onscent


setelah chimon meninggalkannya, dia bingung harus ikut pawat atau pulang menggunakan taksi. pasalnya dia masih kesal karena semalam menangisi pawat sedang plester yang menempel di pelipis juga membuat tanda tanya besar di benak nanon.

sedang melamun dirinya tersentak akibat panggilan mendadak dari orang yang dilamunkan.

“non, balik yuk.”

nanon bergeming. dia ingin ikut, tapi dia ragu.

“gapapa kalo masih gamau ngomong, gue cuma pengen mastiin lo sampe rumah dengan selamat. yuk?”

dan kini keduanya sudah berada di mobil bahkan meninggalkan mall sejak lima menit lalu. bibir masih terkunci rapat, tidak ada radio atau musik yang menyala, sehingga hening menyelimuti mereka.

mana pernah seumur-umur berdiam diri satu sama lain selama hampir satu hari. biasanya hanya beberapa jam dan berbaikan menjadi hal yang biasa. namun sekarang entah kenapa atmosfirnya berbeda.

bahkan pawat tidak mengerti kenapa nanon diam dan tak membalas chatnya. apa karena dia telah membuat nanon menangis? atau karena nanon sudah tau kebenarannya bahwa kemarin dia mengalami kecelakaan namun tidak bilang padanya?

pawat tidak tau. dia segera mungkin akan meluruskan kesalahpahaman ini. namun akan susah kalau nanonnya sendiri tidak mau diajak bicara.

tidak terasa mobilnya telah sampai di depan rumah nanon. empunya bergumam kecil, segera dibuka seatbelt lalu dihadapkan tubuh pada pemilik mobil. membuat pandangannya beradu. karena pawat sedari sampai di depan rumah nanon tidak bisa melepas netranya dari laki-laki yang lebih kecil darinya.

“pawat, mau nginep?”

oke, ajakan ini berarti lampu hijau kalau nanon ingin meluruskan segala hal yang bermasalah disini. tanpa pikir panjang dia tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

diparkirnya mobil pada garasi. setelahnya mereka sepakat untuk membersihkan diri lebih dulu baru melakukan sesi deeptalk.

tidak membutuhkan waktu lamu untuk mencuci tangan, kaki, wajah, dan menyikat gigi. bajunya diganti dengan piyama setel berwarna biru sedang nanon memberi pawat piyama berwarna pink. setelahnya kasur menjadi tujuan utama. saling merebah berdampingan. mereka menikmati presensi masing-masing dalam sesaat, lalu sadar akan distraksinya, pawat segera mengambil alih.

“jadi, siapa dulu?”

“lo dulu.”

mendapat kesempatan pertama pawat mengangguk kecil lalu mulai menyamankan posisi dan bercerita tentang hari kemarinnya pada nanon. dari dia yang harus menjemput drake sampai insiden dimana pawat tidak mau drake dan chimon cepu pada nanon

“—kata dokter gada masalah kok, cuma kaget aja karena tiba-tiba kena benturan. gue bukannya mau nutupin ini ke lo, cuma gue pengennya ngomong langsung gamau lewat chat atau telfon. kemaren gue dikabari chimon kalo lo badmood banget, gue gamau nambah pikiran dengan bilang kalo gue kecelakaan. maaf ya, non.” usai menjelaskan panjang lebar entah bagaimana sosok didepannya akan bereaksi, karena dari mimik wajahpun sudah jelas—dia marah. nanon marah.

“lo tuh anjing tau gak.” adalah kalimat yang pertama kali dilontarkan sejak hening beberapa saat.

“gue tuh... kepikiran karena kita gak ketemu—terus yang ngabarin lewat grup selalu drake kek lu ilang ditelen bumi! gue gamau chat lu karena gue marah—gatau sama siapa, gue sedih banget... gue ngerasa aneh sama diri gue sendiri. gue insecure parah tapi lo gaada disisi gue, kemarin! gue marah, gue kesel. ahh gatau dah.” nanon menutup wajahnya dengan kedua tangan. tangisnya mulai tak terbendung, mulai dikeluarkan. isak kecil itu membuat pawat yang melihat tak tega. mau dipeluk, apa nanon mau dia peluk?

“kenapa? apa yang lo rasain kemaren?”

memilih aman, tangan pawat hanya terangkat untuk ditaruh pada kepala dan surai nanon dielus pelan.

“i don't even know. lo tau waktu kita gak sengaja ketemu di lapangan? gue ada mau ngomongin sesuatu kan pas di toilet?” nanon menghapus air matanya lalu memberanikan diri untuk menatap pawat.

“iya, tau. ada apa?”

“malem sebelumnya gue takut kalo kita ketemu di lapangan, tapi itu beneran kejadian. ketakutan gue kejadian bahkan sampai hari ini.

waktu itu gue mikir tentang kita yang dari dulu selalu bersinggungan. gue takut kalo besok—yaitu pas dilapangan kita beneran ketemu, takdir kita gak main-main. karena dari kecil kita selalu gitu gak sih, dipertemukan di satu tempat yang gak pernah kita duga. dan gue takut kalau suatu saat kita gak bisa nemuin satu sama lain bahkan ditempat yang kita anggep familiar. gue takut gak bisa ketemu lo lagi. dan ketakutan itu terbukti kemarin, gue gemeter pas tau lo gak disana. gue mikir apa ini udahan? gue sama lo, apa ikatan kita mulai kendor? gue gamau pawat, gue gamau... hiks—”

and that's it, tangisan keras mendadak buat pawat tersentak. ini adalah yang terburuk dari yang sebelumnya. tanpa basa-basi pawat segera merengkuh nanon, membisikkan kata-kata penenang sambil dikecup berkali-kali pelipis nanon.

“hey, hey... it's okay, gue gabakal pergi, gue gabakal hilang, gue selalu ada disini sama lo. gue punya lo, lo punya gue, okay? cup.. cup nanon jangan sedih aku gabisa liat kamu nangis, non,” bukannya tenang dibuat makin panik pawat karena suara tangis yang semakin keras dengan irama nafas yang tak beraturan.

“nanon, nanon breathe non. liat aku,” tangan besar pawat menangkup rahang nanon sempurna. jarinya mengusap pipi lembut sahabatnya dengan penuh afeksi,

“aku sayang kamu, gak mungkin aku ninggalin kamu. liat mata aku, ada aku bohong? enggak. i really, truly love you since forever.”

“udahan ya nangisnya plis sayang, aku sakit dengernya,” dengan pelan pawat mengecup pipi gembil nanon, tangannya mengelus pelan pipi tersebut. tersenyum tipis saat dilihat nanon mulai mengatur nafas dan tangisnya sudah

“pawat, orang tua gue juga bilang kalo sayang gue, tapi gue ditinggal—” pawat mengghentikan gerak tangannya dipipi

“gue ditinggal dua kali sama orang tua gue, lo... janji gak ninggalin gue, apa lo bisa nepatin janji lo? gue takut, pawat.” suaranya sangat pilu masuk dalam pendengarannya, membuat jantungnya serasa diremas karena tiba-tiba dadanya sakit, nafasnya sesak.

“never. sampai tuhan nyuruh gue buat balik.”

i will love you til i die.

keduanya diam saling menatap, dengan tangan pawat yang masih berada dirahang nanon, dan tangan nanon yang berada di pinggang pawat. dipeluk erat. seolah melonggar sedikit pelukkannya, bisa saja pawat menghilang detik ini juga. nanon tidak mau. semakin dieratkan pelukannya, buat kepalanya tenggelam dalam dada yang lebih tua.

hampir setengah jam dalam posisi paling nyaman, dibawanya lagi pada realita bahwa besok keduanya memulai semester baru.

nanon lebih dulu menjauhkan diri, diusaonya wajahnya menggunakan tangan untuk menghapus jejak air mata.

“besok kuliah.”

“terus?”

“lo gak punya kemeja disini.” pawat mengernyit. lalu maksudnya dia diusir gitu?

“terus kenapa? lo mau ngusir gue?”

“ya lo gimana mau kuliah anjir, mau minjem punya gue?”

“ya iya... kaya gak biasa aja gue minjem baju lo.”

“ke apartemen aja lah, paw.”

pawat mengernyit semakin dalam. bingung dibuatnya. mana mingkin dia tega meninggalkan nanon yang sedang breakdown. lagipula dirinya juga enggan berpisah dengan nanon.

“gak, yakali gue ninggalin lo.”

“siapa yang ninggalin gue? gak ada, apalagi lo! mana boleh. gue kan ikut ke apart pea!!” jari telunjuknya ditekan pada dahi pawat lalu didorong ke belakang.

“oh hahaha, abis lo gajelas. lagian apa bedanya sih disini sama apartemen gue nanon, gemes deh gue.”

terlampau gemas, pawat mencubit pelan pipi nanon. sementara yang diperlakukan seperti itu memanyunkan bibirnya.

“gue pengen ngedot.” ujarnya lirih, matanya dialihkan untuk menatap atap kamar yang terlihat lebih menarik.

agak shock mendengarnya, pawat sempat mengerjap dan terpaku seperkian detik. lalu kekehannya keluar dari mulut. diacak gemas rambut nanon.

“emang bener bayi ya lu. abis nangis minta dot biar bisa bobo.”

“don't judge my behavior when im at my worst.”

“i don't judging you, baby.”

“you are baby too!!!”

“iya kita kan sama-sama bayi yang butuh perhatian orang tua. eh orang tuanya gatau dah kemana.”

“monyet.” kata nanon sambil tertawa.

pawat ikut tertawa menimpali, lalu dia bangkit dari posisi rebahnya sambil menggendong nanon ala koala.

“oke kita ke apartemen, meluncur sayang.”

“gue berat gak?”

“iya, abis lo makan mulu akhir-akhir ini.”

“oh jadi lo maunya gue gak makan?”

“ngomong sekali lagi gue jatohin lo.”

lalu nanom tertawa puas.

“gue cium lo ya, paw.”

bibirnya mendarat di kening pawat. selanjutnya nanon turun dari gendongan dan berlari menuju mobil.

“yang nyampe terakhir kalah.” teriak nanon dari luar kamarnya. membuat pawat dengan cepat menyambar kunci mobil dan hpnya dengan nanon. langkahnya dibawa cepat mengejar nanon.

“curang. lo curi start!”

kekehan serta umpatan sayang menggema di rumah nanon. bahkan sampai keduanya sampai di apartemen pawat, kejailan kecil diantara mereka tidak kunjung surut. keduanya masih menertawai apa saja yang mereka lihat, yang mereka baca. saling menggelitik dan berbagi tawa. seolah kejadian beberapa jam lalu tidak pernah ada. tidak pernah terjadi

malam ini mereka bahagia. dan biarlah seperti itu untuk selalu.



untuk pertama kalinya selama 7 hari nanon tidak dipertemukan di satu tempat yang sama dengan pawat. bahkan sampai acara selesai dan drake mengabari kalau hp pawat lowbat sedang lokasi mereka ujung ke ujung.

chimon menyadari mood nanon buruk selama pertengahan live music di salah satu kafe. dia tau apa penyebabnya dan chimon mau nanon jujur atas perasaannya.

setelah petikan gitar terakhir nanon segera menghabiskan minumnya dan beranjak. diikuti oleh chimon yang berdecak kesal.

“dah selesai, balik yuk mon.”

keduanya berjalan tergesa—lebih tepatnya nanon yang tergesa. chimon mengikuti gerak cepat manusia didepannya sambil menggerutu.

“non, lo bisa cerita ke gue lho. kenapa badmood banget??”

nanon menunggu chimon membuka mobil, setelahnya dia segera masuk. sengaja memang tidak menggunakan mobilnya sendiri. sama seperti hari-hari lalu, agar dia bisa pulang bersama pawat. namun tidak untuk kali ini.

“non, elahhh se badmood itu lo?”

“gak ngerti mon, padahal pernah juga seminggu kita gak ketemu tapi rasanya hari ini gue kesel banget.”

“selain kesel, apa yang lo rasain?”

“gue marah, gue kecewa, gue sedih. tapi gatau itu semua gue rasain ke diri gue sendiri, ke lo, ke drake, atau ke pawat. gue bingung mon.”

nanon menghela nafas. atau karena game sialan ini yang membuatnya berpikir bahwa ada satu titik dimana mungkin, suatu hari mereka akan bersinggungan seperti ini. dimana garisnya menyatu namun pertemuan bukan menjadi akhir dari cerita.

dadanya terasa sesak seketika. tangisnya masih bisa ditahan tapi bibirnya mungkin akan membengkak mengingat dia menggigitnya terlalu keras.

“oke calm, kita pulang.”

dengan rasa bersalah chimon mengendarai mobil menuju rumah nanon. dia beberapa kali bertukar pesan dengan pawat secara personal, namun laki-laki tersebut menyuruh untuk tidak mampir mau memakai alasan apapun. berat hati chimon meninggalkan nanon sendirian karena dia tidak mau ditemani dan pawat mengirim balasan—setelah mendapat pesan dari chimon bahwa nanon mungkin akan menangis semalaman—bahwa tidak apa-apa, biar nanon menangis dan memakai waktu sendirinya sebanyak mungkin.


“goblok sia.”

“udah mending lo berdua balik sana.”

“lo gapapa wat? gue bisa nginep kok terus ke airport dari apart lo.”

“thanks frank, tapi gue gapapa. kata dokter juga semua oke kan. lo ajak balik noh si drake.”

“yaudah kita balik ye wat, tiati lo. jangan lupa cerita ke nanon.” pawat mengangguk menanggapi ucapan drake.

“gue balik ya, see u kapan kapan.”

“see you, btw thanks banyak ya udah nolongin gue tadi.”

“gausah dibahas, lo kan temen gue.”

pipinya digembungkan kemudian udara dikeluarkan. sepeninggalan dua sejoli itu pawat membenarkan posisi tidurnya dan melirik beberapa luka pada tangan dan kakinya. luka sobek pada pelipisnya dielus pelan.

memorinya berputar pada beberapa jam lalu saat nanon ingin menonton live music di salah satu kafe. memang kebanyakan kafe disini tiap malam menampilkan live music, maka akan dibuat bingung tempat mana yang harus pawat kunjungi mengigat dia diberi banyak pilihan kafe.

lyons cafe merupakan pilihan awalnya, jaraknya hanya beberapa meter dengan joy cafe—tempat dimana nanon berada. memang dari awal. pilihan keduanya sudah beda, namun persentase bertemunya bisa dibilang cukup besar karea jarak yang tidak terlalu jauh.

harapan hanya harapan karena drake tidak bisa menjemput pawat yang mau tidak mau pawat yang menjemput drake, daripada drake harus menggunakan jasa online.

rumah drake berlawanan arah dengan tempat yang akan mereka kunjungi. jaraknya tidak terlalu jauh namun cukup memakan watu 40 menit.

pawat mengendarai dengan kecepatan sedang dan terbilang santai. salahkan mobil sedan berwarna silver yang muncul dari arah berlawanan dengan kecepatan diatas rata-rata dan menabrak keras bumper pawat.

dengan gerak cepat pawat menginjak kopling dan rem kepalanya terantuk stir mobil dengan keras. bahkan sabuk pengaman tidak membantu.

pawat melirik sedan yang menabrak dari kaca spionnya. dengan emosi yang masih dia tahan sabuk pengamannya dilepas. turunlah dia hendak menghampiri. namun belum ada setengah jalan mobil tersebut sudah melarikan diri. tangannya mengepal kuat lalu dengan pelan dia atur emosi.

mungkin karena sedang sialnya, belum sampai pada mobil yang bumpernya penyok, pawat tersempet motor. oke pawat akui dia salah karena berdiri asal ditengah jalan, tapi pengendara motor itu buta atau bahagaimana sampai tidak melihat orang sebesar pawat ditengah jalan.

tidak ada luka serius setelah dia tergulung menabrak pembatas jalan dengan besi yang menggores pelipisnya.

pawat memilih melanjutkan perjalanan dan menelepon drake untum menemuinya di klinik terdekat.

