Wichapasology

babyinlove

#BABYINLOVE #AFTERGLOW

Serial Chicago Med yang tengah di putar di TV menjadi background suara sayup-sayup untuk malam Raksa dan Buwana. Keduanya sedang berpelukan di dalam selimut. Raksa di dalam dekapan Buwana sedang bersandar nyaman sembari menonton Chicago Med di hadapannya. Pun Buwana yang sedari tadi tak berhenti mengusap punggung Raksa, dan sesekali menciumi puncak kepala sang kekasih.

“Mas, udah selesai semua kan? Kisah cinta kita nggak akan ada yang ganggu kan?” tanya Raksa tiba-tiba. Buwana melirik Raksa yang tengah mendongakkan kepalanya sedikit.

Mata mereka bertemu. Buwana bisa membaca ada kekhawatiran di mata Raksa jika kisah cinta mereka masih banyak halang rintang. Sepertinya, si pria lebih muda takut.

Buwana mengangguk kemudian mengeratkan pelukannya. You know all my past now. What I did before I met you. Even tho I didn't have ex boyfriend, I did have fuck buddy who almost fucking my life as well,” tukas Buwana.

It's only you and me now,” lanjutnya dan mencium dahi Raksa.

Raksa makin mengeratkan pelukannya. Kembali mencari posisi ternyaman di dekapan Buwana.

“_ love you so much_, Mas,”

I love you more, bayik,” jawab Buwana.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Raksa membuka matanya tepat ketika pintu kamarnya ditutup Arsena. Dia masih tak menyangka bisa menyaksikan Buwana tidur di kasur yang sama dengannya. Tak menyangka mereka tidur yang saling memeluk dengan Javi berada di tengah layaknya keluarga kecil bahagia.

Padahal, tadi malam juga, Raksa mendapat patah hati terhebatnya. Mengetahui kekasihnya berselingkuh meski katanya demi melindungi dirinya, tapi tetap saja, dia tidak bisa menerima fakta kekasihnya tidur dengan pria lain selain dirinya.

Waras hampir menghilang darinya. Andai saja dia tidak ada di rumah Ibunya, entah apa yang akan ia lakukan. Andai saja tidak ada Javi yang tengah tidur di pelukannya malam itu, entah keputusan gila apa yang akan ia ambil.

Tadi malam, ia hanya bisa memblokir semua kontak Buwana dan pergi ke teras rumah. Merokok.

Sampai sebuah mobil Audi A7 berhenti di halaman rumah ibuda Raksa.

Buwana keluar dari mobil. Membuka pagar yang memang lupa Raksa kunci tadi. Buwana belutut di depan Raksa kala itu.

“Aku nggak jadi tidur sama dia, Sa. I.... I just almost slept with me. I know what I did was wrong. But please, Raksa, baby, forgive me,” pinta Buwana yang masih berlutut di hadapan Raksa.

“Buktinya Mas nggak jadi tidur sama dia apa?” tanya Raksa datar, menunduk menatap Buwana

“CCTV yang ada di kamar aku ngerekam semuanya, Sa. _You can check it,” jawab Buwana yang mendongakkan kepalanya.

“Mas bisa ngelakuin itu di kamar lain,” sangah Raksa lagi.

Buwana menggeleng, tangannya meraih tangan Raksa, menggenggamnya.

“Aku bakal bawa Joss ke sini biar dia bisa kasih pernyataan kalau kami nggak jadi tidur,” kata Buwana.

Raksa menggeleng. “Saya nggak mau berurusan sama dia lagi, Mas,” jawab Raksa. Ia mengabaskan tangan yang sedang Buwana genggam, lalu berlalu kembali duduk di teras rumahnya dan menghisap rokok.

Buwana masih berlutut di perkarangan rumah Ibunda Raksa. Menatap sedih ke arah Raksa yang juga tengah menatapnya dengan pandangan kosong tak karuan. He hurts him so bad, and he hates that fact.

Buwana bangkit, mendekati Raksa. Ia kembali bersimpuh di bawah kaki Raksa.

“Aku sama dia hampir tidur bareng. Rasa panik dan takut aku kalau dia hancurin karir yang sudah susah payah kamu bangun, bikin aku setuju sama persyaratan yang dia kasih. But, even before he touched my skin, I ran away, Raksa. Aku jadi takut kalau kamu tau hal itu. Aku takut kamu ninggalin aku karena aku dan kebodohanku. Aku takut nyakitin kamu,” ujar Buwana. “_I know I already did,” lanjutnya.

“_I'm sorry. Please, tell me how can I fix my mistake,” pinta Buwana.

“Saya nggak tau, Mas. Apa Saya bisa maafin Mas, Saya nggak tau,” jawab Raksa. But, I know that I love you and I can't lose you,” lanjutnya mulai melembut. Ia mematikan rokokn dan bangkit dari kursinya.

“_And I hate seeing you cry like this,” Raksa berlutut di hadapan Buwana dan menghapus air mata sang kekasih. Ia membawa Buwana ke dalam depannya.

