pandaloura

Sore itu, Frank yang tengah duduk di balik kemudinya menunggu dengan wajah harap-harap cemas. Setelah pertengkarannya dengan sang kekasih di pesan singkat, Frank memilih untuk tetap datang menunggu kedatangan sang kekasih dan mengantarnya pulang selepas kegiatan bersama teman-temannya.

Ia menunggu di titik point yang sama, dimana saat kemarin ia mengantar Pip pergi bersama teman-temannya.

Tak berselang lama, Frank bisa melihat rombongan mobil teman-teman Pip memasuki daerah titik jemput tersebut. Dan Frank pun menarik nafasnya berat kemudian turun dari mobilnya.

“Pip..” Panggilnya begitu melihat Pio turun dari mobil yang ia tumpanginya.

Pip sedikit terkejut lalu dengan cepat menghindar dan lebih memilih untuk mengambil barang-barang bawaannya yang ia simpan di bagasi mobil temannya.

Frank yang melihat hal tersebut kemudian langsung bergegas mendekat dan langsung membantu sang kekasih “sini biar aku aja.”

Pip masih tak menjawab lalu kemudian lebih memilih untuk berpamitan dengan teman-temannya “hati-hati ya semua, makasih loh. See you yaaaaa.” Lalu berjalan menyusul Frank menuju mobil tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Suasana di mobil tersebut cukup dingin karena masih belum ada yang memulai pembicaraan sampai akhirnya Frank pun memilih untuk memulai pembicaraan diantara keduanya.

“Mau makan dulu?” Tanya Frank lembut.

Pip yang tengah fokus menatap ponselnya menggeleng “langsung pulang aja, tolong anter ke apart aja.” Frank mengangguk lalu mulai menjalankan mobil miliknya.

Akhirnya sepanjang perjalanan keduanya memilih untuk diam dan sibuk dengan fikirannya masing-masing.

Sampai akhirnya mobil yang dikendarai oleh Frank pun memasuki sebuah basement.

Setelah selesai memarkirkan mobilnya Frank mencoba mengajak berbicara sang kekasih. “Pip..” Frank mencoba meraih tangan sang kekasih. “Maaf, aku keterlaluan.”

Pip menarik tangannya dengan cepat lalu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya kemudian tangisnya pun pecah begitu saja “aku beneran sedih banget pas tau kamu punya fikiran kayak gitu.. Hiks.. Emang aku serendah itu ya Frank.”

“Gak, gak. Aku emosi, maaf.. Please jangan nangis ay.. Maafin aku.” Frank mencoba kembali meraih tangan Pip.

Pip masih berusaha menstabilkan emosinya “berarti kamu emang mikir aku rendahan gitu Frank.” Frank dengan cepat langsung memeluk tubuh Pip dengan erat “aku tolol, maaf.. Gak, kamu gak rendahan gak.. Aku yang gak bisa ngontrol emosi aku, secemburu itu aku sampai gak bisa nahan kata-kata jahat keluar dari mulut aku.”

Frank mencoba mengelus punggung kekasihnya yang sedikit bergetar karena tangis, rasa bersalahpun begitu menghinggap di hati Frank saat melihat tangis kesedihan yang ia sebabkan. “Aku salah, kamu boleh marah tapi jangan tinggalin aku. Maafin aku Pip.”

Pip kemudian melepas pelukan antar keduanya lalu mencoba menghapus air mata di wajahnya “aku beneran gak aneh-aneh Frank, ia aku minum tapi beneran gak aneh-aneh.”

“Iya-iya aku percaya, udah kamu gak usah jelasin aku percaya sepenuhnya sama kamu. Please jangan nangis lagi ya? Maafin aku udah jahat banget sama kamu.” Frank kembali meraih tangan sang kekasih.

Frank pun kembali mengambil nafasnya dalam-dalam “aku tau, yang kemarin aku ucapin ke kamu itu adalah hal yang jahat banget dan aku akuin aku salah udah mikir gak jelas kayak gitu. Aku kebakar emosi, maafin aku Pip.”

“Jangan ngomong aneh-aneh gitu lagi ya Frank? Aku beneran sesedih itu, aku beneran gak pernah ada kefikiran buat aneh-aneh dan temen-temenku juga amat sangat menghargai aku dan beneran gak ada yang berani macem-macem.” Ucap Pip sedih.

Frank mengangguk lalu mengecup pucuk kepala Pip lembut “kalau aku ngomong jelek lagi, kamu pukulin aja. Janji, gak akan aku ulangin lagi.”

“Bener ya? Janji?” Pip menatap Frank seksama.

“Janji, aku bakal berusaha buat jaga emosi aku. Gak ngomong sembarangan lagi.” Ucap Frank mantap “kamu jangan nangis lagi ya Ay?”

Pip mengangguk lemah lalu menatap Frank “kamu mau naik dulu?”

“Mau, miss you..” Jawab Frank sembari mengecup dahi sang kekasih.

Pip tersenyum lalu bersiap turun dari mobil kekasihnya.

@pandaloura

Akhirnya hari kamis datang juga, Tay yang sesungguhnya tak terlalu ingin mengunjungi kediaman keluarganya pun mau tak mau harus menurunkan ego nya. Hubungan antara ia dan juga sang Papah yang sedikit renggang menjadi salah satu alasan Tay enggan mengunjungi rumah orang tuanya.

Namun karena permintaan sang Mamah kini Tay sudah memarkirkan mobilnya memasuki kediaman milik keluarga Vihokratana.

“Duuuuh, cucu ganteng Nenek.” Sambut wanita yang kini berada di usia kepala enam yang menyebut dirinya dengan sebutan Nenek.

“Haloo Nek.” Tay memeluk hangat sang Nenek sebari mengecup punggung tangannya, lalu bergantian melakukan hal yang sama ke Mamahnya “hai Mah..”

Lalu ketiganya berjalan bersama menuju ruangan keluarga.

“Udah makan Bang?” Tanya Mamah dan Tay menjawab dengan anggukan “udah kok, ini yang mau di omongin apa?” Tanya Tay tanpa basa-basi membuat Nenek dan Mamah saling melempar saling pandang.

“Ada apa Mah? Nek?” Tanya Tay sekali lagi.

Mamah Tay mengelus punggung tangan Tay dengan lembut “Bang..”

“Yaaa?” Tay menunjukkan wajah tak sabarnya “kenapa Mah?”

Mamah Tay mencoba menarik nafasnya perlahan lalu kembali mengelus punggung tangan Tay “Abang inget gak waktu dulu, usaha Papah belum semaju sekarang. Hidup kita juga masih susah banget?” Tay mengangguk perlahan.

“Nah, saat sulit tersebut ada satu orang yang berjasa dan mati-matian bantu Papah buat bangkit dan mengembangkan usahanya sampai bisa besar sampai sekarang. Namanya Ter Techapaaikhun. Beliau salah satu alasan kenapa kita bisa sampai besar saat ini.” Jelas Mamah Tay.

Tay mengangguk “oke, terus? Hubungannya sama aku?”

Mamah dan Nenek kembali saling melempar pandang. “Mah, please ini ada apasih?” Tanya Tay kembali tak sabar.

“Bang.. Di masa itu, Papah bener-bener bersyukur bisa kenal sama Pak Ter dan sampai dimana akhirnya Papah dan Pak Ter bikin sebuah janji.” Mamah Tay sempat menarik nafasnya sebelum kembali bersuara “Papah dan Pak Ter punya janji, untuk saling menjodohkan anaknya kelak.” Mamah Tay menggigit bibirnya menunggu respon sang anak.

“Jodohin? Frank? Tapi dia kan masih SMA?” Tay sedikit kebingungan.

Nenek menggeleng perlahan “yang di jodohkan bukan Frank, tapi kamu Tay.”

“Hah?!” Tay membelakkan matanya tak percaya. “Kenapa aku? Gak! Ini udah zaman modern Mah,Nek.. Aku gak mau nikah karena di jodohin! Gak!”

“Bang..” Mamah Tay sedikit memelas.

Tay menggeleng cepat “lagian ini kan janji Papah, kenapa harus ngelibatin aku? Gak! Aku gak mau!” Tay mencoba bangun dari duduknya namun sang Ibu mencoba menahannya “Bang.. Dengerin dulu.”

“Apa Mah? Gak cukup Papah nahan-nahan mimpi aku? Sekarang dia malah ngelibatin aku dengan janjinya? Gila apa!” Tay sedikit tersulut emosinya.