“the fuck men, lu abis ngedrift apa gimana.”

“sshhh bacot. nih hp gue kabari chimon ya tapi jangan bilang ke nanon kalo gue abis ditabrak.”

“lahh bener ya hubungan lo sama nanon belum maju-maju.” pawat melirik frank malas.

“bacot lu frank.”

pawat tersenyum tipis mengingatnya. bagaiaman frank dan drake menceramahinya habis-habisa. lagipula semua susah terjadi, mau bagaimana lagi kan.

ini bukan kali pertama dia kecelakaan. tapi ini kali pertama dia kecelakaan menggunakan mobil. ahh, apa bisa disebut kecelakan?

tidurnya dibenarkan agar sendinya tidak sakit karena jujur seluruh tubuh pawat serasa kaku malam ini. sebelum memejamkan mata untuk menjemput mimpi digumamkan nama seseorang untuk sebuah ucapan selamat tidur.

“good night, nanon. jangan nangis, have a nice dream.”



tepat pukul tiga dini hari nanon mengajak chimon dan drake kerumahnya. karena jujur nanon sangat mengantuk. akhirnya mereka sepakat untuk melanjutkan tidur di rumah nanon. dengan susah payah ketiganya memapah pawat yang badannya tidak kecil dan berat, sungguh.

bahkan sesampainya di ruang tv tanpa menggelar kasur lipat, chimon dan drake langsung tidur terlentang disofa dengan kaki yang menggantung. sedang nanon setelah menidurkan pawat di single sofa langsung naik menuju kamarnya. dia ingin tidur nyenyak dikasur tercinta.

hingga jam menunjukkan pukul sembilan, nanon bangun karena suara keras milik chimon dan drake dilantai bawah. tanpa menghiraukan keduanya dia memilih untuk membersihkan diri lebih dulu sebab badannya bau alkohol, dia tidak suka.

barulah setengah sepuluh dibawanya langkah nanon mendekat ke arah sahabatnya yang benar menerapkan 'anggap aja rumah sendiri'. sudah ada beberapa bungkus indomie yang isinya di kremes dan ditaruh dalam mangkuk serta botol sprite yang entah darimana. mereka sedang asik bermain ps sambil sesekali mengumpat.

“gada adab ye lu berdua. udah numpang, gatau diri lagi.” ujar nanon sambil menjitak chimon dan drake bergantian.

“asu, diem dulu non.”

“woy anjing anjing lu dimana sih mon.”

“fak gue lagi di deket jembatan, lu mana”

“sabar gue otw. eh itu mobil biru keknya ke jembatan, ulti mon ulti!!”

“recharge anjing.”

“bangsattt kalo kalah salah lu ya”

“kok guaa???!!?!”

mendengar celotehan keduanya dipagi hari membuat naon mendengus. itu mengingatkan pada dirinya dan pawat. selalu saja jika keduanya mabar seluruh kebun binatang bisa dibawa.

ngomong-ngomong soal pawat, nanon mengalihkan pandangannya menuju sosok yang masih pulas tertidur dan tidak terganggu oleh bisingnya suara maut.

“woy lu berdua udah kelar kan mainnya?” nanon mendudukkan dirinya disamping mereka. tangannya mengambil kremesan mie dari mangkuk.

“kenapa non? ehh drake matiin nih udah males gue main.”

setelah layar menampilkan warna hitam, drake dan chimon mengikuti apa yang nanon lakukan. sesekali drake meminum sprite dari botol kecil.

“kalian radas gak sih kok kek masih tipsy...”

gimana gak, muka keduanya masih merah dan matanya sangat sayu.

“udah ege, ehh tapi gue masih ngerasa muter aja sih nih kepala.”

“ke hangover kuy lahh, kasian gue liatnya.”

“lu kasian sama kita apa sama pawat yang jelas-jelas tepar kaya gada nyawa tuh.”

nanon mendecak kesal.

“beneran gue hari ini kita ke hangover, challengenya udahan aja kek gak guna juga.” nanon berucap sambil menyenderkan punggungnya pada bantalan sofa.

“ya gimana ya, oke deh kita ke hangover. sekarang udah hari kelima non, dua hari lagi gamenya kelar. walaupun lo udah gameover tapi kan tetep kali aja di dua hari itu lo malah menang dengan gak ketemu pawat.”

tapi gue gak mau menang.

“bilang aja kalo lo masih mau traktiran anj. yaudah serah lo deh, tapi yang jelas hari ini gue sama pawat mau kesana.”

“gue ikut dong hehe.”

“yakali gue skip.”

“bajingan emang.”


hangover, restoran langganan nanon dan pawat yang isinya super duper lengkap. dari west sampai asian food, semua ada. seafood, barbeque, soup, atau dessert yang disajikan semenarik mungkin.

biasanya nanon dan pawat akan kesini sebulan sekali, entah hanya untuk dinner biasa atau menemani pawat hingga sober.

jam sudah menunjukkan waktunya makan siang, untuk hari ini tidak ada sarapan.

setelah drama menyuruh chimon dan drake pulang agar mereka membersihkan diri terlebih dulu, nanon harus menghadapi pawat yang baru bangun pukul sebelas siang. dilanjut dengan pawat yang mengeluh pusing dan mual sampai dia memuntahi nanon.

mau marah rasanya namun diurungkan ketika dengan tidak tau diri empunya menggumamkan kata maaf dengan badan yang lemas dan sedikit hangat. iya, pawat demam. mau tidak mau nanon hanya bisa menghela nafas dan mengurusi bayi gedenya itu.

niatnya ketika mengetahui kalau laki-laki itu demam, makanannya lebih baik delivery order daripada harus mengeluarkan tenaga menuju tempatnya. namun pawat menolak, dia ingin udara segar—segar darimana karena cuaca jam satu siang sedang panas-panasnya—. lagipula pawat mengaku kesadarannya sudah 95%, jadi nanon tidak perlu khawatir berlebih.

di meja sudah tersedia beberapa macam makanan. nanon memilih 3 paket hangover berbeda sedangkan dirinya hanya memesan kentang goreng. selera makannya menurun entah kenapa.

“non, semalem lo gak mabok?” disela suapannya pawat bertanya sesekali melirik nanon.

“gak, kalo gue mabok siapa yang ngurusin lo, lo pada.”

“eh tapi lo udah gapapa wat? semalem galau banget soalnya.” tanya drake sambil mengunyah chicken currynya.

“gapapa, cuma emosi doang. tapi gue oke kok.”

“lo tau gak ketololan nanon semalem,” nanon mengangkat alisnya, kemudian membulat seolah tau apa yang akan chimon ucapkan.

“woy anjin—”

“jadi kan kemaren pas mau bayar pake kartu lo—”

“chimon!”

“—terus kan dia tau pinnya tapi dia gaberani ngegesek terus nyuruh gue—AWW anjing lu non. nah terus gue kan gamau ya, akhirnya dia TERPAKSA buat gesek. dan lo tau apa—NON DIEM DULU ANJ. dia ngeblank anjing beberapa kali masukin pin salah mulu sampe dia ngomong gini 'si anjing pawat ganti pin apa ya' padahal dia yang salah anjing. abis itu diem bentar sambil ngeliatin lo, baru dah si anjing masukin pin benernya gue rasanya mau ARGGHHH lo napa si non saking grogi gesek sampe liat muka pawat langsung bisa apa muka dia mirip angka pin kartunya hahhh?”

“babik lo.”

“gue gak abis pikir, tapi kenapa sih non bukannya kejadian itu udah dua taun?”

“emang, ah tau dah.”

“depresi berat bos.”

“sial.”

“eh lo tau gak jadwal kuliah gue kan udah keluar, gue diajar sama dosen body lotion.”

“SERIUS NON??!!”

“iya anjir buat apa gue boong.”

“emang kenapa dosennya?”

“lah itu dosen problematik wat, gue denger-denger kata kating beliau tuh...”

forum diskusi seperti ini memang asik jika dibahas dengan teman satu tongkrongan, makannya obrolan mereka awet berlanjut sampai beberapa jam kedepan.

segalanya dibahas dari lingkungan perkuliahan, sistem pemerintahan di negara wakanda, sisi kelam dunia, segitiga bermuda, bahkan sampai ke alam barzah.



hal biasa ketika mendapat chat dari orang yang paling dihindari ketika weekend. tapi ini masih hari kamis tapi saldonya sudah bertambah diiringi pesan masuk yang mengganggu waktu tidurnya.

nafasnya dihembuskan kasar. dipikir hidup hanya butuh uang? iya, memang sih. tapi yang pawat inginkan bukan hanya sekadar nominal yang berjumlah banyak.

tubuhnya beranjak, dibawa menuju dapur untuk mengambil segelas air dingin. isi kulkas membuatnya mengernyit, hanya berisi beberapa susu botol dan sosis sisa dua biji.

“ck, gak belanja tuh anak.” gumamnya. diambil botol air dingin kemudian di tengak beberapa kali.

setelah mengembalikan ke tempat semula, pawat mengambil dua botol susu dan sosis. bingung ingin diapakan bahan makan yang sangat minim.

dapur dijelajah yang ditemukan hanya kumpulan indomie yang tertata rapi. nafasnya dihembuskan kasar. bahkan beras saja tidak ada. terpaksa dia membuat mie goreng untuk sarapan.

pukul delapan lebih sepuluh menit pintu kamar terbuka. setelah mencampur mie dengan bumbu dan membuat makanan tersebut menarik dengan sosis diatasnya, pawat menuangkan susu ke gelas. ditata rapi meja makan tersebut.

disana berdiri nanon dengan wajah bangun tidur dan gerakan lambatnya menghampiri meja. pantatnya didudukkan di kursi lalu wajahnya sumringah menatap makanan didepannya.

jarang jarang pawat membolehkan makan mie instan.

“wow double wow, AKHIRNYAAAA GUE MAKAN MIE!!!”

dengan cepat dia mengambil sendok dan melahapnya.

“lo gak belanja? dapur lo kosong. lo makan order terus?” tanya pawat setelah selesai mencuci alat masaknya. dia duduk dihadapan nanon dan ikut menyantap sarapan.

“lupa mulu gue, lagian gue sekarang lebih sering makan mie ayam, bakso, atau bubur yang lewat sih. atau nasgor. kalo masak jarang. order kan lo yang selalu orderin!”

“ya iya, maksud gue lo nyetok mie banyak banget serius. awas kalo ketauan makan mie terus, gue marah.”

“gak kok, kalo pengen doang.”

“mulai sekarang gue jadwalin makan lo, gue kirim tiap jam makan.”

“apaan anjing kalo lo yang gitu, gue marah ke lo ya. gue makan 4 sehat 5 sempurna kok, santai aja napa sih. lagian gue juga selalu lapor ke lo kan.”

“hadehh, serah deh. gue masih bebasin lo ya, awas aja.”

“hhmmm.”


nanon membetulkan duduknya. tangannya sibuk memainkan hp sahabatnya. push rank. sementara pemiliknya hanya diam sesekali menghembuskan nafas. entah sudah keberapa kali nafasnya terasa berat pagi ini.

dan nanon paham ada yang salah. niatnya dia diam agar sahabatnya bercerita ketika siap tapi bahkan sampai tengah hari tidak ada percakapan serius diantara keduanya.

hanya pawat yang menyuruh nanon bilang kepada chimon dan drake bahwa dia sedang tidak mood untuk keluar hari ini.

suara victory memenuhi ruang tv yang tidak terlalu besar. diliriknya hp yang digeletakkam begitu saja oleh nanon sedang dia beranjak mengambil minum.

gelar mvp disabet oleh nanon, pawat tau itu. sahabatnya memang tidak pernah mengecewakan dalam hal apapun.

sedang asik daydreaming pipinya dicubit gemas. siapa lagi pelakunya kalau bukan pemilik rumah.

“gue diem daritadi nunggu lo cerita, tapi gak ada tuh tanda lo mau buka mulut. kenapa? belum siap?”

pawat tersenyum tipis kemudian menggeleng.

“lo tau lah masalahnya.”

“ya apa? ortu lo?”

“exactly!”

“melakukan hal bodoh apalagi mereka.”

“hahahanjing lo, non. gara-gara sering gesek kartu dikira gue lagi hobi party, terus dikirim duit mulu jadinya.”

nanon mengelus lengan pawat. jemarinya turun kebawah guna menemukan milik laki-laki yang lebih tinggi darinya. setelahnya digenggam.

“ya udah biasa gak sih non, ngirim duit seenaknya. terus chat kalo duitnya kurang bilang, even mereka langsung nembak kalo uangnya buat party. gak ada tuh basa-basi nanya emang buat apa cepet abis uangnya malah langsung bilang gitu. seolah hidup gue cukup dikasih uang doang.”

penjelasan panjang lebar yang sebenarnya nanon sudah dapat menebaknyapun membuat dia semakin mengeratkan genggamannya.

“sorry ya, gara-gara gue yang harus pake cash, lo malah jadi gini.” kata nanon sambil menepuk pundak pawat yang segera menatapnya tajam.

“apa sih, kok malah jadi lo yang minta maaf. gak suka gue.”

pawat menepis tangan nanon dan menjaga jarak keduanya. membuat nanon merengut kesal. behavior ketika pawat sedang kesal dan marah itu pasti gini, moodnya tidak stabil. dan nanon pahami itu dengan baik, sangat. tapi kadang emang menjengkelkan sih.

beda dengan nanon yang lebih sering menyelesaikan masalah dengan curhat dan manja-manjaan dengan pawat, laki-laki itu lebih banyak memendam dan diam. kadang harus dipancing untuk mau membuka diri. didepan nanon, untuk menangis saja tidak pernah. pawat adalah definisi dari anak yang dari kecil sudah ditanamkan di otak bahwa laki-laki itu harus kuat dan tidak boleh menjadi lemah apalagi sampai menangis. kadang nanon kesal sendiri menghadapinya karena pawat kurang ekspresif dan terlalu menekan dirinya sendiri.

“non, mabok yuk?”


setelah melakukan deal-dealan dengan chimon dan drake, akhirnya keempatnya setuju untuk pergi ke bar yang sama dengan syarat di traktir oleh pawat—karena pawat yang meminta— awalnya nanon marah karena dia juga turut andil dalam hal challenge super gak jelas ini. tapi pawat bilang kalo dia sedang ingin menghabiskan uang agar orangtuanya terus mentransfer hingga habis duit (walau itu mustahil).

mereka memilih insomnia bar yang terletak di tengah kota. malam jumat tentu bar tidak seramai saat weekend. justru bisa dibilang cukup sepi. hanya musik yang menggema santai dan beberapa orang menari di lantai dansa. banyak kursi kosong bahkan lampu disko yang berputar lambat.

keempatnya memilih sofa dipojok sebagai tempat singgah. dua botol wine, dua botol vodka, dan dua botol cognac sudah tertata diatas meja lengkap dengan gelasnya.

mereka menikmati musik sesekali menyesap minuman beralkohol.

tetlihat chimon sudah teler padahal baru minum 3 gelas cognac, sedang drake masih terjaga dengan winenya.

drake beberapakali mendorong chimon menjauh gara-gara anak itu dengan tidak tahu malu menggelendot dan mengucapkan nama kakak-kakak-an-nya.

nanon hanya tertawa sesekali memvideo, lumayan untuk blackmail.

sedang pawat terkekeh menatap ketiga temannya. tangannya tidak henti menyesap alkohol yang rasanya pahit dan panas ditenggorokan.

setengah botol vodka hampir dihabiskan sendiri, drake yang menyadarinya langsung berusaha memfokuskan diri pada temannya.

“lo ada masalah ya, wat?” jujur ditanya seperti itu pawat malas berbicara. tapi ya, kepalang juga ini masalah umum diantara keempatnya.