“Saya nggak papa kehilangan karir dan harta yang Saya punya. Saya cuman butuh, Mas. So, please, please stay with me and don't do stupid things like giving up your body to someone else,” bisik Raksa di telinga Buwana. Buwana mengangguk. Sekali lagi ia mengucap kata maaf.

Kembali ke waktu sekarang, Raksa yang sudah bangun enggan beranjak dari kasur. Ia masih ingin menikmati moment ini. Moment dirinya di peluk Javi dan Buwana yang tengah tertidur lelap.

“Kalau pun yang Mas bilang kemarin bohong, Saya akan tetap percaya. Because at the end of the day, all I need is you beside me, Mas,” gumam Raksa pelan.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

READ AT YOUR OWN RISKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . .

Selamat kamu kena prank

#afterglow #babyinlove

Raksa, Sena, dan Prisa sekarang lagi ada di kamarnya Raksa yang yah cukup kecil. Mereka bertiga duduk di lantai, melingkari sepiring pisang goreng dan tiga buah teh hangat buatan Baifern, Ibunya Raksa. Di samping Raksa, ada Javier yang tertidur lelap di atas kasur busa, sambil memeluk boneka kelinci buluk kesayangannya. Jempol Raksa tak berhenti mengusap dahi Javier dengan lembut. Yah, kalau berhenti Javier akan mengerutkan dahinya dan terbangun. Dia tak senyaman itu pergi jauh dari Buwana. Ini pertama kalinya.

“Gue masih kesel sama lo berdua,” ujar Arsena menatap kedua temannya yang masih cengengesan. 

“Sorry. Lagian gue mau bilangin ke elo juga, kita udah di tengah-tengah tol,” sahut Prisa.

“Iya, sorry. Gue terlalu fokus ngebucin sampe nggak bales WA lo. Tapi beneran, pas kelar VCan sama Mas Wana, gue langsung balas WA lo,” giliran Raksa yang berucap.

Put that aside, gue beneran seneng sih lo udah nggak menye-menye dan overthinking lagi kayak dulu,” Raksa tersenyum. 

I'm almost thirty, Bro, but thank you for worrying me that much. Gue belajar dari kesalahan-kesalahan gue yang dulu,” jawab Raksa.

“Jadi, Kak Wana udah ceritain semuanya sama lo?” tanya Prisa. Raksa mengangguk.

“Mas Wana udah cerita kalau di hari kita balikan, dia emang ketemu Joss buat bicarain masalah dia yang nyebarin foto gue sama Key ciuman.”

“Gue tau, Mas Buwana janjiin minuman energi itu kalau gue nggak akan nuntut dia perihal masalah kemarin, asal dia berhenti gangguin gue,” lanjut Raksa.

“Lo juga tau kalau lo tetep nuntut meski itu dari Key, Bang Joss bakal bener–bener hancurin karir lo dan…. pacaran,” Prisa mengangkat kedua tangannya yang menggerak-gerakkan jari tengah dan telunjuknya membentuk tanda kutip, “sama dia?” tanya Prisa 

“Lah, emang Pak Buwana mau ama dia?” Arsena menyela. Matanya menampilkan ekspresi binging.

Raksa memgangguk, “itu cuman omongan dan perjanjian yang dia buat sendiri tanpa persetujuan Mas Buwana,” terang Raksa.

“Tiap dia serius, Sa. Makanya batalin aja. Toh lo batalin ini nggak ada ruginya juga kan? Nama lo sama Key udah bersih juga,” Prisa menyambar, kembali meminta Raksa tak mengajukan gugatannya meski lewat Key.

“Iya. Gue udah janji sama Mas Buwana. Gue pengen hidup dan hubungan gue sama dia tenang sekarang,” jawab Raksa. Prisa bernafas lega.

“Makanya, dia hari ini izin ketemu sama tuh orang buat ngeclearin semuanya. Biar hubungan kami nggak digangguin tuh minuman energi,” lanjut Raksa. 

All best for you both deh,” tukas Arsena dan lanjut mengunyah pisang gorengnya.

Sementara itu, di sisi lain, Buwana sedang memandangi pantulan dirinya di cermin. Ekspresi tegang terpatri di wajah tampannya.

What takes you so long to prepare your hole for me?” sebuah suara baritan berat memecah keheningan di kamar mandi tempat Buwana sedari tadi berada.

Tubuh Joss terpantul di cermin, mata mereka bertemu di satu titik. Buwana dengan mata sinisnya dan Joss dengan matanya mengejeknya.

Come on, this is our agreement. And, don't act like we've never done this shit before, Wana,” lanjut Joss melihat ekspresi tak bersahabat Buwana padanya.

Fuck you, Joss!” hardik Buwana.

Well, I'm going to fuck you tho. Am I not?”

#babyinlove #afterglow

Baifern masuk ke kamar Raksa, membawakan semangkuk bubur yang baru ia buat. Dia hanya bisa menggeleng dengan senyum teduhnya ketika melihat Raksa yang berbaring dengan memeluk pinggang Yaksa yang tengah duduk bersandar. Ia duduk dengan tangannya yang terus mengusap rambut Raksa.

