Nnonuwu

#Turning 17

Mingyu’s pov

Langit hari ini ga secerah hari-hari sebelumnya, sejak matahari mulai terbit, perlahan mulai turun tetes demi tetes air dari gumpalan awan hitam yang menyelimuti pagi ini.

Ga ada pilihan lain, tancap gas solusinya, kita —gue sama Wonwoo di jok belakang— yang sudah hampir sampai ke sekolah mulai ngerasain bulir air hujan makin gede jatuh tepat di seragam kita, jaket sekolah yang melekat di badan kita ga bakal bertahan lama melakukan tugasnya menghalau air hujan.

Begitu sampai di parkiran sekolah, setelah bantu Wonwoo lepasin helm di kepalanya, gue lepas jaket yang gue pake buat dijadiin penutup kepala si kucing takut air ini, gue minta dia duluan ke kelasnya tapi dia ga beranjak sejengkal pun dari tempatnya. Gue sama dia akhirnya jalan berdampingan di bawah jaket yang dijadikan payung sama dia buat kita berdua.

“Hihi kita romantis sekali, kayak di film” Katanya sambil ketawa kecil, gue cuma bisa ikut senyum lihat si lucu.

Di lobi utama sekolah seperti biasa ada beberapa anak OSIS yang berjaga di sana, termasuk ada Sana yang siap siaga ngeluarin handphone begitu pandangannya tertuju ke kami berdua, dilihat dari senyum jahilnya bisa dipastikan 5 menit kemudian foto gue sama Wonwoo bakal muncul di akun twitter-nya, OSIS duty berkedok paparazzi.

Gue sama Wonwoo berpisah di persimpangan koridor sekolah, karena ujian, letak kelas yang sementara kita tempati beda dari biasanya. Si centil melambaikan tangannya sambil lari menuju kelasnya, gue balas lambaikan tangan dengan senyum yang otomatis tercetak kapanpun gue dihadapkan dengan tingkah lucunya.

Dalam perjalanan ke kelas, gue lihat lapangan sekolah yang basah dengan genangan air di beberapa sudut, hujannya awet. Gue teringat sesuatu, katanya hujan turun ke bumi untuk membawa berkah dari langit, dan gue berharap sebanyak mungkin berkah dari langit itu diberikan ke Wonwoo yang hari ini tepat hari bertambah umurnya.

***

Akhirnya selesai, mata pelajaran terakhir di hari terakhir ujian akhir semester ini. Riuh ricuh siswa di kelas mulai memenuhi ruangan begitu guru pengawas ujian meninggalkan kelas kami. Segera gue kemasi barang-barang ke dalam tas gue, ada agenda penting yang harus dilaksanakan setelah ini. Sempat gue kirim chat ke Han buat mastiin posisi mereka masih di kelas.

Rasanya baru kemarin, dia yang begitu suka acara ulang tahun dengan pesta penuh tamu undangan, kue manis, dan dekorasi ramai. Bisa dikatakan berkebalikan dengan ulang tahunnya kali ini, dia ga minta apapun atau mau ngadain pesta apapun. Lucunya dia cuma minta doain semoga ujiannya lancar, yang tanpa diminta dan tanpa dia tahu, dia sudah jadi bagian dalam tiap ucap yang gue panjatkan ke Tuhan.

Tepat di depan pintu kelasnya, dengan kue dan lilin yang menyala di tangan gue (yang sudah gue ambil dari kurir pesan antar sebelumnya di depan sekolah). Gue masuk ke dalam kelas itu tanpa suara. Menjumpai dia yang dari lagaknya sedang mengoreksi kembali jawaban ujian yang dilalui hari ini.

Wajahnya sangat serius dan terlampau fokus sampai ga menyadari kehadiran gue yang udah tepat di depannya. Sampai Han yang berada di sebelahnya menyenggol lengannya, barulah ia mendongak dan bertemu tatap dengan gue.

“Happy birthday!” Ucap gue dan semua yang ada di kelas serentak.

Matanya berbinar dengan senyum yang merekah, begitu semangat ia beranjak dari duduknya buru-buru ingin langsung meniup lilinnya, gue sengaja membekap mulutnya dengan sebelah tangan gue.

“Doa dulu!” Ucap gue yang ditanggapi pasrah olehnya, dia memejamkan matanya sepersekian detik lalu lilin di atas kue itu padam.

Lalu setelahnya gue cuma memperhatikan dia yang membagikan kue ke teman-teman kelasnya, mulai berdatangan juga teman tak terpisahkannya itu siapa lagi kalau bukan Eunchae, juga garda depan- Somi dan Ryujin dengan bingkisan di tangan masing-masing, tak lupa teman lain yang lewat di depan kelas dan sengaja mampir sebentar untuk mengucapkan selamat ulang tahun yang tentu disambutnya dengan ceria. You are so loved, Wonwoo.

Senyumnya yang saat ini melekat di bibirnya mengingatkan gue ke hari di mana senyum yang sama ini tak luntur saat dia menceritakan akhirnya dia sudah tahu akan ke mana ia lanjutkan arah hidupnya. Beberapa hari setelah dia mengungkapkan kebingungannya tempo hari, dengan antusias dia mengatakan, dia pengen menjadi dokter hewan. Gue yang pertama kali mendengarnya tentu senang tapi juga sangat penasaran dari mana asal ide ini.

*“Aku semalem mimpi pas aku masih SD! Aku dulu pernah nemu kucing yang ditabrak lari sama mobil, aku gendong kucing itu buat aku bawa pulang sambil nangis, soalnya napas kucingnya udah tersendat begitu. Sampe di rumah Mama kaget lihat aku berdarah sambil gendong kucing, tapi Mama langsung ngerti, dia mau bawa kita ke dokter hewan, tapi sayangnya sebelum sempat kita bawa ke sana kucingnya udah ga bernapas lagi di pelukan aku. Aku baru inget saat itu aku pernah janji sama Mama, kalo aku mau jadi dokter hewan karena kejadian itu. Tapi namanya omongan anak kecil, aku lupa pernah bilang itu. Kayaknya Mama sengaja dateng ke mimpi aku buat nagih janji itu kan?”