“bokap gue biasa.”

drake cukup tau diri untuk tidak lanjut bertanya. terlihat dari bagaiman pawat menjawabnya dengan ogah-ogahan, dia pasti malas membahas lebih lanjut.

hampir 5 jam duduk dan hanya menatap layar hp di ruang yang minim penerangan membuat mata nanon perih. dia lalu meletakkan hpnya dan menggeleng pelan menatap chimon dan drake yang sudah tertidur dengan badan chimon sebagai bantal drake.

kepalanya ditolehkan menatap pawat yang masih berusaha sadar. dengan tangan yang ditumpu pada kepalanya dan gumaman kecil yang tidak bisa ditangkap jelas oleh pendengaran nanon.

merasa diperhatikan, pawat menoleh menatap nanon sayu. pipinya merah ala orang mabuk. ditariknya pelan badan pawat agar menyender pada dirinya. dengan cepat pawat mengaitkan tangannya pada pinggang nanon. kepalanya ditenggelamkan pada ceruk leher nanon.

“capek.” lirihnya pelan. dan nanon hanya bisa mengangguk sambil menepuk pelan punggung pawat.

sambil memeluk pawat, nanon memejamkan mata dan menaruh kepalanya diatas milik pawat. belum sampai terbawa mimpi kegiatannya harus terhenti karena rancauan dari chimon dan drake yang tiba-tiba bangun dan saling mengatai.

nanon berdecak malas. dia ngantuk tapo harus meladeni orang-orang mabuk.

“woy diem bego tidur lagi aja lu berdua.”

“haus non, air air air pliss. WOYY AIR WOY AMBILIN KEBAKARAN NIH TENGGOROKAN GUE!!!” nanon membulatkan mata kala chimon berteriak tidak tau malu. matanya melirik seorang bartender yang membawakan sebotol air putih dingin.

sedang drake meringis ketika kepalanya mendapat pukulan bar-bar dari chimon. matanya masih menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil dan mulutnya tidak berhenti mencaci maki chimon

“bangsat chimon, pala gue sakit.”

setelah menenggak air putih chimon mengatur nafasnya.

“bangsat diem. gue lupa semalem minum wine atau cognac ya anjing pusing banget.”

matanya mengernyit menatap pawat yang tertidur damai dalam pelukan nanon.

“minum berapa tuh anak?”

“satu setengah.”

“anjing? galau abis ya dia. kenapa sih? ortunya?”

nanon mengangguk.

“lo pada udah radas apa gimana. cuci muka sana!”

“gue udah huft. tapi masih pusing banget,” chimon lalu menoleh menatap drake yang masih lemas.

“woy sadar bego.”

“ck udah sadar gue gak mabok amat kek lu.” drake memanyunkan bibirnya melirik chimon malas.

“lumayan rame daripada tadi, jam berapa sih ini—yaelah pantes orang jam 2. non lo gak capek apa? tidur gak lo?”

nanon meluaskan jangkauan pandangnya setelah mendengar perkataan chimon. memang lebih ramai dibanding ketika mereka baru masuk.

“capek anjing. gue aja belom tidur nemenin pawat ngegalau tadi. eh baru aja merem lo berdua bangun, udah kagak ngantuk gue.”

chimon mengangguk, dia kembali meminum air putihnya. drake hanya diam mengumpulkan nyawa sambil memerhatikan teman-temannya.

“kenapa lagi sih ortunya?”

“kasus yang sama, masalah duit.”

“astaga ga kelar-kelar dari dulu. emang kenapa sih pawat benci banget kalo ortunya ngehubungi dia?”

“ya gitu deh, mon. gue mana bisa cerita, bukan ranah gue. lagian gue juga baru tau kemaren siang. padahal semaleman gue nginep tqpi gada tuh dia cerita. emang bangke kalo gak ditodong mana mau dia terbuka.” ujar nanon dengan gemas mencubit pipi pawat pelan. melihat interaksi tersebut chimon dan drake segera bertukar pandang dan menggeleng malas.

“gue bingung deh ngapain ya gue repot-repot ngasih challenge gak mutu karena ujung-ujungnya lo berdua bakal nginep bareng dan manja-manja tai kucing.”

“lo bingung apalagi gue.”

“ya seenggaknya kita dapet makan gratis mon.”

“iya sih bersyukur banget gue. sering-sering ye.”

“bangke lo berdua.”



nanon menggeliat pelan, tangannya bergerak mengeratkan selimut. matanya perlahan terbuka dan pemandangan bangun tidurnya disambut dengan dada sahabatnya. nanon memaki dalam hati. kebiasaan pawat adalah tidur shirtless dengan ac menyala. coba saja kalau dia tidak tidur disini, mungkin selimut saja tidak dipakai. yang ditakutkan adalah pawat sakit karena masuk angin. tapi percuma saja sudah dibilang sekian kali, namanya keras kepala.

niat nanon bangun lebih dulu untuk melakukan ritual pagi. namun tangan yang melingkar dipinggangnya terlalu erat untuk dilepaskan. yang bisa dilakukan hanya mencubit sesekali menggelitik laki-laki didepannya agar tidurnya terganggu.

“paw lepas, gue mau pipis.” ditepuknya dada pawat pelan.

“pawww... mhhh daddy lepas yaaa, nanon mau pipis.”

nanon mendengus kala pawat justru mengeratkan pelukannya dan membawa tubuh nanon berbaring diatasnya.

“bangun bego, lu mau gue pipisin?”

tidak ada suara, hanya dehaman pawat yang nanon terima. karena kepalang kebelet maka nanon memakai jurus terakhirnya,

“AAAAANJINGG.” teriak pawat mengelus lengannya pelan. matanya masih merah efek bangun tidur

“mampus.”

nanon segera beranjak menuju kamar mandi yang letaknya masih didalam kamar. sementara pawat meringisi lengannya yang memerah dan terdapat jejak gigitan nanon.

sudah menjadi kebiasan beberapa tahun terakhir jika keduanya berada di satu malam yang sama dan saling bertukar selimut, maka paginya pawat akan menyiapkan sarapan. tidak perlu yang mewah dan banyak karbo tapi cukup untuk mengganjal sampai siang.

setelah menyelesaikan nasi goreng menteganya, nanon menghampiri sahabatnya yang sedang mencuci piring dan menaruh piring bekas di wastafel.

kakinya tidak segera melangkah pergi namun terdiam dengan tatapan kosong menatap air mengalir didepannya.

“ohm pawat sayang,” tangan nanon melingkar dipinggang pawat, kepalanya diletakkan di bahunya.

“hm.”

“ntar mau ke amusement park?”

“perjanjiannya gimana?”

“iya maksudnya gue mau kesana, oke deal?”

“oke.”

bertepatan dengan pawat yang telah selesai mencuci piring, dia segera menggendong nanon ala koala dan membawanya menuju kamar.

“tapi sebelumnya lo ada tugas yang belum dikerjain, kerjain dulu!”

“ELAHH PAW, GUE CUMA NGINEP SEMALEM LHOOO.”

tubuh nanom dibanting pelan di kasur dengan pawat diatasnya. keduanya saling melempar tatap kesal.

“heh inget, perjanjian kita? gue masak, lo beresin kasur. udah cepet beresin, abis ini siap siap kabarin chimon sama drake. gue mandi dulu.”

kepala nanon diusap pelan sebelum pawat beranjak menuju kamar mandi.

“ahh tai, padahal gue udah baik-baikin tu bocah biar gue gak usah beresin kasur. tetep aja inget ya, pawat nyebelin.”

tetap saja walau mulut memaki dan maju beberapa senti, tangannya bergerak melipat selimut dan membenarkan sprei yang sudah lari kesana kemari tak karuan.

adegan menginap nanon di apartemen pawat sudah bukan hal asing malah menjadi kebiasaan keduanya di kala weekend. karena biasanya pawat yang akan menginap di rumah nanon, namun entah karena semalam dia terlalu kenyang dan apartemen pawat hanya beberapa meter dari kedai es krim langganan, maka keduanya sepakat untuk kembali ke kediaman pawat daripada harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk sampai ke rumah nanon.

tidak ada yang spesial setelah nanon selesai membereskan kasur dan pawat keluar dari kamar mandi. keduanya bersiap sesekali membalas chat dari chimon dan drake yang lagi lagi misuh atas kemauannya yang dadakan.

dan kini universe merupakan tujuan nanon—dan chimon. mereka sudah berpisah dengan pawat dan drake sejak di halte depan apartemen pawat. memilih masing-masing tujuan yang keduanya tidak tahu kemana takdir akan membawa. apa pada pertemuan atau pada takdir dengan variabel lain yang jujur sebenarnya tidak nanon inginkan. toh dari awal tantangan dari chimon dan drake sudah terpatahkan, keduanya kalah. namun masih ingin melanjutkan selain dua sahabatnya yang masih belum puas mendapat makanan gratis dia juga masih ingin melihat bagaimana cara dunia bekerja diantara dirinya dan ohm pawat.

dan untuk yang kali ini, nanon tau kalau pawat pasti ada disini juga. walau batang hidungnya belum terlihat sejak awal dia datang hingga sudah menaiki beberapa wahana, nanon yakin pawat disini.

“lah non?”

nanon mendongak kala namanya dipanggil oleh... drake

lalu dia tersenyum samar.

gotcha!

tebakannya tidak salah. memang kemana lagi jika buka ke universe?

“lah drake, lo sendirian? pawat mana?”

“gila udah gak kaget lagi gue. emang soulmate dah lu berdua,” ujar drake sambil tertawa tak menyangka, begitupun dengan nanon yang ikut tertawa, dirinya juga tidak menyangka

“pawat lagi au dah beli apa tadi. si chimon mana kok lu sendirian disini?”

drake mengambil tempat duduk disamping nanon sambil menikmati kopi cup ditangannya.

“gue agak pusing abis naik histeria makanya duduk dulu disini, si chimon lu tau kan dia gimana, lagi naik komedi putar anaknya.”

“bangke emang kaga ada capeknya.”

“iya heran juga gue, padahal dia abis makan s—”

“drake, gue cariin ternyata lo disini—nanon?”

“pawpaw!!”

nanon segera melambai menyuruh pawatnya segera mendekat.

“buset non, semalem kurang apa yakk udah nginep loh padahal.” ujar drake sambil menggeleng menatap dua sahabat bucinnya.

“nih buat lo.” setelah menempatkan diri diantara nanon dan drake, tangan pawat terulur memberi crepes yang baru saja dibeli ke arah drake yang disambut dengan binar mata.

“wah emang lu doang sobat gue dah wat, gada yang lain!”

pawat hanya menggeleng pelan, lalu ditatapnya nanon sambil melirikkan matanya ke crepes miliknya.

“mau?” nanon segera mengangguk. tapi bukannya mengambil, dia justru mendekat untuk menggigit langsung makanan yang pawat pegang.

“chimon mana?” tanya pawat setelah dirinya ikut menikmati crepes ala ala ini.

“dia lagi main komedi putar. gue males jadi ga ikut. btw, ntar makan malem di resto depan aja ada seafood, lu mau gak drek?”

“gas aja gua mah.”

ketiganya lalu bermain tebak-tebakan berapa menit lagi chimon akan turun dari komedi putar dan mencari nanon.

tapi persetan benar salahnya, orang yang sudah ditunggu hadirnya ini kembali dengan sosok laki-laki yang lebih tinggi. membuat ketiganya mendecak paham kenapa chimon begitu lama di wahana.


“so? gimana ceritanya lo sama kakak-kakak-an lo itu bisa ketemu?”

setelah menyelesaikan santap malam, mereka berempat memilih untuk nongkrong di pinggir pantai sebelah restoran seafood.

“kebetulan dia lagi momong sepupunya yang masih kecil, kita ketemu dan main bareng. dah, kelar.”

omongan chimon agak susah dimengerti karena dia berbicara dengan gorengan ada dimulutnya. nanon hanya mengangguk diam, mencerna kembali apa yang chimon katakan. sama halnya dengan gorengan, bedanya mulut nanon penuh es krim yang sensasi dinginnya memanjakan lidah.

sedang drake menyimak dengan wajah 5 watt namun mulut yang tak berhenti mengunyah, dan pawat yan hanya diam memperhatikan teman-temannya.

“gue mau pengakuan dosa. gue gatau sih ini menyalahi aturan atau gak, tapi kalaupun iya bodo amatlah anjing what happened for seven days just for fun, right?” pawat mengernyit bingung. apa yang nanon lakukan? kenapa dia tidak tau?

“waduhh apa nih sob?” drake menegakkan badan menunggu kelanjutan cerita.

yang tadinya sudah mengantuk segar kembali. netra nanon melirik chimon dan pawat yang tidak berkomentar namun terlihat bahwa mereka juga menunggu kelanjutannya.

“jadi, gue sebenarnya udah tau kalo bakal ketemu pawat disini—wait disclaimer gue gak curang dengan diem diem nyari tau pawat bakal ke amusement park yang mana. mengingat kita berdua lebih sering ngabisin waktu di LOCALs daripada universe. jadi universe itu tempat dimana untuk terakhir kalinya gue liburan bareng orang tua. dan rasanya kalo gue kesini sesak banget dada gue. makanya gue selalu ngajak pawat ke LOCALs. sampe semalem gue lagi kangen banget sama ortu hahaha, makannya ngajak lo, chim, kesini. dan kenapa gue bisa tau kalo pawat disini adalah karena pawat kayaknya mikir gue gabakal ke universe, tapi lo salah paw. gue kangen ortu, makannya gue kesini. hmm, itung-itung recall memory. jadi, kalian gak marah kan ke gue karena secara gak langsung gue udah arrange ini semua?”

hening sejenak. mana bisa marah atas alasan yang nanon ucap. barangkali sudah diatur sedemikian rupa tanpa adanya pengakuan juga chimon dan drake memaklumi dan paham bahwa keduanya memang tidak terpisah dari dulu. akan sangat jahat baginya untuk memaksa jauh. jujur yang chimon dan drake lakukan atas challenge ini adalah ingin melihat bagaimana keduanya uring-uringan karena intensitas pertemuan yang harusnya berkurang. bagaimana keduanya hanya ingin melihat sahabatnya merasa rindu akan presensi dan cepat meresmikan hubungan. dan langkah yang chimon drake ambil tidak bisa dibilang salah, walau sahabat, yang benar tau akan hubungan seperti apa nanon dan pawat hanya yang bersangkutan. sebab jika ditanya kesekia kalinya, sahabat adalah pengungkapan status mereka.

“mana bisa marah anjing, lagian ini kita gak serius-serius amat kok brader. lumayan juga kan makan gratis selama 7 hari.”

“si anjing.” nanon menjitak kepala chimon kesal. dan lega.

“gapapa lah non kek sama siapa lu angjay. tapi, kalo mau recall memory harus ada pawat gitu? atau gimana dah?” kini drake bertanya. mulutnya yang sedari tadi diam tidak kuasa menahan pertanyaan yang cukup simpel tapi jawaban pastinya dibutuhkan. kenapa?

“hmm gimana ya, lo tau kan yang tau bangettt samps akar akarnya masalah keluarga gue cuma dia. gue takut bakal breakdown, tapi untungnya gak sih, soalnya gue tau pawat been there, ada sama gue disana, dan gue... ngerasa aman.”

jawaban nanon membuat chimon dan drake menggelengkan kepala. kata kata manis dan bucin bukan hal baru, dan keduanya berharap akan selamanya mendengar bagaimana bucinnya seorang nanon korapat—dan ohm pawat.

“tinggal jadian anjeng. pj paling gede gue.”

“jadian pala lu.”

“ahh tai lu, non. kenapa si udah gemes bgt gue dari taun kapan flirty mulu depan gue.”

“apaan dah perasaan gue sama pawat ribut mulu.”

“iya ribut. tapi ribut lu gemes anjir.”