Nenek ikut menenangkan “Bang, Nenek tau kamu pasti ngerasa gak adil.. Nenek juga awalnya gak setuju, tapi Papahmu gak bisa mengingkari janjinya nak.”

“Kenapa harus aku sih?! Aku udah punya orang yang aku pilih untuk jadi pasangan aku! Gak, aku gak bisaa!”

Mamah kembali menggenggam tangan Tay “kita coba dulu ya nak? Anaknya sepertinya baik, pekerja keras. Mamah dan Nenek juga sudah sedikit tau tentang dia walaupun belum bertemu secara langsung. Di coba dulu ya nak?”

“Gak! Please Mah, ini gak adil banget buat aku?! Aku juga punya hak buat menentukan pilihan aku! Aku gak mau terseret ke janji gila yang di buat orang lain! Ini hidupku Mah!!” Tay bangkit dari duduknya kemudian langsung berjalan menjauh meninggalkan Nenek dan juga Mamahnya.

“Tay..” Panggil Nenek lemah.

“Di biarkan dulu saja bu.” Ucap Mamah Tay mencoba menenangkan.

@pandaloura

— Thitipoom Techaapaikhun Vihokratana

Alarmnya sudah berbunyi sedari jam 02.30 begitu terdengar suara alarm tersebut dengan sigap ia bangun dan mencuci mukanya bergegas menuju dapur untuk memasak masakan sahur untuk keluarganya.

Kurang lebih empat puluh menit ia mempersiapkan makanan dan menghidangkan masakannya di meja makan, ia pun harus kembali mengusung tugas berat lainnya yakni membangunkan suami dan juga anak-anaknya.

— Tawan Vihokratana

“Mas.. Bangun, sahur..” New dengan perlahan membangunkan sang suami yang masih terlelap dalam alam tidurnya.

Tay mengulat sebentar lalu mencoba membuka matanya perlahan “kiss dulu baru mau bangun sahur.” Ucapnya perlahan yang membuat New menggelengkan kepalanya tapi dengan segera memberikan kecupan singkat di bibir suaminya.

Barulah sang kepala keluarga bangun sepenuhnya.

— Pluem Purim Vihokratana

Selepas membangungkan suaminya, New bergegas menuju kamar anak sulungnya.

Belum sempat ia mengetuk pintu kamar anaknya tersebut, pintu tersebut terbuka dengan sendirinya menampilkan sosok anak sulungnya yang tengah tersenyum hangat “Abang udah bangun.”

New membalas senyuman hangat sang sulung lalu mengelus pucuk kepalanya “yaudah, langsung ke meja makan ya? Papah udah siapin sayur bayem.”

Pluem mengangguk lalu mengikuti perintah sang Papah.

— Frank Thanatsaran Vihokratana

New beralih dari kamar si sulung menuju kamar anak tengahnya. Dengan perlahan ia mengetuk pintu tersebut namun nihil tak ada sautan dari dalam.

“Kak.. Papah masuk ya..” Lalu New membuka perlahan pintu tersebut dan bergegas berjalan ke samping kasur milik anak tengahnya.

Dengan perlahan New mengelus wajah sang anak “nak, udah mau jam tiga lebih sayang. Bangun yuk.. Kita sahur..” Namun sang anak hanya membalas dengan gumaman tanpa sedikit pun berniat membuka matanya.

“Kakak.. Ayok nak.. Bangun dulu.” New kembali mencoba.

“Hmmmm, lima menit Pap..” Guman Frank tanpa membuka matanya.

New menggelengkan kepalanya lalu kembali mengelus pucuk kepala sang anak “ayok ayok, nanti kesiangan sahurnya. Cepet Kak.. Papah udah masak loh dari tadi, kalau Kakak gak mau makan makanan Papah yauda.” Ucap New kembali dengan nada yang ia buat sedikit sedih.

“Iya, Kakak bangun.” New tersenyum saat melihat mata sang anak sudah terbuka. Lalu dengan perlahan mengecup pipi kanan sang anak “ayok, cuci muka terus ke bawah ya? Ayah sama Abang udah di bawah.”

Frank kini sudah terduduk lalu mengangguk “iya cuci muka dulu.”

New tersenyum lalu beranjak dari duduknya bergegas menuju kamar selanjutnya dimana anak bungsunya berada.

— Nanon Korapat Vihokratana

Sesampainya New di depan kamar anak bungsunya, tanpa mengetuk terlebih dahulu ia langsung izin dan membuka pintu kamar anaknya tersebut “Papah masuk ya.”

Ia tersenyum saat anak bungsunya masih nyenyak berada di alam mimpinya, ia kemudian duduk lalu mengelus wajah Nanon dengan perlahan “nakk.. Sahur yukk.. Udah mau setengah empat.”

“Mmmmm..” Nanon mengerang tak suka.

“Adek yukkk, sebentar bangun dulu.” Ucap New kembali.

Nanon semakin mengerang dan malah menenggelamkan kepalanya di balik selimut tebalnya “ngantuk.”

“Ayok nak, kalau gak sahur besok gak kuat loh puasanya.” Ucap New masih dengan sabar.

“Ngantukkkkkk Pahhhhhh.” Rengek Nanon sebari menggerakkan kakinya tak suka.

“Ayokkk sebentar yuk, Abang Kakak Ayah udah di bawah yuk nak.” Ucap New sekali lagi, lalu kemudian mencoba mengecup pucuk kepala sang anak “yuk sayang yuk.”

Nanon menggeleng cepat “gamauuuuuuu!!!!” Lalu kembali mengeratkan selimutnya.

New hanya bisa menghela nafasnya kasar, lalu sang suami datang menghampirinya “udah biar aku aja.”

New kemudian bangun dari duduknya “paling susah nih Mas.”

“Yauda kamu turun duluan aja.” Ucap Tay yang kini sudah terduduk di samping anaknya.

“Yauda aku turun ya, kalau bisa bangun hebat sih kamu.” Jawab New kemudian langsung keluar dari kamar sang bungsu.

Tay kemudian mengelus pucuk kepala Nanon dengan perlahan “dunia Ayah, cintanya Ayah.. Bangun yuk?”

“Mmmmm.. Ngantuk.” Erang Nanon kembali.

“Ayok dong, anak Ayah paling ganteng no satu di hati Ayah.. Sebentar aja yuk?” Pinta Tay kembali sembari mengelus pucuk kepalanya.

Nanon kemudian sedikit membuka matanya menatap sang Ayah “nah pinter, turunnya mau di gendong?” Tanya Tay yang langsung di balas gelengan Nanon.

“Peluk duluuu, mau peluk Ayah.” Ucapnya pelan.

“Duh aduh anak bungsu Ayah, dunia Ayah.. Sini di peluk sini.” Kemudian Tay memeluk tubuh bongsor anaknya sebari perlahan mengelus punggung lebar sang anak.

“Cuci muka dulu ya?” Ucap Tay setelah melepas pelukannya.

Nanon mengangguk lalu perlahan turun dari kasurnya menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya “Ayah tungguin.”

“Iya sayang, Ayah disini.”

Lalu setelah selesai keduanya pun turun ke lantai satu di mana ruang makan berada.

“Dihhh lamaaaaa banget.” Protes Frank begitu melihat sang adik yang menuruni anak tangga.

“Bawellllll.” Jawab Nanon ketus.

“Udah-udah, ayok makan.. Ntar keburu imsak.” Ucap Pluem menengahi.

Dan akhirnya keluarga tersebut memulai sahur pertamanya.

@pandaloura*

Setelah melewati perjalanan pulang, akhirnya New sampai juga di sebuah rumah sederhana yang ia dan ibu nya tempati berdua.

Mengapa hanya mereka berdua? Karena Ayah dari New sudah meninggal sejak New duduk di bangku SMA, dan New merupakan anak satu-satunya maka kini hanya tinggal dirinya dan juga ibunya yang tinggal di rumah sederhana tersebut.

“Nak.. Kok mukanya murung?” Sambut Ibu yang tengah terduduk di ruang tamu melihat wajah anak semata wayangnya tak seperti biasanya.

New sedikit terkejut “eh Ibu..” Lalu ia mendekat dan duduk di samping sang Ibu “gapapa Bu, cuman tadi aku ketemu orang nyebelin banget sampe aku gak bisa berkata apa-apa saking ngeselinnya.”