“Abang sakit huhuhu... kepalaku pusing,” adu Raksa sambil menangis.

“Iya, ini Abang usap-usap biar nggak sakit, ya?”

Baifern duduk di pinggir ranjang setelah menaruh nampan, “Abang, adeknya suapin dulu. Biar habis itu minum obat,” suruh Baifern. Yaksa mengangguk. Tangan Baifern mengusap lengan Raksa yang melingkar di pinggang Yaksa. “Udah mau kepala tiga masih manja aja sama Abangnya,” tukas Baifern.

Raksa tak mengindahkan perkataan ibunya dan hanya menyembunyikan wajahnya di bantal, masih dengan tangannya yang memeluk pinggang Yaksa.

Baifern mengalihkan pandangannya ke arah Buwana dan Javi. “Nak Wana, Javi-nya tidurin di kamar sebelah aja. Ibu sudah bersihkan,” ujarnya. Buwana mengangguk. Perlahan, dengan Javi di gendongannya, berdiri. Pun Baifern yang ikut berdiri dan menghampiri Buwana serta Javi.

“Udah tidur Javinya?” tanya Baifern yang tengah menaruh punggung tangannya di dahi Javi. Anak itu tengah menutup matanya dan menyenderkan pipinya di bahu Buwana.

Buwana mengangguk menjawab pertanyaan Baifern.

“Nanti makan dulu, ya? Makan bareng Tian di bawah. Biar Ibu yang jagain Javi,” ujar Baifern. Buwana mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Dia tak sempat makan siang tadi, selesai syuting, dia langsung membawa Javi ke rumah sakit dan ke rumah Yaksa.

Di bawah, ia bertemu dengan Tian yang mukanya masih terlihat kesal karena honeymoonnya diganggu sang adik ipar, sedang melahap ayam goreng ketumbar.

Your boyfriend udah tidur?” tanya Tian. Buwana menggeleng.

“Masih ngeluh sakit kepala sama Yaksa, dan nggak mau makan,” jawab Buwana. Ia mengambil nasi dan ayam goreng ketumbar yang masih hangat. “Lo sama Yaksa honeymoon di mana? Kok bisa cepet balik pas denger kabar Raksa sakit?”

“Bali,” jawab Tian singkat. Buwana mengangguk, lalu mulai melahap makanannya.

“Anak lo lagi sakit juga?” tanya Tian lagi, karena memang tadi Tian sempat masuk ke kamar Raksa sebentar, hanya untuk menyentil dahi Raksa karena kesal.

“Iya. Badannya tiba-tiba panas tadi. Mungkin kecapean syuting,” jawab Buwana.

“Bucin juga lo sama Raksa,” kata Tian lagi. “Tapi, nggak bisa ngalahin bucinnya suami gue ke dia juga sih,” lanjutnya lagi menggerutu.

I know,” jawab Buwana. Dia sadar, Yaksa sangat mencintai adik semata-wayangnya itu.

“Gue kira, abis dia punya pacar, manjanya ke suami gue bakal berkurang, lah sama aja. Sakit masih nyarih ketek Abang-nya,” Buwana hanya tersenyum tipis.

Sebelum Yaksa datang tadi, Raksa sempat bermanja-manja padanya. Sempat meminta kepalanya diusap-usap Buwana. Tapi, ketika Yaksa datang, pria berukur 27 tahun itu langsung merentangkan tangan minta dipeluk Abangnya.

Setelah itu, Raksa seperti lupa kalau di kamarnya ada Buwana dan Javi. Tak salah kalau Tian berkata Raksa masih mencari ketek abangnya.

Anyway, Javi yang melihat hal tersebut hanya menggelengkan kepalanya tak terlalu peduli, dan kembali meminta digendong oleh sang Papi setelah sempat istirahat di sofa.

Lalu, ia tertidur begitu saja. Mungkin efek obat yang sempat ia makan di rumah sakit sebelum ke rumah Yaksa tadi.

Tepat nasi di piring Buwana habis, Yaksa dan Baifern turun untuk makan juga. Mereka berdua sudah memastikan bahwa Raksa dan Javi sudah tertidur pulas dan bisa ditinggal sebentar.

Belum sempat mereka menyendokkan nasi ke mulut, terdengar suara tangisan kencang dari atas. Dua suara berbeda yang mencari orang yang berbeda pula.

“PAPI!!!”

“ABANG!!!”

Yaksa dan Buwana sementara Tian berdecak kesal dan Baifern terkekeh geli.

“Sana, bayi-bayinya diurusin dulu. Ibu mau ngurusin kayaknya bakal ditolak juga sama mereka,” tukas Baifern.

Lucunya, sebelum Buwana dan Yaksa mencapai tangga, di tengah-tengah tangga ada Raksa yang tengah menggendong Javi. Keduanya menangis.

Papi why you left me?”

“Abang kok ninggalin aku?”