“ribut mah ribut aja. mana ada ribut gemes.”

lalu keempatnya tertawa. menikmati hembusan angin malam menerpa kulit. dengan suara ombak yang menenangkan empat jiwa.

nanon melirik pawat yang hanya diam menyimak. tatapannya lurus ke laut lepas. mungkin merasa diperhatikan, pawat menoleh dan tersenyum tipis.


malam ini atas persetujuan keduanya—ditambah nanon yang sedang rindu orang tua—pawat mengiyakan tawaran untuk menginap di rumah nanon.

setelah menyelesaikan ritual minum susu dan sikat gigi, nanon merebahkan dirinya. ditarik selimut hingga sedada. badannya dimiringkan ke kanan tempat dimana sahabatnya akan tidur.

tidak berselang lama, pintu kamar dibuka menampilkan sosok yang ditunggu. hafal tiap sudut yang ada di ruang ini, pawat berjalan santai menuju lemari dan mengambil asal baju dari sana. lalu langkahnya dibawa menuju kamar mandi.

melihatnya, nanon hanya meringis. mengingat betapa masing-masing dari mereka mempunyai tempat tinggal yang dingin.

“kenapa belum tidur?” interupsi pawat menarik nanon kembali pada realita. yang ditanya hanya terkekeh.

tatapan keduanya terkunci. semakin dekat sosok tersebut dengan kasur, nanon semakin tersenyum lebar. tangannya menepuk bantal disampingnya.

“pengen curhat.”

pawat tahu betul. sejak pertemuan keduanya di universe, mengingat nanon paling anti menginjakkan kakinya di tempat tersebut. ada yang aneh. dan jawaban implisit sudah didapat tadi saat di pinggir pantai. malam ini pawat akan—harus memastikan nanon tidur dengan pulas. namun sepertinya tidak jadi karena empunya memilih untuk melakukan sesi curhat.

“gak capek? besok bisa, non. sekarang istirahat dulu, ya?”

namun gelengan didapat.

“no, gue capek sih, tapi gue gak kuat nahan sendiri pawpaw. boleh ya?” pawat terkekeh,

“gabisa nolak sih, gue.” lalu tangannya merengkuh nanon, mendekatkan tubuh yang lebih kecil pada dadanya. posisi untuk membuat nanon merasa aman dan nyaman. posisi untuk membiarkan nanon mengutarakan apa yang dirasa.

“nanon, ceritanya pelan-pelan. gue bakal dengerin lo.”

hanya ada satu pawat di dunia, nanon beruntung punya dia.

“hmm, rasanya udah bertahun tapi masih aneh. gimana dulu gue selalu dimanja sekarang gue harus survive sendiri. hati gue udah hancur sejak awal, makin hancur ketika tau realita kalau gue tumbuh dan besar sendiri. bahkan label orang tua milik gue udah lama hilang. tapi gimana mereka selalu membatasi keperluan gue buat gue stress paw. gue gaboleh ini itu dan berakhir bergantung ke lo.” nanon berhenti sejenak untuk mengambil nafas panjang dan menikmati elusan di kepalanya.

“dan semalem gue sempet mikir, kalo aja pesawat itu—hiks...” wajahnya ditenggelamkan pada dada pawat.

“ssshhh, udah udah. iya gue paham.”

“—apa bakal sama paw?”

“gue gabisa jamin apa-apa. tapi inget, kalo lo selalu disayang semesta. lo kesayangan gue nomor satu. apapun masa lalu, masa depan, atau masa sekarang pun, inget gue yang selalu berusaha bikin lo bahagia, oke? lo kangen ortu kan? gue emang gabisa gantiin peran itu ke lo, tapi gue bisa jadi daddy dan mommy—yang gak sempurna—buat lo, inget ya, sayang.”

“paw,”

nanon menjauhkan wajahnya, tercetak jelas bekas air mata di pipi. diusap pelan oleh pawat.

“gue emang kangen ortu sampe rasanya mau meledak—

—but at least i have you, don't dare to leave me. you are my home, paw.”

liquid bening yang tidak ditahan itu terus jatuh hingga membasahi baju keduanya. pawat segera menarik nanon kembali dalam pelukan. mata pawat ikut memanas dan dadanya sesak melihat bagaimana sakitnya nanon menangis.

“sshhh udah sayang, tenang. sakit banget sih, nangisnya,” diberinya tepukan dan elusan sayang pada punggung dan kepala nanon.

sedang yang diberi perhatian sebegitunya semakin meraung. harusnya memang tidak usah khawatir ketika pawat berada disisinya.

“lo juga rumah gue, non. kita saling melengkapi. karena itu kita ditakdirin buat bareng-bareng terus, selamanya.”

“nanon, gue ijin cium lo boleh?”

setelah ijin diperoleh, pawat menunduk mengecup puncak kepala nanon beberapa kali. hingga ciuman terakhir dia tekan lama dan penuh afeksi. nanon mengeratkan pelukannya pada orang yang rela habiskan waktu untuk seluruh hidupnya.



mana pernah pawat pikir lapangan yang dipilih nanon adalah tempat biasa dia bermain futsal! kemarin laki-laki kecil itu bilang di chat kalau lapangan yang dia pilih, pawat tidak tahu, makanya dia berani ambil resiko untuk mengajak drake menuju lapangan klub futsal nanon.

dan sekarang pawat malah menjadi sasaran empuk atas ngambeknya nanon. padahal disini salah siapa yang miskomunikasi?

oke, ini sebenarnya agak sedikit curang, tapi jangan bilang chimon dan drake.

mungkin karena curang—kurang berkah, makanya rencana keduanya gagal total.

setelah menyelesaikan match dan menyelesaikan sesi foto bersama anggota tim, pawat segera menyusul nanon yang sudah pergi duluan menuju ruang ganti.

dari awal bertemu di lapangan yang membuat keduanya kembali terkejut bukan main, sampai detik ini nanon hanya menatap malas pawat dan tidak berusaha untuk membuka obrolan.

disana yang lebih muda sudah mengganti pakaiannya dan mencuci muka. bersiap untuk keluar sebelum pawat memblokir pintu toilet.

“sebentar non, ngobrol dulu.”

nanon menghela nafas pelan lalu melangkah mundur, kode untuk membiarkan pawat melanjutkan perkataannya.

berdiri di depan wastafel dengan tangan yang sesekali mengusap air ke wajahnya sambil mendengarkan permintaan maaf—yang sebenarnya serius tidak perlu. dia hanya butib waktu berpikir karena disinj yang salah adalah dirinya.

jelas pawat tahu tempat futsal barunya karena beberapa kali pernah mengantar nanon kesini. dan ingatan itu yang  semalam sempat hilang dari memorinya. sampai dia pikir pawat tidak tahu tentang kepindahan tempat futsalnya.

“—maaf ya non, gue pikir lo gabakal kesini. harusnya gue lebih tau tentang lo lagi.”

setelah menyelesaikan kalimat panjang lebar yang hanya masuk telinga kanan dan mental alias nanon tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang pawat ucapkan akibat pikirannya yang ikut kacau, dia hanya mengangguk pelan.

“dah lah paw. ini juga salah gue sebenernya, gue yang minta maaf. ini gak kaya gue yang nyesel banget ketemu lo dan gamau duit gue kebuang buat traktir mereka, tapi lebih ke ga nyangka aja kalo gue bakal ketemu lo hari ini. lo tau semalem gue kepikiran kalo—” netra keduanya bertemu, nanon menghentikan ucapannya seketika. percakapan ini harus dibawa nanti, bukan sekarang.

“—let's save it for later. i have a lot things to say to you.”

pawat mengangguk lalu tersenyum.

“just don't let the monsters eat your brain!”

★ 6,5k words!

and that's because i wanna be your favorite boy i wanna be the one that makes your day the one you think about as you lie awake i can't wait to be your number one i'll be your biggest fan and you'll be mine and i don't wanna break your heart and makes you cry


“bestfriend banget non?” nanon melotot, “DIEM!” pawat tertawa mendengar gertakan nanon.

hari sabtu siang habis latian futsal bareng temen-temennya, pawat dikasih surat sama bundanya, katanya tadi nanon kesini nitip surat buat pawat.

suratnya langsung dibuka habis mandi. kepo juga sebenernya isinya apa, soalnya nanon tuh gak pernah ngirim surat gini.

pas dibaca malah bikin senyum-senyum sendiri. hatinya jadi dagdigdug gak karuan. padahal isi suratnya terkesan menuntut dan ngegas.

nanon, tetangga sekaligus temen kelasnya. yang kelakuannya absurd dan sering gajelas—ngebuat pawat jadi ketularan gajelas—. yang pendiemnya parah kalo kata orang, tapi kata pawat bawelnya minta ampun, kupingnya aja sampe panas denger omelan nanon. yang selalu nanyain perasaan pawat tiap hari tapi kalo pawat tanya balik jawabannya selalu, “gue seneng banget hari ini, bahagia.” selalu kaya gitu, padahal pawat sebenernya tau kalo hari itu dia lagi ada masalah dirumahnya. yang paling ingin pawat jaga seumur hidupnya. cuma nanon, yang bisa buat pawat begini.

dan sesuai isi suratnya, hari sabtu dan minggu chat pawat diabaikan.

“lagian kenapa malu sih lo, kaya sama siapa aja.” nanon tersedak sushi saat pawat baru menyelesaikan kalimatnya.

“ssshhh, pelan-pelan makanya. gausah serakah gitu, gue juga ga bakal minta keles.” pawat menyodorkan segelas air putih yang ada disampingnya dan diterima baik oleh nanon.

“makasih.” ucap nanon yang dibalas sama dehaman pawat.

selanjutnya hening. nanon asik makan sushi sementara pawat berdiri berniat untuk mengobrak-abrik isi dapur nanon.

iya, mereka lagi dirumah nanon. tadi pas pulang sekolah pawat ngotot mau main. daripada ribut akhirnya nanon iyain dengan syarat sebelum jam enam sore pawat harus udah pulang.

selesai dengan sushi, nanon ngajak pawat buat ke kamarnya. nonton kesayangannya pawat, barney. awalnya pawat fokus banget sama filmnya. sampai hpnya bunyi. ada telfon masuk, dari bright.

pawat melirik nanon yang ternyata sedang menatapnya seolah bertanya 'siapa yang nelfon?'

“bright.”

“angkat aja.”


hari sabtu dan minggu hp nanon kebanjiran chat pawat yang dibuka aja enggak. dia malu banget habis ngirim surat itu. harga dirinya mendadak turun. takut nanti pas disekolah malah diketawain.

tapi kalo nanon udah kenal pawat lama, harusnya dia tau itu gabakal terjadi. karena dari senin pagi sampai pulang sekolah, pawat masih sama kaya pawat yang kemaren.

justru temen tiangnya itu bersikap kaya gaada apa-apa. makanya nanon jadi kaya santai padahal nahan malu setengah mati.

pas pawat minta main ke rumahnya, sebenernya dia males. pasti pawat mau ngomongin surat, iya nanon udah suudzon dulu. tapi mau ngehindar gimana lagi karena cepat atau lambat ya mereka harus tetep ngomong berdua. makanya nanon iyain.

gatau ide dari mana dia mau dinyanyiin sama pawat, yang jelas nanon suka sama suaranya pawat. ini juga tahun terakhir mereka di sma, nanon mau punya kenang-kenangan pawat nyanyiin salah satu lagu favoritnya. lagu yang relate sama kehidupannya.

“halo? paan bright?” bright itu temen seperband-band-annya pawat di sma.

“hah? gabisa diganti serius?”

“yaelah kan masih seminggu lagi.”

“cuma beda semenit doang anjrit?!!!”

“siapa sih pjnya elah, bilang ke gue!”

“oke, gue besok ngomong sama neo.”

nanon cuma diem ngeliatin pawat yang keliatan emosi sambil telfon. pawat menghela nafas kasar sambil ngelempar hpnya ke kasur nanon. punggungnya disandarkan di headboard. kepalanya menoleh dan bersitatap sama nanon.

nanon yakin habis ini pawat bakal misuh-misuh, mukanya udah kusut dan melas banget soalnya.

“nanon anjir, pj sialan masa cuma beda semenit doang ga dibolehin anjinggg dah.”

kan.

“kenapa sih?”

“bestfriend tuh empat menit kan? kemaren gue mau bawain lagu someone you loved, tiga menit. kata osisnya 'udah ga boleh diganti, takut waktunya ga cukup.' bangsatt. nanon, cuma beda semenit anjing??!!!”

nanon malah ketawa denger ocehan pawat. padahal orang didepannya lagi pusing banget.

“kok lo ketawa sih???” nanon senyum. ambil remot, terus tvnya dimatiin.

“ya gapapa. lucu aja ngeliat lo kepusingan gini. btw, gue gak pengen-pengen banget kok dinyanyiin sama lo. hmm, tapi gue mau minta hadiah yang lebih mahal ke lo.”

“non. . . gue usahain beneran bestfriend dah yaa, pliss.” sumpah mukanya pawat udah kaya mau nangis, jadi nanon iyain aja.

“udah sana pulang, jam setengah enam nih, lo belum mandi kan?”

“tadi gue minta mandi di rumah lo gaboleh.”

“gak, ntar lo tuman.” pawat mengerucutkan bibirnya. ia bangkit dan mengambil hpnya. dengan malas dia berjalan menjauh. belum sampai keluar kamar, pawat membalikkan badannya.

“hadiah lebih mahal itu apa?”

“rahasia.”

kemudian hari berikutnya pawat ngechat kalau band-nya dia boleh bawain lagu bestfriend. gatau apa yang pawat omongin sama pjnya, tapi dipikir-pikir memang aneh sih, yakali cuma beda semenit gaboleh? soalnya acara kaya gini pasti ada aja mulurnya. ga sesuai sama apa yang udah dijadwalin.

ini hari kamis dan pawat udah mulai jarang ada di kelas, dispen segala macem. emang orang sibuk tuh beda sama nanon. dia kadang mikir, berani banget bisa suka sama orang 'kaya pawat' yang jauh banget disana.

ibarat langit malam, dia tuh bintang dan segala cahayanya yang buat malam jadi lebih indah dan terang. sementara nanon cuma gelap malam yang dingin dan gak tersentuh.

tapi nanon gak nyesel udah suka sama pawat. orangnya worth it buat disayang. dia baik, lucu, dan perhatian banget. kaya sekarang contohnya, nanon lagi duduk di perpus tiba-tiba ada minuman dingin yang nempel dipipinya. udah tau lah siapa pelakunya. pawat.

“ngapain ke perpus?” tanya pawat. dia mengambil tempat duduk disamping nanon. tangannya membuka botol minuman yang dipegangnya, lalu diserahkan ke cowok mungil disampingnya. dengan senang hati nanon nerima minuman yang pawat kasih. lumayan gratisan.

“anak kelas lagi latian buat drama.” pawat mengangguk pelan. matanya melirik ke buku yang sedang nanon baca.

pawat menarik nafasnya pelan kemudian tersenyum tipis.

“lagian non, lo kenapa nggak ikut deh?” nanon melirik pawat sebelum akhirnya menutup bukunya.

minuman botolnya sudah ia taruh daritadi, badannya ia putar menghadap ke arah pawat.

“gue tuh gabisa.” alasan nanon aslinya itu gak pede aja. padahal bulan lalu pawat udah ngerekomendasiin nanon ke temen-temennya. tapi nanon nolak, gabisa ngedrama katanya.

“halah, tiap hari sama gue aja lo drama.” nanon manyun. lagi males debat sama pawat.

“lo nggak latian?”

“lagi istirahat. lo gak ngeh emang suara gue nyampe serak?!”

“emang gue harus gitu merhatiin tiap detail perubahan yang ada di badan lo?”

“iyalah.”

“emang lo siapa?”

