pandaloura

Gemini

“Terus ya Pah, kemaren Kakak jorok bangetttttttttttt masa dia pake celana yang bekas tidur semalem.” Terdengar suara sang bungsu Vihokratana yang tengah mengadu tak berselang lama terdengar sanggahan dari sang Kakak “dih, kan dua hari mah gak apa-apa ya Pap? Kan di pake tidur doang.”

“Tetep aja jorooook, ewwwwww..” New hanya bisa terkekeh mendengar keributan dua anaknya “udah-udah, ini bedua segala aja diberantemin ampun deh. Nanti kalau ada Gemini jangan sering-sering ribut ah kasian entar anak orang keganggu.”

Pluem yang sedari tadi duduk terdiam sebari fokus ke ponselnya pun berkomentar “ehiya, Gemini udah di jemput kan?” New mengangguk “udah sayang, tadi sama pak Amir. Mungkin sebentar lagi sampe.” Jawab New.

“Yeay! Asyik, bisa punya temen main PS Deh.” Celoteh Frank yang langsung membuat Nanon menoleh kasar kepadanya “kan ada Adek! Mainnya sama Adek aja! Jangan sama dia! Adek kan bisa Kak.”

Frank pun menolehkan wajahnya menatap adiknya dan siap-siap memasang wajah menyebalkannya “males ah, kalau kalah suka nangis.” Dengan cepat Nanon menyanggah “enggaaa ishhhhh, orang gak suka nangis! Kalau nangis berarti lu nya curang!” Ucapnya tak mau kalah.

“Tuhkan, udah tau dianya dodol.” Jawab Frank. “Papaaaaaaaaaaaaaaah ishhhhh Kakak Paaaaaaaah.” Nanon segera mengeluarkan jurus merengeknya.

“Bocil ngaduuuuuuuan kan, tambah males.” Lalu diakhiri dengan Frank menjulurkan lidahnya.

“Udah-udah jangan berisik ah.” Pluem mencoba menengahi kedua adiknya “nanti mau ada tamu jangan berantem terus.” Ucapnya lagi yang membuat kedua adiknya langsung terdiam bersamaan.

“Giliran Abangnya yang ngasih tau aja langsung diem, dasar.” New terkekeh sebari menggeleng, lalu tak lama terdengar suara ketukan pintu lemah dari arah ruang tamu.

“Tuan, tamunya sudah datang.” Jawab Bi Ida sebari mendorong sebuah koper di tangannya diikuti oleh lelaki tinggi tampan dibelakangnya.

New pun sontak terbangun dari duduknya lalu menghampiri sang tamu “duh, anak ganteng udah sampai ya nak? Bi, tolong kopernya di bawa ke kamar tamu aja langsung ya.” pinta New kepada Bi Ida.

“Nanti sama Gemini aja Mbak.” Ucap Gemini namun Bi Ida suda terlebih dahulu mendorong koper tersebut. “Udah biar bi Ida aja nak.” New tersenyum lembut dan gemini pun mengecup punggung tangan New “makasih ya Om.”

New menganggu lalu mengelus pucuk kepala Gemini “eh Abang Kakak Adek sini, kenalin ini Gemini. Pasti udah pada lupa ya? Terakhir ketemu masih pada kecil.” New memperkenalkan Gemini kepada ketiga anaknya.

“Halo Gem, apakabar? Masih jetlag gak?” Pluem yang pertama menyapa di sambut senyuman hangat sebari mengecup punggung tangan Pluem “baik Bang. Gak kok, cuman 2jam doang.”

Lalu beralih ke Frank yang sudah siap mengepal tangannya untuk melalukan ‘tos’ dengan saudaranya tersebut “tos aja tos, jangan salam kek kesiape aje.” Gemini tersenyum sebari membalas ‘tos’ dari Frank.

“Nah ini anak gendut sambut juga dong.” Tegur Frank kepada Nanon yang langsung dibalas tatapan tajam “orang aku gak gendut!”

New langsung menggelengkan kepalanya “eh, ada tamu juga baru aja di bilangin tadi sama Abang. Ampun.”

“Kakak atuh da.” Celoteh Nanon dan Gemini pun hanya bisa tersenyum kikuk diantara semuanya.

“Udah-udah, nih Adek inget gak sama Gemini? Dulu Adek suka main loh.” New mencoba mengingatkan.

Nanon yang masih mempoutkan bibirnya mengangguk lemah lalu menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Gemini “Nanon.”

“Halo Kak..” Gemini membalas dengan senyuman.

“Jangan Kakak Gem, panggil aja Aa. Aa Nanon. Hahahahahha” Frank kembali menggoda sang adik.

“Nah iya, gapapa Aa aja biar gak ketuker.” Abang ikut menyetujui saran sang adik.

“Isshhhhhh Abang jangan ikut-ikutan!!!” Nanon menggerutu membuat Abang dan Kakak terkekeh puas.

New kembali menggelengkan kepalanya “ampun deh, udah-udah. Gemini udah makan nak?” Gemini mengangguk lemah “tadi sebelum ke bandara udah makan Om.”

“Eh itu mah sore atuh, makan lagi ya? Panggil Papah New aja ya, sekarang Gemini naik kekamar biar di tunjukin sama Aa. Nanti turun lagi, sekarang Papah angetin dulu masakannya ya?” Pinta New yang langsung dibalas delikan mata oleh Nanon “Papah ishhhh!!!!!”

Gemini yang sedikit bingung hanya bisa mengangguk pasrah. “Ayok dek, anterin Gemininya ke atas.”

“Kenapa gak Kakak aja?” Nanon memohon.

“Ayok ah cepetan. Papah mah angetin masakan dulu.” New pun meninggalkan ruangan keluarga tersebut menuju dapur untuk menghangatkan masakannya.

Pluem dan Frank kembali menggoda sang adik “ayok cepet anterin Aa.” Ucap Plue yang berusaha menahan tawanya.

“Isshhhh nyebelin!” Lalu mulai berdiri dari duduknya “ayok cepet, gue tunjukin kamar lo.” Ajak Nanon ketus dan langsung di ikuti oleh Gemini di belakangnya.

“Aa jangan jutek-jutek dong Aa..” Ledek Frank yang lalu di ikuti gelak tawanya dan juga Pluem.

“Berisik!!!!” Ucap Nanon kembali sebari menghentakkan kakinya saat menaiki anak tangga.

waduhhhh, kemusuhan gak nih wkwkwk

Peluk

“Hati-hati ya? Jangan bikin Eyang sama Emak pusing ya?” Ucap New saat mengantar ketiga anaknya yang akan bermalam di rumah sang Eyang.

“Yauda, bye-bye Ayah.. Bye-bye Papah.” Ucap ketiga anak Vihokratana secara bersama.

Setelah mobil kedua orang tuanya meninggalkan rumah milik keduanya, Tay pun lebih dahulu untuk masuk ke dalam rumah diikuti oleh New.

“Mau makan Mas?” Tanya New ragu-ragu, Tay pun memilih menggelengkan kepalanya alih-alih menjawab pertanyaan sang suami, lalu Tay pun berjalan menuju kamar dan New pun masih tetap mengikuti.

Sesampainya dikamar Tay pun mencoba mengganti pakaiannya lalu dengan sigap New mencoba membantu namun Tay dengan cepat mengalihkan tubuhnya memunggungi New. Tak suka dengan sikap suaminya New pun langsung memeluk tubuh sang suami dari belakang.

“Aku minta maaf.” Lirihnya pelan namun Tay masih tak menjawab tapi Tay memilih melepaskan lengan New yang melingkar di tubuhnya. Lalu menatap wajah suami manisnya dengan tatapan sendu “maafin Mas gak bisa bahagiain kamu, kalau kamu emang gak bahagia sama Mas gapapa. Mas ikhlas, kalau kamu mau pergi ninggalin Mas. Mas emang gagal.”

New kemudian memukul dada Tay dengan pelan “apaansih! Gak! Jangan ngomong gitu! Maafin aku, aku kemaren emosi. Gak ada maksud ngomong jahat sama kamu.” Mata New sudah berkaca-kaca.

“Hidup sama kamu adalah hal yang paling aku syukuri dan hal paling terbaik buat aku dan anak-anak. Maafin aku masih kekanak-kanakan, ngomong jahat sama kamu. Padahal kamu selalu usaha kasih yang terbaik buat semua.” Lalu air mata pun mulai membasahi pipi New.

Tay dengan segera menghapus air mata tersebut “jangan nangis, gak-gak. Kamu gak perlu minta maaf, apa yang kamu omongin semuanya bener kok.”

“Gak! Udah jangan dibahas, pokoknya jangan pernah ngerasa gagal. Kamu gak gagal Mas, kamu selalu usaha yang terbaik. Maafin aku yang gak sabar, maafin. Aku sayang kamu Mas.” New kemudian memeluk erat sang suami dan Tay pun membalas pelukan tersebut.

“Sabar ya dek, Mas gatau kamu harus nunggu sampai kapan tapi Mas mau kamu percaya sama Mas kalau Mas pasti usahain yang terbaik buat kamu buat anak-anak.” New mengangguk “aku selalu percaya Mas. Kamu jangan ragu tegur aku kalau aku udah keterlaluan. Aku mau sama-sama terus sama kamu, aku maunya kita sama-sama terus apapun yang akan kita hadepin di depan.”

Tay mengeratkan pelukannya lalu mengecup pucuk kepala New “makasih ya sayang. Mas juga selalu mau terus sama kamu sampai nanti.”

“Aamiin.. Mas kedepannya kalau Mas ada apa-apa bebannya bagi ke aku dong, jangan di pikul sendiri.” lirih New.

Tay mengangguk “iya kamupun ya? Kita sama-sama hadepin apapun berdua ya?”

“Iya..”

“Yauda lepasin dulu pelukannya, Mas bau belum mandi abis kerja.” Tay mencoba melepas pelukan sang suami manisnya namun usahanya sia-sia karena New malah semakin mengeratkan pelukannya “sebentar lagi, aku kangen.”