#afterglow #babyinlove

🔞🔞🔞 quickie

Jika kalian melihat cuitan Raksa dan Buwana yang kesal pada Prisa, itu bukan tanpa alasan. Tadi pagi, ketika mereka masih tertidur setelah semalaman bertempur, mereka bangun dengan Javi yang ada di depan mereka, di samping tempat tidur berdiri dengan bersedekap dada. Javi dengan wajah judes dan sorot mata sinisnya tengah memandang ke arah mereka berdua, setelah mata Buwana terbuka dan kesadarannya hadir, ia terkesiap dan langsung menepuk lengan Raksa yang tengah memeluknya.

Raksa terbangun dan sama dengan Buwana, ia kaget melihat Javi di depan mereka.

“Wake up! Sudah pagi!” tukas Javi lalu keluar kamar.

Untung saja, tubuh Buwana dan Raksa tertutup selimut dan mereka sudah memakai kaos, serta merapikan kekacauan tadi malam sebelum pergi tidur. Untung saja, Javi tidak menarik selimut mereka, karna nyatanya di bawah sana mereka tidak memakai apa-apa, parahnya penis Raksa saat itu bersarang di lubang Buwana semalaman.

“Ughh….” desah Buwana ketika Raksa sedikit bergerak. Penis Raksa sudah bangun meski belum keras sempurna.

“Mas, quickie ya?” bisik Raksa.

“Gila kahmu…. Ughhh… Raksa…,” Raksa mulai bergerak maju mundur dengan pelan membuat Buwana hanya bisa meremas lengan Raksa dan menggigit bibirnya, menahan desahan agar tak sampai terdengar keluar

“Raksa, euhhhh, ditungguin Javi, euhh,” meski begitu, Buwana juga mengimbangi gerakan Raksa.

Tak berselang lama, keduanya keluar berbarengan, bersamaan dengan teriakan Javi yang menyuruh mereka cepat keluar untuk sarapan.

Keduanya langsung ke kamar mandi dan bersih-bersih secepat kilat.

Di meja makan sudah ada Prisa dengan senyum usilnya dan Javi dengan wajahnya yang ditekuk.

“Papi sama Om Sasa nggak boleh nikah! Nggak boleh pacaran! Nggak boleh berdua-duanya juga!” katanya tegas.

Baik Raksa dan Buwana matanya membola dengan ekspresi bertanya “kenapa?”

“Javi nggak mau punya adek!” lanjut Javi lagi dan Prisa akhirnya tertawa terbahak-bahak.

Mereka datang belasan menit yang lalu. Ketika Prisa mengetuk kamar Buwana dan tak ada jawaban, Prisa membuka sedikit pintu kamar Buwana dan mengintip kamar sang kakak sedikit. Dia mendapati teman dan kakaknya tengah tertidur pulas. Raksa memeluk Buwana dari belakang.

Tanpa diberitahu pun, Prisa sudah bisa menebak mereka habis melakukan apa tadi malam karena botol lubricant yang ada di nakas meja sisa seperempat.

Prisa akhirnya menutup kembali pintu kamar sang kakak. Namun, Javi yang ada di depannya ingin masuk, ingin bertemu Papinya, Prisa melarangnya.

Saat ditanya kenapa, Prisa tak menjawab lalu mengajak Javi menyiapkan sarapan.

Javi bertanya lagi kenapa, akhirnya Prisa memberitahu kalau ada Raksa yang menginap dan Papi dan Om Sasa-nya saat ini kelelahan karena begadang kemarin membuat adik untuk Javi.

Dari situ, Javi badmood dan langsung masuk ke kamar Papinya.

“Javi nggak mau punya adek, nggak usah bikin adek lagi buat Javi!” sementara Prisa makin tertawa terbahak, kaki Buwana lemas takut anaknya terpapar konten yang harusnya belum ia ketahui.

“Ngapain bikin adek sampai begadang? Bikin Papi sama Om Sasa tired aja. Nggak usah ada adek!” sekali lagi Javi mempertegas keinginannya.

“Iya, iya, nggak ada yang bikin adek juga buat Javi,” kata Buwana menenangkan.

Promise?” Javi mengacungkan jari kelingkingnya.

Promise,” balas Buwana dan mengaitkan jari kelingking mereka.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Jika ditanya siapa yang pertama kali terkejut, tentu Prisa yang datang bersama Davika. Prisa terkejut ketika melihat sahabat lama ibunya, Baifern, duduk bersama Raksa dan Yaksa, juga satu orang pria seumuran Yaksa, Tian.

“Bai,” sapa Davika tanpa keterkejutan sedikit pun.

Baifern yang tengah berbincang dengan Yaksa menoleh ke arah datangnya suara. Dia tersenyum lebar dan berdiri. “Davi,” sapanya. Mereka berdua berpelukan dan cipika-cipiki.

Mata Baifern terarah pada Prisa yang bermain mata dengan Raksa. Matanya melotot seakan-akan bertanya kok ada lo? pada Raksa.

“Ini anak kamu, Dav? Cantik, ya?” puji Baifern.

“Iya,” Davika mengangguk. Tangannya lalu berada di belakang Prisa, “adek, kenalin ini sahabat lamanya Mami dari jaman SMA.”

