“Cepetan tolol!”
Taeyong dengan kasar mendorong badan jeffrey agar laki-laki itu segera naik ke atas meja sesuai dengan permintaan taeyong.
Dengan wajah yang menunuduk jeffrey perlahan melangkahkan kakinya ke arah meja kantin.
Dibelakang nya, taeyong tersenyum tipis dengan tangan yang terlipat didepan dadanya, menatap jeffrey yang dengan mudahnya menuruti semua ucapan cowok itu tanpa bisa berkutik membuat taeyong merasa sangat senang.
“Woi semua!” taeyong berteriak, menarik perhatian seisi kantin yang kala itu tengah ramai, “jeffrey mau buat pengumuman nih”
Jeffrey.
Dia hanya bisa meremas celana seragamnya. Bisa dia rasakan semua perhatian kini tertuju pada dirinya yang sudah berdiri di atas meja, siap untuk melakukan apa yang sebelumnya taeyong suruh.
“teriak kalo lo gay”
Kantin hening. Semua orang diam seolah menantikan apa yang akan jeffrey lakukan selanjutnya.
Jeffrey kembali menoleh pada taeyong dan mendapati sorot mata luar biasa sinis dari cowok itu.
“Lakuin.” kira-kira seperti itu arti tatapan dari taeyong pada dirinya.
Jeffrey menarik nafas berat, ia mengangkat wajahnya yang terlihat menyedihkan lalu berusaha dengan keras membuka mulutnya yang terasa kaku.
“Aku-”
SREETT
Suara geseran kursi memecah keheningan yang tengah terjadi.
Semua orang termaksud jeffrey ikut menoleh ke sumber suara.
Cewek itu berjalan tenang membawa mangkok bekas makannya lalu membayar pada ibu kantin tempat ia membeli semangkok soto ayam kesukaanya setelah sebulan resmi menjadi siswi pindahan.
Risa berjalan acuh usai menerima kembalian, pandangannya menatap lurus jalanan seolah tidak terganggu dengan bermacam mata yang kinu mengernyit menatap dirinya.
“Eits”
Risa menghentikan langkah nya di ujung tangga kantin karena taeyong menghadang dengan sebelah kaki cowok itu.
“permisi, gue mau lewat” ucap risa sembari melirik taeyong.
Taeyong tertawa kemudian mendekatkan dirinya pada risa. “Mau kemana? Lo ga denger tadi gue bilang si culun ini mau buat pengumuman?” tanya taeyong sambil menunjuk jeffrey yang masig diam mematung di atas meja.
“Ga tertarik” ujar risa singkat.
Mendengar itu, taeyong tertawa sinis.
Seisi kantin berteriak girang ketika tiba-tiba taeyong menendang salah satu kaki meja dan membuat jeffrey yang ada di atasnya kehilangan keseimbangan lalu terjatuh.
Risa yang melihat itu hanya bisa menutup mulutnya ikut terkejut melihat apa yang baru saja dilakukan oleh taeyong.
Debuman yang cukup keras membuat risa yakin jika rasanya cukup sakit.
Jeffrey hanya meringis pelan sambil mengelus lututnya yang lebih dulu menyentuh lantai.
Taeyong menghampiri jeffrey, lalu berjongkok. “Liat jeff, atraksi lo ngebosenin makanya cewek ini mau cabut balik”
Sekali lagi, jeffrey hanya bisa diam.
Sedangkan risa masih setia di tempatnya, menatap taeyong dan jeffrey bergantian.
“Lo-” taeyong menatap mata risa dalam-dalam, “Pulang sekolah gue tunggu di taman belakang. Pastiin lo dateng, kalo enggak-” taeyong kembali menjedea ucapannya, ia berdiri lalu berjalan ke arah risa dan mengikis jarak mereka berdua sebatas hembusan nafas.
Risa membeku. Jantungnya nyaris meledak ketika netranya berhasil mengamati wajah taeyong dalam jarak sedekat itu.
Ia sekarang sadar kenapa laki-laki yang tidak pernah absen dari segala keributan yang risa temui setiap harinya begitu digilai oleh teman-temannya.
”-jeffrey yang akan nanggung semuanya”
***
Risa hanya bisa merutuki kebodohan dirinya sendiri.
Ia jarang ceroboh terutama dalam meletakan barangnya sendiri. Tapi sore ini, Risa lupa membawa pulang ponselnya yang siang tadi sengaja ia letakan dalam lokernya saat pelajaran olahraga.
Akhirnya dengan sangat terpaksa risa meminta Pak Budi- supirnya untuk memutar balik.
“Bapak tunggu sini aja gausah parkir di dalem, risa sebentar doang kok” pamit gadis itu lalu turun dari mobil.
Sekolah sudah sepi. Sama sekali nggak mengherankan karena jam sekolah telah selesai sejak 2 jam lalu.
Risa segera membuka loker miliknya lalu mencari ponselnya yang tertinggal lalu segera meninggalkan kelas begitu ia menemukannya
Langkah risa nampak tergesa, ia begitu buru-buru mengingat Pak Budi tengah menunggu dirinya. Risa berjalan dengan cepat menelusuri koridor kelas dan menuruni tangga.