Tay pun tersenyum hangat dan kemudian kembali mengecup pucuk kepala suami manisnya.

Rumah Tangga

“Pluem masih pusing nak? Kok cucu Eyang diem aja?” Tanya Eyang Wira kepada Pluem saat keduanya tengah berada dikamar milik anak-anak. Pluem menggeleng lemah “gak Eyang.” Wira yang sadar cucu nya sedang tidak baik-baik saja akhirnya mengelus punggung tangan Pluem dengan lembut “Pluem sedih? Kenapa? Sini cerita sama Eyang, janji deh Eyang gak akan bilang siapa-siapa.” Ucap Eyang Wira meyakinkan Pluem dengan mengangkat jari kelingkingnya.

Pluem menatap lemah sang nenek lalu mengaitkan jari kelingking kecilnya dengan sang nenek “Eyang janji ya jangan bilang-bilang? Atau marahin Ayah sama Papah.” Eyang Wira tersenyum lalu mengangguk “janji, coba Abang cerita sama Eyang mumpung yang lain lagi keluar.”

“Semalem, Ayah sama Papah kayaknya berantem gara-gara Pluem sakit.” Cerita Pluem dengan nada sedih. “Papah teriak terus Ayah diem aja, abis itu Ayah melotot ke Papah. Pluem sedih, maafin Pluem ya Eyang..” “Gara-gara Pluem sakit Ayah sama Papah marahan.” Pluem menahan tangisnya lalu Wira dengan cepat memeluk tubuh mungil sang cucu sebari mengelus punggung Pluem lembut “Aduh cucu Eyang sedih ya nak.. Gapapa nangis aja sayang gapapa ya.”

Eyang membiarkan Pluem menangis dipelukannya lalu setelah dirasa tangisan Pluem reda Eyang mulai melepas pelukannya lalu menatap lembut cucunya “Pluem sayang, Pluem udah enak tahun ya?” Pluem mengangguk. “Wah tahun depan sudah mau masuk SD ya?” Pluem kembali mengangguk.

“Pluem sudah besar ya? Karena Abang sudah besar Eyang mau kasih tau sesuatu ke Abang.” Eyang Wira kembali tersenyum lalu mengelus wajah mungil Pluem dengan lembut “Pluem sakit bukanlah penyebab Ayah dan Papah bertengkar, Ayah dan Papah bertengkar pasti ada penyebabnya tapi Eyang yakin sekali penyebabnya itu bukan karena Pluem.”

“Mungkin karena ada hal yang Papah maunya begini tapi ternyata Ayah maunya begitu, seperti misalnya nih Pluem mau makan coklat tapi Eyang malah kasihnya permen pasti Pluem marah kan karena kan Pluem maunya makan coklat bukan permen. Nah, hal-hal seperti itu pasti akan terjadi. Mungkin aja kemarin Ayah sama Papah berantem juga gara-gara hal lain yang Pluem gak tahu. Iya gak?” Pluem mengangguk lemah “jadi bukan karena Pluem kan Eyang?” Eyang langsung menggeleng dengan cepat “pastinya dong, kayanya sih mereka berantem karena Papah mau makan coklat tapi Ayah kan gak suka karena takut giginya bolong jadi aja berantem.” Ucap Eyang mencoba menenangkan sang cucu.

“Yaudah Pluem gak jadi sedihnya.” Ucap Pluem senang. “Wahhhh, anak pinter.. Nanti kalau Papah sama Emak udah pulang kita ajak main lagi ya?” Pluem mengangguk “ajak main Kakak, Adek sama Aki Eyang juga.” Eyang Wira mengangguk “boleh dong, sekarang coba peluk Eyang dulu dong.” Pinta Eyang Wira dan langsung di lakukan oleh Pluem.

  • Sore Hari Kediaman Vihokratana's

“Anak-anak tidur semua Mah?” Tanya New kepada Mamah Wira. “Iya, Papah sama Ayah lagi ngopi di depan. Ibu lagi tidur sama anak-anak.” Jawab Wira, New pun mengangguk “Mamah udah makan? Mau New buatin makan gak? Wira menggeleng lalu mengelus bahu menantunya “daripada bikinin Mamah makanan, Mamah pengen ngobrol deh sama kamu.” New mengangguk lalu keduanya mulai memasuki kamar.

Sesampainya dikamar Wira mengelus wajah menantunya dengan lembut “kalau anak sakit pasti capek banget ya nak?” New menggeleng lemah “gak kok Mah.” Wira tersenyum “Mamah ada janji sama Pluem, tapi kayaknya Mamah harus ingkari janjinya nih.” New menatap sang mertua “Janji? Janji apa Mah?”

“Pluem cerita sesuatu harusnya Mamah gak boleh bilang siapa-siapa tapi demi kebaikan semua kayaknya Mamah harus bilang ke kamu.” New menggigit bibirnya pelan mengerti arah pembicaraan sang mertua.

Wira kemudian menggenggam tangan New dengan lembut “Mamah gatau kenapa kamu sama Tay bisa bertengkar, bahkan Pluem bilang kamu sampai teriak dan Tay melotot.” New masih menunduk “namanya rumah tangga hal-hal seperti itu sangat wajar kok, dulu bahkan Mamah pernah gak sengaja nonjok Papah saking keselnya. Heheh untung aja gak di laporin KDRT.” Mamah Wira mencoba mencairkan suasana.

“Nak, ketika Tay bilang mau nikah ya Mamah jujur takut sekali karena waktu itu umur kalian masih sangat muda sekali. Tapi tau gak, waktu Mamah liat calonnya itu kamu gatau kenapa hati Mamah tenang sekali.. Mamah padahal baru ketemu sekali tapi hati kecil Mamah sudah yakin sekali kalau kamu itu adalah pasangan yang paling baik buat Tay.” New menatap sendu sang mertua.

Wira tersenyum “dan terbukti kan,sekarang kamu jadi pasangan yang baik buat Tay. Jadi Papah yang baik buat tiga anak. Sampe Mamah tuh kadang mikirnya kalau umur Mamah sekamu, punya anak langsung tiga mana suaminya belum berpenghasilan tetap. Pasti stress deh Mamah.” Wira terkekeh diujung ucapannya.

“New juga gak sebaik yang Mamah fikir kok, malah semalem kayaknya New udah bikin Mas Tay sakit hati sama ucapan New. Maafin New ya Mah?” New menunduk sedih. “Emang kamu ngomong apa? Semalem ada hal apa yang sampai bikin kalian debat?”

New mengangkat wajahnya “kemarin New kan panik ya Mah, karena Pluem jarang banget sakit. New sempet nelfon Mamah tapi gak diangkat terus saking paniknya New langsung ngehubungin Ibu. Ternyata Mas Tay gak suka. Karena gak enak harus ngehubungin orang tua, jadi kita cekcok disitu Mah.”

“New masih gak ngerti, kenapa Mas Tay harus marah? Ini anaknya sakit loh? Kenapa gak fokus kesana dulu? Masa aku harus nunggu terus Mah tanpa ngapa-ngapain? Sedangkan waktu aku kabarin dia, dia gak ada kabar.” New akhirnya meluapkan emosinya. “Aku kan minta tolong sama Ibu bukan sama orang lain gituloh Mah.”

Wira mengangguk mencoba memahami kekesalan menantunya “oke, Mamah mulai ngerti arahnya. Jadi kamu kesel, karena Tay ngambek akibat kamu minta tolong sama Ibu? Terus akhirnya jadi debat?” New mengangguk lemah.

“Mamah mencoba senetral mungkin ya nak, karena kamu maupun Tay itu dua-duanya anak Mamah. Tapi mungkin Mamah sedikit ngerti kenapa Tay sampai marah ketika kamu minta bantuan orang lain walaupun sebenarnya kamu minta bantuannya sama Ibu ya. Sayang, Mamah tanya deh.. New selalu pengen keliatan menantu yang baik gak di mata Mamah dan Papah?” New mengangguk lemah.

Wira tersenyum “nah begitupun Tay, Mamah yakin sekali Tay marah karena ketika kamu minta bantuan Ibu di fikiran Tay pasti adalah wah dia bukan menantu yang baik, karena anak sakit saja harus minta tolong sama mertua. Padahal sebenarnya Mamah yakin Ibu pasti gak ada fikiran seperti itu. Ya gak?” New kembali mengangguk.

“Tapi balik lagi, peran Tawan disini adalah sebagai kepala keluarga dan dia pasti ada preassure tersendiri untuk membuktikan tanggung jawabnya terhadap peran tersebut. Mamah gak membela Tawan, karena kalau Mamah di posisi kamu pun pasti akan kesal, harusnya fokus ke anak tapi malah fokus ke hal-hal yang gak penting. Gak penting menurut kamu tapi menurut Tay hal tersebut pasti penting mengingat kenapa dia sampai marah. Iya gak?” New kembali mengangguk. “Sekali lagi Mamah gak membela siapa-siapa cuman Mamah kasih pandangan aja.”

“Iya Mah, New kemarin beneran kalut jadi emosi.” Lirih New.

Wira mengangguk “gapapa, valid kok. Mamah kalau jadi kamu juga pasti kalut. Apalagi gak pegang uang ya?” Wira terkekeh. “Tawan lagi usaha sayang, semingguan ini dia bener-bener di marahin terus sama Papah. Udah jutaan kata kasar kali keluar dari mulut Papah. Jujur Mamah gak tega, kamu tau sendiri Papah Tay tuh segalak apa.”

“Mas Tay gak cerita apa-apa Mah.” New sedikit khawatir mendengar yang dituturkan oleh mertuanya. “Mungkin itu salah satu bentuk tanggung jawab Tay sebagai kepala keluarga, dia gak mau bikin kamu kefikiran. Ratusan kali Mamah bilang untuk kasih uang ke dia tapi dia tetep gamau karena dia beneran mau ngebahagiain keluarga kecilnya dari hasil jerih payahnya sendiri.”