Gue cuma bisa ngangguk pelan menjawab pertanyaannya, karena jujur aja gue udah bersusah payah buat nahan air mata gue jatuh sebelum dia selesai cerita.

“Iya kan! Mama tau aku lagi bingung, mungkin kelihatan ya dari langit. Makanya dia ingetin aku lewat mimpi”

Tanpa berkata apapun lagi gue langsung tarik dia ke pelukan gue, wajah sumringahnya saat menceritakan mimpinya itu bikin air mata yang gue tahan sedari tadi tumpah. Gue bisa denger dia yang bertanya kebingungan kenapa gue nangis. Di sela kebingungannya dia tetap mencoba menenangkan gue dengan mengeratkan pelukannya dan kasih usapan halus di punggung gue.

Dan dengan ajaib setelahnya dia ga susah lagi diajak belajar, malah dia yang berinisiatif sendiri, hari-harinya sibuk diisi dengan belajar.*

Lamunan gue buyar saat gue merasa sesuatu yang lembut menyentuh ujung hidung gue, cream dari kue, siapa lagi pelakunya kalau bukan si kucing nakal di hadapan gue dengan senyum jahilnya ini.

“Ngelamun apa?” Tanyanya kemudian

Gue cuma menggeleng pelan sambil tersenyum tipis.

“Mingyu”

“Hm?”

“Terima kasih kuenya!” Dia kasih kecupan singkat di pipi kanan gue sebelum berlari kembali bergabung dengan teman-temannya.

Terima kasih juga sudah lahir ke dunia Wonwoo, sudah tumbuh dengan baik, sudah hadir di hidupku, menjadi bagian dari keseharianku yang tanpa kamu akan ada kurangnya. Tanpa kamu sadari, kamu telah menjadi alasan kebahagiaan banyak orang di sisimu, semoga kamu juga berbahagia selalu. Selamat ulang tahun yang ke 17.

“Aku nyariin kamu dari tadi, ga ada di bawah, taunya di sini”

Mingyu bawa langkahnya masuk ke kamarnya saat jumpai sosok yang sedari tak ia temukan di mana-mana. Mendudukkan dirinya di hadapan Wonwoo yang duduk bersila di karpet berbulu samping ranjang kamar itu, jemari lentik itu membuka lembar per lembar sebuah album yang menampilkan potret tiap tahapan umur Mingyu di sana. Senyumnya kadang berubah jadi kekehan geli saat temukan Mingyu kecil dengan pose lucu.

“Cing, makasih”

“Makasih buat?” Wonwoo memiringkan kepalanya dengan lucu.

“Semuanya. Makasih udah repot-repot bikin surprise gini, ngumpulin temen aku, temen kamu, Ayah dan Bunda, makasih Sayang”

“Mingyu seneng?”

Mingyu anggukkan kepalanya cepat.

The happiest i’ve ever been

“Aku masih punya satu hadiah buat kamu, tapi tutup mata dulu”

Tanpa bertanya Mingyu turuti perintah itu. Ia pejamkan matanya, dan detik berikutnya ia rasakan sesuatu yang lembut menyapa belah bibirnya, sangat lembut dan lembab hingga buat tubuhnya sedikit meremang, padahal itu hanya menempel beberapa saat, tanpa gerakkan sedikit pun. Wonwoo kecup sekali lagi kali ini hasilkan suara nyaring sebelum akhirnya ia merenggangkan jarak di antara mereka.

Saat buka matanya, Mingyu langsung menangkap wajah cantik itu tersenyum manis dengan kedua pipinya sedikit bersemu merah.

“Itu hadiahnya! Hadiahnya adalah aku!”

“Apa aku harus ulang tahun setiap hari biar kamu manis terus begini?”

“Emang aku biasanya ga manis?”

“Kamu kan biasanya nakal, ga ada manis-manis begini”

Bibir si cantik kini mengerucut dengan sorot tanjam menatapnya, tanda kesal, buat Mingyu jadi sedikit panik. Jadilah ia bawa tubuh yang lebih kecil itu ke atas pangkuannya, melingkarkan tangannya di pinggang ramping itu.

“Bercanda, Sayang, kamu selalu manis, lucu, paling manis satu dunia” Mingyu bubuhkan kecupan ringan di pipi kanan Wonwoo setelahnya.

Bak anak kucing yang senang disayang, Wonwoo segera peluk tubuh besar itu dengan erat, membenamkan wajahnya di dada Mingyu dan mendusal manja.

“Kamu ga perlu ulang tahun setiap hari, aku bisa jadi anak baik yang manis terus tiap hari, kan aku sayang kamu. Maaf ya kalo aku kurang banyak nunjukin sayang aku ke kamu, aku belum banyak tau caranya. Kamu suka ya dikasih surprise gini? Mingyu, seneng kan?”

“Iya Sayang, makasih banyak. Tapi kamu inget ya, kamu ga perlu ubah sifat kamu atau apapun yang ada di kamu cuma buat aku atau siapapun, yang bikin kamu ga nyaman, ga berasa jadi diri kamu sendiri. Aku suka kamu kan karena kepincut sama tingkah bocil kematian kamu”

Satu pukulan ringan Mingyu dapatkan di dadanya yang hanya bisa ia balas dengan tawa kecil.

“Tapi Mingyu”

“Hmm?”

“Boleh ga aku minta kamu buat berubah dikit, dikitttt aja, segini” Wonwoo tunjukkan gestur jarinya seperti mencubit di depan wajah Mingyu.

“Ubah apanya?”

