pandaloura

Setelah membaca dan membalas pesan singkat dari suaminya tanpa menunggu lama Tay langsung bergegas meninggalkan ruangannya dengan tergesa-gesa.

“Jan tolong info Pak Amin siapkan mobil sekarang juga di lobby, dan tolong batalkan semua kegiatan saya setelah ini.” Ucap Tay dengan tergesa-gesa kepada Jan sekertarisnya. Jan yang kebingungan hanya bisa mengangguk dan dengan sigap menghubungi sopir pribadi bosnya untuk segera bersiap.

Tay dengan cepat menekan tombol lift agar segera menghantarkannya turun, kaki Tay tak henti-hentinya bergerak jantungnya memacu darahnya begitu cepat sehingga dentuman jantungnya bisa terdengar dengan jelas menandakan bagaimana dirinya begitu panik dan khawatir akan keadaan suaminya.

Begitu dirinya sampai di lobby Tay langsung berlari tanpa peduli bagaimana orang-orang di sekitarnya terheran-heran karena dirinya yang begitu tergesa-gesa.

“Pak langsung ke RSPI Pak, tolong bawa saya secepet yang Bapak bisa.” Ucapnya begitu ia memasuki mobil hitam miliknya, Pak Amin pun tanpa lama-lama langsung menancap gas menuruti permintaan dari tuannya tersebut.

Selama di perjalanan Tay tak henti-hentinya melakukan panggilan telfon mulai dari suaminya, Bi Ida sampai supir yang mengantar New namun nihil tak satupun ada yang mengangkat panggilannya, kurang lebih lima belas menit mobil Tay kini sudah memasuki kawasan Rumah Sakit elite tersebut. Ia pun turun dan langsung bergegas berlari menuju IGD.

“Siang mbak, pasien atas nama New Thitipoom dimana ya? Kurang lebih satu jam yang lalu dia ke IGD, tolong mbak.” Tanya Tay pada salah satu perawat yang duduk di balik meja informasi. “Sebentar ya pak, pasien Thitipoom ya..” Kaki Tay masih saja bergerak dengan cepat tanda ia tak sabar dan cemas akan kondisi pasangannya.

“Pasien Thitipoom sudah naik pak, ada di VVIP Room 02 yang berada di lantai lima ya pak. Bapak lurus dulu, nanti di sebelah kanan ada lift setelah di lantai lima ke kanan ya pak. Di situ langsung ada ruang perawatan VVIP.” Jelas perawat tersebut, setelah mengucap terimakasih Tay pun kembali berlari mengikuti arahan dari perawat tersebut.

Sesampainya di lantai lima, Tay langsung menuju kamar bernomor dua dengan cepat ia membuka pintu kamar tersebut matanya terbelak melihat suami manisnya kini tengah terbaring lemas di ranjang kamar tersebut “Hin?” Tay langsung meraih tangan New dan mengelus wajahnya dengan perlahan.

“Tuan udah tiba?” Tiba-tiba suara Bi Ida menginterupsi Tay “Bi, saya pas baca chat langsung kesini. Bibi kenapa gak ada hubungin saya? Saya juga telfon Bibi sama Pak Amin bahkan saya telfon Mang Ujang, gak ada satupun yang angkat telfon saya? Gimana sih? Kalau ada apa-apa gimana?” Bi Ida hanya bisa menunduk dan meminta maaf dengan pelan “maaf tuan, saya juga tadi panik jadi gak bawa hape.”

“Bi handphone itu hal yang penting! Untuk komunikasi!” belum selesai Tay berucap ia merasa tangannya di elus dengan lembut “Mas...” Tay pun langsung menoleh dengan secepat kilat “Hin.. Sayang? Kamu kebangun? Apa yang sakit? Aku panggil dokter ya?” New mengangguk dengan lemah “gakpapa, kamu jangan jadi marahin Bi Ida.. Bi Ida gak salah.”

Tay pun memijit pelipisnya, ia tersadar seharusnya ia tak meluapkan amarahnya dengan mengebu-gebu kepada Bi Ida “Bi maaf saya sudah marah, saya panik. Maaf Bi.” Bi Ida mengangguk tanda mengerti “gapapa Tuan saya paham, tuan pasti panik sekali. Kalau gitu saya pamit keluar dulu ya Tuan.”

“Bi, bibi tolong pulang aja dulu terus tolong siapkan baju saya nanti tolong antarkan lagi sama Pak Amin ya Bi?” Bi Ida mengangguk lalu kemudian pamit meninggalkan tuannya.

Tay kini kembali fokus menatap lekat-lekat wajah suaminya, tatapan khawatirnya sangat terlihat jelas “maafin aku..” lirihnya. New menggeleng “aku gakpapa Mas..”

“Gapapa gimana?! Kamu sampe masuk rumah sakit Hin, dokternya udah periksa? Apa katanya? Kamu kenapa? Adik gimana? Dokternya kapan kesini lagi?” Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Tay dengan cepat New hanya bisa tersenyum melihat kepanikan suaminya “satu-satu dong, intinya aku anemia dan setelah di kasih obat suntik tadi aku sempet enakan dan bisa tidur. Adik juga gapapa cuman kita mesti istirahat dulu, terus tadi aku udah minta Prof Salim kesini lagi kalau kamu udah dateng, paling bentar lagi kesini secara tadi kamu tadi kesininya heboh banget.”

Tay duduk dengan lemas di pinggir ranjang milik New lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menarik nafasnya dalam-dalam New yang paham suaminya benar-benar khawatir kemudian menarik tangan suaminya “aku gapapa..”

“Aku takut..Maafin aku gak langsung datang pas kamu butuh, maafin aku kamu mesti nunggu satu jam sampe aku disini, maafin aku.” Suara Tay sedikit bergetar, New mengelus punggung tangan Tay “Mas.. Hey.. Aku gapapa sayang, jangan ngerasa bersalah gitu ya? Aku gapapa beneran.” Tay kembali menatap wajah suami manisnya lalu mengelus lembut dahi New “jangan sakit..”