New menunduk rasa bersalah didadanya begitu besar sampai dadanya terasa sesak. “Maaafin Mah, New beneran gatau. New jahat banget, mikir seolah-olah Tay gak berusaha padahal dia udah usaha sebegitunya buat New sama anak-anak.”

“Gak ada yang jahat kok, ini masalah komunikasi aja. Tay nanggung bebannya sendiri dan berakhir kamu gak tau apa beban yang di hadepin sama dia dan saat kalian ada selisih akhirnya jadi boom waktu yang meledak.” Wira kembali mengelus punggung menantunya.

“Namanya rumah tangga itu adalah belajar setiap harinya, nah kalian memang harus melewati situasi seperti ini dulu biar nanti kedepannya kalau ada hal-hal seperti ini terulang kembali lagi kalian bisa mengatasinya sama-sama.” New mengangguk “iya Mah, maafin New ya Mah.”

Wira menggeleng “gapapa sayang, nanti anak-anak Mamah bawa kerumah ya? Pluem juga, kalian ngobrol deh ya berdua.” “Tapi Mah..” Wira kembali menggeleng “gak ada tapi-tapi, pokoknya anak-anak mau Mamah culik dulu. Kalian ngobrol berdua. Titik.”

“Iya Mah, makasih ya Mah..”

“Sama-sama, disabarin dulu ya nak.. Percaya deh, Tawan pasti akan jadi besar asal kamu dukung dan doakan disaat prosesnya berlangsung. Gapapa ada selisih paham gapapa, tapi harus di selesaikan segera. Jangan di pendam nantinya akan jadi boom waktu yang akan siap meledak kapan aja.” New mengangguk lemah.

“Yasudah mumpung anak-anak tidur, kamu juga istirahat ya nak? Mamah juga mau tidur tapi mau sama cucu-cucu aja.” Ucap Wira beranjak dari duduknya meninggalkan New yang masih terduduk di kasur miliknya.

Pandaloura

Menyesal?

Setelah Tay membersihkan tubuhnya ia pun kembali ke kamar untuk melihat kondisi anak dan juga suaminya. Sejak tadi New memang lebih memilih untuk diam seribu bahasa, Tay yang sadar New marah karena perdebatannya dengannya hanya bisa mencoba memahami keadaan New yang sedang tak baik.

Saat ia memasuki kamar miliknya ia hanya bisa melihat sang anak sulung yang tengah tertidur pulas tanpa sang Papah disampingnya, Tay pun berjalan mendekat lalu mengelus dan mengecup pucuk kepala Pluem dengan lembut “cepet sembuh lagi jagoan Ayah.” Pluem yang sepertinya terkena efek obat tak tergubris oleh tindakan sang Ayah dan tetap lelap dalam tidurnya.

Setelah selesai mengecek keadaan anak sulungnya, Tay pun berjalan keluar kamar dengan perlahan untuk mencari suaminya. Lalu tersenyum saat melihat sang suami tengah terduduk di meja makan sebari meminum secangkir teh hangat sepertinya.

“Loh kalau tau mau teh hangat padahal Mas bikinin tadi.” Ucap Tay saat mendekat. New hanya terdiam masih tak memberikan responnya.

“Mau makan? Mas angetin lauknya, kita makan sama-sama ya? Tadi Mas udah cek Pluem, dia tidurnya pules banget.” Ajak Tay lembut namun ajakan tak di gubris lalu New malah memilih untuk berdiri dari duduknya saat ia akan berjalan meninggalkan meja makan tersebut Tay dengan segera menarik lengan sang suami “Hin..”

Dengan cepat pula New melepaskan tangan Tay di lengannya “lepas, aku mau ke kamar.” Tay mencoba menahan emosinya lalu berkata “Mas tau kamu kesel, Mas minta maaf kalau ucapan Mas tadi ada yang bikin kamu marah.”

“Pluem sakit Mas! Tapi kamu malah sibuk ngeributin aku pinjem uang ke Ibu! Kalau kamu memang gak mau aku pinjam ke Ibu, kamu penuhin dong kebutuhan aku sama anak-anak!” New mencoba mencurahkan kekesalannya. “Iya Mas minta maaf.” Lirih Tay lemah.

“Tau gini aku mending kerja! Biar anak-anak gak kesusahan gini! Boro-boro buat beli vitamin, susu aja sampe gak kebeli Mas!” New sedikit menaikkan nada suaranya. “Hin, tenang.. Pluem lagi tidur.” Ucap Tay mencoba meredam emosinya.

“Coba kalau aku kerja, gak akan kita kesusahan gini! Anak-anak lagi banyak biaya Mas, kamu mikirin gaksih? Sampe anak kamu sakit begini karena kurang vitamin terus pas aku minta bantuan Ibu ku kamu malah balik marah sama aku? Yang harusnya marah siapa? Aku!” Tay masih diam tak memberikan respon apapun.

“Emang kamu fikir aku gak batin Mas, ngeliat anak-anak mau jajan aja susah! Bayar iuran sekolah selalu telat, sampe sakit aja aku sampe harus pinjem uang ke Ibu ku!” Ucap New kembali mengeluarkan emosinya.

“Kalau tau akan gini mending aku..”

Tay mengangkat wajahnya lalu menatap tajam suaminya “mending apa? Gak nikah sama aku? Kamu menyesal nikah sama aku? Iya New? Jawab.”

Belum bisa New menjawab ucapan Tay, keduanya terinterupsi oleh suara Pluem yang kini tengah berdiri menatap sendu keduanya “Ayah sama Papah berantem ya gara-gara Pluem sakit?”

New dengan cepat menggeleng lalu memeluk tubuh anak sulungnya “gak, Ayah sama Papah gak berantem sayang enggak. Pluem kenapa bangun sayang? Yuk kita ke kamar lagi ya nak.” Lalu New mengangkat Pluem naik kepangkuannya kemudian meninggalkan Tay yang masih berdiri terdiam di posisinya.

“Lu emang gak berguna Tay.” Lirihnya kembali dalam hati.

@pandaloura

Nanti aja

Setelah membaca pesan terakhir dari suaminya, Tay hanya bisa mengusak wajahnya kasar dan berusaha menstabilkan emosinya yang sekarang tengah meledak-ledak.

“Tapi New bener, kamu memang gak bisa urus keluargamu Tay. Kamu gak bisa penuhin semua kebutuhan mereka Tay. Akui, bahwa kamu memang bukan kepala keluarga yang baik.” Batin Tay.

Beberapa menit pun berlalu dan nafas Tay sudah mulai normal. Dengan perlahan ia pun membereskan barang bawaannya, ia harus segera pulang agar bisa tahu kondisi anak sulungnya. Belum selesai Tay menyelesaikan urusannya tiba-tiba pintu ruangan miliknya terbuka dengan kasar menampilkan sang Papah dengan muka yang tegang.

“Kamu! Mau kemana kamu?! Papah mau bicara!” Ucap sang Papah, namun tak lama terdengar suara lembut wanita yang berdiri di belakang Tuang Vihokratana “pelan-pelan, gak usah teriak-teriak.” Wanita tersebut adalah ibu dari Tay yakni, Wira Vihokratana.

“Tay kamu mau kemana? Ini belum waktunya pulang kan?” Tanya Wira dengan lembut. Tay menunduk lemah lalu kembali menarik nafasnya berat “Pluem sakit, badannya demam. Aku izin mau lihat kondisinya dulu, tadi New sudah bawa Pluem ke dokter tapi aku gak tenang kalau gak liat langsung.” Jelas Tay perlahan.

Mata Tuang dan Wira Vihokratana membulat dan wajahnya menampilkan ekspresi terkejut “astaga! Yauda, kita kerumah kamu sekarang!” Wira yang pertama bersuara, diikuti oleh Tuang “dibawa ke dokter mana? Jangan yang sembarangan! Yauda kita kesana sekarang! Kamu naik mobil Papah saja.”

Lalu ketiganya pun langsung berjalan meninggalkan ruangan kerja Tay menuju kediaman Tay.

“Pah, maafin ya Tay gak bisa kasih yang terbaik buat perusahaan Papah. Kalau Papah ngerasa Tay gak pantes gapapa, biar Tay mundur dan cari kerjaan yang lain.” Ucap Tay begitu memasuki mobil sang Papah.

“Nanti saja bicara pekerjaannya, yang penting sekarang adalah kondisi cucu Papah.” Jawab Tuang dengan tegas.

Wira yang sadar suasana di mobil tersebut sudah tak mengenakkan mencoba mencairkan suasana “gapapa, masalah kerjaannya di tahan dulu ya? Sekarang kita fokus ke Pluem dulu. Tadi tuh Mamah dapat telfon dari New, tapi pas Mamah mau call balik handphone Mamah abis batre, aduh nyesel gak ngangkat.” Jelas Mamah Tay.

“Frank sama Nanon gimana? Aduh New kesusahan dong Pluem sakit yang dua gimana?” Terdengar suara Wira penuh dengan kekhawatiran.

“Ada Ayah sama Ibu dari Bandung.” Jawab Tay lemah.

“Astaga, sampe kesini? Aduh, Mamah jadi gaenak sampe besan pada kesini. Pah ayok cepet Pah.” Pinta Wira kepada sang suami.

Sesampainya di kediaman Tay, ketiganya langsung di sambut oleh Frank dan Nanon yang tengah bermain dengan Aki dan Emak diruang tamu.

“Eyaaaaaaaaanggg.” Frank berteriak dan langsung berlari menuju Eyangnya. Tuang langsung mengangkat tubuh sang cucu naik ke pangkuannya “duh, jagoan Eyang udah gede aja.” Sedangkan Nanon langsung berlari ke arah Ayahnya memeluk kaki sang Ayah “Ayahhh kok udah pulangg, Ayah main..”