“Woi anak pindahan!”
Sebuah teriakan menghentikan langkah risa.
Ia menoleh, mendapati taeyong yang tengah duduk diatas meja batu dengan tangan kanannya yang memegang rokok menyala.
Tapi daripada rokok ditangan taeyong, Risa lebih tertarik dengan jeffrey yang terlihat meronta menolak sesuatu yang disodori oleh yuta dan kun, 2 orang yang selalu menjadi kaki tangan taeyong.
“Gue?” tanya risa memastikan ketika ia yakin tidak ada lagi orang selain dirinya.
Taeyong mengangguk mengiyakan lalu dengan cepat meloncat turun dan berjalan menghampiri risa.
“Gue kira lo gak akan datang, ternyata datang juga”
Risa mengernyit bingung akan ucapan taeyong barusan. Lalu ia akhirnya paham dengan apa yang dimaksud oleh laki-laki dihadapannya ini.
“Gue kesini bukan buat lo. Gue ngambil ponsl gue yang ketinggalan” risa menjelaskan.
Taeyong memutar matanya jengah, terkesan tidak peduli dengan ucapan risa barusan.
“Ikut gue” secara tiba-tiba taeyong menarik tangan risa, membawa gadis itu ke tempat dimana jeffrey kini tengah dipojokan oleh yuta dan kun.
“Stop” ucap taeyong, “Dasar banci. Disuruh ngerokok aja ga berani, bego!” makinya sambil mendorong dahi jeffrey
Beberapa saat kemudian taeyong mengeluarkan sebatang rokok yang masih baru dari sakunya, lalu menyodorkan pada yuta seolah memberi tanda agar yuta menyalakan rokok itu.
“Lo liat ini” desis taeyong sambil menunjukan rokok ditangannya “Kalo lo ga mau hisap rokoknya, dia yang bakal gue suruh”
Dia.
Risa jelas paham jika dia yang barusan disebut oleh taeyong adalah dirinya.
Mata risa membulat, lalu reflek mundur perlahan sebelum tiba-tiba kun menahan tangan risa agar ia tidak bisa beranjak darisana.
“LEPASIN GUE!” pekik risa, berusaha melepaskan genggaman kun.
Jeffrey perlahan mengangkat wajahnya.
Menatap risa yang masih setia meronta meminta dilepaskan.
“Please, biarin gue pergi” nada bicara risa terdengar memohon.
Taeyong tertawa lebar.
“Semuanya tergantung si cupu ini” kata taeyong dengan sebuah senyum miring terukir di wajahnya.
Mendengar itu, risa reflek menoleh pada jeffrey yang hanya diam seolah tidak berniat membantu dirinya.
Dalam hati, Risa menyesali kata-katanya tentang segala pujian untuk taeyong. Risa tarik kembali semua ucapannya.
brengsek
“Jeff... Tolong...” risa berujar pelan. Dirinya sendiri pun sebenarnya tidak benar-benar berharap jika jeffrey akan membantunya mengingat Risa juga sama seperti anak-anak lainya yang tidak mau berteman dengan laki-laki itu.
Semua anak dariawal telah memperingati risa untuk jauh-jauh dari jeffrey.
Ada namun tidak terlihat. Begitulah eksistensi jeffrey di kelas.
Laki-laki itu selalu duduk di bangku paling depan sendirian tanpa ada satupun yang berniat mengajaknya mengobrol.
Jeffrey jarang ada di kelas jika istirahat. Cowok itu lebih sering menghabiskan waktu istirahatnya sebagai bulan-bulanan taeyong dan teman-temannya.
Pernah beberapa kali risa mendapati jeffrey hanya duduk di bangkunya sambil menulis sesuatu diatas buku.
Risa hanya ingin sekolah dengan tenang dan nyaman.
Ia tidak ingin mencampuri urusan jeffrey, juga tidak berminat membantu lelaki itu.
“Kun, kayaknya si jeffrey gamau, udahlah sodorin aja” teriak taeyong
Kun mengangguk, kemudian memberi kode pada yuta yang langsung dipahami oleh anak itu.
Yuta mendekat dengan sebatang rokok yang telah diberikan oleh taeyong pada dirinya.
“Mau gue ajarin cara ngerokok?” yuta bertanya tanpa dibalas oleh risa
Laki-laki itu menghisap rokok ditangannnya kemudian menghembuskan asapnya tepat di wajah risa membuat gadis itu terbatuk-batuk.
“Bikin gue sampe batuk, baru lo boleh cabut” tukas yuta kemudian medekatkan rokok itu pada risa
Risa memundurkan kepalanya, menolak menuruti ucapan yuta barusan.
Rasanya risa mau menangis. Ia ingin berteriak meminta bantuan, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.
“BERHENTI!”
Jeffrey berlari, kemudian mendorong yuta hingga cowok itu terjungkal.
“Lepasin risa. Biar aku aja”
orentciz