Kemudian sang Ibu mengelus pucuk kepala putranya “sabar ya nak.. Maafin ibu ya? Gara-gara ibu gak bisa kerja, jadi kamu yang harus kerja banting tulang sampe harus ketemu orang-orang yang selalu ganggu kamu di tempat kerja.”

“Gak.. Bukan salah Ibu.. Lagian itu cuman orang gila aja, udah bu mending gausah di bahas. Ibu hari ini gimana perutnya? Sakit lagi gak? Ibu udah makan?” Tanya New perlahan.

Ibu hanya tersenyum hangat lalu mengelus wajah putih putranya “Ibu sehat kok, ibu juga udah makan.”

“Syukurlahhh.. Kalau sakit lagi bilang ya?” Pinta New yang langsung di balas anggukan oleh sang Ibu.

“Nak..” New menoleh “ya bu?”

“Kamu anak baik.. Dan sebelum Ibu gak ada, harapan ibu cuman satu.. Ibu pengen lihat kamu nikah, kamu punya teman hidup yang bisa jagain kamu dan anak-anak kamu kelak.. Kalau bisa lihat kamu seperti itu, rasanya kalaupun ibu pergi pasti ibu tenang sekali.” Lirih ibu yang membuat New menatap sedih.

“Kok ibu bilangnya gitu sih? Ibu kan sehat dan gak akan pernah ninggalin aku sendirian. Pokoknya ibu pasti bisa liat aku menikah dan hidup bahagia sama pasanganku dan ibu pasti bisa liat anak-anaku tumbuh. Ya bu? Janji ya bu, buat terus sama-sama?” New mengenggam tangan sang ibu.

Tanpa berbicara sang Ibu memeluk erat tubuh sang putra lalu mengelus punggung New “iya sayang.. Ibu janji.”

New mengeratkan pelukannya sampai sang ibu yang terlebih dulu melepas pelukan antar keduanya “sana mandi dulu, bau acem..”

“Hehehe, iya bu.. Ohya, nanti Gigie juga mau kesini katanya.” Ucap New sebelum beranjak.

“Iya, tagi Gigie udah telfonan sama ibu. Fah juga tadi sempet telfon pas mau terbang ke Kalimantan.” Jawab Ibu.

“Wah kayaknya mereka lebih sering telfonan sama ibu ya di banding sama aku?” New mempoutkan bibirnya.

Ibu tersenyum hangat “iya, mereka udah kayak anak ibu. Kakak-kakaknya kamu.”

“Aku gaksih yang jadi Kakaknya mereka?” Ucap New tak setuju.

“Kamu tuh masih bayikk..” Goda sang ibu hingga membuat anak semata wayangnya kembali mempoutkan bibirnya “tuh kan udah manyun aja, sana gih mandi duluuu.”

New pun akhirnya beranjak dari duduknya “yauda aku mandi dulu ya..”

Ibu New mengangguk lalu mengantarkan anaknya dengan tatapannya “Ya Tuhan, dekatkan lah jodoh anakku..” Lirih Ibu dalam hati.

@pandaloura

“Nanti duduknya di dalem aja dong, biar adem.” Pinta Mild pada teman-temannya.

“Iya.” “Makanya ayok cepetan.” Ucap Bright tak sabar.

Yang lainnya pun hanya bisa menggeleng melihat kelakuan tak sabar dari lelaki tampan tersebut. “Secakep apa sih? Heboh bener.” Tanya Toptap.

“Pokonya bening deh.” Thanat mencoba menjawab sebari terkekeh kemudian ikut mempercepat langkahnya.

Akhirnya rombongan tersebut pun sampai di sebuah cafe yang berukuran lumayan besar dan cafe tersebut mengusung konsep vintage.

Salah satu pegawai cafe tersebut pun menyapa rombongan tersebut lalu mempersilahkan semuanya untuk duduk sebari memberikan barcode menu agar semuanya bisa melihat pesanan apa yang akan mereka ambil.

“Mas, btw New masih shift apa gak masuk?” Tanya Bright kepada pegawai tersebut.

“Oh Kak New lagi beres-beres di belakang Mas, soalnya dia shift pagi. Mau saya panggilin?” Tanya pegawai tersebut.

Bright menggeleng cepat “jangan Mas, gak usah. Kirain shift sore. Ahhh kacau.. Yauda Mas kita mau liat-liat menu dulu ya.”

Pegawai tersebut mengangguk lalu berpamitan meninggalkan meja tersebut.

“Yah penonton kecewa.” Jawab Namtan.

“Asli, nyesel dah gue gak minta no nya.” Nada suara Bright terdengar kecewa.

“Haloo, ini Win kan ya? Ini nih, lakinya nih Win.” Mbak Jennie memegang ponselnya seolah tengah melakukan panggilan yang langsung membuat Bright sedikit panik.

“Ampun Mbak elaaaah, cuman becanda.” Jawabnya.

“Ah udah-udah, biar ntar gue yang minta no nya. Biarkan Thanat yang jomblo ini bersinar.” Thanat menengahi obrolan tersebut.

Tay hanya bisa menggelengkan kepalanya sebari terkekeh “ampun deh, gue sedikit penasaran sih secakep apa.. Tapi gue keinget lagi, lu lu pada kan emang anaknya buaya aja, gak bisa liat yang bening dikit.”

“Ah lu kalau liat kelepek-klepek juga awas ya.” Bright bersuara.

“Gak akan mungkin gaksih? Orang di otak Bang Tay yang paling cakep,paling bening cuman Gun seorang.” Sanggah Janhae sebari tertawa yang langsung di setujui oleh rombongan tersebut.

“Namanya bucin yeeee.” Toptap melengkapi komentar.

“Dah-dah pesen aja dulu, gue mau americano aja. Cemilan pesen juga ya. Gue mau angkat telfon dulu nih. Urgent kayanya.” Ucap Tay sebari berdiri dari duduknya lalu langsung beranjak pergi menuju pintu keluar untuk mengangkat panggilan urgent tersebut.

Tak berselang lama setelah Tay pergi, ada sosok lelaki dengan warna kulit yang bisa dibilang sangat putih untuk ukuran kulit lelaki dan berperawakan sedikit tinggi menghampiri meja tersebut.

“Halo selamat sore, pesanannya sudah bisa saya catat?” Pegawai lelaki tersebut tersenyum hangat.

Thanat dan Bright langsung berdiri dari duduknya dan hampir bersamaan memanggil nama pegawai tersebut “New!”

Pegawai yang bernama New tersebut kembali tersenyum hangat “hai Bang Bright, hi Bang Thanat. Katanya ada yang nyariin gue?”

“Iya nih, gue lagi bawa temen-temen team gue makan di sini.” Jawab Thanat sebari tersenyum namun hal tersebut langsung di bantah oleh Bright “orang gue yang ngasih tau anak-anak ni tempat! Gue New yang ngajak.” Jawaban keduanya membuat New tak kuasa menahan kekehannya.

“Iya-iya makasih ya Bang Thanat Bang Bright udah rekomendasiin di sini buat ngopinya. Udah tau mau pesen apa? Boleh gue catet sekarang?” Tanya New sebari memegang sebuah tablet kecil untuk menulis pesanan meja tersebut.

“Gue mau latte aja ya New.” Ucap Thanat. “Yang lainnya mau apa tuh cepet.” Ucapnya lagi.

New pun mengangguk langsung memasukkan pesanan pelanggannya tersebut.

“Gue mau americano dua ya New.” Jawab Bright. ”Btw, lu kan kasir kok jadi waitres juga?”

New tersenyum sebari terus memasukkan beberapa pesanan menu yang dipilih oleh rombongan tersebut “lagi rame aja Bang, makanya bantuin dikit. Abis ini juga pulang.” Jawabnya.

“Yah Bang Thanat masih harus kerja sih, kalau engga di anterin pulangnya.” Ucap Thanat yang langsung mendapat sorakan dari teman-temannya.

“Awas buaya, hati-hati Kak New.” Ucap Janhae.

“Modus-modus itu, nanti di jalan malah di hipnotis loh.” Toptap menambahkan.

Mendengar celotehan tersebut New hanya bisa tersenyum lalu berucap “makasih Bang, tapi pake busway aja. Masih banyak kok heheh.”

“Aw aw di tolak, sakit sihhhh.” Mild terkekeh.