“Loh Eyang gakmau di ajak main nih?” Wira menginterupsi. Nanon mengangguk lalu beralih memeluk Eyangnya.

“Haloo Bu, yaampun.. Kesini mendadak ya? Gak sempet saya jemput nih.” Ucap Wira membuka obrolan dengan Ibu dari menantunya.

“Iya gapapa Mah, denger cucu sakit panik langsung kesini aja.” Jawab Ibu New.

Tay pun langsung mencium punggung tangan sang mertua “maaf ya Yah Bu, sampe ngerepotin kesini.” Ibu New tersenyum sebari mengelus punggung menantunya “gak ngerepotin kok Nak, sekalian main aja. Udah lama gak jenguk cucu-cucu ibu.”

“Kakak turun dulu ya sayang? Eyang mau lihat Abang dulu ya? Nanti abis lihat Abang kita main lagi ya?” Ucap Tuang kepada Frank yang dibalas anggukan lalu Frank dengan perlahan turun dari pangkuan sang Kakek.

“Kita lihat Pluem dulu ya Bu..” Ucap Tuang kepada besannya.

“Iya-iya, New didalem sama Pluem. Pluemnya tadi gamau lepas dari New, makanya New nya didalam. Biar Kakak sama Adek main lagi ya sama Aki sama Emak ya?” Emak mempersilahkan ketiganya untuk melihat keadaan Pluem yang kini tengah tertidur di kamar.

Begitu memasuki kamar tidur milik New, Tay melihat New tengah tertidur memeluk Pluem.

“Oh tidur ya? Yauda biarkan tidur dulu aja, nanti kalau bangun baru Mamah cek lagi.” Bisik Mamah namun bisikan tersebut tetap membuat New terjaga dan sedikit terkejut saat melihat suami dan juga kedua mertuanya.

“Eh Mamah Papah.. Maaf New ketiduran.” Ucapnya sebari langsung mencoba duduk.

Mamah Tay langsung menahan menantunya untuk bangun “udah gapapa, tidur lagi aja. Pasti kamu capek. Pluemnya rewel gak? Masih demam?”

“Rewel sebentar karena pusing, tapi udah dikasih makan sama obat jadi demamnya udah turun sedikit Mah.” Jelas New kepada sang mertua.

Mamah Wira mengangguk mengerti “yauda biarkan tidur saja dulu, kamu fokus ke Pluem aja ya nak? Nanti Kakak sama Adek biar Mamah sama Ibu yang urus. Maaf tadi Mamah gak sempet angkat telfon kamu.”

“Gapapa Mah, yang penting Pluemnya udah ditangani sekarang.”

“Yauda kamu ikut tidur lagi aja. Mamah sama Papah keluar ya?” New mengangguk.

“Tay mau disini dulu Mah.” Ucap Tay sebari mengantar kedua orang tuanya keluar dari kamar. “Yauda, tapi di biarkan aja Nak. Biar New sama Pluemnya istirahat.”

Tay mengangguk lalu kembali memasuki kamarnya, terlihat New kembali memeluk tubuh anak sulungnya.

“Kamu udah makan Dek?” Tanya Tay yang di balas anggukan oleh New.

“Masalah tadi yang di chat..” Belum selesai Tay menyelesaikan ucapan New langsung menyanggah “anak aku lagi istirahat, kalau mau ngobrolin hal gak penting nanti aja.”

Tay pun mencoba menarik nafasnya perlahan lalu mengangguk dan mulai bangun dari duduknya “yauda kamu istirahat aja dulu, biar anak-anak aku yang urus.” Lalu mulai meninggalkan New dan juga Pluem.

Sakit

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas pagi, New pun kini tengah bersiap-siap untuk menjemput kedua buah hatinya di sekolah.

“Yuk, Adek mau jemput Abang sama Kakak kan?” Ucap New sebari memakaikan anak bungsunya jaket bwrwarna biru langit. Nanon tersenyum lebar saat kedua saudaranya disebut “Adek mau main sama Abang sama Kakak, ayo jemput Pah ayo.”

New tersenyum hangat lalu mengenggam tangan sang anak “yuk, let’s go!”

Keduanya pun mulai berjalan meninggalkan kediaman sederhana milik keluarga kecilnya, berjalan kurang lebih tujuh menit untuk sampai ke sebuah taman kanak-kanak tempat Pluem dan Frank bersekolah.

Sesampainya di sekolah tersebut New pun bergegas memasuki ruangan kelas A dimana Frank berada, ia disambut hangat oleh Miss Anita selaku guru yang bertanggung jawab di kelas Frank.

“Halo Pap.. Frank, nih Papahnya udah jemput sayang.” Ucap Miss Anita yang membuat Frank langsung mengambil tasnya kasar dan langsung berlari ke arah Papah dan juga adiknya.

“Haloo Miss.. Aduh Kak, jangan lari-lari sayang.” “Nih main dulu sama Adek ya? Papah mau ngobrol sebentar sama Miss.” Pinta New yang langsung di setujui oleh Frank. Frank pun dengan senang hati mengajak adiknya bermain di taman.

New kemudian berjalan memasuki ruang kelas tersebut dan Miss Anita mempersilahkan duduk.

“Miss.. Frank belum bayar iuran kelas ya? Mohon maaf ya Miss ada keterlambatan.” New membuka pembicaraan.

Miss Anita tersenyum lalu akhirnya mengangguk “gapapa Pap, Pap mau bayar hari ini kah? Atau mau bulan depan?”

“Bulan ini aja Miss.” New pun dengan perlahan mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan satu lembar seratus ribuan. Miss Anitta pun mengambil uang tersebut dan tak lupa mencatat pembayarannya.

“Ohiya Pap, bulan depan juga kita akan ada kegiatan diluar ruangan bersama. Masih tahap diskusi sih tempatnya nanti untuk rincian biayanya saya infonya?” New mencoba menstabilkan ekspresinya dengan tersenyum “iya Miss, makasih infonya.”

Setelah keduanya menyelesaikan pembayaran tersebut, New pun segera pamit untuk menjemput anak sulungnya yang berada di kelas B.

“Kak, Papah keruangan kelas Abang dulu ya? Kakak sama Adek dulu ya nak?” Ucap New kepada Frank. Frank pun mengangguk lalu kembali bermain dengan sang adik.

Sesampainya diruangan kelas B, New sedikit tertegun melihat Pluem terduduk lemas di mejanya.

“Eh Papah Pluem, ini Pluem kayaknya sedikit gak enak bada nih Pap. Badannya agak anget tadi mau diantar pulang duluan katanya gak usah karena mau pulang bareng Frank aja.” Jelas Miss Corry selaku guru yang bertanggung jawab di kelas B.

New pun bergegas mendekat lalu mulai memeriksa tubuh anak sulungnya “Abang kalau gak enak badan kenapa gak bilang sayang? Yaampun.” Ucap New khawatir.

“Abang gapapa, cuman pusing aja.” Jawab Pluem mencoba menenangkan. New pun dengan sigap meraih tubuh Pluem untuk masuk kedalam pelukannya.

“Besok Pluem istirahat saja ya dirumah? Gak usah ke sekolah dulu ya?” Miss Corry mengelus pucuk kepala Pluem lembut.

New pun dengan sigap mengangkat tubuh Pluem kepangkuannya. “Miss terimakasih ya, Pluem saya bawa pulang ya.”

Miss Corry tersenyum lalu mempersilahkan “hati-hati ya Pluem, jangan lupa istirahat.”

“Aku jalan aja Pah.” Ucap Pluem lemah. New menggeleng sebari mengelus punggung anaknya “gak sayang, hari ini Abang Papah gendong pulangnya ya nak.. Abang tidur aja gapapa.”

Keduanya pun berjalan menuju taman untuk menjemput Frank dan juga Nanon.

Frank dan Nanon yang tengah bermain langsung menoleh ketika New memanggil keduanya.

“Kak.. Adek.. Ayok pulang.” Panggil New dari pinggir taman.

“Aaaaah Abang di gendong, Adek mauuuuu.. Gendong Adek mau Papahhhh.” Nanon langsung berlari dan menubrukkan tubuhnya ke kaki New.

“Pah Adek mau gendong Pahh.. No Abang Pah.. Adekkk aja Pah..” Rengek Nanon kepada New.

“Sayang.. Abangnya sakit. Yang digendong Abang dulu ya? Adek pegangan sama Kakak aja ya nak?” Pinta New lembut.

Nanon masih merengek sampai Frank akhirnya membantu menenangkan “Adek sama Kakak aja, kita pegangan erat ya? Kan Adek hebat jadi jalan aja sama Kakak ya?”

“Yauda tapi pegangan yang erat ya Kak?” Pinta Nanon dan langsung mengenggam tangan Frank.

New tersenyum hangat “makasih sayang, sini tangan Kakak.. Kakak pegangan sama Papah, Kakak pegangan sama Adek ya? Jadi kita sama-sama ya?”

Frank mengangguk lalu ikut mengenggam tangan New.

“Yeaaay kita sama-sama.” Celoteh Nanon dengan gembira.

Keempatnya pun berjalan beriringan dengan Pluem yang masih diatas pangkuan sang Papah.

Dalam hati New ia merasa sedikit bersalah melihat si sulung terkulai lemas di pangkuannya, dadanya sesak berharap sakitnya berpindah kedirinya.

“Maafin Papah Pluem..” Lirihnya dalam hati.

Sabar.

Jam sudah menunjukkan pukul delalan lewat tujuh belas menit, matahari sudah berganti tugas dengan bulan dan langit kini sudah sepenuhnya gelap.

Namun Tay kini masih berdiri dengan wajah menunduk di hadapan sang Papah. “Kamu gimana sih Tay?! Masa kamu gak cek kualitas kayu nya? Ini client gede Papah loh! Gak pernah dia komplain, baru kali ini beliau komplain saat kamu yang handle! Ini baru dikasih tanggung jawab segitu aja udah bikin kesalahan! Gimana kedepannya?” Tegas Tuang Vihokratana kepada sang anak.