Tak berselang lama terdengar suara pintu yang di geser Tay pun dengan perlahan menoleh “permisi.. Maaf menganggu waktunya.” Suara seorang lelaki paruh baya berusia sekitar lima puluhan memenuhi kamar tersebut “sore dokter..” Tay pun bangkit dari duduknya.

“Sore bapak Tawan.”

“Sore Prof Salim, jadi apa yang terjadi sama suami saya? Anak kami gimana?” Tanpa berbasa-basi Tay langsung melontarkan pertanyaan kepada dokter obgyn yang memang menangani suaminya. Prof Salim yang berperawakan tak lebih tinggi dari Tay pun hanya bisa terkekeh “sabar bapak, tenang-tenang.. Saya jelasin ya pak bagaimana kondisi suami bapak.”

Tay mengangguk “jadi.. Karena adanya perubahan dalam tubuh seseorang saat hamil akan berpengaruh pada kondisi kesehatan. Pasien membutuhkan pasokan darah segar dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Apabila kebutuhan darah ini tidak tercukupi, pasien akan rentan kena anemia seperti yang sudah jelaskan pada saat kontrol bulanan.”

“Nah untuk kasus pasangan bapak ini adalah pada intinya disebabkan oleh masalah kekurangan zat besi dan juga ada kelainan malabsorpsi. Malabsorpsi artinya tubuh tidak dapat menyerap asam folat secara efektif sebagaimana mestinya. Sehingga menyebabkan New mengalami gejala-gejala anemia bahkan tadi sampai sesak, tapi setelah saya kasih obat sudah berkurang ya sesaknya?” New mengangguk dengan perlahan.

“Apa ini bahaya untuk New Prof? Langkah yang harus di ambil apa ya?” Tay kembali bertanya.

“Ini adalah salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi pada orang hamil, tetapi tidak boleh disepelekan. Penyakit yang sering disebut dengan istilah kurang darah ini bukanlah kondisi yang bisa sembuh dengan sendirinya. Dan juga apabila jumlah sel darah merah dalam tubuh terlalu sedikit, yang mengandung dan janin dapat kekurangan gizi dan oksigen yang akan membahayakan keselamatan keduanya jadi untuk sekarang baiknya New dan juga bayi nya istirahat total terlebih dahulu disini, agar saya dapat pantau dengan baik.” Jelas Prof Salim.

Tay mengangguk mengerti “lakukan yang terbaik Prof untuk keselamatan suami saya.” Jawab Tay mantap.

“Keselamatan anak kita juga..” Lirih New.

Prof Salim membalas dengan senyum “pasti, pasti kami akan lakukan yang terbaik untuk keduanya.. Nah untuk obat-obatan sore ini sudah tidak ada, paling nanti malam ya? New ada keluhan lagi?” New menggeleng “gak dok.”

“Nah kalau sudah tidak ada, saya pamit yaaa? Kalau ada yang dibutukan pencel bel ya? Perawat ada yang jaga dua puluh empat jam.” ujar Prof Salim kemudian beliau pamit meninggalkan Tay dan juga New “terimakasih Prof..” ucap Tay sebari mengantar Prof keluar dari kamar tersebut.

“Tuh denger, ini gak boleh di sepelekan sayang.. Kalau kamu ada keluhan langsung bilang aku yaa?” New mengangguk “iya sayang, nanti kalau aku ada keluhan aku langsung laporan sama kamu.”

Tay mengecup pucuk kepala suaminya “yauda sekarang kamu tidur lagi ya?” New membetulkan posisi tidurnya lalu ia bertanya “anak-anak udah kamu kasih tau Mas?” Tay menggeleng “gak kefikiran aku, tadi fokusnya aku langsung pengen ke kamu.” New menarik nafasnya “dihubungin ya Mas? Mau makan malam juga kan, nanti mereka kebingungan.”

“Iya sayang, udah kamu jangan dulu mikirin anak-anak yaa? Kamu fokus sama kesehatan kamu dulu.”

“Tetep kefikiran Mas, kalau mereka gak makan gimana?”

“Aku hubungin Abang dulu, kamu istirahat dulu malam ini ya? Anak-anak biar aku handle, kamu tidur yaaaa.” New mengangguk lalu mulai kembali menutup matanya sedangkan Tay kini tengah mengambil ponselnya yang berada di saku jasnya lalu menghubungi anak sulungnya yaitu Pluem.

Jam sudah menunjukkan pukul lima lewat dua menit, New pun bergegas mengajak ketiga anaknya untuk pulang kerumah.

“Udah sore, waktu nya pulang.” Ajak New kepada ketiga anaknya yang kini tengah bermain pasir di arena taman tersebut, “no! masih mau main.” Tolak Nanon tanpa menggerakan tubuhnya. “Nanti main lagi, sekarang udah mau gelap. Yukk pulang yah?” New kembali membujuk anak-anaknya, masih tak ada respon New pun memberikan tatapan mengiba ke anak sulungnya yang berada tepat di hadapannya.

Pluem yang mengerti langsung berdiri lalu mulai mengajak kedua adiknya “yuk pulang, nanti di rumah Abang kasih pinjem crayon Abang, siapa yang mau?” Mendengar penawaran dari Abangnya Frank pun dengan cepat berdiri lalu mengangkat tangannya “akuu.. Aku bang..” Nanon yang masih tak tertarik memilih diam dan terus memainkan pasir-pasir yang berada di hadapannya. “Adek gak mau pinjem crayon Abang?” Tanya Pluem, Nanon menggeleng *“no, aku gak suka. Aku mau nya main pasir.”

New memijit pelipisnya memang anak bungsunya ini sedikit keras kepala ia pun mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh anak bungsunya “Adek, sebentar lagi Ayah pulang loh kalau Ayah pulang terus kita gak ada di rumah pasti Ayah sedih banget terus cari-cari kita.” Mendengar kata 'Ayah' Nanon pun dengan sigap menoleh ke Papahnya “Ayah mau pulang? Yauda ayook pulang, Nanon mau di hug Ayah, Nanon mau di gendong Ayah.” New pun tersenyum lalu di dalam hatinya sedikit mendumal “dasar anak Ayah..”