“temen lo, kan.”


kata anak-anak hari senin itu monster day.

tapi senin sekarang beda. karena hari ini sma gmm bakal pesta dari pagi sampai malam selama satu minggu kedepan.

dimulai dari acara pembukaan terus lomba-lomba dan malamnya ngeband.

tiap kelas itu harus mewakilkan buat lomba dan band-nya. lombanya ada banyak macem, finalnya pas hari jumat. kalo band tiap malem tuh ada urutannya acak, gatau kelas mana dulu.

kalo band-nya pawat yang tampil tuh dari ekstra band, kebagian hari senin. pawat gak ikut band kelas. dia pengen temen kelasnya juga ngerasain buat tampil di depan umum kecuali nanon. dia udah kesel banget sama temen oroknya itu. tiga tahun udah disuruh ikut lomba tetep aja gamau. alasannya gabisa. padahal di coba aja belum.

habis tes vokal, pawat langsung ke kelas. niatnya mau ngajak nanon sarapan sebelum acara pembukaan jam 9 ini mulai. tapi nanon gak ada di kelas. di telfon juga gak diangkat.

“anjir kemana sih tuh anak.” keningnya berkerut, bibir bawahnya ia gigit.

dari kelas, kantin, sama perpus udah dia singgahi. tapi nanon tetep gak ketemu. akhirnya pawat milih buat balik ke aula bawah. kakinya nendang kerikil asal-asalan. laper. tapi gak mood makan. sampai di pertigaan arah gor sama aula, nanon lagi jalan di sebrangnya, bareng sama jimmy.

dah lah. tambah males.

pawat ngeliatin nanon doang. nanon juga sama. cuma kayanya jimmy ngeh, jadi dia pamit mau ke kelas dulu.

pawat yang mulai dulu. dia narik tangan nanon pelan ke arah taman sekolah.

mereka duduk sampingan. baru sadar nanon bawa kresek hitam, dia nanya pake bahasa kalbu alias ngangkat sebelah alisnya sambil ngelirik kresek di tangan nanon.

“ini, rames buat lo. tadi gue susulin ke aula bawah tapi lo katanya mau ke kantin.” pawat diem habis dengerin penjelasana nanon. ada rasa lega yang pawat gak tau apa. lega karena nanon perhatian padanya, mungkin?

“terus kok bisa sama jimmy?” nanon menyipitkan matanya sambil manyun.

ini anak gabisa ngomong biasa aja, gausah pake manyun gak sih... gue gemes

“gue tadi ketemu jimmy di aula, terus kebetulan kita emang mau ke kelas, jadi ya bareng. eh, ketemu lo.” pawat ngangguk doang. tangannya ngambil kresek yang dipegang nanon.

ramesnya di buka. ditaruh di kursi taman sementara pawat duduk lesehan di atas rumput.

“lo udah makan?” yang ditanya menggeleng. tangan pawat secara otomatis narik nanon buat duduk dibawah kaya pawat.

“makan bareng sini.” pawat menggeser kertas minyak isi nasi dan lauknya ke tengah. biar nanon juga bisa ikut makan.

tangannya siap menyuapkan nasi ke dalam mulutnya sampai nanon berteriak,

“PAWAT JOROK BANGET CUCI TANGAN DULU!”


alunan musik i'm yours milik jason mraz mengalun apik memenuhi lapangan utama sma gmm.

setelah seharian penuh seluruh siswa berjuang keras mempertahankan kelasnya dalam berbagai lomba, entah itu menjadi supporter atau menjadi peserta dalam perlombaan, kini saatnya mereka bersantai ditemani dengan teman-teman yang sudah ditunjuk untuk menampilkan bakatnya.

nanon berdiri di tengah lapangan. kanan-kiri, depan-belakang sudah penuh. sempit dan sesak. beberapa kali panitia sudah berkata agar tidak saling dorong tapi tetep aja, namanya siswa sma kalo dibilangin malah tambah ngeyel.

udah dari dua jam yang lalu konser mulai, tapi band pawat belum muncul. padahal katanya dia tampil ketiga. ini udah band keenam. konser ini emang gak cuma nyanyi, ada selang kaya doorprize, story telling, sama baca puisi. makanya habis lagu i'm yours selesai, ada storytelling kecil gitu dari siswa lain.

jujur kakinya udah lemes banget. badannya rasanya panas dingin. tapi pawat belum juga tampil.

dia tuh jadi tampil apa nggak sih

akhirnya demi keselamatan jiwa raganya, nanon mundur kebelakang. nyari tempat duduk yang pewe buat kakinya biar bisa selonjor.

“malem-malem tapi panas banget deh.” nanon mengibaskan tangannya. perutnya tiba-tiba aja bersuara. dia jadi inget makanan terakhir yang masuk ke perutnya itu tadi jam dua siang. sekarang udah jam sembilan malem. pantes laper.

“kak nanon.” nanon menoleh setelah suara familiar itu membuyarkan pikirannya. dia tersenyum kecil.

“widihh anak teater yang terkeren sesekolah, ada apaan nih.” yang dipuji cuma ketawa. dia mengambil tempat disamping nanon.

“kak pawat udah tampil?” nanon menggeleng pelan sambil memutar kedua bola matanya.

“belom. php dia prom. katanya mau tampil sekarang. kayaknya besok deh, ya?” prom, adek kelas nanon cuma ngangkat kedua lengannya.

“kak, lo udah makan?” nanon menggeleng sambil nyengir. prom langsung nabok punggungnya. nggak keras banget. tapi nyerinya kerasa.

“sakit ih, lo kenapa sih bar bar banget sama kakel.” prom cuma melet.

“gue aduin kak pawat biar mampus lo dimarahin.”

“yee, bodo amat, dia ga nanyain gue juga daritadi sok sibuk banget deh—”

“kak pawat!!!!!” teriak prom heboh sambil menggoyangkan lengan nanon. nanon otomatis menoleh ke arah panggung. dadanya gatau kenapa tiba-tiba deg-deg-an ngeliat pawat di atas panggung lagi senyam-senyum sambil benerin mic-nya.

“ew tepe banget sih.” prom menoleh,

“tepe apaan kak?”

“tebar pesona.” tawa prom membuat nanon mendengus kesal.

“tes-tes... udah oke nih micnya.” suara antusias penonton membuat nanon semakin kesal. soalnya, pawat ganteng banget serius.

“kak, lo nggak mau ikut berdiri?” nanon diam. lalu menggeleng. mau sih mau. tapi kakinya udah lemes banget. takut malah ambruk ditengah terus keinjek orang. drama banget sumpah.

“enggak. gue capek berdiri. lo aja sana.”

“gue disini aja deh nemenin lo.”

“wihhh masih rame yaa, padahal udah malem. kalian emang belum capek?” basa-basi pawat behavior

“oh ya, disini kalian tau gue bakal bawain lagu apa?” tetep ngomongnya sambil senyum. nanon lemah hati. lemah pikiran.

“gue bakal bawain lagu buat yang friendzone disini. ada yang kena friendzone ga nih??”

punggung nanon ditabok sama prom pas pawat nyelesaian kalimatnya barusan.

“hahaha, friendzone tuh kak non, minta lebih kali...” lagi-lagi nanon mendengus.

“satu lagi, ini lagu request dari orang yang paling berharga di hidup gue.” nanon terdiam. matanya menatap lurus ke depan. ke pawat. yang ada di atas panggung. pawatnya. buat malem ini aja, anggap pawat pacar gue.

mata pawat terlihat menelusuri penonton di depannya. sampai matanya bertemu dengan nanon yang jauh disana. sedang duduk disamping prom dan tempatnya yang lumayan lebih gelap dari sekitar panggung. hebatnya pawat bisa menemukan nanon. dari sekian ratus siswa.

pawat tersenyum manis.

“lagu ini lagu favorit dia. menurut dugaan gue, dia mau ngungkapin perasaannya lewat lagu ini. soalnya minta requesntya lucu banget guys, pake surat dikirim ke rumah gue hahaha,” nanon mengepalkan tangannya erat. seluruh mukanya udah merah. malu banget. untung namanya gak disebut, sesuai dengan apa yang ia tulis di surat. prom menggelengkan kepalanya.

“jadi lo yang minta lebih kak? ckckck...”

“Bestfriend dari Rex Orange Country.”

I should've stayed at home 'Cause right now I see all these people that love me But I still feel alone Can't help but check my phone I could've made you mine But yes, it was meant to be and see, I was made for you And you were made for me Though it seemed so easy

mata pawat mengunci fokus nanon.

And that's because I wanna be your favorite boy I wanna be the one that makes your day The one you think about as you lie awake I can't wait to be your number one I'll be your biggest fan and you'll be mine And I don't wanna break your heart and make you cry

pawat tersenyum. yang ditatap juga ikut tersenyum manis.

You need to be yourself Love someone for loving you instead of someone really cool That makes your heart melt Who knows what you truly felt? You're still my favorite boy You better trust me when I tell you There ain't no one else more beautiful in this damn world In this damn world

prom menyenggol lengan nanon.

“dia nyanyi pake hati banget kak.” nanon cuma ketawa pelan.

You're gonna wanna be my best friend baby You're gonna wanna be my best friend I say that I'm happy I say that I'm happy But no, no no no, no, no, no

pawat menggigit bibir bawahnya. matanya ia kedipkan sebelah. mulutnya tertawa tanpa suara setelah melihat nanon memalingkan wajahnya.

I still wanna be your favorite boy I wanna be the one that makes your day The one you think about as you lie awake And I can't wait to be your number, your number one I'll be your biggest fan and you'll be mine And I don't wanna break your heart and make you cry

konser terakhir hari ini sukses.


prom mengajak nanon untuk mengambil tas. kemudian mereka berpisah di depan ruang panitia.

“kak, lo pulang sama pawat?”

“gatau ntar coba.”

“kalo gatau, sama gue aja. gue bareng temen-temen lain tapi.” nanon menggeleng.

“nggak deh, ngerepotin aja.”

prom mengangguk. “yaudah, chat kak pawat aja suruh jemput lo disini. gue ke dalem ruangan dulu ya kak.”

“oke.”

lalu nanon duduk di kursi sebelah ruang panitia. badannya pegel banget udah mau copot rasanya. perutnya juga tiba-tiba bunyi lagi. nanon menghela nafas pelan. kepalanya pusing banget. badannya udah keliyengan ke kanan-kiri, mungkin bisa aja udah jatuh kalau gak ada orang yang tiba-tiba nyangga kepalanya.

nanon langsung menegakkan badanya. kepalanya menoleh. matanya mengerjap menatap manusia tiang di depannya lagi ngeliatin dia cemas.

“nanon, gapapa? pusing? kok belum makan?”

dih adek kelas ember bocor

nanon menggelengkan kepalanya.

“pulang paw, ngantuk.” pas berdiri nanon hampir aja jatuh. untung pawat siap siaga.

pawat mendudukkan dirinya disamping nanon. tangannya ia lingkarkan ke bahu yang lebih kecil. kepalanya dipaksa senderan ke bahunya, dielus pelan.

“bentar ya, gue udah chat prom nitip ayam mcd kesukaan lo. kita makan dulu habis itu pulang.” ucap pawat. kepalanya sesekali ia tempelkan pada kepala nanon.

“tumben banget dah, biasnaya no fast food kalo malem?” woosoek mengangkat wajahnya. menatap pawat yang sedang menatapnya.

pawat diem. pemandangan di depannya ini, indah banget. nanon jadi keliatan kecil dan lucu, kaya anak kucing.

“ekhem, ini ya kakak-kakakku sekalian, selamat dinner yang udah kemaleman, selamat pacaran juga.” pawat terkekeh sementara nanon mendengus.

“makasih, btw uangnya gue ganti besok ya, susah nih di dompet.”

“tenang aja kak, yang penting jangan lupa gas.” pawat ketawa. nanon mengerutkan keningnya. “gas apaan? gas elpiji?”

dengan santai prom mengangkat bahunya, “gue masuk dulu, mau bantuin pacar beres-beres, bye!”

setelah prom masuk, nanon menatap pawat.

“gas apaan paw?” yang ditanya malah ngalihin kontak mata sambil buka bungkus mcd di depannya.

“nih ayam sama naget enak banget non. gue ngebolehin karena kasian aja dari siang kurbel banget gaada gue.” nanon melotot mendengar penuturan pawat.

“MAKSUD LO???!!”

“gaada maksud. udah nih dimakan, habis itu kita pulang.”

bener. habis selesai makan mereka berdua langsung pulang. pawat bawa motor, walaupun udah pake jaket nanon tetep kerasa dingin. tadinya pawat juga nawarin jaketnya, tapi nanon gamau, katanya pawat malah yang harus dan wajib pake jaket. angin tuh gak baik buat dada.

pas turun dari motor nanon meringis pelan. dinginnya sebadan-badan. pantes, ini jam setengah sebelas malem.

“tidur, cuci tangan, kaki, sikatan juga.” nanon ngangguk doang denger perintah pawat.

“kalo mau mandi pake air hangat.” nanon berdeham pelan. tangannya sibuk menggosok.

pawat berdecak pelan.

“denger gak sih apa yang gue omongin?” pawat turun dari motor, berdiri di depan nanon.

“denger pawat. udah sana lo pulang, udah malem.” pawat mengambil kedua tangan nanon. di genggam erat.

“biar anget, males mata gue liat lo gosok-gosok daritadi. atau lo ngode ke gue biar dipeluk?” nanon melepaskan genggaman pawat.

“pede banget. dah sana pulang. males gue.” nanon membalikkan badannya, tangannya meraih pintu gerbang.

“bercanda.” dekapan hangat dari belakang membuat saraf nanon seperti mati seketika.

hangat dan nyaman. nanon mau seperti ini selamanya. matanya tiba-tiba memanas. bibirnya ia gigit dalam.

habis ini apa?

“paw-pawat udah, gue mau istirahat.”

“hmmmm, no. gue masih kangen.” nanon memejamkan matanya. air matanya juga ikut jatuh. nafasnya masih berusaha ia atur.

lo anggep gue apa sih?!

nanon menghapus air matanya dengan tangan yang terbebas. kemudian berbalik. pawat menaikkan sebelah alisnya, matanya membola saat sadar nanon menangis.

“non—” nanon menubrukkan badannya ke badan pawat. merasakan hangat pawat yang menular. walaupun terkena angin malem, pawat masih tetap hangat seperti biasa. nanon suka.

“dingin.” yang lebih tinggi senyum kecil. pelukannya ia eratkan.

“iya, dingin.” tangan pawat mengelus punggung dan kepala nanon. gerakannya pelan dan menenangkan.

“pawat.”

“hm?”

“makasih.”

“hm?”

“udah nyanyiin buat gue. gue suka.”

“happy birthday nanon.”

nanon mendongakkan kepalanya. “masih seminggu lagi ya, lol.” pawat ketawa.

“ya gapapa gue yang pertama berarti.”

“sama yang terakhir?” pawat mengejap. bingung.

“gimana?”

“m-mau jadi yang pertama... sama yang terakhir?” tanya nanon, matanya ia alihkan asal tidak menatap pawat. pawat diam sesaat sebelum menjawab,

“ohh, iya, nanti pas tanggal 18 hampir selesai gue ucapin lagi.” ingatkan nanon untuk menonjok muka pawat besok karena sekarang dia sudah capek.

“hm kay, makasih.” nanon melepaskan pelukannya. “gue bener-bener udah ngantuk. gue masuk ya, lo hati-hati dijalan.”

dengan segera nanon masuk gerbang rumahnya dan buru-buru di tutup. capek jiwa. raga. pikiran. males kalo masih tatap muka sama orang yang 'sok' nggak peka ini.

“yaudah sih kalo ga suka bilang aja kenapa.” gerutu nanon pelan.

“nanon korapat.” nanon berhenti di depan pintu rumahnya. males balik badan. tapi dia jujur masih pengen liat mukanya pawat. jadi dengan setengah hati nanon muter badannya seratus delapan puluh derajat.

pawat udah di atas motor, pake helm, motor udah nyala. sementara nanon males-malesan liat pawat yang cekikikan sendiri, waras kagak sih ni orang,

“tungguin gue ya, i love you.” abis itu motornya jalan. banter banget. nanon cengo.

iya, pawat baru bilang gitu langsung kabur. bilangnya juga keras, soalnya setengah teriak. dan nanon yakin dia gak salah denger.