“Maaf Pah, Tay salah cek.” Kilah Tay.

Tuanf Vihokratana hanya bisa menggelengkan kepalanya “gimana mau dapet client kamu Tay? Ini Papah sampe malu banget, aduh.. Udah-udah percuma, mending kamu pulang aja. Ini biar Papah yang handle.”

Tay pun hanya bisa mengangguk pasrah dan memilih untuk meninggalkan sang Papah, masuk keruangan kecil miliknya mengambil kunci motor bebeknya dan bergegas pulang kerumahnya.

Sesampainya dirumah rasa lelah dan sedihnya seolah menguap begitu saja saat melihat ketiga buah hatinya dan teman sehidup sematinya tengah tertidur dan saling memeluk di ruang tv rumahnya. Ia tersenyum lalu mendekat dan menyempatkan mengecup lembut pucuk kepala New.

“Eh Mas, baru pulang ya? Duh aku ketiduran maaf.” Ucap New yang terbangun karena tindakan Tay tadi. Tay menggeleng lalu mengelus lembut wajah sang suami manisnya “gapapa, kamu pasti capek. Aku pindahin anak-anak dulu ya?” Tay pun dengan perlahan memindahkan Pluem terlebih dahulu.

“Yaudah, aku siapin kamu makan malem sama baju buat beres mandi.” Ujar New sebari langsung bangun dari tidurnya.

Kurang lebih dua puluh menit berlalu, kini keduanya tengah duduk di sebuah meja makan sederhana sebari New memperhatikan sang suami menyantap makan malamnya. “Sopnya enak gak?” Tanya New yang langsung dibalas anggukan oleh Tay “masakan kamu selalu enak sayang.”

New tersenyum “di sopnya tinggal ceker, gapapa ya? Tadi paha sama sayapnya di makan anak-anak.” Tay kembali mengangguk lalu tersenyum “kamu kan tau Mas suka banget ceker jadi gapapa.”

“Mau nambah gak Mas?” Tay menggeleng sebari mengangkat piring dan mangkoknya “kenyang banget, udah cukup.” Lalu bangkit dari duduknya kemudian berjalan menuju dapur untuk membersihkan bekas makannya. Dan New pun mengikuti langkah sang suami.

“Simpen situ aja Mas, biar aku yang cuci besok.” Ucap New pada Tay. “Gapapa, biar aku yang cuci. Kamu ke kamar aja duluan gih. Istirahat, dapur biar Mas yang rapihin.”

New menggeleng “gakpapa besok aja, kamu pasti capek deh.” Tay menggeleng “gak kok, kamu pasti yang lebih capek dari pagi pasti gak berhenti-henti kan pasti ada aja yang dikerjain.” Lalu dengan telaten ia mulai mencuci piring-piring di hadapannya.

“Mas aku sedih deh.” New yang berdiri disamping Tay memulai pembicaraan. “Kenapa sayang?”

New menghela nafasnya berat “hmm, tadi kan aku main ditaman sama anak-anak terus gak lama ada abang-abang jualan permen yang bisa di bentuk-bentuk ituloh Mas.” Tawan mengangguk “terus..” Kembali mempersilahkan New bercerita.

“Anak-anak mau kan, pas aku cek uang receh aku cuman ada dua ribu.” Suara New terdengar sedih “terus Abang tiba-tiba bilang, kalau Abang gak suka dan dia gak mau beli yang penting adik-adiknya kebeli. Jujur, aku sedih banget ngerasa bersalah sama Abang.” Tay yang akhirnya menyelesaikan agenda cuci piringnya sedikit tertegun tapi ia mencoba menghibur sang suami dengan memberikan senyumannya “sabar dulu ya.. Nanti, kalau usaha aku udah berjalan lancar aku janji.. Anak-anak gak akan pernah kekurangan. Sabar dulu ya dek? Maafin Mas.”

New menggeleng cepat “gak-gak, jangan minta maaf Mas. Aku cuman mau cerita aja.” Lalu keduanya berjalan beriringan menuju kamar. “Mas..” Ucap New perlahan. “Yaa?”

“Kalau aku coba kerja juga gimana? Kan lumayan bisa bantu-bantu buat kebutuhan, kemarin temenku bilang Bank BCM buka lowongan juga.” New memberikan saran. Tay berdeham lalu menghentikan langkahnya kemudian menarik lengan sang suami manisnya “kalau kamu kerja, anak-anak siapa yang ngurus? Mau di titipin ke Mamah? Atau mau manggil yang momong? Kan sama-sama ngeluarin biaya dek.”

New sedikit setuju dengan pendapat sang suami. “Udah, kamu fokus sama anak-anak aja ya? Urusan uang biar jadi tanggung jawab aku. Oke?” New kemudian mengangguk lemah. “Kamu cukup percaya sama aku ya Hin? Aku janji akan usahain yanh paling baik buat kelurga kita.” Lalu Tay mengecup pelan pucuk kepala suaminya yang dibalas pelukan hangat oleh New.

—Maaaaf.

“Udah, tenang dulu dah. Lu nya jangan nangis dong, Ayah Tay gapapa, percaya deh.” Ucap Fiat sebari memakai helm di kepalanya, lalu menyodorkan sebuah helm untuk di pakai Nanon yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri “nih, pake dulu deh.” Nanon yang sedang mencoba menghapus air matanya kemudia mengambil helm tersebut dengan perlahan “gue, hiks.. Ga..Maa..U Ayah kenapa hiks, napa..”

Fiat mulai menaiki motor maticnya “gak, ayok cepet naik. Entar Papah gue keburu bangun, bisa di ocehin pagi-pagi pake motor Mas Tono —sopir keluarga Singto. Nanon pun dengan segera menaiki motor tersebut dan keduanya pun dengan perlahan mulai meninggalkan kediaman keluarga Ruangroj.

Kurang lebih lima belas menit berkendara, akhirnya kedua remaja tersebut mulai memasuki sebuah kawasan perumahan dan motor yang dikendarai oleh Fiat akhirnya berhenti di sebuah rumah sederhana yang memiliki pagar berwarna hitam. “Udah sana masuk cepet.” Ucap Fiat begitu Nanon turun dari motornya. Nanon sedikit ragu “temenin Kak..”

“Euh ampun deh, yaudaa.. Bukain gerbangnya cepet, gue parkirin dulu motornya.” Perintah Fiat yang langsung di ikuti oleh Nanon.

Di dalam rumah, New yang tengah membereskan dapur pun mendengar suara gerbangnya di buka akhirnya menghentikan kegiatannya lalu berjalan kedepan melihat siapa yang datang.

“Eh nak, diantar Fiat? Pake motor siapa itu?” Tanya New. Fiat pun tersenyum lalu segera mendekat dan mencium punggung tangan New “punya Mas Tono Pah, nganterin ini nih ada yang nangis-nangis pengen buru-buru pulang denger Ayahnya sakit.” Jawab Fiat sebari menunjuk Nanon dengan matanya.

New tersenyum hangat lalu merangkul keduanya “yauda masuk dulu ya? Udah pada sarapan belum? Papah bikinin telor dadar ya? Ada nasi anget nih.” Fiat dengan segera menggelengkan kepalanya “Pah, Fiat bukannya nolak rejeki deh beneraaaaan. Ini kan pinjem motor Mas Tono, kalau Papah Kit tau Fiat keluar pake motor pasti marah besar deh. Jadi, Fiat pulang aja ya? Yang penting Nanonnya dah sampe.” Jelas Fiat.

“Hmm, yauda.. Makasih ya udah nganterin.. Fiat hati-hati ya nak bawa motornya, pelan-pelan ajaya?” Fiat pun mengangguk lalu kembali mencium punggung tangan New lalu berpamitan dengan sepeda motornya meninggalkan New dan juga sang anak yang masih tertunduk dihadapannya.

“Ayah gapapa. Semalem sempet panas banget demamnya tapi udah di kasih pereda panas, kalau hari ini istirahat besok kayanya udah sehat lagi kok.” Ucap New lembut sebari mengelus pucuk anak semata wayangnya mencoba mengurangi rasa cemas yang dirasakan oleh Nanon. “Nanon, sarapan dulu yuk?” Ajak New lembut.

Nanon mengangkat wajahnya menatap sendu Papahnya “maafin Nanon ya, tapi Nanon pengen liat Ayah dulu boleh gak?” New tersenyum hangat lalu mengelus wajahnya Nanon dengan lembut “boleh sayang, tapi sarapan dulu ya? Ayahnya juga baru banget tidur. Nanti selesai sarapan, Nanon mandi dulu baru samperin Ayahnya. Oke?” Nanon menghela nafasnya berat namun langsung mengangguk lemah setuju dengan permintaan sang Papah lalu keduanya pun mulai memasuki rumah.

Setelah membuat sebuah telur dadar untuk sarapan sang anak, New pun memilih menemani anaknya menyantap sarapan tersebut di dapur minimalis miliknya ia sesekali tersenyum saat melihat anak semata wayangnya kini sudah tumbuh menjadi seorang remaja. “Papah kenapa sih liatin aku terus?”

“Masa ngeliatin anak sendiri gak boleh? Papah kangen abisan, ditinggalin anak ngambek dua hari gak pulang.” Jawab New dengan sedikit kekehan. Nanon hanya bisa terdiam mendengar jawaban sang Papah dan memilih untuk kembali melanjutkan aktivitas sarapannya. “Mau nambah gak?” Tanya New yang langsung di balas gelengan oleh Nanon. “Mau minum susu gak?” Tanya New kembali. Nanon kemudian mengangkat wajahnya lalu menatap tajam New “Nanon udah gak minum susu Pah! Kan udah bukan anak kecil iissshhhhh, Papahh jangan nawarin Nanon minum susu gitu ya kalau di depan Kak Fiat.”