“Yuk kita pulang, Kakak pegangan sama Abang yaa? Yuk let's go..” New dan ketiga anaknya pun saling berpegangan tangan lalu pergi meninggalkan taman tersebut untuk segera pulang kerumah.

Sesampainya di rumah New pun langsung mengarahkan Frank dan Nanon untuk langsung mandi sore “Abang bentar ya, Papah mandiin Kakak sama Adek dulu ya?” Pleum pun mengangguk dan memilih untuk membantu New dengan membereskan beberapa mainan yang berserakan di ruang TV.

“Nanon jangan lari-larian nak, itu badannya masih basah nak.” Teriak New dari arah kamar mandi, Nanon yang mendengar teriakan dari Papahnya hanya bisa terkekeh dan terus berlari-larian di ruang TV dengan keadaan telanjang bulat, karena sekujur tubuhnya masih basah sehingga membuat lantai pun menjadi becek dan lama terdengar suara barang jatuh sangat keras di ikuti dengan tangisan kencang dari Nanon duuuugg “huaaaaaahhhhhh”

New yang panik langsung berlari dari kamar mandi menuju ruang TV, sesampainya di ruang TV tersebut ia bisa melihat Nanon kini tengah berada di pangkuan suaminya yaitu Mas Tawan sebari menangis kencang “udah-udah, jagoan Ayah udah jangan nangis ya? Sini mana yang sakit Ayah tiup.”

“Kan udah Papah bilang jangan lari-larian Nanon! Astaga..” New yang masih panik tak sengaja mengencangkan suaranya membuat Nanon semakin histeris “udah-udah, namanya juga anak kecil udah kamu jangan jadi ikutan emosi yang. Yang penting Nanon gapapa.” Tay mencoba menenangkan pasangannya sebari terus mengelus punggung anak bungsunya yang berada di atas pangkuannya. New pun menarik nafasnya kasar lalu membalikan tubuhnya untuk mengurus anak keduanya yang masih berada di kamar mandi.

Pluem yang baru saja datang dari arah kamarnya membawa sebuah crayon dan buku gambar hanya bisa menunjukkan ekspresi kebingungan karena kehebohan yang terjadi di ruangan tersebut “Ayah udah pulang dari kapan? Adek kenapa?” Tay tersenyum lalu mengelus pucuk kepala anak sulungnya “baru aja Bang, Adek jatoh mungkin tadi beres mandi langsung lari-lari lantainya licin jadi jatoh dia, tapi gapapa.” Pluem mengangguk lalu ia menyimpan crayon dan juga buku gambar yang ia bawa tadi di atas meja, kemudian ia berjalan menuju dapur untuk mengambil kain pel dan mulai mengeringkan lantai yang basah akibat ulah adik bungsunya.

“Makasih ya Abang.” Ucap Tay kepada Pluem yang di balas dengan anggukan dan senyuman dari anak sulungnya tersebut.

New kini sudah berada di kamar milik anaknya dan mulai memakaikan baju untuk Frank, di hatinya muncul sedikit rasa bersalah karena ia telah menaikan suaranya kepada anak bungsunya padahal hal tersebut ia lakukan karena spontanitas, tak berselang lama Tay pun masuk ke kamar tersebut dengan Nanon yang masih ada di pangkuannya “wih Kakak udah ganteng, sekarang gantian ya Adek di pakein baju dulu sama Papah biar gak kalah ganteng.” Nanon yang masih mengeluarkan airmatanya menggeleng dengan keras “gakmau! Mau sama Ayah, gamau sama Papah.”

“Kakak juga mau di gendong Ayah, gantian dek..” Frank mulai mendekat kearah Ayahnya, “tuh gantian ayok, Adek malu dong ini gak pake baju nanti belalainya di gigit semut ihhh.” Goda Tay kepada anak bungsunya, Nanon masih kekeuh dan tetap mengeratkan pelukannya di tubuh Ayahnya “gamau, mau sama Ayah!” New pun menarik nafasnya “yauda Mas, bajuin sama kamu aja. Nih udah aku siapin.” Sebari memberikan pakaian sore untuk Nanon.

“Kakak sama Papah ya? Kita keruang TV ya?” New mengajak Frank, Frank menggeleng lemah “tapi Frank juga mau di gendong Ayah.” New kembali menarik nafasnya ia tak sanggup berkata-kata hingga akhirnya Tay pun mengambil alih “Ayahnya pakein baju Adek dulu ya nak? Kakak tunggu di ruang TV deh, tadi Abang bawa buku gambar Kakak main dulu sama Abang ya?” Frank pun mengangguk walaupun dengan langkah lemah ia pun mengalah.

Sepeninggalan New danjuga Frank, kini hanya tersisa Tay dan juga Nanon di ruangan kamar tersebut dengan perlahan Tay pun mulai mengurus anak bungsunya di sela-sela memakaikan baju Tay pun sedikit memberi pengertian kepada anaknya “tadi Papah teriak bukan karena marah, tapi Papah khawatir sama Adek. Takut Adek kenapa-kenapa.” Nanon menunduk “tapi Papah teriak, Nanon gak suka.” Sebari mengancingkan beberapa kancing baju anaknya Tay kembali berkata “Papah teriak karena Adek gak nurut, kan tadi Papah udah bilang jangan lari-lari tapi Adek malah lari-lari. Yang gak nurut siapa?” Nanon mengangkat wajahnya “Adek.”

“Nah jangan di ulangi lagi ya? Adek kan anak baik, kalau anak baik harus nurut sama apa yang di kasih tau orang tua.” Nanon mengangguk lemah “maaf.” Tay menyisir rambut anak bungsunya “nah anak Ayah udah ganteng, sekarang minta maaf ke Papah yuk?” Nanon mengangguk “tapi mau di gendong sama Ayah.” Tay pun tersenyum lalu mengendong anak bungsunya.