“hah? ini gimana sih maksudnya? gue di prank atau gimana? ohm pawat sialan.”


setelah kejadian itu nanon jadi lebih diem. nggak. dia masih cerewet, tapi, jadi lebih kalem. gimana ya, pawat juga bingung soalnya. apalagi sekarang intensitas pertemuan mereka jadi menjarang. pawat dan teman seper-band-nya diikutkan lomba festband 2020 mewakilkan sekolah. acaranya masih dua bulan lagi, tapi dari kemarin bener-bener gak bisa ketemu nanon.

makanya sekarang dia nyempetin mampir ke rumah nanon habis latian. capek sih sebenernya, tapi ya gimana, orang kangen.

pawat senyum sopan pas mama nanon bukain pintu. tangan kanannya menyerahkan keresek hitam yang isinya martabak telur sama manis.

“tadi pawat mampir bentar ma, hehe.” mama nanon ketawa pelan,

“padahal gak usah repot-repot loh paw. oh iya nanon di kamar.” pawat ngangguk pelan.

“nggak repot kok ma, emmm pawat ke atas dulu ya.” setelah mendapat anggukan dari pemilik rumah, akhirnya pawat melangkahkan kakinya menjauhi pintu depan.

pawat emang udah deket banget sama keluarganya nanon. makanya santai banget manggil orang tuanya nanon 'mama papa'. begitu juga nanon. bedanya nanon agak jarang main ke tempat pawat.

pas sampai di depan pintu kamar nanon, biasanya dia bakal langsung masuk. tapi karena sekarang udah malem, dia mau sopan.

pintunya cuma perlu di ketuk tiga kali dan sosok mungil langsung muncul di hadapannya.

“hai.” sumpah. ini adalah hal terbego yang pawat lakuin. goblok, gue ngapain njir

nanon mengeryitkan dahinya, terus dia menggeleng pelan. pintunya dibuka lebar menyuruh pawat masuk.

pawat mendudukkan dirinya di karpet bulu milik nanon sambil menatap sang empu yang menutup pintu dilanjut mengambil beberapa kotak—yang ia yakin isinya camilan—yang tertata apik di meja komputer.

setelah itu nanon ikut duduk di samping pawat. tiga kotak yang dia ambil dibuka semua. isinya ada cokelat dan permen yupi.

nanon mengambil bantal untuk ia peluk dan menyenderkan punggungnya di tepian kasur.

“ada pr nggak?” nanon mendengus,

“lo ngapain sih, basi banget sumpah.”

“gue nanya beneran anjir.” tangan pawat terulur mengambil permen yupi, “manis deh.”

“seminggu ini masih belum aktif banget, anak kelas masih banyak yang dispen. mungkin mulai minggu depan mulai aktif.”

pawat mengangguk, ia mengikuti nanon—menyenderkan badannya di tepi kasur—lalu memejamkan mata.

“gue capek non.”

nanon melirik sebentar. lalu bangkit untuk menutup toples dan menaruhnya kembali ke tempat asal.

“kalo capek tuh, ngapain kesini?” nanon duduk di tepian kasur. tangannya mengelus surai pawat lembut.

“kangen.”

“dih buaya.” pawat tertawa mendengar penuturan nanon. ia kemudian bangkit dan duduk di samping nanon.

tangannya mengambil tangan nanon. dielus pelan sambil senyam-senyum gak jelas. yang dielus berusaha buat nggak kontak mata sama orang yang lebih tinggi ini.

“pipi lo merah—”

“MENDING LO PULANG NGGAK SIH?”

pawat ketawa. dia suka banget ngejailin nanon kaya gini. lucu, pengen uyel-uyel

“yaampun lo tuh suka banget kasar ke gue. kinky lo—awwANJING NANON SAKIT BANGSAT.” pawat ditabok. emang tenaganya nanon tuh gak main-main.

mukanya nanon udah merah banget. antara kesel sama nahan malu.

pawat akhirnya diem. tangannya yang masih ngelus tangan nanon dilepas gitu aja sama empunya.

“katanya lo capek? pulang sana. gue mau tidur.” nanon merebahkan badannya di kasur. ia menyampingkan posisinya agar bisa melihat pawat.

“ehh, gue tuh kesini mau ngomong sama lo.” pawat menarik tangan nanon agar kembali duduk. yang ditarik mengeluh saat dahinya menabrak dada pawat.

pawat langsung melingkarkan tangannya. badan nanon dipeluk erat.

“ngomongnya harus banget sambil meluk?” ngomongnya sambil manyun tapi gak ada niat buat ngelepas.

“heem.”

“non, lusa tuh ultah lo kan. mau ke street food nggak?”

“ngapain?” satu tangan pawat terangkat buat ngelus kepala nanon. sementara tangan satunya ngelus punggang, polanya acak tapi nanon suka.

“pengen berduaan sama lo.”

“dih.” nanon mengangkat wajahnya. “kan emang biasanya berduaan?”

pawat tertawa pelan.

“yang ini beda, nanon.” nanon memutar bola matanya.

“gausah aneh-aneh ya lo!!” kata nanon sambil menusuk-nusukkan jarinya ke perut pawat.

“enggak beneran. gue mau ngasih lo hadiah, sama mau ngasih—nagih hadiah mahal yang lo bilang.”

“hah? kan lo udah nyanyi buat gue, jadi gak usah.”

“gapapa, gue mau, gue pengen, dan gue kepo.”

“emang hadiah lo apaan?”

“jalan-jalan seharian bareng ohm pawat.”

“bego. ultah gue hari jumat.”

“kita bolos bareng.”


hari kamis pawat bener-bener gak chatting sama nanon. dia full latian dari pagi sampe malem. kompensasi karena jumat dia izin gak bisa latian.

ketemu di sekolah pun cuma di kantin. pawat lagi makan, nanon yang baru beli minum mau ke kelas. pawat yang liat nanon langsung berdiri nyamperin buat ngacak rambutnya sambil bilang, “see you meong” udah, abis itu mereka pisah di situ.

terus dari malem ke pagi gatau kenapa rasanya cepet banget. karena tiba-tiba udah tanggal 18. tiba-tiba udah hari jumat. tiba-tiba pawat udah di depan rumah nanon.

“broo, diem aja nihh.” nanon keluar dari rumah terus duduk di pinggiran buat make sepatunya. matanya sesekali ngelirik pawat yang masih diem.

setelah selesai sepatuan, nanon langsung berdiri dan menarik pawat keluar dari pekarangan rumahnya.

“mau langsung ke street food apa gimana paw?” tanya nanon sambil make helmnya dan bersiap naik ke motor.

pawat memutar kuncinya dan menyalakan mesin. ia melirik ke spion, memastikan nanon duduk manis di belakangnya.

“pegangan non, kita keliling dulu deh ya?”

“oke.”

nanon melingkarkan tangannya ke perut pawat. setelahnya pawat langsung melaju meninggalkan rumah nanon.

sebenarnya pawat juga nggak kepikiran mau kemana dan ngapain. tapi karena ini hari spesialnya nanon, pawat mau hari ini berkesan buat dia. biar selalu dikenang dan diinget terus. pawat senyum tipis. motornya ia bawa ke taman yang dulu pas kecil sering banget mereka berdua kunjungi.

disana ada danau yang nggak luas banget tapi kayaknya dalem. terus banyak pohon rindang sama bunga-bunga. ada juga jembatan lucu yang nyambungin taman ini ke tempat kaya hutan, tapi ternyata di sana ada rumah pohonnya.

nanon turun dari motor. senyumnya lebar banget. pawat tau, anak ini udah jarang banget kesini, mungkin terakhir smp. tapi kalau pawat beberapa bulan sekali masih kesini buat sekadar ngasih makan ikan atau ngeliat orang berlalu lalang.

“ini udah jadi tenpat wisata? wow, gue gak expect.” pawat terkekeh. ia merangkul nanon dan mengajaknya masuk ke dalam taman tersebut.

“udah sekitar dua tahunan sihh. ini udah milik pemerintah. bukan punya kita lagi non hahaha.”

pawat senyum ngeliat nanon yang masih terpesona sama taman ini.

“kepikiran aja ya lo, ngajak gue kesini?” woosoek menolehkan kepalanya menghadap pawat.

“nggak juga. tadinya gue bingung mau kemana. tapi karena masih pagi, mungkin udara seger itu yang lo butuhin.” nanon ngangguk. dia langsung berlari menuju jembatan meninggalkan pawat di belakang. laki-laki dengan tinggi 185cm ini lagi-lagi cuma ketawa pelan ngeliat nanon. bahagia banget.

langkahnya ia percepat menyusul nanon. disana nanon lagi duduk di rumput sebelah rumah pohon. niupin dandelion.

ketawa lagi.

“pergi bareng nanon bisa ngilangin stress dah, tapi bentar lagi gue kana diabetes kayaknya,” gumam pawat sambil menghampiri nanon.

ia mengambil tempat di samping nanon. badannya di rebahkan di atas rumput. matanya menatap langit biru cerah dengan matahari yang masih belum terlalu keliatan.

“harusnya kita bawa alat piknik, hari jumat kan sepi.” nanon ketawa denger ucapan pawat.

“lagian lo sih, impulsif banget.”

nanon ikut merebahkan dirinya. matanya terpejam. bibirnya tersenyum manis. semilir angin, nyaman, lembut, dan berdua bersama pawat. rasanya lengkap.

“makasih ya paw, lo ngajak gue kesini.” nanon memiringkan badannya menghadap pawat.

“iya nanonnnn. pokoknya di umur lo yang delapan belas tahun ini harus berkesan sama gue. nggak sih. di tiap umur lo, gue harus ada sama lo.”

terus mereka berdua saling tatap dan senyum satu sama lain. rasanya lengkap.

pawat menggandeng nanon menuju motornya. setelah ketiduran di taman karena suasananya yang emang mendukung banget, mereka jadi kesiangan buat jalan ke tempat selanjutnya.

sekarang jam setengah dua belas siang. matahari lagi panas-panasnya. jujur nanon agak pusing karena kena panas terus. tapi ngeliat pawat yang semangat banget ngebuat dia gak jadi ngeluh.

bolosnya mereka hari ini harus dipakai sebaik mungkin. percuma kalau nanti nanon ngeluh, terus akhirnya pulang.

pawat membalikkan badannya. gandengannya dilepas buat makein nanon helm.

“lo kenapa? kok pucet?” pawat mengernyit. gini-gini dia itu peka banget orangnya.

“agak pusing sih, tapi gapapa.”

“habis ini kita ke sea world. adem dehh pasti.” pawat menyubit pipi nanon pelan. “nanti kita cari makan siang dulu ya, yuk.”

pawat menaiki motornya. setelah nanon mengikuti, dia mengambil tangan nanon agar memeluknya lebih erat.

“yang kenceng. biar gak jatuh.”

ekspetasi pawat ngajak ke sea world bener-bener jadi ancur. niatnya dia mau mesra-mesraan sekaligus modus ke nanon. tapi anaknya lemes banget walau udah makan. akhirnya dia bawa nanon ke rumah makan yang deket dari ancol. ngadem sekalian balurin nanon pake minyak kayu putih yang pawat beli di market terdekat.

mulutnya gak berhenti bilang maaf karena malah bikin nanon sakit.

nanon duduk di kursi rumah makan, kakinya selonjor ke dua kursi yang pawat jadiin satu. kepalanya dipijit pelan sama pawat. perutnya juga udah di kasih minyak. mual katanya.

mungkin masuk angin karena tadi mandi jam lima pagi.

pawat mengambil tangan kanan nanon. di genggam erat sesekali di elus.

“maaf ya, lo malah jadi sakit gini.” nanon diem. karena harusnya dia yang minta maaf udah bikin kacau rencana pawat. tapi dia sama sekali nggak ada tenaga buat ngomong. makanya dia pejamin mata, berharap nanti pas bangun udah fit lagi.

“tidur dulu aja. nanti kalau udah enakan kita pulang.”

dan nanon bakal jadi orang terbego kalau nurutin kemauannya pawat. setelah tidur beberapa jam, dia langsung bangun dan liat jam. ternyata udah jam setengah tiga. kepalanya menoleh, menangkap pawat yang juga tertidur dengan posisi duduk dan segelas es teh yang masih setengah tapi esnya udah mencair.

tangannya maju, menepuk pelan pipi pawat.

“pawat, bangun.” pawat berdehem pelan, matanya kebuka pelan-pelan dan diem sebentar buat nyesuaiin cahaya yang masuk ke matanya.

“hng? udah enakan?” nanon ngangguk.

“lo masih ngantuk banget?” pawat hanya melirik. lalu menggeleng pelan.

“enggak.”

“terus kenapa?” lagi-lagi pawat cuma geleng kepala.

“lo marah sama gue?” kali ini ia menoleh cepat.

“kok bisa mikir gitu sih?”

“abis lo diemin gue.”

pawat ketawa sambil ngelus rambut nanon.

“enggak sayang, aku cuma lagi merenung.”

“apaan sih, sayang-sayang!!” pawat ketawa lagi.

“gue lagi mikir aja. ini ulang tahun lo, kemaren-kemaren gue kasi surprise balon, roti lah segala macem. tahun ini niatnya mau beda. eh, semesta malah gak dukung. maaf ya non, kayaknya gak berkesan banget delapan belas lo. padahal tadi gue bilangnya apa, sok manis banget ya gue.”

pawat ngomong sambil genggam erat tangan nanon.

“pawat, ini tuh salah gue. gue aja yang lemah. nanti pas di street food, gue bakal bikin berkesan deh, janji.” pawat menatap nanon.

“kita bakal ke sana?”

“iya lah.”

“lo udah gak sakit?”

“enggak.”


setelah motornya selesai isi bensin, mereka lanjutin lagi perjalanannya ke street food.

salah satu tempat favoritnya pawat, soalnya isi makanan semua dari pojok ke pojok.

bukanya setiap hari mulai jam dua siang sampai jam dua belas malem. kalau udah lewat jam segitu, baru angkringan disini ramai banget. walaupun tempatnya agak jauh dari rumah mereka, tapi biasanya kalo malming lagi gabut dan gak ada tugas mereka bakal kesini. hunting makanan.

terakhir kali mereka ke sini itu bulan agustus, jadi udah dua bulanan gak kesini. ternyata banyak yang berubah. sekarang pohonnya udah dihias pake lampu tumblr yang kalo malem dinyalain pasti bagus banget.

terus ternyata di tengah street food ini udah dibangun panggung kecil-kecilan buat siapa aja yang mau nyanyi silahkan.

pas banget mereka sampai disini jam empat lebih lima belas menit. tempatnya gak ramai karena emang bukan weekend. jadi enak buat milih jajanan, gak antre panjang dan dempetan.

setelah memarkirkan motor, pawat mengajak nanon untuk membeli dua porsi cilor. setelahnya mereka memilih kursi dekat air mancur di sebelah kiri street food.

“enak banget, biasanya kita sempit-sempitan disini. kalo diliat lagi, street food tuh luas ya.”

“hmmm, enak buat buat pacaran.”

“pacaran kan enaknya kalo desek-desekan, bisa modus.” kepala nanon dijitak pawat.

“sakit bego.” kata nanon sambil mengelus kepalanya.

“mesum banget sih lo.”

“gue nggak ngomong apa-apa?!”

mereka berdua diem dieman buat beberapa saat. sampai pawat mengumpat,

“lah bego.” nanon menoleh sambil mengangkat sebelah alisnya.

“kenapa?”

“lo kan ulang taun yak. gue belom ngucapin.” gantian nanon yang jitak kepala pawat.