New mencoba menahan tawanya “loh kenapa? Boneto kamu masih banyak tuh, katanya mau ganti rasa coklat. Udah di beliin tuh.” Nanon semakin menatap tajam Papahnya “Papaaahh ihhhhhhhhh.” New akhirnya terkekeh “emang kenapa sih? Papah gak salah kan, Nanon kadang masih suka minta bikinin susu kok ke Papah, iya gak?”

“Iya sih tapi mulai sekarang gak, gakan minta Papah bikinin susu. Pokoknya Papah jangan bilang siapapun Nanon masih suka minum susu, apalagi Kak Fiat. Oke? Janji ya?” Pinta Nanon dengan mata memohon. “Emang kenapa sih?” New terheran. “Pokoknya gak boleh ada yang tau, aku kan udah 15 tahun malu kalau ketauan masih minum susu.” Jelas Nanon yang membuat New kembali terkekeh.

“Oh jadi anak Papah ini malu udah gede masih minum susu? Kenapa mesti malu coba?” Nanon kembali menggeleng “ishhhh pokoknya maluuuu aja, aku kan udah gede Pah...”

New kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya “ohiya, udah gede ya? Udah gede maka dari itu kalau mau sesuatu dan gak di penuhi langsung kabur? Atau marah-marah ya?” Ucapan New membuat Nanon menundukkan wajahnya tak berani menatap sang Papah.

“Maaf.” Lirih Nanon.

“Nak, Papah tau Nanon marah dan Papah gak larang kok kalau kamu mau mengungkapkan marah kamu. Tapi, ucapan Nanon sama Ayah jujur bikin Papah sedih.” “Coba angkat mukanya Papah mau ngomong serius sama Nanon.” Pinta New, Nanon pun mengangkat wajahnya perlahan menatap sang Papah.

New tersenyum lalu menarik tangan anaknya dengan perlahan ia menggengam tangan sang anak “Nanon kan udah besar, dan Nanon pasti ngerti bahwa dulu Ayah datang terlambat kekita bukan karena bekerja. Sayang, dulu memang Ayah melakukan kesalahan tapi Nanon sadar gak setelah Ayah nemuin kita, Ayah pasti selalu menuhin apapun kemauan Nanon.” Ucap New perlahan “iya gak?” Nanon pun mengangguk “iyaa.”

“Inget gak, dulu Nanon kalau mau beli hotweels cuman boleh tiga bulan sekali? Tapi waktu ada Ayah, hampir tiap hari loh Nanon beli. Atau, Nanon inget gak waktu ada pekan orang tua Ayah sampe gak kerja buat nemenin Nanon seharian di sekolah? Hm apalagi ya?”

“Waktu Nanon nyobain mobil Ayah tapi malah nabrak, Ayah gak marah.” Jawabnya perlahan. New tersenyum “sayang, hal-hal tersebut emang gak bisa menebus salahnya Ayah di masa lalu karena ninggalin kita. Tapi, Ayah sampai detik ini selalu berusaha buat menebus kesalahannya di masalalu sama kita. Dia mendedikasikan hidupnya buat kita terutama untuk Nanon.” New kembali mengelus punggung tangan sang anak “semarah-marahnya Nanon, boleh gak jangan bicara seperti kemarin lagi sama Ayah? Papah aja sedih banget, apalagi Ayah.”

Nanon kini sudah tak bisa membendung airmatanya, dadanya di penuhi dengan rasa bersalah. “Maaafin Pah..” New mengangguk lalu segera turun dari duduknya dan bergegas memeluk anak semata wayangnya “gapapa sayang, gapapa. Udah jangan sedih lagi, Ayah ngerti kok kalau Nanon emosi.”

Setelah lima menit New membiarkan Nanon menangis, akhirnya tangisnya pun mereda lalu New kembali menatap wajah anaknya sebari membantu menghapus air mata diwajah Nanon “udah, katanya mau ketemu Ayah masa mukanya nangis gini. Ntar Ayah makin khawatir loh liat anak kesayangannya nangis begini.”

“Mau ketemu Ayah sekarangggg.” Pinta Nanon. “Gamau mandi dulu?” Dengan cepat Nanon menggeleng “sebentar aja, pengen liat dulu.” New pun mengangguk setuju lalu mengajak sang anak untuk melihat suaminya.

Saat memasuki kamarnya, New melihat Tay yang tengah terduduk sebari meminum air putih yang sengaja New siapkan “eh udah bangun Tee? Masih pusing?” Tay menggeleng “enakan kok. Kamu ngobrol sama siapa?”

“Lah, mana tu bocah.” Ucap New saat tersadar anaknya tak ada di belakangnya, lalu ia pun keluar kembali dan mendapati Nanon yang terlihat ragu untuk masuk kedalam kamarnya “loh kok disini? Katanya mau liat Ayah.”

Nanon menunduk “Ayah gak akan marah kan?” New tersenyum “gak dong, Ayah kan sampe sakit begini karena kangen banget sama Nanon. Kalau udah ketemu pasti langsung sembuh deh.” Jawab New menenangkan. “Ayok masuk.” New mencoba menarik lengan Nanon dengan perlahan dan mulai kembali masuk ke kamar “nih Tee, ada yang mau ngejenguk.” Ujar New begitu keduanya memasuki kamar.

“Nanon, udah pulang nak?” Ucap Tay dengan wajah sumringah saat melihat anak semata wayangnya berdiri di hadapannya. Tanpa menunggu aba-aba, Nanon dengan cepat memeluk tubuh sang Ayah “Ayaaaaaah, maaafin Nanooon. Nanooon jahat banget sama Ayah, Ayah gak bikin ribet Nanon, Nanon sayang banget sama Ayah. Ayah jangan fikirin omongan Nanon ya? Pokoknya yang Ayah harus inget itu adalah Nanon sayang banget sama Ayah. Maafin Nanon..”

Tay yang terkejut hanya bisa tersenyum lalu mengelus punggung sang anak “maafin Ayah juga ya nak.” Nanon dengan cepat menggeleng “gak, Ayah gak salah. Pokoknya Ayah jangan minta maaf.”

Pelukan keduanya pun terlepas lalu Nanon menatap sendu sang Ayah “pokoknya maafin Nanon kalau ucapan Nanon kemarin nyakitin hati Ayah, Nanon bakal belajar buat gak ngomong sembarangan lagi. Pokoknya maafin ya?” Tay tersenyum hangat lalu mengecup pucuk kepala sang anak “iya sayang, kita saling maafin ya?”

Nanon mengangguk “Ayah cepet sembuh ya? Nanon temenin disini, Nanon kangeeeen banget sama Ayah.” Tay tersenyum kembali “iya Ayah juga kangeeen banget sama Nanon.” Lalu keduanya kembali berpelukan.

New tersenyum sebari menggelengkan kepalanya “dah sana deh pada kangen-kangenan. Papah lanjut beresin rumah lagi, udah jangan berantem-berantem lagi ya?” Yang diacuhkan oleh keduanya.

“Dasar, kalau udah begini aja. Papahnya di cuekin. Ampun.” Lalu mulai meninggalkan kamar tersebut dan membiarkan sang anak melepas rindu dengan Ayahnya.

@pandaloura

Di suatu minggu pagi, Tay dan New berencana mengajak ketiga anaknya untuk mengunjungi suatu tempat.

“Jadi udah semua ya?” Tanya Tawan kepada ketiga anaknya yang kini berdiri berjajar dihadapannya.

“Udah Ayah, Ayah.. Kita mau naik mobil eyang ya?” Tanya Nanon dengan semangat. Tawan pun mengangguk “iya, hari ini Ayah pinjam mobil Eyang karena bawaan kita hari ini banyak sekali. Mainan Adek yang sudah bosan Adek mainkan sudah di kumpulkan?” Nanon mengangguk “udah Ayah, mobil pemadam,balap,dino semua udah simpan di dus semalam.”

Tawan tersenyum “oke pintar.”

“Kita mau kemana Ayah?” Tanya Pluem penasaran. “Iya kita mau kemana? Jalan-jalan ya?” Frank menambahkan.

Tawan menatap ketiga anaknya secara bergantian “hari ini kita mau ketemu temen-temen baru, jadi nanti Abang Kakak dan Adek bisa main sama teman-teman baru ya?”

“Yeayyyyy, teman-temannya siapa Ayah? Teman sekolah Adek?” Tanya Nanon kembali. “Nanti kita kenalan ya? Semuanya udah siap kan? Kita tinggal nunggu Papah ya?”

“Iya, Papaaah cepet ayokk.. Adek mau ketemu teman-teman.” Teriak Nanon tak sabar. Tak lama, New pun berjalan mendekati anak-anak dan suaminya “ayok-ayok.. Dus nya udah di mobil Mas?” Tawan mengangguk “udah. Yuk?”

“Ayah mau gendong, Adek mau di gendong.” Pinta Nanon sebari mengangkat tangannya meminta kepada sang Ayah. Tawan pun dengan cepat meraih tubuh sintal anak bungsunya, lalu keluarga tersebut mulai meninggalkan kediamannya.

Setelah melalui perjalanan hampir dua puluh menit, keluarga tersebut akhirnya memberhentikan mobilnya disebuah bangunan yang tak terlalu besar dan di depannya ada sebuah papan bertuliskan Panti Asuhan Harapan Bahagia

“Ini rumah siapa Ayah?” Tanya Frank sebari melihat sekitar.

“Kita udah sampai di rumah teman-teman?” Nanon ikut bertanya.

Tawan pun melepas sabuk pengamannya lalu membalikkan tubuhnya menatap ketiga anaknya yang duduk di kursi belakangnya “kita sudah sampai di rumah temen-temen, yuk kita turun sama-sama.”