New kini tengah sibuk didapur untuk menyiapkan makan malam untuk keluarganya, Tay pun membawa Nanon menuju dapur. “Pah,ada yang mau minta maaf.” New pun menoleh tanpa mengeluarkan suara, Nanon kemudian menatap Papahnya lalu mengucap “maaaaf, Adek gak nurut sama kata-kata Papah.” New pun tersenyum lalu mengecup pipi gembul anaknya “Papah juga minta maaf ya udah teriak sama Adek.” Nanon pun mengangguk lalu mendorong sedikit tubuhnya mendekat ke arah wajah Papahnya lalu mendaratkan dua kecupan di kedua pipi New “Adek sayang Papah.” New tersenyum “Papah jauh lebih sayang sama Adek.”

“Nah karena udah maafan, sekarang Nanon keruang TV deh main sama Kakak, Ayah mau bantuin Papah masak dulu.” Nanon pun meminta Tay menurunkan tubuhnya lalu ia berjalan meninggalkan kedua orang tuanya di dapur menuju ruangan TV dimana Kakaknya berada.

Sepeninggalan anaknya Tay langsung beringsut memeluk New dari belakang lalu mengecupi perpotongan leher suami manisnya tersebut “bukannya bantuin malah gangguin kamu tuh Mas.” Tay terkekeh “kangen.. Tiap malem kan sekarang Adek bobo diantara kita terus jadi aku gak punya waktu berduaan sama kamu.” New masih sibuk mengaduk sayur sop yang berada di depannya “ya gimana Mas..”

Tay melepas pelukannya lalu mulai memberikan pijitan lembut di kedua bahu milik New “capek banget ya kamu pasti? Sabar ya.. Kalau kerjaan Mas pada goal kamu gak akan Mas biarin kecapean, pokoknya kamu tinggal ongkang-ongkang kaki aja.”

New mematikan kompor lalu memutar tubuhnya ia kemudian mengalungkan tangannya ke leher milik suaminya “kamu juga pasti jauh lebih capek, cari customer sambil panas-panasan.” Tay menggeleng “kan itu emang tanggung jawab aku sebagai kepala keluarga, pokoknya kita harus sama-sama ya? Kamu mesti sabar-sabar ngedidik dan ngadepin anak-anak dirumah akupun mesti semangat cari uang yang banyak buat kamu sama anak-anak.” New mengangguk lalu tersenyum “makasih ya Mas..” Tay kemudian mencium punggung tangan New “Mas yang harusnya bilang makasih sama kamu, kamu udah relain mimpi kamu buat fokus ngedidik anak-anak, sabar nungguin aku yang masih belum bisa ngasih banyak hal sama kamu.” New mengelus wajah Tay dengan perlahan “kamu ngasih hal yang paling berharga buat aku, kamu ngasih aku tiga anak yang ganteng,pinter itu jauh lebih berharga buat aku Mas.”

“Aku sayang kamu Hin, sayang banget.” “Aku juga sama Mas, sayang kamu banget.” Kemudian wajah keduanya mendekat, jarak diantara bibir keduanya hampir terkikis habis sebelum mulut keduanya bertemu keduanya di kagetkan dengan suara yang datang tiba-tiba “Paaaah, baju Abang yang ini dimana ya? Oops sorry

New dengan secepat kilat mendorong tubuh Tay menjauh dari tubuhnya dengan panik ia menoleh ke anak sulungnya “Ayah matanya kelilipan, Papah cu cuman bantuin Ayah.. Abang nyari apanak? Baju ya? Baju oke.. Sini ikut Papah.” Tay yang ikut-ikutan salah tingkah hanya bisa menatap ke sembarang arah asal jangan menatap anak sulungnya, Pluem hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu memberikan sebuah petuah kepada Ayahnya “lain kali kalau kangen-kangenan jangan di dapur, dikamar kan bisa.” Lalu membalikkan tubuhnya meninggalkan Ayahnya yang kini wajahnya mungkin sudah semerah tomat yang baru saja merekah.

@pandaloura

Setelah selesai menghubungi suaminya New pun segera bergegas menuju dapur rumahnya untuk mengisi perutnya yang memang sejak tadi pagi belum ia isi dengan apapun, kesibukannya menjadi 'papah rumah tangga' benar-benar menguras waktu dan energi miliknya apalagi hari ini entah mengapa anak bungsunya menunjukkan sikap manja dan tak mau lepas barang sedikitpun dari dirinya.

“Bang, Papah makan dulu sebentar ya? Adeknya mau di pindah ke kamar gak?” Tanya New dengan sedikit berbisik kepada anak sulungnya yang kini tengah mengendong anak bungsunya, Pluem menggeleng “nanti kalau di pindah Adek bangun, Papah makan aja dulu Adek biar sama Abang.” New tersenyum hangat, dia benar-benar bersyukur memiliki anak yang penuh pengertian seperti Pluem “Papah makan sebentar ya? Mumpung Kakak sama Adek bobo, Abang juga bobo aja tapi gapapa sambil duduk?” Pluem mengangguk “Papah makan aja, Papah kan belum makan dari tadi.”

New pun membalas dengan anggukan lalu mulai membalikan tubuhnya, baru saja New melangkahkan kakinya ia bisa mendengar namanya di sebut oleh anak tengahnya “Paaaah mau kemana? Kakak ikut.” New kembali membalikan tubuhnya menatap anak tengahnya yang baru saja terbangun “Kakak sama Abang aja, Papah mau makan dulu. Sini Kakak sama Abang.” Frank menggeleng keras lalu turun dengan cepat dari sofa menghampiri Papahnya, New hanya bisa tersenyum lalu menarik tubuh mungil anak keduanya naik kepangkuannya “Kakak biar sama Papah ya? Abang istirahat aja.”