“Kalau gitu saya ulang pesanannya ya.” New kemudian mengulang beberapa pesanan yang tadi ia catat. Setelah ia selesai mengulang pesanan tersebut ia pun berpamitan untuk memproses pesanannya “di tunggu ya pesananya.”

“Jujur.. Emang cakep sih.” Mild yang pertama berkomentar.

Toptap mengangguk tanda setuju “pantes ni duo buaya bawel banget.”

“Kalau kata gue bening ya pasti beneran bening.” Ujar Thanat sebari terkekeh.

New pun berjalan menuju teamnya untuk menginformasikan pesanan dari meja milik rombongan tersebut. Lalu setelah selesai ia pun kembali bergegas menuju belakang untuk mengambil tasnya lalu kemudian berpamitan untuk pulang karena shift kerjanya hari ini sudah selesai “duluan ya team.”

Karena ia pergi melalui pintu depan ia pun tak lupa berpamitan kepada teman-teman dari sunkissed lalu mulai berjalan menuju pintu keluar.

Beda dengan teman-temannya yang tengh berbincang, Tay kini masih dalam obrolan dengan lawan bicaranya di telfon. “Oke baik Mas, nanti biar saya info ke team dulu. Nanti revisinya di email saja dulu.” Ucapnya lalu mematikan ponselnya.

Tay pun berencana menuju kembali masuk namun saat membalikkan tubuhnya ia pun tak sengaja bertubrukan dengan seorang ibu-ibu paruh baya yang tengah tergesa-gesa sehingga tak sadar Tay akan membalikkan tubuhnya sehingga makanan ibu-ibu tersebut sedikit tumpah mengotori kemeja biru yang tengah Tay pakai.

“Ah! Shit!!! Ibu kalau jalan bisa di pakai gak sih matanya?” Bentak Tay begitu sadar kemeja yang ia kenakan kotor dan meninggalkan noda.

Ibu-ibu paruh baya tersebut sedikit panik dan langsung mencoba membersihkan noda tersebut dengan tangannya namun bukannya menghapus noda tersebut malah membuat nodanya semakin melebar. “Maaf, maaf nak.. Ibu gak sengaja, ibu tadi buru-buru.”

“Gausah di pegang! Malah tambah kotor!” Tay dengan cepat menepis tangan ibu tersebut dengan sedikit kasar.

“Bisa gak usah kasar gak?! Ibu nya kan udah minta maaf!” Tiba-tiba New sudah berdiri diantara keduanya sebari memberikan tatapan tajam ke Tay.

Ibu paruh baya tersebut hanya bisa menunduk sebari terlihat takut.

“Lo siapanya? Anaknya? Nih urusin ibu lo! Jalan kok gak pake mata! Baju gue kotor nih.” Tay membalas tatapan tajam ke New.

New berdecih “wah, sekotor-kotornya baju lo! Lebih kotor lagi sikap lo sama orang tua! Lo gak di ajarin sopan santun ya hah?! Ibu nya kan gak sengaja! Lagian lo bisa kan ngomong baik-baik!!”

“Heh! Jaga ya mulut lo! Mau sengaja gak sengaja tetep aja baju gue jadi kotor! Terus terserah gue dong mau ngomong baik-baik kek engga kek! Hak gue! Lo siapa sih? Main ikut campur aja!” Tay menunjuk New tepat di hadapan wajahnya.

New menggelengkan kepalanya “wah, gue kira orang-orang kaya gak punya otak dan empati terhadap sesama tuh cuman ada di sinetron aja! Ternyata di dunia nyata ada ya! Sini no rekening lo! Biar gue ganti kerugiannya!”

“Kalau bukan di tempat umum udah gue gampar ya mulut lo! Gak ada waktu gue berantem sama orang miskin kaya lo! Sana minggir!” Tay mendorong New sedikit keras sehingga New tergeser lalu ia berjalan meninggalkan New dan ibu paruh baya tersebut.

New mencoba menstabilkan emosinya “demi apapun, gue kasihan banget sama orang yang akan ngabisin sisa hidupnya sama orang yang kayak gitu. Kasian banget sih jodoh lo harus dapetin orang gila kayak gitu.” Lalu menoleh ke ibu paruh baya tersebut “ibu gak papa kan?”

“Gapapa nak, maafin ya.. Gara-gara ibu kamu jadi berantem sama dia. Padahal memang ibu yang salah.” Ibu tersebut mengenggam tangan New.

New menggeleng “siapapun yang salah, dia gak berhak ngomong dan berprilaku kasar seperti itu sama ibu.”

“Iya nak, makasih ya nak.. Kamu anak baik, kelak yang akan jadi jodohmu pasti orang yang paling beruntung. Ibu doakan, semoga apapun yang akan terjadi sama kamu itu adalah kebahagiaan.” Ucap Ibu tersebut dengan tulus.

“Aamiin bu, makasih doanya. Ibu pulang kemana? Hati-hati ya bu. Saya antar.” Lalu ibu tersebut menggelengkan kepalanya “makasih nak, tapi gak usah. Ibu tinggal jalan sedikit kok.”

New kemudian mengangguk “yaudah, aku jalan ya bu? Ibu hati-hati ya?”

Lalu keduanya pun berpisah menuju jalan pulangnya masing-masing.

“Nanti duduknya di dalem aja dong, biar adem.” Pinta Namtan pada teman-temannya.

“Iya.” “Makanya ayok cepetan.” Ucap Bright tak sabar.

Yang lainnya pun hanya bisa menggeleng melihat kelakuan tak sabar dari lelaki tampan tersebut. “Secakep apa sih? Heboh bener.” Tanya Toptap.

“Pokonya bening deh.” Thanat mencoba menjawab sebari terkekeh kemudian ikut mempercepat langkahnya.

Akhirnya rombongan tersebut pun sampai di sebuah cafe yang berukuran lumayan besar dan cafe tersebut mengusung konsep vintage.

Salah satu pegawai cafe tersebut pun menyapa rombongan tersebut lalu mempersilahkan semuanya untuk duduk sebari memberikan barcode menu agar semuanya bisa melihat pesanan apa yang akan mereka ambil.

“Mas, btw New masih shift apa gak masuk?” Tanya Bright kepada pegawai tersebut.

“Oh Kak New lagi beres-beres di belakang Mas, soalnya dia shift pagi. Mau saya panggilin?” Tanya pegawai tersebut.

Bright menggeleng cepat “jangan Mas, gak usah. Kirain shift sore. Ahhh kacau.. Yauda Mas kita mau liat-liat menu dulu ya.”

Pegawai tersebut mengangguk lalu berpamitan meninggalkan meja tersebut.

“Yah penonton kecewa.” Jawab Namtan.

“Asli, nyesel dah gue gak minta no nya.” Nada suara Bright terdengar kecewa.

“Haloo, ini Win kan ya? Ini nih, lakinya nih Win.” Mbak Jennie memegang ponselnya seolah tengah melakukan panggilan yang langsung membuat Bright sedikit panik.

“Ampun Mbak elaaaah, cuman becanda.” Jawabnya.

“Ah udah-udah, biar ntar gue yang minta no nya. Biarkan Thanat yang jomblo ini bersinar.” Thanat menengahi obrolan tersebut.

Tay hanya bisa menggelengkan kepalanya sebari terkekeh “ampun deh, gue sedikit penasaran sih secakep apa.. Tapi gue keinget lagi, lu lu pada kan emang anaknya buaya aja, gak bisa liat yang bening dikit.”

“Ah lu kalau liat kelepek-klepek juga awas ya.” Bright bersuara.

“Gak akan mungkin gaksih? Orang di otak Bang Tay yang paling cakep,paling bening cuman Gun seorang.” Sanggah Janhae sebari tertawa yang langsung di setujui oleh rombongan tersebut.

“Namanya bucin yeeee.” Toptap melengkapi komentar.

“Dah-dah pesen aja dulu, gue mau americano aja. Cemilan pesen juga ya. Gue mau angkat telfon dulu nih. Urgent kayanya.” Ucap Tay sebari berdiri dari duduknya lalu langsung beranjak pergi menuju pintu keluar untuk mengangkat panggilan urgent tersebut.

Tak berselang lama setelah Tay pergi, ada sosok lelaki dengan warna kulit yang bisa dibilang sangat putih untuk ukuran kulit lelaki dan berperawakan sedikit tinggi menghampiri meja tersebut.

“Halo selamat sore, pesanannya sudah bisa saya catat?” Pegawai lelaki tersebut tersenyum hangat.