Ketiga anak Vihokratana pun turun dari mobil tersebut lalu menatap bingung

“Yuk sama-sama masuk?” Ajak New kepada ketiga anaknya. Lalu kelimanya pun mulai berjalan memasuki bangunan tersebut sehingga kedatangan mereka menjadi perhatian anak-anak yang tengah berlarian tersebut.

Begitu memasuki panti, keluarga tersebut di sambut oleh seorang wanita paruh baya dengan senyuman hangat di wajahnya. “Haloo selamat siang.. Saya Asih, selaku penanggung jawab panti Harapan Bahagia.” Ucapnya sebari menyodorkan tangannya yang di sambut baik oleh New “halo Bu Asih, saya New ini suami saya Tawan dan ini anak-anak kami..” Ucap New sebari membalas jabat tangan tersebut.

“Aku Pluem.” Pluem yang pertama memperkenalkan diri sebari menjabat tangan Bu Asih. “Ini adik aku, Frank yang ini Nanon.” Ujarnya kembali sebari memperkenalkan kedua adiknya yang malu-malu berlindung di belakang tubuh sang Papah.

“Wah ganteng-ganteng ya? Salam kenal ya? Pluem pintar sekali. Ayok kita masuk yuk?” Ucap Bu Asih sebari langsung mempersilahkan kelimanya untuk masuk.

Setelah kelimanya masuk, mereka pun duduk di satu ruangan yang tak terlalu besar yang beralaskan karpet tipis yang ternyata di dalamnya terdapat kurang lebih lima belas anak-anak yang tengah bermain.

“Wah om-nya bawa mainan..” “Wah ada dino” “Mainannya banyakkk” Terdengar beberapa celoteh dari anak-anak tersebut.

“Papah kok banyak banget anak-anaknya? Ini sekolah TK kaya Nanon? Tapi kenapa gak ada taman bermainnya?” Tanya Nanon kepada sang Papah.

Bu Asih yang mendengar hanya bisa tersenyum lalu menatap Nanon hangat “ini namanya panti asuhan sayang.”

“Panti asuhan itu apa?” Tanya Nanon, Bu Asih kembali tersenyum lalu mencoba menjelaskan dengan pilihan kata yang lebih mudah di serap oleh ketiga anak Vihokratana tersebut “panti asuhan ini adalah sebuah rumah buat temen-temen yang ada di sini. Disini, mereka tumbuh saling mengasihi layaknya saudara, belajar dan bermain juga.”

“Jadi semuanya anaknya tante?” Frank ikut penasaran.

“Bukan, mereka itu anak yang di titipin sama orang tuanya Frank. Orang tuanya pergi.” Jawab Pluem.

“Orang tuanya kerja? Atau belanja? Kaya Papah kalau belanja kita di titip di Eyang?” Tanya Frank kembali.

Bu Asih kembali tersenyum mengedengar hal tersebut “jadi panti asuhan ini adalah tempat buat anak-anak yang orang tuanya gak bisa menjaga mereka, jadi Bu Asih bantu untuk jagain mereka, membimbing mereka dan hidup sama-sama disini.”

“Mereka sedih dong, kalau gak ada orang tua? Adek suka sedih kalau Ayah sama Papah gak ada, no no” Nanon langsung mendekati Ayahnya lalu mendekap Ayahnya dengan erat.

“Mereka gak sedih dong, kan ada Bu Asih yang sayang sama mereka. Mereka juga saling sayang satu sama lain, kaya Adek sayang sama Kakak sama Abang.” New mencoba menjawab.

Bu Asih kembali tersenyum “betul, belum lagi kalau ada anak-anak kaya Nanon Frank dan Pluem yang sering kesini untuk bermain bersama, teman-teman selalu happy dan merasa di sayangi. Wah apalagi kayaknya sekarang kalian bawa mainan dan baju buat temen-temen tambah seneng deh.”

“Nah coba sekarang Adek turun deh, terus ajak main temen-temennya sambil kasih mainan Adeknya.” Pinta Tawan. Nanon pun dengan perlahan melepas dekapannya.

“Wah, kayaknya seru sekali ya? Bu Asih boleh panggil teman-temannya untuk main sama Pluem Frank dan Nanon?” Ketiga anak Vihokratana itu pun mengangguk.

Tak lama Bu Asih pun bangkit dari duduknya lalu membuat pengumuman kepada anak-anak panti yang sedari tadi tak sabar dan tak melepas pandangannya dari sebuah dus besar yang berisi beberapa mainan yang dibawa Tawan sedari tadi “anak-anak semua, perkenalkan ini ada Ayah Tawan dan Papah New bersama ketiga anaknya ada Pluem, Frank dan juga Nanon.”

“Halooooooo..” Ucap anak-anak panti serempak.

Ketiga anak Vihokratana pun masih diam bingung harus berkata apa.

“Haloo semua, hari ini kami bawa beberapa mainan yang bisa kalian mainkan sama-sama.. Seneng gak?” Tawan mencoba memecahkan suasana.

“Senenggggggg..” Jawab anak panti serempak.

“Tuh coba dikasih Kak mainannya.” Ujar New kepada anak tengahnya. Frank pun dengan perlahan mengambil sebuah mobil-mobilan dan dengan ragu memberikan mainan tersebut ke seorang anak laki-laki yang duduk di dekatnya “ini mobil polisi keren.” Ucapnya lalu di terima dengan senang hati oleh anak lelaki tersebut “terimakasih Kakak.” Frank kemudian menoleh Papahnya yang dibalas anggukan dan senyuman oleh New “dijawab dong Kak.” Kemudian dengan cepat Frank menjawab “sama-sama, aku Frank tapi kamu bener aku dipanggil Kakak.” Anak tersebut tersenyum “aku Didit, aku boleh panggil kamu Kakak juga? Soalnya kamu lebih tinggi dari aku. Kata Kak Dito kalau ada yang lebih tinggi harus dipanggil Kakak.” Jelas anak yang bernama Didit tersebut. Lalu Frank mengangguk tanda setuju lalu entah bagaimana keduanya pun mulai bermain bersama bahkan Didit mulai memperkenalkan beberapa saudaranya kepada Frank.

Pluem pun mulai ikut bermain dengan mengambil salah satu mainan dan di berikannya kepada anak-anak lainnya. “Adek sini sama Abang, kita main sama-sama.” Ajak Pluem kepada adik bungsunya.

Setelah ketiga anaknya terlihat nyaman dan mulai bermain Tay dan New pun diajak oleh Bu Asih untuk mengobrol disebuah ruangan.

“Terimakasih ya Pak Tawan, Pak New untuk kunjungannya. Anak-anak terlihat bahagia sekali.” Ucap Bu Asih sebari memberikan dua cangkir teh dimeja.

“Sama-sama Bu, kita juga senang sekali bisa berkunjung. Anak-anak jadi ada pengalaman baru, belajar banyak hal baru. Ini memang sudah saya rencanakan sejak lama tapi baru ada kesempatan sekarang nantinya mungkin akan saya jadikan agenda rutin Bu” Jelas Tay.

Bu Asih tersenyum “wah, syukur kalau memang ada niatan seperti itu.”

“Saya lihat ada beberapa anak yang masih di bawah tiga tahun bu, apa mereka ditinggal sejak bayi?” Tanya New. Bu Asih mengangguk “iya ada beberapa anak yang memang sudah dititipkan sejak bayi.” New pun menghela nafasnya sedih “yaampun..”

“Tapi syukur sekali banyak orang-orang seperti Pak Tawan dan Pak New yang mau berkunjung ke panti kecil kami, jadi anak-anak tidak pernah kesepian.” Jawan Bu Asih kembali.

“Yah saya juga ingin memperlihatkan kepada anak-anak agar bisa terus berbuat baik ke sesama dan terus menebar kebaikan dan kasih sayang.” Jelas Tawan kembali.

Lalu ketiganya pun larut bercengkrama.

Setelah selesai mengobrol ketiganya pun kembali keruangan bermain, menemani bermain. Sampai tak terasa waktu berjalan dengan cepat hingga sore pun datang menyapa mereka.

“Sudah hampir jam lima, kita pulang yuk?” Ajak Tay kepada ketiga anaknya. “Ayah-ayah, Didit sama teman-teman yang lain nanti boleh main kerumah kita gak?” Frank bertanya lalu Tawan mengangguk “boleh dong, nanti kita agendakan temen-temen yang main kerumah kita ya?” Setelah mendengar ucapan Tay pun seluruh anak-anak tersebut berteriak kegirangan.

“Nah, sekarang Pluem Frank dan Nanon izin pamit pulang dulu ya? Udah sore, besok kan hari senin harus sekolah. Nanti kalau ada kesempatan lagi, kita main lagi ya?” Ucap New.

Ketiga anak Vihokratana pun terlihat sedikit sedih. “Nanti kan kesini lagi, boleh kan Bu Asih?” Bu Asih mengangguk “boleh dong.”

Setelah saling berpamitan akhirnya keluarga Vihokratana pun berjalan menuju mobilnya dan mulai meninggalkan panti asuhan tersebut.

Di perjalanan ketiga anak Vihokratana lebih banyak diam sehingga Tay mulai bertanya “kok pada lesu gitu? Capek ya?” Tanya Tay sebari menatap ketiga anaknya dari balik spion depan.

“Adek sedih deh, tadi Nisya cerita dia gak pernah dipeluk Ayahnya kaya Adek.” Nanon yang pertama bersuara. “Didit juga cerita dia gak pernah makan ayam McD.” Suara Frank ikut terdengar sedih.

Tawan tersenyum di balik kemudinya “oke, nanti kalau kita ada kesempatan lagi main kesana biar Ayah peluk Nisya dan kita kasih semua temen-temen di panti makan ayam McD ya?” Mendengar ucapan sang Ayah, Frank dan Nanon dengan otomatis tersenyum sumringah “yeayyyy terimakasih Ayah.”