New mulai menyantap makanannya, itu pun ia tak benar-benar makan dengan baik karena sebari menyantap makanannya ia pun masih harus tetap menggendong anak keduanya sebari mendengarkan celotehan-celotehan dari mulut mungil anaknya tersebut. “Kakak di kasih pinjem crayon sama Abang, Papah mau di buatin gambar gak sama Kakak?” Celoteh Frank, New mengangguk sebari mengunyah nasi dengan sayur sop yang ia buat tadi siang. “Nanti Kakak bikinin yang bagus ya?” New kembali mengangguk “Kakak mau makan lagi? Sini Papah sekalian suapin.” Frank menggeleng dengan keras “No Frank mau peluk Papah aja boleh?” New tersenyum lalu mengangguk “boleh dong” Frank pun dengan cepat menyandarkan kepalanya tepat di atas dada milik New lalu tangan mungilnya melingkari tubuh New, ada perasaan bersalah di hati New mungkin seharian ini ia hanya terfokus kepada anak bungsunya sehingga perhatian kepada dua anak lainnya sedikit berkurang.

Baru saja New kembali menyuapkan makanannya ia mendengar tangisan dari ruang TV miliknya dengan cepat ia pun meminum air putih untuk membantu mendorong makanannya agar cepat turun menuju kerongkongannya kemudian ia berdiri dengan Frank yang masih ada di pangkuannya secepat kilat ia menghampiri ruang TV.

“Ssttt, Adek jangan nangis.. Kan ini sama Abang, Papahnya lagi makan sebentar ceuppp ceupp yaaa.” New bisa melihat bagaimana anak sulungnya tengah menenangkan adiknya, begitu Nanon menyadari keberadaan Papahnya ia pun langsung kembali menaikan suara tangisannya “Paaaah.. Nanon mau di gendong Papah, Kakak no gendong! Kakak no” Frank yang merasa terancam pun semakin mempererat pelukannya di leher milik New “gantian! Adek dari tadi di gendong! Adek yang no!” Tangis Nanon semakin histeris “Kakak yang no! turuun, huaaahh mau Papah, Kakak no!” Tak lama Frank pun ikut menangis sebari terus mengeratkan pelukannya “Kakak mau peluk Papah, no turun no hiks.”

New menarik nafasnya dengan dalam-dalam ia mencoba menetralkan emosinya kemudian ia pun mengelus punggung Frank dengan perlahan “Kakak sayang, katanya mau bikinin Papah gambar? Papah mau di bikinin sekarang boleh?” New mengeluarkan suaranya selembut mungkin, Frank menyusupkan wajahnya ke leher New “Frank mau peluk Papah, no gambar no.” Nanon yang tak sabar kemudian menarik kaki Frank dan terus histeris mengeluarkan tangisannya “Kakak turun! No gendong no!!” Merasa kakinya di tarik dengan paksa Frank pun semakin mengeratkan pelukannya dan ikut histeris dengan tangisannya, New kembali menarik nafasnya ia kemudian menatap anak bungsunya “Adek, gak boleh tarik-tarik kaki Kakak, gak boleh main kasar.” Nanon berhenti menarik kaki Frank kemudian menunjukkan ekspresi tersedih di wajahnya, mau tak mau New pun mendudukan tubuhnya “gini aja yaa, Kakak Papah gendong di sebelah kanan Adek di sebelah kiri, jadi dua-dua nya di pangkuan Papah oke?” Nanon dengan cepat ikut memeluk leher New.

“Udah dua-dua nya ceup jangan nangis, Adek say sorry to Kakak.” Kedua tangan New sibuk mengelus pucuk kepala kedua anaknya, menenangkan keduanya dari tangis. Nanon menggeleng “no” New menarik kembali nafasnya “coba Papah tanya, kalau Adek lagi di gendong sama Papah terus tiba-tiba Kakak atau Abang tarik-tarik kaki Adek sambil teriak-teriak Adek suka gak?” Nanon menggeleng lemah “nah Kakak juga pasti gak suka, coba kalau Adek bicaranya lebih baik-baik dan sedikit aja sabar pasti Kakak bakal ngalah kok, gak perlu ada kejadian tarik-tarikan begitu.”

Nanon kemudian mengangkat wajahnya lalu menoleh ke arah Kakaknya yang berada tepat di sampingnya “sorry Kak..” Frank langsung mengangguk “iya.” New pun tersenyum “nah kasih hug Kakaknya.” Nanon pun turun dari pangkuan Papahnya lalu mendekati Kakaknya ia pun langsung mendekap tubuh Frank.

“Nah sini semua kita group hug Abang siniiii.” New melebarkan lengannya memberikan sisa spot untuk anak sulungnya, keempatnya pun berpelukan dan saling menyalurkan kasih sayangnya.

“Nah, karena kalian semua udah jadi anak baik Papah punya reward buat kalian.” Ucap New dengan semangat, “beli coklat? Beli Permen?” Nanon menanggapi dengan tak kalah semangat, New menggeleng lalu tersenyum “beli coklat sama permennya nanti aja ya? Gimana kalau sekarang kita main ke taman yang di sebrang komplek?”

“Mauuu!!” Jawab ketiga anak Vihokratana dengan kompak, New tersenyum hangat lalu mengecup satu persatu anak-anaknya “yauda, sekarang kita ganti baju dulu yaa? Biar pada tambah ganteng semuanya.” Ketiganya pun langsung berdiri lalu membuntuti New yang menuju kamar anaknya untuk mengambil pakaian ganti untuk ketiganya.

@pandaloura

“Pokoknya Adek gak mau sarapan kalau bukan Papah yang masakin!” Teriak Nanon sekali lagi, “tapi tuan muda adek ini Bi Ida udah masakin kesukaan aden.” Ucap Bi Ida dengan lemah lembut. “Sekali gak mau ya gak mau!!!! Biarin Adek gak mau makan pokoknya!”

“Gak usah ribet! Makan gak lu? Mau masuk angin?! Jangan bikin susah dek, cepet makan!” Terdengar suara Frank yang tak kalah lantang. “Kak, jangan ikutan teriak, Papah masih tidur.” Pluem beralih menatap adiknya “Adek mau sarapan apa? Biar di buatin lagi sama Bi Ida.” Nanon memberikan tatapan sedih kepada Abangnya “mau dibuatin sama Papah, gak mau sama Bi Ida.”

Frank menarik nafasnya kasar “Nanon Korapat Vihokratana, Papah tuh dari subuh mual-mual dan baru bisa tidur tadi lagi tadi jam enam! Lu dewasa dikit kenapa sih? Gak ada pengertiannya banget!” Nanon kemudian mengebrak meja makan yang ada di depannya “pokoknya kalau gak di masakin Papah Nanon gak mau makan!” Nanon berteriak.