“Mingyu kalo ga suka, ga nyaman, kecewa, sedih, marah, bilang ya? Jangan gapapa terus… jangan ngalah terus, apalagi sama aku. Aku tau kamu sabar banget sama aku, makanya kadang aku jadi ngerasa aku ga pernah ngelakuin salah karena kamu selalu terima aja, kamu selalu maafin aku bahkan sebelum aku minta. Boleh ga? Nanti selanjutnya kamu bilang semuanya, aku seneng loh denger Mingyu cerita, jadi bukan tentang aku aja, tapi kamu juga,”

“Oh iya, maaf ya aku ngajak banyak temen kita buat rayain ulang tahun kamu, ga seperti yang kamu mau cuma kita sama Ayah Bunda, soalnya… aku pengen kamu tau banyak yang sayang sama kamu, kamu pantesnya dirayakan banyak orang, harus banyak yang doain kamu hal baik karena kamu selalu baik ke semua orang. Nah anggep aja ini sesi khusus yang cuma ada kita berdua kayak yang kamu mau itu hehe”

Tanpa sadar setetes air mata Mingyu mengalir di pipinya, susunan kata itu tak pernah Mingyu sangka akan seindah ini keluar dari bibir sang kekasih dengan polosnya.

“Kok nangis? Mingyu cengeng”

Mingyu bawa kepala Wonwoo di perpotongan lehernya, mendekapnya erat. Beri usapan halus di rambutnya, sedang Wonwoo hanya diam saja kebingungan dengan yang Mingyu lakukan.

“Aku ada salah ngomong ya?”

Mingyu menggeleng pelan, lalu urai pelukan itu.

“Kamu minta itu ya? Iya, mulai sekarang aku akan lebih banyak bilang ke kamu setiap apa yang ada di pikiran aku, yang aku rasain. Makasih ya udah ngingetin aku hal itu, aku sendiri ga pernah sadar sama yang aku lakuin”

“YEAY! Makasih Mingyuuuu. Soalnya, aku kan ga tau kalo kamu ga bilang, aku ga- apa namanya, peka? Jadi maaf ya ngerepotin kamu lagi harus ngasih tau aku—”

“Ngga, kamu ga pernah ngerepotin. Semua yang aku lakuin karena aku sayang kamu”

“Tadi Mingyu bikin harapan apa sebelum tiup lilin?”

“Rahasia dong”

“Ih ya udah kalo ga mau kasih tau, kasih aku cium aja yang banyak”

Tanpa diminta pun, Mingyu dengan senang hati berikan itu. Tangan besarnya membawa dagu Wonwoo terangkat mendekat dengan miliknya semakin mengikis jarak di antara keduanya, tinggal satu gerakan untuknya menyatukan kedua belah bibir mereka sebelum pintu kamar itu terbuka menampilkan Ican yang sama kagetnya dengan Mingyu dan Wonwoo yang serentak menoleh ke arahnya.

“So-sorry sorry!! Gue nyari anu, nyari kamar mandi. Lanjutin aja lanjutin! Anggap aja gue ga pernah ada”

Lalu pintu kamar itu tertutup rapat kembali secepat kilat. Menyisakan kedua insan kasmaran yang masih cerna situasi dengan saling bertukar tatap, lalu hanya ada tawa memenuhi ruangan itu.

Maybe we are still too young to say that what we feel for each other right now is something called love, there are still many things we have to know and feel to confidently say that. Many things will happen and everything can change, but I hope we will always find a way to come back to each other, together learning to find the meaning of forever.

“Aku nyariin kamu dari tadi, ga ada di bawah, taunya di sini”

Mingyu bawa langkahnya masuk ke kamarnya saat jumpai sosok yang sedari tak ia temukan di mana-mana. Mendudukkan dirinya di hadapan Wonwoo yang duduk bersila di karpet berbulu samping ranjang kamar itu, jemari lentik itu membuka lembar per lembar sebuah album yang menampilkan potret tiap tahapan umur Mingyu di sana. Senyumnya kadang berubah jadi kekehan geli saat temukan Mingyu kecil dengan pose lucu.

“Cing, makasih”

“Makasih buat?” Wonwoo memiringkan kepalanya dengan lucu.

“Semuanya. Makasih udah repot-repot bikin surprise gini, ngumpulin temen aku, temen kamu, Ayah dan Bunda, makasih Sayang”

“Mingyu seneng?”

Mingyu anggukkan kepalanya cepat.

The happiest i’ve ever been

“Aku masih punya satu hadiah buat kamu, tapi tutup mata dulu”

Tanpa bertanya Mingyu turuti perintah itu. Ia pejamkan matanya, dan detik berikutnya ia rasakan sesuatu yang lembut menyapa belah bibirnya, sangat lembut dan lembab hingga buat tubuhnya sedikit meremang, padahal itu hanya menempel beberapa saat, tanpa gerakkan sedikit pun. Wonwoo kecup sekali lagi kali ini hasilkan suara nyaring sebelum akhirnya ia merenggangkan jarak di antara mereka.

Saat buka matanya, Mingyu langsung menangkap wajah cantik itu tersenyum manis dengan kedua pipinya sedikit bersemu merah.

“Itu hadiahnya! Hadiahnya adalah aku!”

“Apa aku harus ulang tahun setiap hari biar kamu manis terus begini?”

“Emang aku biasanya ga manis?”

“Kamu kan biasanya nakal, ga ada manis-manis begini”

Bibir si cantik kini mengerucut dengan sorot tanjam menatapnya, tanda kesal, buat Mingyu jadi sedikit panik. Jadilah ia bawa tubuh yang lebih kecil itu ke atas pangkuannya, melingkarkan tangannya di pinggang ramping itu.

“Bercanda, Sayang, kamu selalu manis, lucu, paling manis satu dunia” Mingyu bubuhkan kecupan ringan di pipi kanan Wonwoo setelahnya.

Bak anak kucing yang senang disayang, Wonwoo segera peluk tubuh besar itu dengan erat, membenamkan wajahnya di dada Mingyu dan mendusal manja.

