. Kita sudah sepakat.”

“Kalau begitu jangan memancingku, Youn.”

“Aku hanya berkomentar.”

“Dan aku hanya memberi pendapat.”

Lalu keduanya tertawa bersama. Tahu jika dilanjutkan kegiatan manis mereka akan berubah menjadi medan perdebatan.

“Tapi kau serius sudah minum obat?” tanya Seungwoo kembali. Seungyoun menggeleng.

“Obatku sudah habis, hehehe.”

Seungwoo lalu mencubit kedua pipi gembil Seungyoun sambil memutarnya seperti adonan kue moci kenyal.

“Berbohong untuk bertemu denganku ya. Menggemaskan sekali, Seungyoun-ah.”

“Aku tidak berbohong. Tadinya mau minta tolong belikan obat tapi aku ketiduran.”

“Dan terbangun karena mimpi buruk?”

Anggukan Seungyoun membuat Seungwoo mengecup keningnya lama.

“Ya sudah, bilang dokter kita kesana.”

“Kita?”

Alis Seungyoun bertaut. Biasanya hanya Seungwoo yang pergi karena dia akan disuruh istirahat dirumah.

Seungwoo berdeham lalu bangkit dari kasur. Menyibak selimut dan meraih tubuh Seungyoun untuk digendong.

“Ambil obat lalu jalan-jalan sebentar. Kau tidak mau berkencan denganku?”

Seungyoun bersyukur Seungwoo pulang. Setidaknya dia dapat pelukkan obat rindu juga ajakan kencan sekaligus. Betapa indahnya hari Seungyoun.