“Eh-eh ini ada apa? Kenapa ribut pagi-pagi?” Ucap Tay yang baru saja bergabung di ruang makan tersebut. Frank dan Nanon yang masih saling bertatapan saling melempar tatapan membunuh.

“Kakak nyebelin Yah.” Nanon yang pertama bersuara Frank tentu saja tak terima “Nanon Yah, dari tadi ribet gak mau makan! Bi Ida udah masak ini itu, segala gak mau.” Nanon kembali membela diri “Adek kan mau makan masakan Papah, kata Ayah semalem Papah pasti ikut sarapan!”

“Lu bener-bener ya, kan gue udah bilang Papah dari subuh mual-mual Nanon.” Frank mencoba menahan suaranya agar tak kembali berteriak. “Pokoknya gakmau! Nanon mau sarapan di masakin Papah! Kalau engga, gak mau makan!” Nanon kembali berteriak lalu bangkit dari duduknya menghentakan kakinya kemudian berlari meninggalkan ruang makan tersebut. “Nangis sana nangis, ribet emang.” Frank kembali berteriak.

Tay hanya bisa memijit pelipisnya ia pun bingung cara menghadapi kekacauan ini, biasanya apabila ada masalah diantara anak-anaknya New lah yang akan maju terlebih dahulu akan tetapi sudah beberapa minggu ini New yang tengah mengandung kini menghadapi morning sickness yang lumayan merepotkan.

“Ada apa ini ribut-ribut?” Ketiga lelaki yang berada di ruang makan tersebut kompak menoleh ke arah sumber suara.

“Sayang? Kamu kebangun ya? Apa mual lagi?” Tay langsung mendekat kearah New dan memapahnya “aku gak papa, Papah denger pada ribut? Kenapa? Adek mana?”

Pluem mencoba menjelaskan “Adek tantrum, ngambek pengen sarapan di masakin Papah, nanti juga baik sendiri Pah.” New menoleh ke arah anak tengahnya “tadi Papah juga denger Kakak teriak?” Frank menunduk “abisnya kesel, Adek ribet banget tinggal makan doang.”

New menarik nafasnya dalam-dalam ada rasa bersalah di dalam hatinya beberapa waktu ini ia jarang sekali memasak untuk makan anak-anaknya jangankan untuk memasak, untuk makan pun New membutuhkan tenaga yang ekstra karena gejala morning sickness yang di deritanya.

“Biar Papah bikinin Adek sarapan dulu, kalian lanjut sarapan aja nanti keburu siang.” Sebelum New beranjak Tay terlebih dahulu menahan lengannya “nanti kamu kecapean yang, udah nanti juga Adek sadar sendiri. Mending kamu balik istirahat ya.” New melepas tangan Tay dengan perlahan “aku cuman manggang roti aja, udah mending kamu sarapan sama Kakak sama Abang. Adek biar aku yang urus.”

“Pap, udah sih biarin aja.” New menggelengkan kepalanya “udah Kakak makan sama Ayah sama Abang.” Kemudian New pun berjalan dengan perlahan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk Nanon. “Hati-hati Pah..” Ujar Pluem.

Beberapa menit New sibuk di dapur miliknya ia pun kemudian berjalan dengan membawa sepiring roti panggang dan juga segelas susu menuju kamar Nanon yang berada di lantai dua.

“Dek...” New memanggil Nanon di depan kamarnya,karena tak mendapat jawaban dari anaknya New pun sempat menyimpan piring berisi roti di rak pajangan yang berada di depan kamar Nanon, kemudian ia kembali mengetuk pintu kamar tersebut “naaak, Papah masuk ya..”

Setelah memutar pintu kamar anaknya New kembali mengambil piring berisi roti lalu mendekat ke arah anaknya yang kini tengah berbaring dan menutup tubuhnya dengan selimut tebal miliknya. “Katanya mau sarapan kalau di siapin sama Papah, nih Papah bawain roti panggang pake nutella yang banyak banget eh Papah tambahin keju deng duuuh wangi banget.”

Nanon yang memang bisa mencium aroma lezat dari roti yang di bawa oleh Papahnya kemudian dengan perlahan membuka selimut yang menutupi tubuhnya, New kemudian tersenyum hangat lalu menyimpan sarapan milik anaknya di atas nakas samping ranjang. “Sini, Papah pengen peluk dulu anak Papah yang paling ganteng.” Lalu New pun dengan perlahan menarik tubuh anaknya tersebut masuk ke dalam pelukannya.

“Duh bau acem, belum mandi yaa?” New mencium pucuk kepala Nanon, Nanon lalu terkekeh “hehehehe belum.” New pun melepas pelukannya lalu mengambil piring yang ada di nakas disampingnya “hari ini Papah bikinin roti panggang dulu ya? Nanti kalau Papah udah bisa masak banyak lagi, nanti Papah masakin apapun yang Adek mau.” Nanon mengambil alih piring tersebut lalu tersenyum “kangen nasi goreng kunyitnya Papah, kalau Bi Ida yang masak tuh gak pas harus Papah yang masak.”

New menganguk sebari mengelus pucuk kepala anaknya “nanti Papah bikinin ya? Sok Adek sarapan dulu ya nak, nanti kalau gak sarapan Adek masuk angin gimana? Ntar Papah sedih kalau Adek sakit.”

“Jwan..Jii yaa? Mwaa..Uu sama twellor duwaa.” Jawab Nanon yang kini mulutnya tengah sibuk mengunyah, New pun terkekeh “kunyah dulu baru ngomong nak.. Nih, minum susunya.” Nanon pun beralih meminum segelas susu yang di berikan oleh Papahnya, New hanya bisa tersenyum memperhatikan anaknya.