“iya! gue udah tunggu dari tadi tapi lo gak ngomong-ngomong. yaudah gue diemin. lagian lo juga udah sempet bilang happy birthday pas hut sekolah kok, jadi gue maafin.” pawat meringis. hut sekolah tuh sekitar seminggu yang lalu. jaraknya jauh banget.

“haduhhh, happy birthday nanon gemes, maaf gue telat. gue emang bego jadi lupa gini. wishnya apa yaa, hmmm, semoga lo sehat selalu gak kaya tadi letoy banget—aw”

pawat mengaduh setelah mendapat cubitan kecil dari yang sedang makan cilor dengan lahap.

“besok kita lulus bareng, masuk ptn bareng ya non!! terus panjang umur biar bisa sama gue sampai selamanya.” pawat menatap nanon yang keselek cilor. cuma diliatin. gak dibantu apa-apa.

“bego ahh, gue keselek lo liatin doang.” nanon memegangi tenggorokannya yang terasa perih.

“gak ada minum, mau gue bantu pake apa? air suci mbah dukun?” nanon menabok pawat.

“air suci lo kira ggs?!”

“itu mah darah suci.”

ngomong sama pawat tuh harus banget kuatin hati sama tebelin muka. sumpah, nanon jujur udah kesel banget sama orang yang lebih tinggi darinya.

“yaudah, lo tunggu sini, gue beliin es doger kesukaan lo itu.”

“gamau. gue ikut.”

akhirnya mereka jalan-jalan keliling tempat ini buat beli jajan. dari takoyaki sampai boba mereka icip satu-satu. sampai perut karet pawat aja rasanya mau meledak. tapi karena jalannya bareng nanon, rasanya gak kerasa udah ngabisin banyak duit dan waktu.

karena pas pawat liat ke atas, langit udah gelap. street food yang tadinya sepi udah mulai ramai orang. pantes banget. ini udah jam tujuh malem. apalagi besok sabtu, pasti bakal banyak orang seumuran dia—atau mungkin bisa lebih—yang bakal dateng kesini buat nikmatin waktu bareng orang tersayang.

kaya yang lagi pawat lakuin sekarang. nyuapin nanon sosis bakar. serius, tapi nanon jadi manja setelah kejadian 'keselek cilor'. pawat sih seneng-seneng aja.

setelah sosis bakarnya habis, pawat langsung narik nanon ke depan air mancur. disana udah banyak orang yang antre. nanon sempet nanya kenapa pada antre, pawat cuma jawab ada festival.

emang bener ada festival. minggu lalu dia kesini, dapet undangan dari temen seper-band-nya, si joss. katanya tanggal 20 desember bakal ada festival lampion. tapi dengan kekuatan orang dalem, pawat minta festivalnya diajuin jadi tanggal 18, dan orangnya setuju. gak perlu tau siapa orang dalemnya, yang jelas semuanya pawat lakuin buat nanon, cintanya.

“ini mas pawat, udah saya simpenin.” kata orang di depannya. udah cukup berumur tapi masih keliatan seger.

“hehe, makasih pak.” nanon menatap heran pawat yang lagi nyengir.

“kok dia kenal sama lo sih?”

“relasi gue kan banyak shay.” mereka berjalan menjauhi kerumunan.

“ini tuh beneran festival lampion?” pawat menatap nanon sambil senyum.

“seperti yang lo liat.” nanon mengedarkan pandangannya. terus dia senyum manis banget. walaupun cahaya di sekitar sini gak begitu terang, tapi pawat masih bisa liat wajah nanon dengan jarak sedeket ini. cantik banget.

hampir aja khilaf kalau nanon gak langsung ngerebut lampion yang pawat bawa.

“heh! itu nerbanginnya bareng, sayang.”

“iya ihh, mau pegang.” nanon berjalan menuju salah satu kursi yang ada di pojok. dia mendudukkan badannya dan tersenyum ke arah pawat.

“sini paw! festivalnya jam berapa?”

pawat duduk disamping nanon. tubuh kecilnya ia rangkul.

“jam delapan. nanti ada instruksinya kok.” nanon mengagguk pelan. mereka kembali bercerita tentang apa aja yang bisa dijadiin topik.

“lo kenyang non?”

“iya. gue juga seneng banget hehe. makasih ya pawat. gue bakal nyesel banget kalo tadi gak kesini.” pawat menatap nanon lembut. view yang ia dapat bener-bener ekslusif. gak semua orang bisa liat raut bahagia nanon dibantu dengan sinar bulan yang ngebuat dia jadi mirip jelmaan aphrodite.

bilang pawat berlebihan, tapi nyatanya emang gitu.

suara mic membuyarkan lamunannya.

“paw, itu kayaknya udah mau mulai deh. kesana yuk?” pawat mengangguk.

keduanya berjalan beriringan menuju air mancur. pusat dimana semua lampion akan di terbangkan secara bersamaan.

setelah semua orang yang ada disitu berkumpul dan memegang lampionnya masing-masing, instruktor mulai memberi tahu kapan lampion akan diterbangkan.

sebelum diterbangkan, mereka akan diberi waktu untuk menyalakan apinya terlebih dahulu. jika yang tidak membawa korek, bisa menuju ke dekat air mancur, akan ada penjaga yang menyalakannya.

pawat mengeluarkan korek api dari saku celananya. nanon menggeleng,

“bener-bener ya lo, udah disiapin semua ternyata.” pawat terkekeh.

“sekarang kalian nyalakan apinya.”

pawat kemudian menyalakan apinya. nanon memandang takjub lelaki dihadapannya.

“lo udah latian apa gimana? kok pinter sih, gak kebakar?”

“hahaha non, ada caranya.”

mereka berdua kemudian memegang lampion itu bersama. posisinya pawat menghadap nanon, begitu juga sebaliknya. keduanya saling berpandang dalam diam.

ada alasan kenapa mata nanon sedingin bulan dan sejernih tirta. karena milik pawat sehangat matahari dan sedalam lautan. dan karena itu, pawat yakin kalau mereka diciptakan untuk satu sama lain.

“nanon?”

“hm?”

tatapan mereka masih terkunci satu sama lain.

“make a wish yuk?” nanon mengangguk pelan. keduanya mulai menutup mata.

sekitar satu menit setelahnya, pawat lebih dulu membuka matanya. dipandangi tiap detail garis wajah nanon. kapan lagi ada di posisi kaya gini?

tiba-tiba suara instruktor kembali terdengar. kini diikuti orang lainnya, menghitung countdown dari 10 sampai 1.

“nanon korapat,” suara pawat ngebuat nanon membuka matanya. pawat senyum manis.

“bentar lagi lampionnya bakal diterbangin,” kata pawat menjeda omongannya, “nanon, yang waktu itu, di depan rumah lo, i love you. lo apa gak ada niatan buat bales?”

yang gak pawat duga, nanon malah nangis. pawat menggigit bibir bawahnya,

“ssshhh, nanon, jangan nagis.”

“g-gue kira itu bercanda.” nanon menutup mulutnya menggunakan tangan kiri. agar suara tangisnya tidak terdengar oleh orang sekitar.

“gue serius. nanon korapat, i love you. gue sayang lo.” tepat setelah itu suara 'satu' dilantangkan oleh semua yang ada disini. membuat mereka berdua juga ikut melepaskan pegangannya pada lampion.

“gue juga sayang sama lo, ohm pawat.”

selanjutnya pawat memangkas jarak mereka. menenggelamkan nanon dalam pelukannya. punggung nanon dielus. matanya terpejam menikmati hadirnya nanon.

mereka emang sering pelukan satu sama lain. tapi yang malam ini beda.

setelah nanon menetralkan nafasnya, pawat menjauhkan tubuhnya. dia tertawa pelan.

“cengeng deh.”

“nyebelin!” nanon menyubit pinggang pawat.

“ettt, sama pacar gak boleh kasar bos.” nanon menghentikan aksinya, dahinya mengernyit.

“emang kita pacaran?”

“lah iya lah??”

“mana ada! lo cuma confess, gak nembak gue!” nanon memutar badannya lalu berjalan menuju stand sosis bakar.

pawat mengikutinya.

“lah emang kudu gitu ya?” nanon mendelik.

“dodol!”

“manis dong? kaya lo.”

nanon menginjak kaki pawat.

“akkhhh nanon. sumpah lo jahat banget.”

setelah mendapatkan sosis bakarnya, nanon mengambil tempat duduk yang ada di pojokan.

“halo.” nanon menoleh, menatap pawat yang duduk di sampingnya sambil video call dengan—chimon.

“widihh gimana nih acaranya? sukses?”

“sukses, tapi anaknya masih kaya maung—ADAAWWW”

diseberang sana prom ketawa.

“langgeng ya kak pawat, kak nanon.”

“iya eh ya, yang mcd itu gue udah transfer ya ke l—”

“prom, gue gak pacaran sama dia.”

“lah gimana?”

“kita pacaran nanon.”

“lo gak nembak gue ya.”

“yaudah, lo mau di tembak kaya gimana?”

“ya gitu.”

“gimana sih? nanon korapat, lo mau jadi pacar gue? gitu? udah tuh jawab!”

“sumpah lo gak romantis banget??!”

“ya emang gue gini.”

“pawat, gue tuh—”

'cup'

'klik.'

nanon mematung, mulutnya yang masih sedikit terbuka buru-buru ia rapatkan. niatnya mau marah tapi gak bisa. mukanya udah merah banget. malu.

pawat senyum.

“udah ya, lo pacar gue. gue gak nerima penolakan atau apapun itu.” pawat memasukkan hpnya ke dalam saku celana pas dia sadar kalau prom matiin vcnya tepat setelah dia cium bibir nanon.

nanon masih diem disampingnya. akhirnya pawat yang panik.

“heh? lo. . . gak marah kan sama gue??” pawat menggoyangkan bahu nanon pelan.

“makasih.”

“hah?”

“makasih hadiahnya. i-itu hadiah mahal yang gue mau.” pawat mengerjapkan matanya. gak nyangka sama apa yang baru nanon omongin.

“hah? ohh, emmm, lo mau lagi?”

keduanya sama-sama diam dan saling berpandangan. tapi mereka tau kalau mereka mau.

jadi pawat memajukan wajahnya. bibirnya kembali menabrak milik nanon. kali ini durasinya lama.

pawat memiringkan kepalanya. nanon tidak tinggal diam menikmati permainan pawat, dia ikut bermain walau tidak sehandal pawat. tangan yang lebih tinggi menangkup pipi nanon. dielus pelan selaras dengan ciuman mereka. intens dan penuh cinta.

nanon lebih dulu menjauhkan wajahnya saat dirasa kurang oksigen. nafasnya tidak beraturan. rambutnya acak-acakan dan wajahnya memerah. matanya menatap pawat tenang.

“pawat.”

“hm?”

“i love you.”

lalu ciuman itu nanon dapatkan tiga kali malam ini.


FIN


katakanlah nanon kurang kerjaan karena mau mau saja menerima tantangan absurd dari dua sahabatnya. tapi dicoba juga tidak ada salahnya, dalam lubuk hati terdalamnya dia juga penasaran apa yang akan terjadi.

ide chimon dan drake ini didapat dari cerita dirinya dengan pawat sebenarnya. dulu ketika masih duduk di bangku sekolah keduanya sering kali pergi secara tepisah namun ternyata berakhir mengunjungi tempat yang sama. dan kejadian tidak disengaja itu terus berulang sampai mereka akhirnya memutuskan untuk selalu pergi bersama hingga kini.

makanya nanon awalnya menolak untuk pisah dengan pawat, dia sudah sangat bergantung pada sahabat kecilnya.

tapi, disini lah nanon sekarang. gedung bergaya vintage modern yang berlokasi dekat rumahnya menjadi tujuan pertama nanon untuk melakukan misi yang diberikan.

alasan nanon memilih perpustakaan dekat rumahnya, karena selain tidak perlu jauh-jauh, lokasinya masih di area rumah nanon yang mana dia yakin pawat tidak mungkin akan kesini.

langkahnya dibawa menuju deretan komik. berniat untuk membacanya di sudut ruang hingga tertidur. oke, niat utamanya adalah tidur di perpus.

sementara chimon sudah larut dalam novelnya disana, tangannya masih sibuk memilih komik mana yang akan dia baca.

“mon, gue kebawah dulu ya bentar.” chimon hanya bergumam,

baru akan menuruni anak tangga menuju lantai dasar, nanon tercengang mendapati pawat dan drake berlawanan arah dengannya dan sama kagetnya. drake langsung saja menahan tawa menyebalkannya.

nanon hanya bisa menghela nafas kasar melihat pawat yang tersenyum tipis.


keempatnya memilih untuk menuju mcd—karena palinhg dekat dengan perpustakaan—dan makan siang disana.

tentu ini merupakan jackpot bagi chimon dan drake, baru hari pertama saja misinya sudah gagal.

“ini berarti gue harus traktir kalian berdua all you can eat gitu?”

“take it slow non, gue ada kepikiran kaya mending diitung perhari aja, lu dalam seminggu bisa ketemu berapa kali nah lu traktirnya hari itu juga. gimana? lebih efisien kan?” ujar chimon sambil tersenyum senang. siapa juga yang tidak senang mendapat makanan gratis.

“lebih jancok sih menurut gue.”

“yaudah berarti ini mcd dari gue sama nanon, traktiran hari ini clear.”

“eh mana bisa gitu, ini bukan all you can eat.”

“all you can eat kok, nih lu makan ayam aja double ya bangsat.” nanon menusuk-nusuk paha ayam milik chimon dan drake dengan tangannya, sedang pemiliknya langsung mendelik kesal.

lalu mereka melanjutkan makan dan sesi ghibah bersama selama 2 jam kedepan. sebelum akhirnya hanya tersisa nanon dan pawat yang masih asik makan—nanon yang makan.

suapan terakhir ditelan, laki-laki berlesung pipi ini menyedot minumnya berisik dan terkekeh menatap sahabatnya yang melirik galak.

“paw ntar beli es krim dulu ya?”

“belum kenyang lu?”

“udah, buat stok aja.”

“oke. yuk balik.”

“lo gabawa kendaraan, yakali jalan? jauh kalo jalan, gakuat gue abis makan.”

“gapapa biar sehat. nanti kalo ga kuat gue gendong.”

“cih anjing males banget. terus lo balik ke apart gimana njir? merangkak?”

“gampang. gue balik malem.”

“makin makin ni anak. gaada, lo pulang sekarang. kita pake ojol aja.”

dan pawat tidak bisa menolak


sesuai kesepakatan kemarin pawat mengosongkan jadwalnya untuk bertemu dengan nanon yang katanya baru akan keluar dari rumah sakit hari ini.

pagi hari sekali sekitar pukul delapan pawat sudah berdiri didepan pintu apartment nanon. hal itu membuat dia mendapat makian karena nanon saja baru akan pulang pukul duabelas nanti siang. akhirnya setelah nanon sarankan untuk pulang terlebih dahulu pawat mengikuti intruksinya.

masalahnya adalah setelah pawat kembali ke kost dan memilih untuk sarapan, dia ketiduran sampai pukul dua siang. membuatnya terburu mencuci muka dan mengendarai motornya dari kost menuju apartment nanon yang jaraknya sebenarnya cukup dekat—5 menit menggunakan motor.

apartment terbuka menampilkan sosok berambut blonde yang pawat kenal sebagai chimon. agak terkejut sepertinya melihat presensi pawat dihadapan chimon.

dengan ragu chimon mempersilahkannya masuk. lalu netra pawat secepat kilat langsung menangkap figur laki-laki yang sedang minum susu menggunakan sedotan sesekali dia terkekeh pelan menatap layar televisi.