“Kamu ga perlu ulang tahun setiap hari, aku bisa jadi anak baik yang manis terus tiap hari, kan aku sayang kamu. Maaf ya kalo aku kurang banyak nunjukin sayang aku ke kamu, aku belum banyak tau caranya. Kamu suka ya dikasih surprise gini? Mingyu, seneng kan?”

“Iya Sayang, makasih banyak. Tapi kamu inget ya, kamu ga perlu ubah sifat kamu atau apapun yang ada di kamu cuma buat aku atau siapapun, yang bikin kamu ga nyaman, ga berasa jadi diri kamu sendiri. Aku suka kamu kan karena kepincut sama tingkah bocil kematian kamu”

Satu pukulan ringan Mingyu dapatkan di dadanya yang hanya bisa ia balas dengan tawa kecil.

“Tapi Mingyu”

“Hmm?”

“Boleh ga aku minta kamu buat berubah dikit, dikitttt aja, segini” Wonwoo tunjukkan gestur jarinya seperti mencubit di depan wajah Mingyu.

“Ubah apanya?”

“Mingyu kalo ga suka, ga nyaman, kecewa, sedih, marah, bilang ya? Jangan gapapa terus… jangan ngalah terus, apalagi sama aku. Aku tau kamu sabar banget sama aku, makanya kadang aku jadi ngerasa aku ga pernah ngelakuin salah karena kamu selalu terima aja, kamu selalu maafin aku bahkan sebelum aku minta. Boleh ga? Nanti selanjutnya kamu bilang semuanya, aku seneng loh denger Mingyu cerita, jadi bukan tentang aku aja, tapi kamu juga,”

“Oh iya, maaf ya aku ngajak banyak temen kita buat rayain ulang tahun kamu, ga seperti yang kamu mau cuma kita sama Ayah Bunda, soalnya… aku pengen kamu tau banyak yang sayang sama kamu, kamu pantesnya dirayakan banyak orang, harus banyak yang doain kamu hal baik karena kamu selalu baik ke semua orang. Nah anggep aja ini sesi khusus yang cuma ada kita berdua kayak yang kamu mau itu hehe”

Tanpa sadar setetes air mata Mingyu mengalir di pipinya, susunan kata itu tak pernah Mingyu sangka akan seindah ini keluar dari bibir sang kekasih dengan polosnya.

“Kok nangis? Mingyu cengeng”

Mingyu bawa kepala Wonwoo di perpotongan lehernya, mendekapnya erat. Beri usapan halus di rambutnya, sedang Wonwoo hanya diam saja kebingungan dengan yang Mingyu lakukan.

“Aku ada salah ngomong ya?”

Mingyu menggeleng pelan, lalu urai pelukan itu.

“Kamu minta itu ya? Iya, mulai sekarang aku akan lebih banyak bilang ke kamu setiap apa yang ada di pikiran aku, yang aku rasain. Makasih ya udah ngingetin aku hal itu, aku sendiri ga pernah sadar sama yang aku lakuin”

“YEAY! Makasih Mingyuuuu. Soalnya, aku kan ga tau kalo kamu ga bilang, aku ga- apa namanya, peka? Jadi maaf ya ngerepotin kamu lagi harus ngasih tau aku—”

“Ngga, kamu ga pernah ngerepotin. Semua yang aku lakuin karena aku sayang kamu”

“Tadi Mingyu bikin harapan apa sebelum tiup lilin?”

“Rahasia dong”

“Ih ya udah kalo ga mau kasih tau, kasih aku cium aja yang banyak”

Tanpa diminta pun, Mingyu dengan senang hati berikan itu. Tangan besarnya membawa dagu Wonwoo terangkat mendekat dengan miliknya semakin mengikis jarak di antara keduanya, tinggal satu gerakan untuknya menyatukan kedua belah bibir mereka sebelum pintu kamar itu terbuka menampilkan Ican yang sama kagetnya dengan Mingyu dan Wonwoo yang serentak menoleh ke arahnya.

“So-sorry sorry!! Gue nyari anu, nyari kamar mandi. Lanjutin aja lanjutin! Anggap aja gue ga pernah ada”

Lalu pintu kamar itu tertutup rapat kembali secepat kilat. Menyisakan kedua insan kasmaran yang masih cerna situasi dengan saling bertukar tatap, lalu hanya ada tawa memenuhi ruangan itu.

Maybe we are still too young to say that what we feel for each other right now is something called love, there are still many things we have to know and feel to confidently say that. Many things will happen and everything can change, but I hope we will always find a way to come back to each other, together learning to find the meaning of forever.

Jadi di sini, di depan salah satu toilet laki-laki lantai 1 pojok gedung sekolah, Wonwoo dan Mingyu bertemu kembali, dengan peralatan tempur di tangan masing-masing, ada ember, alat pel, sikat dan segala macam benda lainnya memenuhi tangan keduanya.

Tentu dengan enggan dan raut muka masam yang tidak perlu disamarkan keduanya melangkah masuk, Wonwoo menoleh ke belakang menjumpai Pak Juan yang masih berdiri di seberang sana, beliau yang selalu pegang ucapannya, jadi dari depan ruang guru, sesekali ia akan keluar memantau dua siswa nakal yang harus menyelesaikan hukumannya tersebut.

Sebenarnya keadaan di dalam tidak terlalu buruk, pihak sekolah tentu juga rutin membersihkan semua toilet di sana tiap beberapa hari sekali, hanya saja tipikal toilet sekolah apalagi bilik laki-laki. Dan terkhusus yang satu ini, Pak Juan memang sengaja menyarankan mengurangi frekuensi pembersihannya, sengaja jadikan bahan hukuman untuk siswa yang langgar aturan atau bertingkah nakal seperti Wonwoo dan Mingyu yang berakhir di sini saat ini.

Mingyu mulai tata barang bawaannya, isi air ke dalam ember, masukkan cairan pembersih lantai, hingga wangi tak sedap di dalam ruangan itu mulai tergantikan wangi khas disinfektan bergambar pohon cemara itu.