Thanat dan Bright langsung berdiri dari duduknya dan hampir bersamaan memanggil nama pegawai tersebut “New!”

Pegawai yang bernama New tersebut kembali tersenyum hangat “hai Bang Bright, hi Bang Thanat. Katanya ada yang nyariin gue?”

“Iya nih, gue lagi bawa temen-temen team gue makan di sini.” Jawab Thanat sebari tersenyum namun hal tersebut langsung di bantah oleh Bright “orang gue yang ngasih tau anak-anak ni tempat! Gue New yang ngajak.” Jawaban keduanya membuat New tak kuasa menahan kekehannya.

“Iya-iya makasih ya Bang Thanat Bang Bright udah rekomendasiin di sini buat ngopinya. Udah tau mau pesen apa? Boleh gue catet sekarang?” Tanya New sebari memegang sebuah tablet kecil untuk menulis pesanan meja tersebut.

“Gue mau latte aja ya New.” Ucap Thanat. “Yang lainnya mau apa tuh cepet.” Ucapnya lagi.

New pun mengangguk langsung memasukkan pesanan pelanggannya tersebut.

“Gue mau americano dua ya New.” Jawab Bright. ”Btw, lu kan kasir kok jadi waitres juga?”

New tersenyum sebari terus memasukkan beberapa pesanan menu yang dipilih oleh rombongan tersebut “lagi rame aja Bang, makanya bantuin dikit. Abis ini juga pulang.” Jawabnya.

“Yah Bang Thanat masih harus kerja sih, kalau engga di anterin pulangnya.” Ucap Thanat yang langsung mendapat sorakan dari teman-temannya.

“Awas buaya, hati-hati Kak New.” Ucap Janhae.

“Modus-modus itu, nanti di jalan malah di hipnotis loh.” Toptap menambahkan.

Mendengar celotehan tersebut New hanya bisa tersenyum lalu berucap “makasih Bang, tapi pake busway aja. Masih banyak kok heheh.”

“Aw aw di tolak, sakit sihhhh.” Namtan terkekeh.

“Kalau gitu saya ulang pesanannya ya.” New kemudian mengulang beberapa pesanan yang tadi ia catat. Setelah ia selesai mengulang pesanan tersebut ia pun berpamitan untuk memproses pesanannya “di tunggu ya pesananya.”

“Jujur.. Emang cakep sih.” Namtan yang pertama berkomentar.

Toptap mengangguk tanda setuju “pantes ni duo buaya bawel banget.”

“Kalay kata gue bening ya pasti beneran bening.” Ujar Thanat sebari terkekeh.

New pub berjalan menuju teamnya untuk menginformasikan pesanan dari meja milik rombongan tersebut. Lalu setelah selesai ia pun kembali bergegas menuju belakang untuk mengambil tasnya lalu kemudian berpamitan untuk pulang karena shift kerjanya hari ini sudah selesai “duluan ya team.”

Karena ia pergi melalui pintu depan ia pun tak lupa berpamitan kepada teman-teman dari sunkissed lalu mulai berjalan menuju pintu keluar.

Beda dengan teman-temannya yang tengh berbincang, Tay kini masih dalam obrolan dengan lawan bicaranya di telfon. “Oke baik Mas, nanti biar saya info ke team dulu. Nanti revisinya di email saja dulu.” Ucapnya lalu mematikan ponselnya.

Tay pun berencana menuju kembali masuk namun saat membalikkan tubuhnya ia pun tak sengaja bertubrukan dengan seorang ibu-ibu paruh baya yang tengah tergesa-gesa sehingga tak sadar Tay akan membalikkan tubuhnya sehingga makanan ibu-ibu tersebut sedikit tumpah mengotori kemeja biru yang tengah Tay pakai.

“Ah! Shit!!! Ibu kalau jalan bisa di pakai gak sih matanya?” Bentak Tay begitu sadar kemeja yang ia kenakan kotor dan meninggalkan noda.

Ibu-ibu paruh baya tersebut sedikit panik dan langsung mencoba membersihkan noda tersebut dengan tangannya namun bukannya menghapus noda tersebut malah membuat nodanya semakin melebar. “Maaf, maaf nak.. Ibu gak sengaja, ibu tadi buru-buru.”

“Gausah di pegang! Malah tambah kotor!” Tay dengan cepat menepis tangan ibu tersebut dengan sedikit kasar.

“Bisa gak usah kasar gak?! Ibu nya kan udah minta maaf!” Tiba-tiba New sudah berdiri diantara keduanya sebari memberikan tatapan tajam ke Tay.

Ibu paruh baya tersebut hanya bisa menunduk sebari terlihat takut.

“Lo siapanya? Anaknya? Nih urusin ibu lo! Jalan kok gak pake mata! Baju gue kotor nih.” Tay membalas tatapan tajam ke New.

New berdecih “wah, sekotor-kotornya baju lo! Lebih kotor lagi sikap lo sama orang tua! Lo gak di ajarin sopan santun ya hah?! Ibu nya kan gak sengaja! Lagian lo bisa kan ngomong baik-baik!!”

“Heh! Jaga ya mulut lo! Mau sengaja gak sengaja tetep aja baju gue jadi kotor! Terus terserah gue dong mau ngomong baik-baik kek engga kek! Hak gue! Lo siapa sih? Main ikut campur aja!” Tay menunjuk New tepat di hadapan wajahnya.

New menggelengkan kepalanya “wah, gue kira orang-orang kaya gak punya otak dan empati terhadap sesama tuh cuman ada di sinetron aja! Ternyata di dunia nyata ada ya! Sini no rekening lo! Biar gue ganti kerugiannya!”

“Kalau bukan di tempat umum udah gue gampar ya mulut lo! Gak ada waktu gue berantem sama orang miskin kaya lo! Sana minggir!” Tay mendorong New sedikit keras sehingga New tergeser lalu ia berjalan meninggalkan New dan ibu paruh baya tersebut.

New mencoba menstabilkan emosinya “demi apapun, gue kasihan banget sama orang yang akan ngabisin sisa hidupnya sama orang yang kayak gitu. Kasian banget sih jodoh lo harus dapetin orang gila kayak gitu.” Lalu menoleh ke ibu paruh baya tersebut “ibu gak papa kan?”

“Gapapa nak, maafin ya.. Gara-gara ibu kamu jadi berantem sama dia. Padahal memang ibu yang salah.” Ibu tersebut mengenggam tangan New.

New menggeleng “siapapun yang salah, dia gak berhak ngomong dan berprilaku kasar seperti itu sama ibu.”

“Iya nak, makasih ya nak.. Kamu anak baik, kelak yang akan jadi jodohmu pasti orang yang paling beruntung. Ibu doakan, semoga apapun yang akan terjadi sama kamu itu adalah kebahagiaan.” Ucap Ibu tersebut dengan tulus.

“Aamiin bu, makasih doanya. Ibu pulang kemana? Hati-hati ya bu. Saya antar.” Lalu ibu tersebut menggelengkan kepalanya “makasih nak, tapi gak usah. Ibu tinggal jalan sedikit kok.”

New kemudian mengangguk “yaudah, aku jalan ya bu? Ibu hati-hati ya?”

Lalu keduanya pun berpisah menuju jalan pulangnya masing-masing.

Sejak beberapa menit yang lalu, lelaki yang memiliki kulit tan yang kini tengah berada dihadapan sebuah pintu kamar apartment tak dapat menghilangkan guratan senyuman di wajahnya, hatinya seoalah penuh dengan bunga bahkan rasanya perut miliknya dipenuhi oleh kupu-kupu yang tengah menari bersama sehingga mendorong dirinya untuk tak melepaskan senyumannya.

ting tong

Tak beberapa lama pintu tersebut menampilkan sesosok wanita berwajah mungil yang langsung membuat senyuman si lelaki tan semakin merekah.

“Kok bisa langsung naik?” Tanya wanita tersebut lalu langsung mempersilahkan Tay si lelaki tan memasuki tempat tinggal miliknya.

“Aku tadi langsung minta pinjem akses ke security nya, langsung dibukain. Udah hapal.” Jelas Tay sebari berjalan mengikuti Namtan.

Namtan mengangguk lalu mempersilahkan Tay duduk di sofa berwarna coklat pekat miliknya. “Udah cees banget ya kamu? Biasanya security sini tuh ribet banget tau.”