“Halo, Tante, Saya Prisa,” Baifern menyambut tangan Prisa yang terulur. Lalu, dia menoleh ke belakang, pada Yaksa, Raksa, dan Tian yang sudah ikut berdiri dari tadi.

“Halo, Prisa. Nama Tante Baifern. Kamu bisa panggil Tante, Tante Bai. Nah, ini anak-anak Tante,” Baifern ingin memperkenalkan kedua anaknya serta calon menantunya.

“Aku udah kenal kok, Tan. Raksa temen aku pas magang,” ujar Prisa. Baifern sedikit terkejut dengan senyum cerianya.

“Abang kenal kok sama mereka, Bu. Bu Davika kan mantan bossnya Yaksa,” giliran Yaksa mengungkapkan faktanya. Baifern menoleh ke arah Davika dengan ekspresi really?nya. Davika mengangguk membenarkan ucapan Yaksa.

Akhirnya, Baifern mempersilahkan Davika dan Prisa duduk. Mereka duduk di meja bundar yang cukup untuk menampung sampai 8 orang.

Baifern duduk di antara Raksa dan Yaksa. Di samping Raksa ada Prisa, lalu Davika yang berhadapan dengan Baifern. Sementara Tian duduk di samping Yaksa. Di sisi kirinya, ada dua bangku kosong.

“Biu nggak ikut, Dav?” tanya Baifern teringat anak kecil yang pernah bertemu denganya dulu sekali. Kalau tidak salah ingat, ketika umur Yaksa 4 tahun. Waktu itu, ia bertemu dengan anak kecil yang memperkenalkan dirinya sebagai Biu.

“Ikut kok, tadi anaknya ngeWA bilang telat,” jawab Davika dan tersenyum. Baifern mengangguk-ngangguk.

Raksa dan Prisa sibuk dengan ponsel mereka, sementara Yaksa terus saja memandang Davika dengan tatapan tak sukanya.

Tian? Pria itu sibuk memperhatikan Yaksa.

“Kamu nggak ingat, ya? Dulu pas umur kamu 4 tahun pernah ketemu Tante Davika,” kata Baifern pada Yaksa. Yaksa langsung tersenyum ketika Ibunya menoleh padanya.

Dia menggeleng, “Abang nggak ingat, Bu,” jawab Yaksa.

Baifern kembali menghadap ke arah Davika, “Kamu nggak inget Yaksa, Dav?” Davika menggeleng.

“Aku ingetnya nama anak kamu tuh Angkasa, Bai,” jawab Davika. Tidak menyangka Abiyaksa Susilo adalah anak sahabatnya. Tidak juga, sebenernya, dia ingat, tapi tidak menyangka mantan PA-nya adalah anak sahabatnya. Dia mengetahui kebenaran ini ketika Yaksa sudah lagi tidak bekerja dengannya. Sekitar 3 tahun yang lalu. Saat itu, dia tak sengaja melihat artikel yang memuat foto Raksa dan Baifern saat Raksa menang dalam penghargaan perfilman di Indonesia.

Keduanya lalu berbincang banyak hal, bertukar kabar dan mengenang masa lalu. Terkadang, Baifern menanyakan tentang kedua anaknya pada Prisa dan Davika. Bagaimana kelakuan Raksa selama magang? Bagaimana kelakuan Yaksa selama bekerja dengan Davika? Dan lain-lainnya.

Tak berselang lama, Buwana dan Javi datang. Baifern tampak terkejut melihat Buwana, ia lalu menoleh ke arah Raksa lalu Davika. Tapi, dirinya tak berkata apa-apa. Pun Buwana yang terkejut melihat ada Raksa di sini.

“Ini Biu, Bai. Nama aslinya Buwana. Dia dulu marah kalau dipanggil Buwana atau Wana, maunya Biu,” ujar Davika. “Ini Javi, anaknya Buwana,” lanjut Davika dan menyuruh Javi untuk salim pada Baifern.

“Halo, Oma,” sapa Javi.

“Halo, Sayang,” Baifern mengusap puncak kepala Javi. Buwana juga ikut menjabat tangan Baifern. “Halo, Buwana. Akhirnya kita ketemu, ya?” ujar Baifern. Buwana tersenyum tipis, lalu mengangguk.

Setelah semuanya kembali duduk, mereka memesan makanan. Sembari menunggu makanan dihidangkan, Baifern kembali bertanya, “Buwana, selama pacaran sama Raksa, dia nggak pernah nyakitin kamu, kan, Nak?” tanya Baifern yang membuat semua orang menatapnya.

Raksa memang menceritakan semuanya pada Baifern, tapi dia tak menyangka bahwa Baifern akan menanyakan itu di sini. Davika juga sama terkejutnya ketika mengetahui bahwa Baifern tahu tentang hubungan kedua anak mereka, yang berarti kemungkinan besar, Baifern juga tahu tentang dirinya yang tak merestui hubungan kedua anak mereka. Ekspresi terkejut Davika lebih didominasi perasaan bersalah pada sahabatnya.