“Heh lo ngapain cuma berdiri doang di sono? Mandor lo?” Ucap Mingyu yang sejak tadi sadar kalau sosok lain di dalam ruangan itu hanya berdiri diam di depan pintu.

“Buruan bantuin nih! Nyikat ngepel ngapain terserah asal ini semua cepet kelar. Lo inget kan ini semua gara-gara lo, gue harus ngerjain ini gara-gara lo” Mingyu tekankan akhir kalimatnya.

“Siapa suruh lo pake mau nyiram air pel ke gue? Ga ada kan? Salah lo sendiri juga berarti! Jangan bisa nyalahin gue doang”

“Gue males debat ga penting. Lo cepet ngepel aja yang bener” Mingyu akhiri pembicaraan mereka, mulai fokus mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Ruangan dengan dominasi keramik putih itu pun hening, hanya terdengar suara sikat dan air yang beradu dengan lantai. Hingga tak terasa setengah ruangan itu sudah mengkilap, hasil kerja sama yang cukup baik dari keduanya.

“Sini! Bagian sini juga, jangan cuma di situ-situ terus” Titah Mingyu kepada Wonwoo yang disambut dengan decak sebal.

Tapi bagaimanapun Wonwoo menurutinya, ia menuju sisi yang ditunjuk Mingyu, namun sialnya langkah kakinya tak sengaja menginjak sikat kecil di lantai hingga ia hilang keseimbangan.

Untungnya, tubuhnya seketika ditangkap oleh yang lebih besar, hingga detik berikutnya Wonwoo merasakan dadanya berdebar lebih cepat dan sulit bernapas.

Bukan, karena bukan seperti yang kalian bayangkan, adegan yang biasanya ada di drama Korea, bukan. Tubuh Wonwoo ditangkap dengan cara Mingyu memegang kerah belakang seragamnya seperti induk kucing yang menggendong anaknya. Itu sebabnya ia sulit bernapas, tercekik seragamnya sendiri.

Sesaat setelah Wonwoo berhasil menjajakkan kakinya dengan seimbang kembali, yang terjadi selanjutnya adalah Mingyu yang mengaduh kesakitan akibat pukulan yang diberikan Wonwoo di bahunya.

“SESAK NAPAS GUE GOBLOK!”

“GA TAU TERIMA KASIH SI ANJING! Kalo ga gue tahan muka lo nyium keramik!”

Masih dengan bersungut-sungut Wonwoo betulkan seragamnya, mendelik tajam ke Mingyu.

“Wonwoo”

Yang disebut namanya hanya menatap malas si lawan bicara.

“Apa?”

“Gue udah lama banget penasaran, sebenernya gue ada salah apa sama lo sampe lo selalu cari ribut, cari masalah sama gue? Karena gue yakin banget gue ga pernah ngapa-ngapain lo duluan. Lo duluan yang selalu jahilin gue”

Wonwoo diam beberapa saat, raut mukanya menunjukkan ketidak-senangannya dengan ucapan Mingyu. Alisnya terangkat sebelah.

“Yakin lo ga pernah ngapa-ngapain? Ga inget sama sekali?”

“100%”

“Hari pertama UTS, ada motor yang nyerempet gue di depan gerbang sampe gue nyungsep di selokan, terus bukannya buru-buru nolongin malah ngatain gue cengeng karena gue nangis—”

“Itu– itu, iya itu kan ga sengaja. Lagian gue tetep bantuin lo kok abis itu. Dan emang lo cengeng, jatuh dikit doang langsung nangis”

“Tuh kan! Emang lo pantes dibales terus, cuma nolongin berdiri doang abis itu lo cabut! Ga cukup lo ngejek gue, lo juga selalu nganggap sepele…”

Wonwoo berbalik, enggan bertatapan dengan lawan bicaranya yang undang tanya dari raut wajah Mingyu.

“Lo ga tau sebanyak apa usaha gue ngumpulin niat dateng ke sekolah, di saat mama gue baru meninggal 3 hari sebelum UTS…” Wonwoo menggantung ucapannya,

Oh. Pupil Mingyu melebar ketika mendengar kalimat tersebut, untuk yang satu itu Mingyu memang tidak tahu.

“Gue ga mau sekolah, gue benci kenapa dunia masih harus terus berjalan. Terus lo makin rusak hari gue, baju gue kotor, gue jadi telat masuk ruang ujian—”

“Maaf. Soalnya kan gue buru-buru karena udah telat juga”

Dan sepertinya bukan itu juga kalimat yang ingin Wonwoo dengar. Jadi Wonwoo pilih lanjutkan saja kembali pekerjaan yang sempat terbengkalai ini, ingin cepat pergi saja.

Suasana di ruangan itu jadi lebih canggung dari sebelumnya. Semuanya sibuk dengan pekerjaan dan pikiran masing-masing. Hingga Mingyu pecah kembali kesunyian.

“Lo duluan aja sana, biar gue yang kerjain sisanya, tinggal dikit juga”

Wonwoo tak menjawab hanya tampilkan kerutan di keningnya, bukankah Mingyu yang tadi paling takut kalau ia kabur, namun sekarang malah sebaliknya.

“Lagian kerjaan lo ga bener, lelet juga, mending gue sendiri aja, sana! hush!!” Tambah Mingyu kemudian, seakan menjawab pertanyaan di kepala Wonwoo.

Tanpa bertanya lagi Wonwoo langsung menerima kesempatan emas ini. Ia hendak pergi tanpa pamit, awalnya, namun saat di ambang pintu ia berbalik.

“Mingyu”

Mingyu menoleh dengan cepat, setengah tak percaya, sebab baru kali ini ia mendengar namanya disebut oleh pria itu dengan benar.

“Gue suka jahilin lo juga, karena reaksi lo lucu, gue suka”

Belum sempat Mingyu pastikan apakah yang didengarnya tidak salah, sosok itu sudah hilang dari sana secepat kilat, Mingyu hanya bisa tangkap kalau matanya tak salah lihat Wonwoo yang berlari di tengah lapangan menoleh sekilas kepadanya dengan senyum, walaupun bercampur dengan sedikit seringai jahil.