“Habisss... Makasiiih Papaaahhhh.” New kemudian tersenyum “sama-sama, maafin ya? Maafin Papah jarang merhatiin adek beberapa waktu kebelakang, Maafin ya nak?” Nanon menatap Papahnya “iyaa, maafin Nanon juga udah ngeribetin Papah, tapi Nanon kangen banget sama Papah. Papah tiap pagi gak pernah sarapan, kalau adek pulang ngampus Papah lagi istirahat atau bobo.. Adek kan pengen liat muka Papah, pengen di peluk..” Lirihnya.

New kemudian kembali memeluk tubuh bongsor anaknya “sini Papah peluk yang lamaa banget, Papah juga kangen banget.” Nanon membalas pelukan Papahnya dengan erat “dia nyusahin Papah ya?” lirih Nanon di balik pelukannya.

“Siapa?” New terheran-heran. “Nih si jelek.” Nanon menyentuh perut New yang kini sudah sedikit besar, New terkekeh “kok si jelek? Berarti Ayah sama Papah jelek dong?” Nanon menggeleng “dia doang yang jelek, Ayah Papah Adek Abang ganteng.”

“Kakak jelek dong?” Tanya New, “ganteng sih tapi cuman dikit, dikiiiiit banget segini nih.” Nanon memperlihatkan jari telunjuk dan ibu jarinya berdekatan sehingga meninggalkan sedikit celah diantaranya, New kemudian tertawa “Kalau Kakak denger marah loh dia.”

“Biarin, dia mah nyebelin. Galak terus, tadi juga teriak-teriak aja padahal kan Adek cuman pengen di masakin Papah.“Suara Nanon berubah menjadi terdengar sedih, dengan cepat New mengelus wajah Nanon “bukan galak, mungkin Kakak cuman pengen kasih tau adek tapi ngomongnya kekencengan.”

“Tetep aja galak, nyebelin.” Nanon mempoutkan bibirnya “sabar, sama saudara sendiri gak boleh bete-betean ah. Terus, masa calon adiknya di sebut si jelek? Nanti dia sedih loh, Papah juga ikut sedih sih kalau ada yang bilang anak Papah jelek.” New ikut-ikutan menunjukan ekspresi sedih.

Nanon yang melihat hal tersebut langsung sedikit panik “abisnya aku sebel, gara-gara dia Papah jadi lemes terus muntah-muntah. Terus aku gak suka, semua orang fokusnya sama dia aja padahal belum lahir, gimana nanti kalau udah lahir. Aku makin di lupain kali.”

New mencoba mendengarkan dengan seksama keluh kesah dari anaknya lalu menggeser tubuhnya menjadi berhadapan dengan Nanon “Papah gak pernah ada di posisi Adek yang tiba-tiba harus punya adik tapi Papah sebisa mungkin mengerti dengan perasaan Adek karena perasaan itu valid dan Adek boleh punya perasaan cemburu, takut seperti itu karena itu adalah hal yang wajar.” New mencoba berbicara selemah mungkin.

“Papah kan mencoba buat mengerti perasaan adek nah boleh gak adek juga berusaha buat sedikit-sedikit mengurangi perasaan cemburu adek dan mulai menerima keberadaan adik. Karena, dengan ada atau tidaknya adik sayangnya Papah sayangnya Ayah gak akan pernah berkurang buat adek.” Nanon hanya menunduk mendengar penjelasan dari Papahnya. “Nak..Mungkin selama Papah dan Ayah jadi orang tua kita gak sempurna dan mungkin ada aja kurangnya tapi kita selalu mencoba dan belajar buat adil untuk Abang,Kakak, sama Adek.”

Nanon mulai mengangkat wajahnya menatap wajah New yang masih berbicara kepadanya “mungkin awal-awal waktu Ayah sama Papah sedikit berkurang buat adek karena harus fokus dengan adik tapi Papah janji Papah akan sekuat tenaga buat adil dan gak cuekin adek kok, Papah cuman pengen minta pengertian adek sedikit aja ya nak?” Nanon mengangguk lemah “iya, maafin Adek malah childish banget, marah-marah gak ada pengertiannya. Adek malah tambah bikin susah Papah ya?”

New menggeleng lalu tersenyum “itukan bentuk penyampaian emosi Adek, gapapa.. Kadang kita kan butuh penyaluran emosi, kadang kita pengen marah dan gak suka dengan keadaan makanya menyalurkannya dengan marah-marah, cemberut it's oke sayang. Tapi jangan lama-lama ya?”

“Makasih yah Pah, padahal Adek nyebelin banget tapi Papah sabar banget.” Ucap Nanon menyesal, New tersenyum lalu mengelus kembali pucuk kepala anaknya “sama-sama sayang.”

Nanon kemudian memeluk tubuh New “dulu Abang sama Kakak pas tau Papah hamil Adek, mereka marah kaya adek gak?” “Hmm, marah-marah langsung sih engga karena kalau Abang sama Kakak nyampein emosinya lebih sering diem dan di pendem sendiri, tapi Papah selalu coba kasih pengertian kok kaya tadi Papah kasih pengertian ke Adek dan lambat laun mereka ngerti dan bahkan kalian saling sayang kan?” Nanon mengangguk di balik pelukannya.

“Yang paling penting kalian tau kalau Papah selalu berusaha buat adil bagi kasih sayangnya buat kalian, dan sayang Papah sama kalian tuh gak pernah berubah atau berkurang bahkan setiap harinya tuh selalu bertambah.” New kemudian mengecup pucuk kepala Nanon.

Nanon lalu melepaskan pelukannya “makasih ya Pah.. Adek coba deh dikit-dikit buat nerima dia.” Sebari melirik kearah perut milik Papahnya. “Iya sayang, kasian dong kalau Adiknya di musuhin sama Aa nanti sedih adiknya.”

“Ih, Papah mulai deh nyebelin kayak Kakak!” Nanon dengan cepat melipat tangannya di depan dadanya saat mendengar sebutan 'Aa' untuknya, New hanya bisa tertawa kecil “ehehehe iya-iya maaf.”

“Yang manggil Aa dia aja, yang lain tetep panggil Adek.” Lirih Nanon, New kemudian tersenyum mendengar ucapan dari Nanon hatinya menghangat karena tembok yang Nanon bangun dengan calon 'adik'nya sudah sedikit runtuh.