“Sama-sama.” Jawab Tay. “Dengerin pesan Ayah ya? Kalau kita ada kesempatan buat menolong dan membahagiakan orang lain ketika kita mampu lakukan ya nak? Hal tersebut adalah sebagai ungkapan rasa syukur kita akan nikmat yang Tuhan berikan. Mungkin teman-teman di panti tidak seberuntung Abang Kakak dan Adek tapi mereka bisa merasakan rasa beruntung itu lewat kebaikan yang di sebarkan oleh kalian. Paham?”

Ketiganya pun mengangguk tanda mengerti dan serempak menjawab “paham Ayah.”

“Do good, and good will come to you..” Ucap Tawan.

“Berbuatlah baik maka kebaikan juga akan mendekati kalian.” “Ketika kalian berbuat baik mungkin itu nantinya akan jadi penolong kalian ketika kesusahan.” Ucap Tawan kembali.

“Dan jangan lupa untuk saling menyayangi satu sama lain, harus saling menjaga antar saudara. Betul gak Yah?” New menambahkan.

“Harus dong, berantem antar saudara itu hal yang wajar tapi anak-anak Ayah harus ingat semarah apapun kalian dengan saudara kalian harus tetaplah saling menyayangi. Oke?”

“Siap Ayah, siap Papah.” Jawab ketiganya serempak. Lalu Pluem mulai memeluk kedua adiknya dan kedua adiknya pun ikut membalas dekapan tersebut. Ketiganya saling memeluk saling menyalurkan rasa sayang.

Hal tersebut pun membuat hati Tay dan juga New menghangat.

Di suatu sore yang tenang, New baru saja selesai memandikan anak kedua dan anak bungsunya lalu mengarahkan kedua anaknya tersebut ke ruang keluarga untuk bermain bersama. “Kakak sama Adek main ya? Papah mau bantuin Abang dulu oke?” Ucap New kepada kedua anaknya yang langsung di balas anggukan. “Adek sini sama Kakak, no no kamar Abang?” Ucap si bungsu memastikan, New tersenyum lalu mengelus pipi gemas milik anak bungsunya “nanti, kalau Abang udah selesai sama PR-nya Adek sama Kakak boleh ke kamarnya.. Buat sekarang, Kakak dan Adek di sini dulu oke? Main mainan ya?” Keduanya pun kembali mengangguk tanda mengerti.

Setelah memastikan kedua anaknya bermain dengan mainannya, New pun kemudian meninggalkan keduanya lalu berjalan menuju kamar anak tertuanya. Sebelum ia memasuki kamar Pluem ia tak lupa mengetuk pintunya dengan perlahan sampai terdengar suara anak sulungnya mempersilahkan dirinya masuk.

“Nak? PR-nya sudah sampai mana? Sini Papah bantu ya?” Ucap New sebari duduk di samping anaknya. “Yang ini Abang masih gak paham Pah, boleh dii bantu?” Pinta Pluem sebari menunjukkan soal matematika kepada sang Papah. New pun mengambil buku tersebut sebari dengan telaten memberikan arahan kepada anak sulungnya.

Beberapa menit berlalu sampai akhirnya perhatian New teralihkan saat mendengar teriakan Frank dan juga Nanon dari ruang keluarga. “Ini Adekk.. Kakak no!” “Adek yang no!” Terdengar teriakan samar dari kedua anak tersebut sehingga New mau tak mau harus langsung pergi memeriksa keadaan kedua anaknya.

“Papah kesana aja, Abang udah selesai. Makasih ya udah ajarin Abang.” Ujar Pluem kepada sang Papah. “Papah cek adik-adik dulu ya nak?” Ucap New sebari mengecup pucuk kepala Pluem lalu bergegas lari menuju ruangan keluarga.

Sesampainya di ruangan keluarga New hanya bisa menarik nafasnya panjang dan memohon agar rasa sabar di dadanya di luaskan, bagaimana tidak ia melihat kedua anaknya tengah saling merampas mainan lalu kemudian keduanya saling menarik baju satu sama lain.

“Eh.. Eh..” New mencoba melerai keduanya.

“Adek Pah.. Rampas barang Kakak..” Ucap Frank kesal.

“Kakak, pukul Adek..” Nanon mencoba membela diri.

New kembali menarik nafasnya lalu mencoba meraih keduanya agar berdiri tegap di hadapanya “oke sebentar, sini dulu dua-duanya.. Siapa duluan yang mau cerita masalahnya?”

“Kakak kan lagi main mobilan, terus terus Adek tarik mainan Kakak terus di banting Kakak marah terus Adek pukul Kakak.” Jelas Frank.

“Oke, jadi Kakak lagi main terus mainannya di ambil Adek? Terus karena Kakak kesel Kakak ngapain?” New mencoba menanyakan kembali lebih detail. Frank kembali bercerita “terus Kakak bangun, terus dia marah-marah, pukul-pukul-pukul Kakak.”

New menarik nafasnya lalu beralih anak bungsunya yang berdiri disamping Kakaknya “oke, Adek Papah mau tanya.. Betul gak Adek ngelakuin itu?” Nanon dengan cepat mempoutkan bibirnya “gak, Kakak yang duluan.”

“Gak, Adek yang duluan pukul Kakak! Adek duluan!” Teriak Frank tak terima.

New kembali menarik nafasnya “sebentar.. Kalau bicara satu-satu.. Tadi udah giliran Kakak yang cerita, sekarang giliran Adek.” Lalu kembali menatap Nanon “bicara yang baik dan jujur, Papah gak akan marah.”

Nanon mulai meringis bersiap menangis “Papah..Adek kan lagi main,terus Kakak banting. Adek kan mau main telus Kakak malah banting.” Frank kembali bersuara “tapi dia yang duluan.”

“Oke, sekarang dengerin Papah ya.. Tadi Papah sempat lihat kejadiannya, mainan Kakak Adek rampas betul?” New bertanya “apa betul nak?” Nanon mengangguk “iya betul.”

“Oke, lalu Kakak jadi marah lalu Kakak teriakin Adek lalu Kakak bales rampas punya Adek, betul nak?” Kini giliran Frank yang mengangguk “betul.”

“Adek jadi tambah marah lagi lalu jadinya berantem. Adek pukul Kakak, Kakak juga jadi pukul Adek. Sekarang berdiri yang baik dua-duanya lalu dengarkan Papah.” Pinta New yang langsung di lakukan oleh kedua anaknya.

Setelah kedua anaknya berdiri dengan tegak, New pun kembali berkata “Adek.. Merampas mainan orang lain itu adalah bukan perbuatan yang baik. Coba Papah tanya, Adek mau gak mainan Adek dirampas?” Nanon langsung menggeleng dengan cepat “gak mau Papah..” “Adek gak mau kan, Adek lagi asyik main terus mainanya dirampas?” Nanon kembali menggeleng “gak mau Papah..”

“Mainan yang Adek suka diambil begitu saja sama orang lain, apakah Adek suka?” Tanya New kembali, “enggak..”

“Oke, menurut Adek apakah hal seperti itu perbuatan yang baik atau enggak?” Nanon menggeleng “bukan baik Papah.”

“Oke pinter, lalu Adek pukul Kakak apakah itu perbuatan baik juga?” Tanya New kembali “enggak, gak baik Papah..” Jawab Nanon lemah.

“So? You need to say?” New masih menatap Nanon.

“Sorry Dek..” Frank langsung bersuara. “No.. No Kak..” New langsung menatap Frank lalu kembali menatap Nanon “sorry Kak..” Ucap Nanon menyesal.

Kemudian New beralih menatap anak tengahnya “oke, sekarang Kakak. Dengerin Papah, Adek memang salah. Papah tahu Adek yang salah, tapi harusnya kita beritahu dia dengan baik ya? Dengan Kakak merampas kembali mainan tersebut itu tidak membuat Adek mengerti tapi malah jadi membuat hal seperti tadi terjadi, makin marah dan berujung bertengkar.” New mencoba memberi pengertian kepada Frank.

“Adek juga harus mendengarkan kata-kata Kakak, tidak boleh mengambil mainan Kakak tanpa izin. Oke mengerti nak?” Tanya New kepada Nanon lalu di balas dengan anggukan.

“Oke,lain kali bisa ya? Coba Papah tanya, Tuhan kasih Adek tangan untuk apa?” Nanon mengarahkan tangannya “untung saling sayang.” “Oke, Kakak?” Frank mengangguk “untuk sayang Papah. Sorry Papah..” Frank membuat tangannya memohon. “Sorry Papah..” Nanon mengikuti Kakaknya.

New tersenyum lalu mengelus kedua tangan anaknya “oke, kita harus saling mengasihi ya nak? Harus ada perasaan saling menyayangi satu sama lain. Tidak boleh menyakiti orang lain, mengerti nak?” New bergantian menatap kedua anaknya. “Mengerti Papah..” Jawab keduanya serempak.

“Oke, sekarang come here..” New membuka kedua tangannya dengan lebar mempersilahkan keduanya agar masuk kedalam pelukannya, Frank dan Nanon pun dengan segera mengeratkan kedua tubuhnya masuk kedalam pelukan sang Papah. “Sayang-sayangnya Papah, dunianya Papah.. Jangan berantem ya nak, Papah jadi sedih kalau kalian berantem.” Ucap New sebari mengelus tubuh kedua anaknya.

“Adek sorry tadi Kakak pukul Adek. Kakak sayang Adek.” Ucap Frank kemudian memeluk adiknya. “Adek juga sorry, janji gak rampas-rampas lagi. Adek juga sayang Kakak sekali” Lalu keduanya saling memeluk.

New tersenyum hangat lalu berkata “karena anak-anak Papah pada pintar dan saling sayang Papah kasih hadiah untuk makan ice cream.” Mendengar ucapan tersebut kedua anaknya pun berteriak kesenangan.

“Ayok ajak Abang juga Papah, Abang ajak.” Pinta Frank. New mengangguk “ayok, kita panggil Abang yaa.” Lalu ketiganya pun mulai bangun dan berjalan menuju kamar Pluem.