Dan apa itu, bibir Mingyu juga terangkat membentuk senyum tipis tanpa ia sendiri sadari.

Jadi di sini, di depan salah satu toilet laki-laki lantai 1 pojok gedung sekolah, Wonwoo dan Mingyu bertemu kembali, dengan peralatan tempur di tangan masing-masing, ada ember, alat pel, sikat dan segala macam benda lainnya memenuhi tangan keduanya.

Tentu dengan enggan dan raut muka masam yang tidak perlu disamarkan keduanya melangkah masuk, Wonwoo menoleh ke belakang menjumpai Pak Juan yang masih berdiri di seberang sana, beliau yang selalu pegang ucapannya, jadi dari depan ruang guru, sesekali ia akan keluar memantau dua siswa nakal yang harus menyelesaikan hukumannya tersebut.

Sebenarnya keadaan di dalam tidak terlalu buruk, pihak sekolah tentu juga rutin membersihkan semua toilet di sana tiap beberapa hari sekali, hanya saja tipikal toilet sekolah apalagi bilik laki-laki. Dan terkhusus yang satu ini, Pak Juan memang sengaja menyarankan mengurangi frekuensi pembersihannya, sengaja jadikan bahan hukuman untuk siswa yang langgar aturan atau bertingkah nakal seperti Wonwoo dan Mingyu yang berakhir di sini saat ini.

Mingyu mulai tata barang bawaannya, isi air ke dalam ember, masukkan cairan pembersih lantai, hingga wangi tak sedap di dalam ruangan itu mulai tergantikan wangi khas disinfektan bergambar pohon cemara itu.

“Heh lo ngapain cuma berdiri doang di sono? Mandor lo?” Ucap Mingyu yang sejak tadi sadar kalau sosok lain di dalam ruangan itu hanya berdiri diam di depan pintu.

“Buruan bantuin nih! Nyikat ngepel ngapain terserah asal ini semua cepet kelar. Lo inget kan ini semua gara-gara lo, gue harus ngerjain ini gara-gara lo” Mingyu tekankan akhir kalimatnya.

“Siapa suruh lo pake mau nyiram air pel ke gue? Ga ada kan? Salah lo sendiri juga berarti! Jangan bisa nyalahin gue doang”

“Gue males debat ga penting. Lo cepet ngepel aja yang bener” Mingyu akhiri pembicaraan mereka, mulai fokus mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Ruangan dengan dominasi keramik putih itu pun hening, hanya terdengar suara sikat dan air yang beradu dengan lantai. Hingga tak terasa setengah ruangan itu sudah mengkilap, hasil kerja sama yang cukup baik dari keduanya.

“Sini! Bagian sini juga, jangan cuma di situ-situ terus” Titah Mingyu kepada Wonwoo yang disambut dengan decak sebal.

Tapi bagaimanapun Wonwoo menurutinya, ia menuju sisi yang ditunjuk Mingyu, namun sialnya langkah kakinya tak sengaja menginjak sikat kecil di lantai hingga ia hilang keseimbangan.

Untungnya, tubuhnya seketika ditangkap oleh yang lebih besar, hingga detik berikutnya Wonwoo merasakan dadanya berdebar lebih cepat dan sulit bernapas.

Bukan, karena bukan seperti yang kalian bayangkan, adegan yang biasanya ada di drama Korea, bukan. Tubuh Wonwoo ditangkap dengan cara Mingyu memegang kerah belakang seragamnya seperti induk kucing yang menggendong anaknya. Itu sebabnya ia sulit bernapas, tercekik seragamnya sendiri.

Sesaat setelah Wonwoo berhasil menjajakkan kakinya dengan seimbang kembali, yang terjadi selanjutnya adalah Mingyu yang mengaduh kesakitan akibat pukulan yang diberikan Wonwoo di bahunya.

“SESAK NAPAS GUE GOBLOK!”

“GA TAU TERIMA KASIH SI ANJING! Kalo ga gue tahan muka lo nyium keramik!”

Masih dengan bersungut-sungut Wonwoo betulkan seragamnya, mendelik tajam ke Mingyu.

“Wonwoo”

Yang disebut namanya hanya menatap malas si lawan bicara.

“Apa?”

“Gue udah lama banget penasaran, sebenernya gue ada salah apa sama lo sampe lo selalu cari ribut, cari masalah sama gue? Karena gue yakin banget gue ga pernah ngapa-ngapain lo duluan. Lo duluan yang selalu jahilin gue”

Wonwoo diam beberapa saat, raut mukanya menunjukkan ketidak-senangannya dengan ucapan Mingyu. Alisnya terangkat sebelah.

“Yakin lo ga pernah ngapa-ngapain? Ga inget sama sekali?”

“100%”

“Hari pertama UTS, ada motor yang nyerempet gue di depan gerbang sampe gue nyungsep di selokan, terus bukannya buru-buru nolongin malah ngatain gue cengeng karena gue nangis—”

“Itu– itu, iya itu kan ga sengaja. Lagian gue tetep bantuin lo kok abis itu. Dan emang lo cengeng, jatuh dikit doang langsung nangis”

“Tuh kan! Emang lo pantes dibales terus, cuma nolongin berdiri doang abis itu lo cabut! Ga cukup lo ngejek gue, lo juga selalu nganggap sepele…”

Wonwoo berbalik, enggan bertatapan dengan lawan bicaranya yang undang tanya dari raut wajah Mingyu.

“Lo ga tau sebanyak apa usaha gue ngumpulin niat dateng ke sekolah, di saat mama gue baru meninggal 3 hari sebelum UTS…” Wonwoo menggantung ucapannya,

Oh. Pupil Mingyu melebar ketika mendengar kalimat tersebut, untuk yang satu itu Mingyu memang tidak tahu.