Baifern mengalihkan pandangan matanya dari Buwana yang masih terdiam ke Davika. Baifern tersenyum pada Davika, dengan matanya ia berujar it's okay.

“Om Sasa pernah bikin Papi nangis pas kami holiday ke pantai. Om Sasa ninggalin Javi sama Papi waktu itu, Oma. Terus kami dijemput Om Joss,” jawab Javi yang membuat Buwana kelabakan untuk menyuruhnya dia diam.

“Enggak kok, Tante. Waktu itu Saya udah putus sama Raksa,” jawab Buwana meralat omongan Javi. Ya, jika diingat, Raksa tak pernah menyakitinya, kecuali setelah mereka putus. Itu pun tidak dengan intensinya, kecuali kejadian kemarin saat mereka bertemu untuk pertama kalinya.

Raksa menunduk.

“Sekarang, hubungan kalian gimana? Masih berteman baik?” tanya Baifern lagi dengan lembut. Matanya menatap Raksa dan Buwana bergantian.

Sebelum Buwana atau pun Raksa menjawab, Javi lagi-lagi menjawab pertanyaan Baifern karena yang ditanya sedari tadi diam begitu lama. “Oma, mereka sudah maaf-maafan dan nggak berantem, tapi nggak temenan. Orang dewasa aneh,” ceplos Javi.

Buwana langsung menutup mulut Javi dengan tangannya, “Javi nggak boleh jawab pertanyaan orang kalau nggak ditanya, ya,” ujar Buwana sambil menahan gemasnya.

“Papi sama Om Sasa nggak jawab ditanya sama Oma! Javi aja yang jawab,” protes Javi.

“Bai, kayaknya kalau kamu mau ngomongin masalah mereka, nanti aja. Ada Javi, nggak enak,” tegur Davika.

Baifern mengangguk mengerti.

Mereka lalu membicarakan hal lain.

“Nyokap lo,” bisik Prisa pada Raksa yang di sampingnya, “serem, ya? Dia senyum, senyumnya adem banget, tapi pertanyaannya mematikan,” tukas Prisa sambil tersenyum pada Baifern yang tengah menatapnya.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Proses workshop berjalan dengan sukses. Workshop pertama dimulai dengan pembacaan naskah secara menyeluruh. Besok para pemain mulai mendalami karakternya masing-masing dengan guru akting yang sudah disiapkan oleh tim produksi.

Sebelum Javi dan Buwana pulang, mereka menghampiri Arsena dan Raksa yang tengah berbincang. “Om, Javi sama Papi pulang dulu, ya?” pamit Javi pada keduanya.

Arsena berjongkok dan mengusap kepala Javi, “hati-hati, ya, Javi. See you tomorrow,” Sena berkata dengan senyum manisnya. Javi mengangguk. Matanya kemudian beralih ke Raksa yang sedari tadi menatap Buwana yang tak balik menatapnya.

“Pak, can we talk?” tanya Raksa.

“Bisa!” seru Javi.

“Javi!”

“Om Sena ayo temenin Javi beli es krim di depan,” pintanya pada Arsena dan menarik tangannya untuk pergi, tanpa mengindahkan seruan Papinya. Sebelum itu, “Papi ngomong aja dulu sama Om Sasa,” tukasnya lalu pergi.

“Pak, Saya cuman mau minta maaf aja,” kata Raksa memohon. “Dan jelasin lebih rinci apa yang terjadi. Sebentar aja.”

Buwana memperhatikan sekitarnya, kemudian beralih menatap Raksa, “udah nggak ada yang perlu dibicarain, Sa,” Buwana melepaskan tangan Raksa yang mencengkram lengannya lembut.

Raksa kembali menarik tangan Buwana. Matanya memohon. Buwana menghela nafasnya panjang. Lalu mengangguk.

Raksa membawa Buwana keluar ruangan, membawanya ke balkon.

“Pak, Saya minta maaf atas ucapan Saya tempo hari. Nggak sepantasnya Saya bandingin perjuangan Bapak dan Saya. We both get hurt. I'm sorry for that. Saya terbawa emosi,” ujar Raksa setelah menceritakan perjanjiannya dengan Davika dan juga Mew tanpa ada yang tertinggal

Buwana mengangguk. “Sudah, kan?” tanyanya. Raksa mengangguk meski terlihat ragu.

“Ya sudah. Saya juga minta maaf,” tukas Buwana. “Kalau gitu Saya pulang dulu.” Buwana berbalik.

Raksa ingin menahan Buwana lebih lama, tapi tak ada lagi yang ia ingin bicarakan. Ada satu, tapi Raksa terlalu takut mengatakannya. Terlalu takut untuk ditolak.

Sementara itu, Buwana mempercepat langkahnya, takut, takut jika Raksa mengajaknya kembali bersama. Dia tak sanggup jika harus menolak Raksa, orang yang ia cintai. Namun, dia juga tak siap jika harus menerima kembali Raksa di hidupnya.

“Pak,” Buwana menghentikan langkahnya. Ia tak berbalik menghadap Raksa yang memanggilnya. see you later,” ujar Raksa setengah berteriak.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

@Gazebo depan rumah Yaksa

“Hey, hey, shutt….. I'm here. I'm here. You are not alone, okay?” Yaksa memeluk Raksa yang terisak.