“Muka aku gak ada muka penjahat sih makanya langsung dibantuin.” Jawab Tay sebari terkekeh pelan dan Namtan hanya bisa memutar bola matanya dengan malas.

Namtan pun berdiri dari duduknya lalu menoleh menatap Tay “aku masak tau, karena sebenernya aku lagi mager banget keluar. Makan di sini aja ya? Nanti aku angetin dulu.”

“Wah merasa terhormat sekali bisa makan masakan seorang Namtania si selebgram dengan satu juta followers.” Goda Tay yang langsung dibalas tatapan tajam oleh Namtan. “Berisikkkkkk.”

Namtan pun berjalan menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam untuk keduanya, Tay pun tak kuasa menahan dirinya untuk tak melihat prosesnya tersebut.

Tay begitu tersihir saat melihat Namtan yang dengan piawai mempersiapkan makanan hangat untuk keduanya. Tay tak kuasa menahan senyumannya, kupu-kupu di perutnya kembali menari-nari karena membayangkan bagaimana pemandangan ini bisa ia nikmati setiap harinya, ketika ia bisa menghabiskan sisa hidupnya hanya dengan Namtan seorang.

Namtania Tiffany Neala.

Wanita manis yang sudah mencuri hati seorang Tawan Putra Vihokratana, bahkan sebelum Tay mengerti apa yang dimaksud dengan jatuh cinta.

Keduanya tumbuh bersama sejak mereka kecil, Tay dengan sendirinya selalu memiliki rasa ingin melindungi Namtan dan Namtan pun secara tak sadar sejak dahulu sudah terbiasa membutuhkan perlindungan dari Tay.

“Kenapa sih senyam-senyum sendiri, takut deh aku. Terpesona banget ya?” Komentar Nam saat melihat Tay.

Tay terkekeh lalu mengangguk “gak usah ditanya. Ini piringnya langsung aku bawa ke meja makan?” Tanya nya sebari mendekat yang langsung dibalas anggukan oleh Nam “iya, tolong ya Kak. Aku mau siapin minum dulu.” Jawabnya lagi.

Tay pun bergegas membawa kedua piring untuk dirinya dan juga Namtan ke sebuah meja makan berukuran kecil yang berada dekat dengan dapur.

“Nah akhirnya, selamat makaaaan.” Ucap Namtan begitu duduk di hadapan Tay. “Enak gak enak haru abis ya?” Ucapnya lagi yang langsung dibalas anggukan oleh Tay dan tanganya langsung mengusak lembut pucuk kepala milik Namtan “siap Namnamkuu.”

Keduanya pun mulai menyantap makanan di depannya sebari sesekali bercerita tentang hari yang di jalaninya.

Kurang lebih dua puluh menit keduanya menyelesaikan makan malamnya, Tay dengan sigap langsung berdiri mengambil piring yang selesai di pakai oleh keduanya.

“Kak gak usah dicuci, besok aja.” Ucap Nam.

Tay menggeleng sebari terus berjalan membawa piring kotornya menuju tempat mencuci piring. “Udah mending kamu diem aja, kamu udah masak kan? Sekarang giliran aku yang cuci piring.”

Namtan pun membalikkan tubuhnya sehingga kini ia bisa menatap Tay yang kini tengah mencuci piringnya. “Udah ganteng, kaya, pengertian lagi. Siapa yang gak mau coba sama kamu Kak?”

Tay menyunggingkan senyumnya “yang mau sama aku banyak sih, tapi akunya cuman mau sama satu.”

“Siapa sih yang beruntung itu? Penasaran banget deh.” Goda Namtan seolah tak tahu.

”Cluenya punya satu juta followers.” Jawaban Tay sontak membuat Namtan mengigit bibirnya untuk menahan senyumannya yang merekah.

“Tapi dianya gatau sih mau engganya sama aku.” Ucap Tay kembali sebari membereskan piring-piring yang baru saja ia bersihkan.

“Hmm, kayaknya kalau dikasih cincin berlian bakal difikir-fikir lagi deh Kak.” Jawab Nam setengah bercanda. Tay kemudian berjalan kembali mendekat lalu mengusak pucuk kepala Namtan “jangankan berlian, dunia aja bakal aku kasih kalau dia minta.” lalu Tay tersenyum hangat dan entah dorongan darimana Namtan pun langsung memeluk perut Tay yang berada didepannya.

@pandaloura

— Gak boleh.

Setelah perdebatan dengan suaminya, New kemudian memilih membanting ponselnya dengan kasar ke kasur lalu ikut membantingkan tubuhnya sebari langsung beringsut menangis menumpahkan kekesalannya.

Bagaimana ia tidak kesal? Kemarin suaminya lebih memilih makanan dari orang lain dibandingkan dirinya, belum lagi New mendengar fakta bahwa siangnya suami dan orang lain tersebut malah pergi berduaan tanpa peduli izin darinya.

Lebih dari lima belas menit New menumpahkan tangisnya sampai ia tak sadar, saat suaminya memasuki kamar milik keduanya.

Tay hanya bisa menatap lurus suami manisnya yang sedang menangis, setelah perdebatan di ponselnya ia langsung meminta izin sang Papah untuk mengecek kondisi suami manisnya dirumah.

“Nih minum dulu..” Ucap Tay saat sadar tangis New yang sudah mereda. New yang mendengar suara suaminya langsung menoleh dan menatap tajam Tay “nggpaaain kamu..” Ucapnya susah payah.

Tay kembali menyodorkan segelas air putih tersebut “minum dulu, biar kita ngobrol.” New kemudian dengan lemah mengambil gelas tersebut lalu mulai meminumnya.

“Udah? Kalau udah, sini duduk yang betul.” Pinta Tay pada New.

New tanpa sadar mengikuti arahan dari sang suami untuk duduk di kasur milik keduanya.

“Udah tenang? Udah enakan abis nangis?” Tanya Tay lembut namun New masih enggan menjawab.

“Pertama.” Tay memulai pembicaraan. “Komunikasi itu penting, dan aku mohon sama kamu.. Apabila ada yang kamu gak suka atau aku berbuat salah, kamu kasih tau aku. Aku gak bisa nebak-nebak New.”

Tay menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum berucap kembali “kedua, aku tau aku salah gak izin ke kamu perihal aku antar Mbak Sisca.. Dan aku minta maaaf, aku beneran gak ada hubungan apa-apa. Kemarin aku hanya sekedar nganter aja, gak lebih.”

“Tapi kamu..” Belum selesai New menyanggah, Tay kembali bersuara “aku belum selesai, masih giliran aku. Nanti kamu juga punya giliran.”

“Ketiga.” Tay benar-benar menarik nafasnya dalam-dalam “aku sangat sayang kamu New, sangat. Pilihan aku untuk menjadikan kamu teman hidup adalah pilihan yang paling tepat menurutku. Dan aku sangat tidak suka, ketika kata ‘cerai’ atau ‘pisah’ kamu lontarkan dengan begitu mudahnya. Semarah-marahnya aku, untuk mengucap dua hal tersebut tidak pernah ingin aku ucapkan jangankan mengucap, terlintaspun gak pernah New.”

“Oke sekarang giliran kamu, jadi coba jelaskan kenapa kamu sampai seperti ini?” Tay mempersilahkan New berbicara namun New masih memilih menundukkan wajahnya “kalau kamu diem aja, gak akan menyelesaikan masalah.”

New pun akhirnya mengangkat wajahnya menatap sendu suaminya “aku gak suka kamu deket-deket orang lain! aku gak suka mikirin kamu boncengan sama orang lain! Aku gak suka pas tau kamu pergi gitu aja tanpa izin sama aku! Aku cemburu Mas!”

“Aku takut kamu pergi ninggalin aku..” Lirih New perlahan.

Tay menarik nafasnya lalu dengan cepat menarik tubuh teman hidupnya ke pelukannya “aku gak akan pernah ninggalin kamu sayang.” Lalu mengecup pucuk kepala New “maafin Mas ya, maafin Mas gak izin tentang itu. Maafin Mas.”

“Maafin aku juga ke kanak-kanakan gampang banget bilang cerai. Maafin aku.” New kembali pecah dalam tangisnya.

“Aku gatau kenapa, akhir-akhir ini emosi aku gak stabil banget. Aku gak ngerti, bawaannya aku kesel terus. Maunya sama kamu aja. Tapi malah jadi bikin kamu susah ya? Maafin Mas..” Lirihnya kembali.