“non, ada pawat.”

nanon menoleh, pandangan keduanya terkunci. rasanya ini sudah terlalu lama sejak nanon dapat melihat pawat. biasanya tiada satu haripun dia lewatkan tanpa hadirnya sosok yang dia puja itu. entah mau berapa lama tenggelam dalam gelapnya binar pawat, nanon rela, mau selama apapun itu. jika saja chimon tidak menginterupsi,

“ekhem. gue mau keluar beli makan. lo mau bubur kacang ijo lagi non?”

keduanya segera memutuskan kontak mata, menatap apa saja asal bukan sosok yang membuat dunia seolah berhenti.

sedikit berterima kasih alih alih marah, karena nanon merasa pipinya memanas setelah sadar dia ditatap sebegitu dalamnya oleh ohm pawat.

“boleh. pawat udah makan?” tanya nanon sambil melirik empunya. yang ditanya menggeleng,

“belom.”

“yaudah mon, sekalian aja beliin buat dia.”

“oke—” chimon mengambil hp dan dompet yang terletak di sofa tempatnya tadi duduk.

“—have fun non.” katanya sebelum benar benar pergi. nanon hanya mendelik dan mendengus kesal.

“have fun pala lo.” gumamnya yang terdengar sampai telinga pawat.

pawat, dia lalu mengambil tempat disamping nanon. badannya dimiringkan untuk menghadap nanon sepenuhnya. matanya mengobservasi nanon dari bawah sampai atas, begitu terus sampai nanon yang sedang memandang tv merasa risih.

nanon menghela nafas sebelum turut memutar badan menghadap pawat.

“lo mau ngomong apa?” tanya nanon to the point. dia sudah merasa tidak nyaman, pasalnya dadanya berdebar tidak karuan

tahan non, tahan

“lo kenapa? lo sakit apa? apa itu karena gue? lo kenapa nabrak motor gue? lo kenapa mukul gue? lo segitu bencinya sama gue? kenapa? kenapa non? lo kenapa gamau temenan sama gue? lo... tolong jelasin semuanya ke gue non. dari awal. biar gue ngerti mau lo.”

emosinya terkumpul jadi satu. pawat mengambil salah satu tangan nanon, digenggam erat, diremas.

sementara nanon diam. pikirannya berkecamuk. haruskah? dia takut pawat akan marah setelag mendengar alasan absurdnya. oke, mungkin kalaupun marah nanon akan terima. tapi nanon takut pawat akan kelepasan dan menonjok dirinya. masalahnya dia masih belum sehat seratur persen. badannya masih lemas dan sering pusing. ditambah nyeri bekas operasi dan sepertinya obat bius masih mempengaruhi dirinya.

tapi there's no turning back, mau tidak mau nanon harus menyelesaikannya sekarang. urusan marahnya pawat dia pikir nanti,

“gue—”

“no, sebelumnya, lo gapapa? leher lo, sakit gak?”

nanon mengerjap balik menatap pawat yang menatapnya khawatir.

wait, khawatir?

“gue gapapa kok. cuma emang buat ngomong sama nelen masih susah. so, sorry kalo apa yang gue jelasin nanti bakal pelan dan susah lo tangkep mungkin...”

“then don't, jangan jelasin apa apa sekarang. mending lo istirahat, daripada—”

“gak, gue gapapa kok. g-gue mau jelasin semuanya sekarang.”

mendengarnya pawat kemudian memosisikan dirinya duduk menyila diatas sofa. kemudian mengode nanon untuk mengikuti apa yang dia lakukan. dengan ragu nanon mengikutinya. setelahnya kedua tangan nanon berada dalam genggaman pawat.

“ayo, gue dengerin.”

nanon tersentak menatap kedua tangannya berada dalam genggaman pawat sepenuhnya. bahkan dia tidak pernah berani memimpikan hal ini sebelumnya.

tidak mau menyiakan kesempatan, nanon balik menggenggam pawat. lalu dia menarik nafas panjang sebelum memulai cerita.

“gue benci sama lo yang selalu gonta-ganti pacar. gue marah karena lo sebgitu gampangnya sama perasaan manusia. bukan. selama ini lo salah kalo lo nganggep gue suka sama salah satu pacar lo atau apapun—”

“—mantan.” koreksi pawat. membuat nanon mendengus geli.

” iya maksud gue mantan lo. gue kesel sama lo karena lo punya banyak mantan. dan gue ngelampiasin kekeselan gue dengan ngajak lo duel. gue tau gue salah banget. tapi dengan duel lo bisa mengekspresikan diri lo, lo lebih cerewet ke gue. daripada temenan sama lo yang banyak diemnya dan sok dingin, gue lebih milih jadi musuh lo. kenapa? karena lo cerewet, banyak omong, dan lebih jadi manusia gue rasa—”

pawat terdiam. bingung bereaksi apa. masa bodo mukanya akan menampilkan ekspresi apa, yang jelas dia baru tau kalau nanon mengetahui pawat lebih dari pawat mengetahui dirinya sendiri.

“—tapi disamping dendam gue atas tumpahnya kopi lo ke laptop gue yang sebenernya udah gue maafin itu, gue sadar kalo ada dari diri lo yang ngebuat gue mau deket sama lo terus. selain duel karena kesel dan gue suka ngeliat lo yang ekspresif, gue juga bisa ngelakuin kontak fisik sama lo. paw, g-gue..” nanon meremas genggamannya membuat pawat ikut melakukan apa yang nanon lakukan.

mata nanon berkaca, ini saatnya dia mengakui. tapi dia takut dan malu.

tatapan tidak tenang nanon dan netra yang bergerak kesana kemari menghindari tatapan pawat membuat dia berinisiatif untuk menarik tubuh nanon mendekat.

“hey non, tenang. gue gabakal marah apapun alasan lo. oke? calm.”

satu tangan pawat melepas tangan nanon, kemudian diangkatnya menuju lesung pipi nanon yang tercetak dalam disana. pawat tersenyum tipis bisa merasakannya dengan tangannya sendiri. pipi nanon dielus pelan, membuat nanon memberanikan diri untuk melakukan hal yang sama pada pawat.

kini nanon menangkup wajah pawat. membuat pawat membeku,

ah bodo amat anying, gue sayang banget sama ni orang

“paw, gue suka—enggak, gue sayang, gue cinta banget sama lo. gatau sejak kapan, tapi udah lama. bisa jadi sejak kita pertama ketemu di cafe, bisa jadi waktu kita ngerjain tugas ospek bareng. bisa juga waktu lo dateng ke ulang tahun gue. atau waktu lo mulai jadi playboy brengsek. gue gatau kapan, yang jelas gue sayang sama lo, pawat. maaf, cemburunya gue kemarin malah bikin lo muntah darah, maaf kalo gue selalu bikin lo sakit. maaf paw.”

nanon menundukkan wajahnya. menangis tersedu antara dadanya yang sesak atau lehernya yang memanas, dia tidak tahu lagi. kepalanya disandarkan di bahu pawat yang masih bergeming.

“maaf, ijinin gue gini sebentar aja.”

tangisan nanon yang semakin keras membuat pawat tersadar. dia masih linglung atas pengakuan tak terduga oleh sosok yang kini sedang memeluknya. dia pikir nanon melakukan itu karena iseng atau memang suka saja melihat pawat babak belur, ternyata lebih dari nanon cemburu. kepalanya pusing menerima informasi yang cukup berat untuk diproses secara dadakan.

nanon menyeka air matanya kemudian mengambil jarak, ingin melihat bagaimana reaksi konyol pawat.

benar benar konyol karena sekarang pawat hanya diam dengan mulut terbuka.

“paw, habis ini gue bakal berhenti kok, lo tenang aja ya. btw, gue ambilin minum dulu ya? lo mau minum apa?”

baru akan beranjak, tangan nanon ditarik untuk duduk kembali.

dipandangnya pawat bingung, kenapa dia ditarik untuk duduk? iya juga, nanon merasa percakapan ini diputus sepihak oleh dirinya, mungkin pawat ingin meminta closure.

“kenapa?”

“jangan berhenti.”

lalu keduanya kembali bertukar pandang. kini pawat yang lebih dulu memutus kontak untum menarik pelan tubuh nanon kedalam peluknya.

“jangan berhenti sayang sama gue.” ujar pawat sembari mengeratkan pelukannya.

“tolong bilangin ke gue, apa yang yang gue rasain ini juga namanya cinta? gue akhir-akhir ini setiap mau tidur kepikiran lo. gue gabisa tidur kalo belum minum cokelat anget. tapi yang gue buat gaenak non, gue pengen dibuatin cokelat anget lagi sama lo. gue khawatir waktu lo gak ada kabar semingguan ini. gue sakit waktu liat lo nahan nangis dan bilang maaf ke gue di parkiran. non, ini namanya apa? kalo ini bukan cinta, bantu gue buat cinta sama lo. karena gue mau sayang sama lo. gue mau jatuh cinta sama lo. dan gue tahu buat jatuh cinta sama lo itu gampang. jadi, jangan berhenti untuk sayang gue non, karena gue juga bakal sayang sama lo.”

nanon, dipelukan pawat, nangis sejadi-jadinya mendengarnya. sedang pawat hanya menangis dalam diam sambil menepuk-nepuk pelan punggung nanon, menenangkan.

jadi seperti ini rasanya dicintai oleh seseorang? semuanya masuk akal ketika dikaitkan oleh nanon yang tau segalanya tentang pawat. karena nanon selalu memerhatikannya. dadanya nyeri, ada sesal kenapa dia tidak menyadari hadirnya rasa diantara mereka berdua bertahun lalu. karena nanon, sungguh demi apapun, nanon adalah yang termanis yang pawat miliki. pawat hanya bisa memaki diri sendiri ketika sadar bahwa segala yang nanon usahakan, dari dulu adalah karena dia cinta pawat.

pelukan keduanya pawat eratkan.

hari ini hari rabu, pawat menemukan tempat untuk pulang.


setelah adegan drama mereka berakhir, nanon memilih untuk membuatkan pacarnya cokelat hangat.

iya, pacar.

pawat mengajak nanon pacaran. dan sebagai orang yang sudah memendam rasa selama beberapa tahun ini, dia tidak punya kuasa untuk menolak. pawatnya sudah ada didepannya, ngapain ditolak?

dan cokelat hangatnya habis dalam beberapa kali teguk.

kini keduanya sedang duduk menatap tv yang menampilkan film anak, barney. dengan pawat yang mengambil posisi tiduran dipaha nanon sesekali kepalanya dia tenggelamkan ke perut nanon. menghirup aroma yang menenangkan jiwanya. sementara nanon duduk sambil memainkan rambut pawat. dia sesekali mendecih malas,

“bukannya yang bucin gue. kenapa jadi lo yang manja deh.”

“diem. gue suka melukin pacar gue.”

nanon hanya terkekeh mendengar jawaban dangdut dari pawat.

“paw,”

“hmmm”

“tolong ambilin obat gue di kamar.”

mendengarnya pawat segera mengambil obat nanon. ditatapnya laki-laki yang sedang dengan susah payah menelan obat, akibat lehernya yang diperban dan bekas jaitan yang belum kering, itu pasti sangat panas dan perih. pawat ikut meringis melihatnya.

“jadi, lo sakit apa?”

pawat menidurkan nanon disofa. agar dia bisa beristirahat.

“mau tidur disini atau kamar?”

“sini aja. sini paw!! tapi jangan nindih gue juga njing. sakit.”

pawat terkekeh, dia lalu pindah dari atas nanon ke samping tubuh nanon. memeluk perut nanon gemas.

“gue baru sadar lo gemes banget.”

“gemes pala lo.”

“jadi, lo sakit apa nanon sayangg—AWW” pawat meringis kala kepalanya dipukul nanon yang salting. pawat tau itu dan dia membiarkannya.

“penyakit gue ga diketahui, cuma emang ada luka di kelenjar leher yang infeksi dan akhirnya bernanah. itu yang ngebuat perih dan sakit.” kata nanon. tangannya tidak bosan memainkan rambut kesayangannya.

“tapi itu bahaya gak?”

“enggak kok, santai.”

lalu pawat mengangguk pelan. dia jadi merasa bersalah waktu itu sempat mencekik nanon, pasti rasanya sangat sakit.

“waktu itu... gue... sakit banget ya non waktu gue ngunci rahang lo? gue bisa liat lo nahan nangis.” pawat mengangkat kepalanya menatap nanon yang malah tersenyum.

“sakit paw. cuma ya, gue tau lo kan emang kasar orangnya, so gue ga kaget alias gue udah tau bakal berakhir gimana kok. jangan ngerasa bersalah.”

perkataan nanon kembali membuat pawat terdiam. benar, nanon tahu segalanya tentang dirinya sedang dia tidak tahu apapun tentang nanon.

pawat kembali menenggelamkan kepalanya di perut nanon. tubuh nanon dipeluk dari samping erat.

“non,”

“hm?”

“tidur, istirahat.”

“hm.”

“i love you.”

sebelum menjawab, nanon mengecup puncak kepala pawat lebih dulu. baru menyusul sang kekasih untuk lelap dalam tidur.

“i love you too.”

keduanya seakan lupa presensi chimon yang bisa kapan saja masuk dan bakal dibuat shock oleh pemandangan menjijikan dari sepasang kekasih yang baru jadian ini, saling berpelukan di sofa ruang tengah dengan tv menyala menampilkan dinosaurus berwarna ungu dan antek-anteknya sedang bernyanyi lagu i love you.



satu minggu sejak insiden brutal mereka berlalu. dan pawat tidak bisa menemukan nanon dimana-mana.

sehari duahari bolos kelas masih bisa dia tolerir, tapi ini satu minggu. ada yang tidak beres jelas dengan menghilangnya musuh bebuyutannya secara tiba-tiba.

pawat takut jika hal itu karena dirinya. tatapan nanon saat itu, pawat tidak mau mengingatnya namun mimpi buruk selalu membawanya kesana. itu menyakitkan. 

cokelat hangat ditangannya ditengak sekali minum. lidahnya memanas seketika. rasanya terlalu manis karena gula, bukan alaminya cokelat. hampir beberapa hari ke belakang pawat tidak bisa tidur jika belum minum cokelat hangat. tapi tiap kali meracik rasanya selalu terlalu manis atau terlalu pahit. ingatan rasa ini terakhir kali tidak seenek ini. manis pas. dan itu buatan nanon.

pawat frustasi, insomnianya kambuh tanpa sebab. membuatnya mau tidak mau berlatih boxing di jam dua pagi.

pikirannya melayang pada chatnya tadi siang pada nanon yang bahkan sampai sekarang belum mendapat jawaban.

“nanon bangsat.”

pawat kembali meninju samsak. seluruh emosi dia taruh di kepalan tangannya. gerakan berulang, maju mundur dan seterusnya pawat lakukan sampai dia lelah dan berakhir ketiduran.

besok hari selasa dan pawat yakin nanon tidak akan masuk kelas seperti tadi. maka dia berniat untuk mengunjungi apartmentnya.

“abis besok lo sama gue, non.”


pawat pikir menghampiri apartment kemudian menyelesaikannya dengan nanon dapat semudah itu. ternyata tidak. karena apartmentnya kosong.

“brengsek. lo dimana sih non?”

getaran hp di celana pawat membuat aksi mengetuk pintunya terhenti. dengan cepat dia mengambil hpnya barangkali notifikasi itu berasal dari seseorang yang dia tunggu.

ternyata tidak. pacar barunya menelepon. bahkan dia lupa dia sudah menjalin hubungan baru. bagaimana dia bisa ingat ketika tiap malam pikirannya selalu dipenuhi oleh laki-laki pemilik lesung pipi.

“halo...”

“bisa ketemu di taman deket fakultas teknik? gue kirim alamatnya.”

dia tidak tahu mengapa mulutnya dengan refleks mengatakan tempat keramat itu.

gue kenapa sih asu

daripada menyakiti lebih banyak pihak, mau tidak mau pawat memutuskan hubungannya hari ini. toh dia juga tidak serius dengan yang satu ini.

dan untuk yang pertama kalinya dalam sejarah dia memutuskan pacarnya. bukan diputuskan.

“keren juga efek lu, non.”