It's okay. It's okay,” ujar Yaksa menenangkan adiknya.

“Perjuangan kamu sama dia, sama-sama berat. Nggak ada yang lebih berat atau pun lebih ringan. Kalian berdua sama-sama berkorban. Kalian berdua sama-sama korban,” lanjutnya.

Raksa menangis di pundak Yaksa, dia memeluk erat pinggang Yaksa dan merasakan punggungnya terus ditepuk-tepuk pelan.

“Dia udah nggak mau lagi sama aku. Perjuangan aku 4 tahun ini sia-sia,” kata Raksa sembari terisak.

Yaksa melepaskan pelukannya, tangannya menangkup pipi Raksa, who said that?” tanya Yaksa.

“Perjuangan kamu bikin kamu jadi kayak sekarang. Who doesn't know Bahuraksa now? Sutradara, penulis skenario, creative director terkenal yang udah bikin belasan MV terkenal idol KPOP, filmnya selalu box office dan menang di festival-festival film. Seriesnya viral di berbagai negara. Perjuangan kamu nggak ada yang sia-sia, Dek,” Yaksa menghapus air mata Raksa dengan ibu jarinya.

“Perjuangan kamu empat tahun ini bikin kamu kayak sekarang. Bikin kamu bisa beliin Ibu mobil, rumah, bahkan kamu sekarang punya kost-kostan. Sekarang, kamu udah bisa beli kamera semahal apapun. Perjuangan kamu nggak sia-sia, Sayang,” Yaksa mempertegas ucapannya sekali lagi.

Dia tak terima mendengar adiknya mengatakan bahwa perjuangannya empat tahun itu sia-sia hanya karena Buwana tak kembali padanya. Yaksa tak bisa menerima itu. Yaksa tidak bisa menerima fakta bahwa jatuh-bangun dan kesuksesan Raksa menjadi sia-sia hanya karena Buwana tak kembali bersama Raksa.

Yaksa masih ingat bagaimana kelabakannya Raksa ketika harus bekerja sana-sini dan meminjam uang padanya dan Tian untuk mengganti rugi serta membayar talent-talent di filmnya akibat film pertama Raksa harus gagal karena investor menarik pendanaan mereka dengan alasan yang kurang masuk akal. Sayangnya, Raksa masih sangat hijau saat itu dan Tian lengah mengawasi Raksa.

Yaksa masih inget, bagaimana jantungnya berhenti selama beberapa detik ketika mendapat kabar Raksa kecelakaan di tempat syuting dan mengakibatkan adik semata wayangnya itu harus terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit selama hampir dua bulan. Sayangnya, Yaksa tak bisa izin kerja terlalu lama. Dia hanya bisa menengok Raksa selama seminggu dan kembali bekerja seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa.

Yaksa juga masih ingat betapa hancur hatinya saat Tian menceritakan bahwa Raksa diam-diam pernah kehabisan uang dan memaksanya untuk bekerja serabutan hanya untuk makan hari itu, bahkan Raksa pernah menjual kameranya demi menyambung hidup. Ia tak berani meminta uang lebih pada Tian untuk membeli stok makanan di rumah saat Tian masih bepergian untuk pekerjaannya.

Yaksa juga masih ingat bagaimana ia harus menahan amarah dan sedih setiap melihat Davika, yang notabene bossnya ketika teringat Raksa yang diam-diam menangis setiap malam.

Yaksa masih ingat bagaimana dia tau semua cerita itu tapi tak bisa berbuat apa-apa untuk Raksa. Tak bisa memeluknya. Hanya menyemangatinya dari jauh.

“Kalau dia jodoh kamu, pasti suatu saat kalian akan kembali bersama, Sayang.”

Raksa menggeleng, “udah selesai, Bang. Semuanya udah selesai.”

Raksa menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, berusaha meredakan isakkannya. Ia tersenyum, “nggak papa. Yang penting, Pak Buwana bahagia aja. Aku nggak papa. Aku nggak mau nyakitin Pak Buwana lagi. Aku yang nyuruh dia move on. Nggak papa,” ujar Raksa berusaha tegar.

Ya, 4 tahun yang lalu. Di hari pemutaran film pendek yang merupakan tugas akhirnya, Raksa dan Buwana bertemu. Di sana, Raksa meminta Buwana untuk move on darinya. Ini karena Raksa tahu, mereka tak akan pernah bersama.

Namun, setelah meninggalkan Buwana malam itu, Raksa menjadi gelisah dan tahu bahwa nyatanya dia masih mencintai Buwana dan akan selalu mencintai pria itu. Semua niat move on yang ia susun hancur begitu saja ketika melihat Buwana menangis di hadapannya.

Keesokannya, dia datang menemui Davika. Meminta dan lebih tepatnya memaksa Davika untuk merestuinya dengan syarat apapun. Ia akan memenuhi syarat apapun yang diberikan Davika.