Tay dengan cepat menggeleng “gak-gak, kamu gak bikin susah sayang gak. Tapi lain kali dikomunikasikan ya? Aku kan gatau apa yang lagi kamu rasain, maafin aku kurang peka ya?” Lalu kembali mengeratkan pelukannya.

“Maafin aku juga Mas, makasih kamu mau langsung pulang dan ngobrolin ini sama aku.” Ucap New lemah.

“lya gapapa, tapi kamu harus inget. Aku sama Mbak Sisca atau sama siapapun diluar sana gak mungkin ada hubungan apa-apa, karena hati aku cuman buat kamu New.” Lirih Tay sebari mengecup dahi suami manisnya.

New kemudian menatap iris mata Tay dengan seksama “janji? Janji hatinya cuman buat aku? Gak boleh buat yang lain? Cuman buat aku seorang?”

“Janji sayang.” Jawab Tay sebari tersenyum hangat.

New pun tersenyum lalu kembali memeluk erat suaminya.

“Janji sama-sama terus ya Mas? Gak boleh sama yang lain, harus sama aku seorang.”

Tay membalas pelukan suaminya lalu kembali mengecup pucuk kepalanya “kamu bisa pegang janjiku New.”

pandaloura

Kangen

New yang tengah merapihkan lemari baju miliknya sebari bersenandung pelan sedikit terkejut saat ada sepasang tangan melingkar di perutnya dan ia merasakan bahunya di kecup pelan “Mas?” Belum sempat New membalikkan tubuhnya sepasang tangan tersebut semakin mengerat “sebentar, Mas kangen.” Ucap Tay lembut sebari sesekali mengecup perpotongan leher sang suami manis miliknya “mandi dulu sana.” Ucap New lembut sebari mengelus lembut lengan kekar Tay.

Tay kemudian mengangguk lemah “tapi kiss dulu.” Lirihnya, New sedikit terkekeh lalu membalikkan tubuhnya menatap netra hitam milik suaminya. Ia tersenyum hangat lalu mengecup pelan bibir teman hidupnya tersebut cup “udah tuh, sana mandi.” Tay menggeleng “kurang lama.”

New terkekeh pelan “ni pantes anak-anaknya manja semua, Ayah nya aja manja gini.” Lalu New kembali mendaratkan bibirnya ke bibir Tay pelan, Tay menyambut hangat kecupan tersebut lalu membalas menyesap bibir New belum sempat Tay membuka mulutnya untuk membuat ciumannya lebih dalam New dengan perlahan sudah melepas tautan keduanya “udah, sana mandi dulu.. Abis mandi, makan dulu udah aku angetin makananya abis itu kamu janji loh mau nemuin anak-anak.”

“Iya-iya, tapi abis itu makan kamu berarti ya?” Tay mengedipkan satu matanya menggoda New yang langsung dibalas tatapan malas “makan gak yaa? Yauda yang penting mandi dulu sana, bau asem kamu.” Tay langsung mengecup kedua ketiaknya secara bergantian “dikit hehehe, yaudah aku mandi dulu ya.” Dibalas anggukan manis oleh New lalu Tay pun mulai membalikkan tubuhnya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

  • Ruang Makan Vihokratana's

“Enak gak?” Tanya New yang dengan seksama menatap suaminya yang tengah lahap menyantap makanan di hadapannya. Tay mengangguk cepat lalu mengacungkan jempolnya “masakan kamu mah gak ada yang gak enak.” New tak bisa menahan senyum manisnya “bisa aja, mau nambah gak?” Tay menggeleng “kenyang sayang, ini udangnya sepiring aku abisin sendiri.” Jawab Tay.

Setelah menyelesaikan makannya Tay pun berdiri dari duduknya sebari membawa dua piring yang baru saja ia pakai. “Sini aku aja.” Ucap New, Tay langsung menggeleng “aku aja, sekalian aku cuci tangan. Kamu kekamar duluan gih, tiduran aja keliatan capek muka kamu. Aku mau ke anak-anak dulu.”

“Yauda, abis ke anak-anak langsung ke kamar ya?” Pinta New yang langsung di balas anggukan Tay “iya sayang.”

Tay pun segera berjalan menuju dapur untuk membersihkan alat makan yang ia pakai, setelah selesai ia pun mulai berjalan menuju lantai dua dimana kamar anak-anaknya berada.

Pertama-tama ia mengetuk pelan kamar anak keduanya “Kak..” Tak membutuhkan waktu lama Frank yang sudah memakai pakaian tidurnya membuka pintu kamar tersebut “ya Yah?” Tay tersenyum hangat “udah tidur? Ayah ganggu ya?” Frank menggeleng “belum, mau masuk?” Tay mengangguk lalu mulai berjalan memasuki kamar milik anak tengahnya “masih nugas Kak?” Tanya Tay “iya.” Jawab singkat Frank.

“Kamu kurusan deh Kak, lagi banyak tugasnya?” Tanya Tay sebari mengelus pucuk kepala Frank lembut, Frank mengangguk sebari menggaruk kepalanya “iya Yah.” Tay mengangguk “Papah kan punya vitamin, jangan lupa di minum nak.”

“Iya.” “Ayah juga.” Ucap Frank lemah. “Ayah apa?”

Frank kembali menggaruk kepalanya yang tak gatal “Ayah juga kayaknya lagi sibuk, jangan lupa minum vitamin.” Tay tersenyum hangat lalu sedikit mendekat ke tubuh Frank kemudian memeluk tubuh anak tengahnya “iya, makasih ya.” Lalu Tay mengecup pucuk kepala Frank “yauda, kalau sudah selesai tugasnya langsung istirahat ya nak?” Frank mengangguk “iya.”

“Yauda Ayah ke kamar yang lain dulu ya?” Frank kembali mengangguk lalu berjalan mengantar sang Ayah keluar dari kamarnya.

Setelah berkunjung ke kamar anak keduanya kini Tay berjalan menuju kamar tamu yang tepat berada di samping kamar Frank, ia kembali mengetuk perlahan lalu pintu tersebut terbuka menampilkan Gemini “eh Om Tay.” Sapa Gemini yang langsung mengecup punggung Tay.

“Halo, gimana Jakarta?” Tay bertanya, Gemini tersenyum “gak sepanas Semarang ternyata Om.” Tay kemudian mengusak pucuk kepala Gemini “kalau butuh apa-apa jangan sungkan ya nak? Kamu juga kalau ada yang mau di tanyakan mengenai kampus tanya Pluem,Frank atau Nanon ya?” Gemini mengangguk “iya, makasih ya Om.”

Tay kembali tersenyum “yaudah, istirahat gih udah malem.” “Eh, besok ada rencana keluar gak?” Tanya Tay. “Aa ngajak keluar sih Om.” Wajah Tay menunjukkan ekspresi kebingungan “Aa?”

“Iya Aa Nanon.” Jawab Gemini kembali lalu Tay pun tak dapat menahan tawanya “dia mau di panggil Aa?” Gemini kembali mengangguk “mau kok Om.” Tay masih sedikit tertawa “oh yaudah, syukurlah. Yaudah, kamu tidur ya? Besok kita ketemu pas sarapan.”

“Iya Om, selamat tidur Om.” Ucap Gemini sebelum menutup pintu kamarnya, Tay mengangguk lalu mulai berjalan ke sebrang kamar Gemini menuju kamar anak sulungnya belum sempat Tay mengetuk pintu tersebut Pluem sudah terlebih dahulu membuka pintu tersebut “eh Ayah..” “Eh, Abang.. Mau kemana?”

Pluem mengangkat gelas di tangannya “isi minum Yah, Ayah mau kemana?” Tanya Pluem. “Mau ngecek aja anak Ayah satu-satu.” Jawab Tay sebari tersenyum lalu Pluem mengangguk “Ayah lagi banyak kerjaan ya? Pluem belum bisa bantu Ayah lagi soalnya di kampus juga lagi banyak tugas.”

“Gapapa nak, bantuin Ayah kalau Abang senggang aja. Kalau urusan di kampus selesai urusan pacaran selesai baru bantuin Ayah.” Ucap Tay sebari tersenyum. Pluem mengangguk lalu sedikit tersipu malu “Ayah kalau ada yang butuh di bantuin jangan gak bilang ke Abang ya?” Tay mengangguk sebari mengusak pucuk kepala anak sulungnya “duh anak Ayah udah gede aja.”