“Gue ga mau sekolah, gue benci kenapa dunia masih harus terus berjalan. Terus lo makin rusak hari gue, baju gue kotor, gue jadi telat masuk ruang ujian—”

“Maaf. Soalnya kan gue buru-buru karena udah telat juga”

Dan sepertinya bukan itu juga kalimat yang ingin Wonwoo dengar. Jadi Wonwoo pilih lanjutkan saja kembali pekerjaan yang sempat terbengkalai ini, ingin cepat pergi saja.

Suasana di ruangan itu jadi lebih canggung dari sebelumnya. Semuanya sibuk dengan pekerjaan dan pikiran masing-masing. Hingga Mingyu pecah kembali kesunyian.

“Lo duluan aja sana, biar gue yang kerjain sisanya, tinggal dikit juga”

Wonwoo tak menjawab hanya tampilkan kerutan di keningnya, bukankah Mingyu yang tadi paling takut kalau ia kabur, namun sekarang malah sebaliknya.

“Lagian kerjaan lo ga bener, lelet juga, mending gue sendiri aja, sana! hush!!” Tambah Mingyu kemudian, seakan menjawab pertanyaan di kepala Wonwoo.

Tanpa bertanya lagi Wonwoo langsung menerima kesempatan emas ini. Ia hendak pergi tanpa pamit, awalnya, namun saat di ambang pintu ia berbalik.

“Mingyu”

Mingyu menoleh dengan cepat, setengah tak percaya, sebab baru kali ini ia mendengar namanya disebut oleh pria itu dengan benar.

“Gue suka jahilin lo juga, karena reaksi lo lucu, gue suka”

Belum sempat Mingyu pastikan apakah yang didengarnya tidak salah, sosok itu sudah hilang dari sana secepat kilat, Mingyu hanya bisa tangkap kalau matanya tak salah lihat Wonwoo yang berlari di tengah lapangan menoleh sekilas kepadanya dengan senyum, walaupun sedikit seringai jahil.

Dan apa itu, bibir Mingyu juga terangkat membentuk senyum tipis tanpa ia sendiri sadari.

Jadi di sini, di depan salah satu toilet laki-laki lantai 1 pojok gedung sekolah, Wonwoo dan Mingyu bertemu kembali, dengan peralatan tempur di tangan masing-masing, ada ember, alat pel, sikat dan segala macam benda lainnya memenuhi tangan keduanya.

Tentu dengan enggan dan raut muka masam yang tidak perlu disamarkan keduanya melangkah masuk, Wonwoo menoleh ke belakang menjumpai Pak Juan yang masih berdiri di seberang sana, beliau yang selalu pegang ucapannya, jadi dari depan ruang guru, sesekali ia akan keluar memantau dua siswa nakal yang harus menyelesaikan hukumannya tersebut.

Sebenarnya keadaan di dalam tidak terlalu buruk, pihak sekolah tentu juga rutin membersihkan semua toilet di sana tiap beberapa hari sekali, hanya saja tipikal toilet sekolah apalagi bilik laki-laki. Dan terkhusus yang satu ini, Pak Juan memang sengaja menyarankan mengurangi frekuensi pembersihannya, sengaja jadikan bahan hukuman untuk siswa yang langgar aturan atau bertingkah nakal seperti Wonwoo dan Mingyu yang berakhir di sini saat ini.

Mingyu mulai tata barang bawaannya, isi air ke dalam ember, masukkan cairan pembersih lantai, hingga wangi tak sedap di dalam ruangan itu mulai tergantikan wangi khas disinfektan bergambar pohon cemara itu.

“Heh lo ngapain cuma berdiri doang di sono? Mandor lo?” Ucap Mingyu yang sejak tadi sadar kalau sosok lain di dalam ruangan itu hanya berdiri diam di depan pintu.

“Buruan bantuin nih! Nyikat ngepel ngapain terserah asal ini semua cepet kelar. Lo inget kan ini semua gara-gara lo, gue harus ngerjain ini gara-gara lo” Mingyu tekankan akhir kalimatnya.

“Siapa suruh lo pake mau nyiram air pel ke gue? Ga ada kan? Salah lo sendiri juga berarti! Jangan bisa nyalahin gue doang”

“Gue males debat ga penting. Lo cepet ngepel aja yang bener” Mingyu akhiri pembicaraan mereka, mulai fokus mengerjakan pekerjaannya sendiri.

Ruangan dengan dominasi keramik putih itu pun hening, hanya terdengar suara sikat dan air yang beradu dengan lantai. Hingga tak terasa setengah ruangan itu sudah mengkilap, hasil kerja sama yang cukup baik dari keduanya.

“Sini! Bagian sini juga, jangan cuma di situ-situ terus” Titah Mingyu kepada Wonwoo yang disambut dengan decak sebal.

Tapi bagaimanapun Wonwoo menurutinya, ia menuju sisi yang ditunjuk Mingyu, namun sialnya langkah kakinya tak sengaja menginjak sikat kecil di lantai hingga ia hilang keseimbangan.

Untungnya, tubuhnya seketika ditangkap oleh yang lebih besar, hingga detik berikutnya Wonwoo merasakan dadanya berdebar lebih cepat dan sulit bernapas.

Bukan, karena bukan seperti yang kalian bayangkan, adegan yang biasanya ada di drama Korea, bukan. Tubuh Wonwoo ditangkap dengan cara Mingyu memegang kerah belakang seragamnya seperti induk kucing yang menggendong anaknya. Itu sebabnya ia sulit bernapas, tercekik seragamnya sendiri.

Sesaat setelah Wonwoo berhasil menjajakkan kakinya dengan seimbang kembali, yang terjadi selanjutnya adalah Mingyu yang mengaduh kesakitan akibat pukulan yang diberikan Wonwoo di bahunya.

“SESAK NAPAS GUE GOBLOK!”

“GA TAU TERIMA KASIH SI ANJING! Kalo ga gue tahan muka lo nyium keramik!”