Lantas, Davika meminta Raksa untuk membuktikan bahwa dia pantas bersanding dengan Buwana. Caranya, dalam waktu 5 tahun, Raksa harus sudah menjadi seseorang. Raksa sudah harus mapan. Raksa pun menyanggupinya.

Dia mengubah rencana awalnya yang pergi ke Sydney untuk kuliah S2 menjadi mencari pekerjaan dan membangun karirnya. Awalnya, Yaksa tak setuju. Dia ingin adiknya juga bisa sampai S2 seperti dirinya atau bahkan S3. Namun, tekad Raksa sudah bulat.

Dia juga menemui Mew dan Gulf untuk sekali lagi meminta restu mereka. Awalnya Mew enggan memberi restunya lagi, karena teringat betapa terlukanya Buwana ditinggal Raksa selama satu setengah tahun belakangan ini. Namun, Raksa mengatakan bahwa dirinya tidak main-main dan tak akan menyakiti Buwana atau pun meninggalkannya lagi nanti.

Dia hanya meminta waktu 5 tahun untuk membuktikan dirinya pantas untuk Buwana, seperti permintaan Davika. Mew setuju, tapi dia meminta dalam waktu lima tahun tersebut, Raksa tak menghubungi Buwana agar jika ternyata Raksa gagal dan Buwana menemukan kebahagiaan lain, menemukan cinta pada orang lain dalam waktu 5 tahun tersebut, tak ada yang terluka lagi. Tak ada janji yang bisa menyakiti Buwana.

Kesepakatan dibuat. Raksa pergi berjuang sendiri untuk cintanya. Sementara Buwana, berjuang untuk mendapatkan dirinya kembali.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Raksa sedari tadi menekan bel unit apartemen Buwana. Saat ini, dia sudah setengah sadar meski alkohol masih menguasai dirinya.

“Ngapain lagi lo ke sini?” tanya Joss melalui intercom.

“Buka! Gue mau ketemu Pak Buwana,” jawab Raksa.

Joss membukakan pintu unit apartemen Buwana, tapi dia tak membiarkan Raksa masuk. Joss menutup pintu kembali setelah dia keluar dan berhadapan dengan Raksa yang setengah mabuk.

“Mau ketemu Wana dengan kondisi mabuk kayak gini? Bercanda lo?” cibir Joss.

Raksa merangsek maju. Dengan badannya, dia mencoba menggeser Joss yang berdiri membelakangi pintu, menghalanginya. Joss bergeming. Tentu saja, badan Raksa tak sebesar badan Joss.

Joss mendorong Raksa ke belakang, tak

Tak terlalu kuat, tapi sukses membuat Raksa hampir jatuh terjungkal.

“Mending lo balik. Kalau mau ketemu Wana, pastiin dulu diri lo sober, otak lo waras, mulut lo dijaga,” ujar Joss yang sudah bersedekap dada. Dirinya enggan menatap Raksa. Detik dia melihat wajah Raksa saja, rasanya dia ingin melayangkan tinjunya.

“Gue mau ketemu Pak Wana,” Raksa merangsek maju lagi. Tangan Joss membentang, menghalanginya.

“Awas!” titahnya menepis tangan Joss yang menghalanginya.

“Lo yang awas!” sentak Raksa. “Gue mau ketemu Pak Wana!”

“Mau ngapain lagi? Mau nyakitin dia lagi?” cibir Joss. Jarak Raksa dan Joss tinggal beberapa centimeter lagi. Raksa mendongak, menatap Joss dengan wajah marahnya.

“Awas! Gue nggak ada urusan sama lo!” tegas Raksa.

“Lo ada urusan sama gue,” jawab Joss, kembali mendorong dada Raksa. Raksa mundur selangkah, Joss maju selangkah. “Lo ada urusan sama gue. Gue udah biarin lo ketemu Wana. Biarin lo buat ngomong sama dia. Jelasin diri lo yang tiba-tiba ilang, tiba-tiba datang minta balikan. Tapi apa? Lo malah nyakitin Wana lagi. Lo malah bikin dia sedih, lo malah bandingin perjuangan lo ama dia. Gila lo?! Selama hampir 6 tahun ini gue yang liat betapa hancurnya dia lo tinggal. Gue yang liat semua struggle yang dia alamin! Gue yang liat dia keluar masuk RS karena suicide attempts. Cuman nunggu kata lo?” Joss mendorong tubuh Raksa ke dinding. Tangan kanan Joss yang menekan bahu Raksa cukup membuat Raksa kesakitan.

“Mikir pake otak kalau ngomong! Lo nggak ada nyuruh dia nunggu. Lo nyuruh dia move on, bangsat! Dan ketika dia udah hampir move on, lo dengan gampangnya balik, minta balikan dan ngatain 4 tahun dia nunggu itu nggak ada apa-apanya sama perjuangan lo.”

“Bangsat!” Joss meninju wajah Raksa dengan keras. Tak tahan lagi dengan perasaan gatal untuk meninju wajah Raksa.

The fuck!” Tian yang melihat Raksa ditinju Joss berlari dan menahan tinjuan Joss untuk kedua kalinya.