Pluem tersenyum lalu memeluk tubuh sang Ayah perlahan “sehat-sehat ya Yah.” Tay membalas pelukannya lalu tak lupa mengecup pucuk kepala Pluem “iya, Abang juga ya.. Makasih udah jagain Papah sama adik-adiknya.”

“Yaudah sana isi dulu minumnya, Ayah mau ngecek si bontot dulu.” Ucap Tay setelah melepas pelukannya. “Oke Yah, Pluem kebawah dulu ya.” Lalu berjalan meninggalkan Tay yang kini juga sudah berjalan menuju kamar anak bungsunya.

toktok “Dek.. Tidur belum?” Tay mencoba mengetuk pintu kamar Nanon.

“Ayaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh..” Terdengar teriakan dari dalam kamar yang otomatis membuat Tay tersenyum. Begitu pintu tersebut dibuka Tay bisa melihat anak bungsunya langsung memeluk tubuhnya dengan erat “Adek kangeeeennnnn.” Tay pun langsung membalas pelukan Nanon dengan erat “sama Ayah juga kangen sama Adek.”

Nanon melepas pelukannya lalu menarik tubuh Ayahnya masuk kedalam kamarnya “sini, sini Ayah masuk.” Lalu keduanya pun berjalan memasuki kamar tersebut dan mulai duduk di ranjang milik Nanon.

“Ayah kok pulangnya malem terus sih? Aku kan kangen tau.” Ucap Nanon sebari mempoutkann bibirnya, Tay tersenyum lalu mengelus pucuk kepala anaknya dengan perlahan “iya Ayah lagi banyak kerjaan nih.” Nanon kemudian menatap wajah sang Ayah dengan iba “Ayah jangan capek-capek ya? Uang Ayah kan udah banyak, gausah nyari lebih banyak lagi.” Tay tersenyum “gapapa dong, biar nanti kebutuhan semuanya tetep terpenuhi.”

“Tapi jangan sampe sakit ya? Kalau capek jangan lupa istirahat.” Nanon sedikit memicingkan matanya yang membuat Tay tertawa “iya Aa iya.. Eh udah jadi Aa ya?” Tay mencoba menggoda sang anak yang langsung di balas protes oleh Nanon “Ayah jangan panggil Aa, yang panggil Aa Gemini aja.”

Tay masih tertawa “loh kenapa?”

“Pokoknya aku tetep Adek, kecuali Gemini kan dia lebih muda jadi boleh panggil Aa.” Jelas Nanon pada sang Ayah.

Tay kemudian mengangguk “iya-iya, ini mah tetep Adek yang paling Ayah sayang.”

“No satu di hati Ayanya jangan lupa.” Nanon menambahkan.

Tay kembali terkekeh lalu mengecup pucuk kepala Nanon dengan lembut “iya-iya, Adek yang paling Ayah sayang no satu dihati Ayah.” Nanon kemudian kembali memeluk erat tubuh sang Ayah.

“Yauda Adek bobo ya? Jangan telfonan sama si Pawpaw gak jelas itu ya?” Nanon mengangguk “iyaa, dia udah tidur kok.”

“Yaudah, besok katanya mau ngajak Gemini keluar?” Tanya Tay. “Iya, mau ke Sency kayaknya.” Jawab Nanon kembali.

“Duh anak Ayah udah gede banget, kirain bakal marah-marah Gemini kesini tapi malah di ajak main. Pinternya anak Ayah.” Puji Tay yang membuat Nanon tersenyum malu.

“Yaudah, Ayah balik kekamar ya? Adek langsung bobo ya?” Ucap Tay kembali lalu langsung berdiri dari duduknya dan memposisikan anak bungsunya agar berbaring di kasur miliknya.

Setelah menutup tubuh anak bungsunya dengan selimut Tay kembali berpamitan lalu mulai berjalan keluar dari kamar tersebut.

“Ayah matiin ya lampunya.” Ucapnya sebelum keluar.

“Iya, Ayah selamat bobo yah? Bilangin ke Papah juga ya? Adek sayaaaaang banget sama Ayah sama Papah, Ayah sama Papah no satu di hati Adek.” Ucap Nanon yang kembali membuat hati Tay menghangat “iya Adek juga selamat tidur ya? Ayah sama Papah juga sayang banget sama Adek.” Lalu kemudian mematikan lampu kamar tersebut lalu berjalan menuju kamar miliknya.

@pandaloura

Selesaikan

Pukul dua belas siang akhirnya Pluem sampai di depan kediaman keluarga Adulkittiporn.

“Tadi katanya gak usah turun, cukup telfon aja. Di telfon malah sibuk. Ni lagi telfonan sama siapa sih?” Ucap Pluem saat telfonnya tak mendapat jawaban dari sang kekasih.

Kurang lebih dua kali Pluem mencoba menghubungi sang kekasih namun usahanya masih belum membuahkan hasil.

Saat akan Pluem baru akan mencoba panggilan ketiga, ia melihat Chimon yang tengah berlari keluar dari gerbang menuju mobil Pluem “sorry-sorry, udah lama ya?” Ucapnya begitu memasuki mobil Pluem.

“Kamu telfonan sama siapa? Aku dua kali loh coba telfon kamu.” Terdengar nada kesal dari Pluem. Chimon yang masih mencoba menetralkan nafasnya mencoba tersenyum “temen kelas. Sorry-sorry.”

Pluem memicingkan matanya curiga “Perth lagi?” Chimon sedikit terkejut lalu dengan cepat menggelengkan kepalanya “hah? Gak kok bukan. Udah yuk jalan.”

Chimon dengan cepat memasang sabuk pengaman di tubuhnya lalu meminta Pluem mulai menjalankan mobilnya, Pluem yang sedikit masih kesal hanya bisa diam lalu memilih untuk menjalankan mobilnya.

“Jangan ngambek dong.” Ucap Chimon saat melihat wajah sang kekasih sedikit kecut. Pluem hanya membalas dengan dehaman.

Bersamaan dengan itu terdengar beberapa notifikasi dari ponsel Chimon “tuh ada yang chat kamu, penting kali daritadi bunyi terus.” Ucap Pluem sebar masih fokus ke jalan.

“Oh bentar ya.” Ucap Chimon lalu kemudian mengambil ponselnya.

Kurang lebih lima menit Chimon masih fokus dengan ponselnya sebari sesekali menahan kekehannya yang sedikit menganggu Pluem.

“Chi, enaknya lewat kuningan apa mana?” Tanya Pluem namun Chi yang masih sibuk dengan ponselnya masih tak menggubris pertanyaan Pluem.

“Chi? Kamu chat sama siapa sih?” Tanya Pluem kembali “eh boleh lewat kuningan aja sayang.” Jawab Chi lalu kembali fokus ke ponselnya.

Pluem hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu kembali memfokuskan dirinya ke jalan yang ada di depannya.

Kurang lebih lima menit, mobil yang di naiki keduanya pun berhenti yang akhirnya mencuri atensi dari Chimon “eh udah sampe? Cepet banget.” Lalu mengangkat wajahnya “loh kok balik lagi kerumah yang?”

“Kamu turun aja.” Jawab Pluem datar.

“Hah? Kenapa?” Chimon menunjukkan wajah kebingungan.

Pluem menarik nafasnya kasar “kamu selesain dulu aja urusan kamu entah sama siapapun yang lagi kamu hubungin di hape kamu.”

“Eh engga, yaampun sorry. Ayok ih, jalan lagi yang. Sorry-sorry aku gak fokus. Aku gak main handphone lagi. Yuk jalan lagi yu?” Chimon memohon.

Pluem menekan tombol kunci yang berada di pinggirnya lalu tak lama terdengar suara pintu mobil yang terbuka kuncinya “kamu turun aja, aku balik.”

“Abang? Please..” Chimon mencoba mengelus tangan Pluem namun Pluem dengan segera melepasnya. “Kamu turun.” Pluem meminta dengan menekan tegas suaranya yang membuat Chimon sedikit ketakutan.

“Sekarang Chi.” Pinta Pluem kembali yang membuat Chimon tak bisa berkutik dan akhirnya dengan perlahan turun dari mobil sang kekasih.

Begitu Chimon turun dari mobil tersebut, tanpa menunggu lama Pluem pun langsung menginjak remnya kasar meninggalkan Chimon yang kebingungan.

“Chimon tololll, begoooooo.” Ucap Chimon sebari memukul-mukul dahinya.

@pandaloura