Masih dengan bersungut-sungut Wonwoo betulkan seragamnya, mendelik tajam ke Mingyu.

“Wonwoo”

Yang disebut namanya hanya menatap malas si lawan bicara.

“Apa?”

“Gue udah lama banget penasaran, sebenernya gue ada salah apa sama lo sampe lo selalu cari ribut, cari masalah sama gue? Karena gue yakin banget gue ga pernah ngapa-ngapain lo duluan. Lo duluan yang selalu jahilin gue”

Wonwoo diam beberapa saat, raut mukanya menunjukkan ketidak-senangannya dengan ucapan Mingyu. Alisnya terangkat sebelah.

“Yakin lo ga pernah ngapa-ngapain? Ga inget sama sekali?”

“100%”

“Hari pertama UTS, ada motor yang nyerempet gue di depan gerbang sampe gue nyungsep di selokan, terus bukannya buru-buru nolongin malah ngatain gue cengeng karena gue nangis—”

“Itu– itu, iya itu kan ga sengaja. Lagian gue tetep bantuin lo kok abis itu. Dan emang lo cengeng, jatuh dikit doang langsung nangis”

“Tuh kan! Emang lo pantes dibales terus, cuma nolongin berdiri doang abis itu lo cabut! Ga cukup lo ngejek gue, lo juga selalu nganggap sepele…”

Wonwoo berbalik, enggan bertatapan dengan lawan bicaranya yang undang tanya dari raut wajah Mingyu.

“Lo ga tau sebanyak apa usaha gue ngumpulin niat dateng ke sekolah, di saat mama gue baru meninggal 3 hari sebelum UTS…” Wonwoo menggantung ucapannya,

Oh. Pupil Mingyu melebar ketika mendengar kalimat tersebut, untuk yang satu itu Mingyu memang tidak tahu.

“Gue ga mau sekolah, gue benci kenapa dunia masih harus terus berjalan. Terus lo makin rusak hari gue, baju gue kotor, gue jadi telat masuk ruang ujian—”

“Maaf. Soalnya kan gue buru-buru karena udah telat juga”

Dan sepertinya bukan itu juga kalimat yang ingin Wonwoo dengar. Jadi Wonwoo pilih lanjutkan saja kembali pekerjaan yang sempat terbengkalai ini, ingin cepat pergi saja.

Suasana di ruangan itu jadi lebih canggung dari sebelumnya. Semuanya sibuk dengan pekerjaan dan pikiran masing-masing. Hingga Mingyu pecah kembali kesunyian.

“Lo duluan aja sana, biar gue yang kerjain sisanya, tinggal dikit juga”

Wonwoo tak menjawab hanya tampilkan kerutan di keningnya, bukankah Mingyu yang tadi paling takut kalau ia kabur, namun sekarang malah sebaliknya.

“Lagian kerjaan lo ga bener, lelet juga, mending gue sendiri aja, sana! hush!!” Tambah Mingyu kemudian, seakan menjawab pertanyaan di kepala Wonwoo.

Tanpa bertanya lagi Wonwoo langsung menerima kesempatan emas ini. Ia hendak pergi tanpa pamit, awalnya, namun saat di ambang pintu ia berbalik.

“Mingyu”

Mingyu menoleh dengan cepat, setengah tak percaya, sebab baru kali ini ia mendengar namanya disebut oleh pria itu dengan benar.

“Gue suka jahilin lo juga, karena reaksi lo lucu, gue suka”

Belum sempat Mingyu pastikan apakah yang didengarnya tidak salah, sosok itu sudah hilang dari sana secepat kilat, Mingyu hanya bisa tangkap kalau matanya tak salah lihat Wonwoo yang berlari di tengah lapangan menoleh sekilas kepadanya dengan senyum, walaupun sedikit seringai jahil.

Dan apa itu, bibir Mingyu juga terangkat membentuk senyum tipis tanpa ia sendiri sadari.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini aku juga mikir.. besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai harinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali jadi pusat perhatian di sekolah, buat ia tak merasa sendiri di dunia ini.

“Siapa bilang kamu ga kasih apa-apa, kamu bisa kasih aku cium, ayo sekarang cium aku”

“MINGYUU aku serius😠”

Mingyu tergelak dan mendapat pukulan cukup kencang di dadanya, buat ia harus tangkap tangan kucing galak itu karena mulai brutal pukulannya.

“Papa kapan pulang, Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa!”

“Iya, Sayang makasih ya. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini, siapa cewek yang kamu post itu?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang, laksanakan!!”

Dan siapa lah Mingyu yang bisa menolak jika Yang Mulia Cing sudah bertitah.

Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini aku juga mikir.. besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.

“Siapa bilang kamu ga kasih apa-apa, kamu bisa kasih aku cium, ayo sekarang cium aku”

“MINGYUU aku serius😠”

Mingyu tergelak dan mendapat pukulan cukup kencang di dadanya, buat ia harus tangkap tangan kucing galak itu karena mulai brutal pukulannya.

“Papa kapan pulang, Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa!”

“Iya, Sayang makasih ya. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini, siapa cewek yang kamu post itu?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang, laksanakan!!”

Dan siapa lah Mingyu yang bisa menolak jika Yang Mulia Cing sudah bertitah.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini aku juga mikir.. besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.

“Siapa bilang kamu ga kasih apa-apa, kamu bisa kasih aku cium, ayo sekarang cium aku”

“MINGYUU aku serius😠”

Mingyu tergelak dan mendapat pukulan cukup kencang di dadanya, buat ia harus tangkap tangan kucing galak itu karena mulai brutal.

“Papa kapan pulang, Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa!”

“Iya, Sayang makasih ya. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini, siapa cewek yang kamu post itu?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini aku juga mikir.. besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.

“Papa kapan pulang Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa”

“Iya, Sayang. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini siapa cewek yang kamu post, yang itu”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.