“Papah juga belum banyak ngobrol nih sama adek, kuliahnya gimana? Ada kesulitan gak?” New mulai membahas hal lainnya. Nanon menggeleng “gak, cuman agak capek aja ternyata kuliah gak kaya sekolah ehehe tapi seru sih, temen-temennya seru.. Tapi Adek bareng-bareng lagi sama Chimon masa ihhh, terus aja sama Chimon dari jaman SMP bosen banget.” Dan kemudian pagi itu di habiskan oleh keduanya dengan saling melempar cerita.

@pandaloura

Setelah membaca pesan dari kekasihnya, Nanon pun segera bergegas turun. Ia turun dengan mempoutkan bibirnya dan dengan perasaan yang benar-benar kesal. Bagaiamana ia tak kesal, seluruh keluarganya melupakan hari lahirnya dan bahkan kekasihnya pun ikut-ikutan membuat moodnya hancur karena ketiduran sehingga rencana keduanya menghabiskan waktu seharian gagal.

“Duh manyun aja, makin gemes deh aku.” Goda Ohm begitu Nanon membuka pintu mobilnya. “Diem lah, males aku sama kamu.” Nanon menutup pintu mobil kekasihnya dengan keras lalu menyilangkan tangannya tepat diatas dadanya.

Ohm sekuat tenaga menahan tawanya, sepertinya rencana membuat Nanon kesal benar-benar sukses “sayang aku kan udah minta maaf sama kamu, namanya ketiduran ya mana inget sayang.” Nanon menoleh kearah wajah Ohm lalu matanya mendelik “ya kamu malah begadang, udah tau hari ini mau pergi! Udahlah males debat aku.”

“Hehehe, yauda sebagai permintaan maaf aku nih yaa.. Aku bakal kasih kamu sesuatu yang mengejutkan banget.” Kekeh Ohm sebari tubuhnya setengah memutar ke arah belakang kursinya, ia mengambil sesuatu dari kantung yang berada di kursi belakang. Nanon masih saja tak peduli dan lebih memilih untuk diam.

“Nah, sini tutup dulu matanya” Ucap Ohm yang langsung menutup mata Nanon menggunakan sebuah kain panjang. “Ih Pawpaw apaan sih?!” Nanon sedikit berontak dengan apa yang baru saja kekasihnya lakukan. “Udah kamu diem aja, nih pake juga airpodsnya pokoknya kamu diem aja ya, denger lagu.”

Setelah Pawat memastikan kekasihnya tak bisa melihat dan mendengar keadaan sekitar ia pun mulai menjalankan mobilnya.

  • Hotel XXX Jakarta

Jam menujukan pukul enam lewat tiga belas menit, terlihat baru Pluem dan kekasihnya Puimek yang sudah tiba dan duduk di meja panjang yang berada di rooftop yang sudah di booking oleh Ohm.

“Pake dulu jaket aku, angin perpindahan dari sore kemalem jahat banget nanti kamu sakit.” Pluem memasangkan jaket miliknya ke tubuh mungil kekasihnya “makasihh Purim sayang.” Puim tersenyum mendapatkan perhatian manis dari kekasihnya tersebut.

Tak berselang lama Frank dan juga kekasihnya datang menghampiri meja tersebut “Bang..” Frank memanggil abangnya, Pluem pun menoleh “Oit..”

“Eh Kak Puim.. Bang Kak kenalin ini Pip pacar Frank.” Sapa Frank sebari langsung memperkenalkan kekasihnya yang berdiri di sampingnya. Bang Pluem tersenyum lalu menyambut jabatan tangan dari Pip “halooo, Pluem ya ini kenalin juga Puim.” Setelah berkenalan dengan Pluem, Pip bergantian menyapa dan memperkenalkan dirinya pada Puimek “halooo Kak, aku Piploy kalau kepanjangan panggil Pip aja yaaa.” Puimek pun tersenyum lalu tak berselang lama keduanya pun langsung akrab dan mulai membahas hal-hal yang sepertinya tak terlalu di mengerti oleh Frank maupun Pluem.

“Gini nih, cewek kalau udah ada lawannya euh segala di bahas.” Sarkas Frank yang kini duduk di sebelah Pip yang masih saja sibuk mengobrol dengan Puim. “Yauda sih biarin aja, kamu sana gih kemana kek. Bantuin Masnya nyiapin apa kek.” Balas Pip dan langsung kembali melanjutkan agenda mengobrolnya.

Pluem hanya bisa terkekeh “udah sini lu mending ngobrol sama gue aja.” Frank pun menggeser kursinya untuk mendekati Abangnya “Ayah sama Papah udah jalan kesini?” Pluem pun mengangguk “tadi gue telfon udah jalan kesini kok, paling bentar lagi.. Eh panjang umur tuh Ayah sama Papah” tunjuk Pluem menggunakan dagunya kearah pintu masuk dari arah restoran indoor.

Frank maupun Pluem dengan sigap berdiri menghampiri kedua orang tuanya “udah check upnya? Terus gimana? Papah sehat kan?” tanya Frank begitu dekat dengan Papahnya. New tersenyum “tenang dong, satu-satu.. Papah pengen duduk dulu, sekalian nyapa Puim sama Pip.”

Puimek dan Piploy yang sadar dengan kehadiran 'calon mertua' nya pun langsung berdiri dari duduknya lalu menyapa secara bersamaan “Malam..”

“Malam sayang, duh pada cantik banget sih.” ucap New sebari menyalami kedua 'calon menantu'nya, keduanya pun hanya bisa tersenyum malu-malu.

“Mas, ini kenalin nih.. Yang ini Puimek pacar Abang nah yang satu lagi Piploy nah ini pacarnya Kakak.” New mencoba memperkenalkan suaminya kepada kedua calon menantunya. “Ohiya haloo, saya Tawan Vihokratana ayahnya Pluem dan Frank ya.” Tay tersenyum penuh wibawa.

“Nah udah, sok duduk-duduk yaa.” New pun langsung mengambil kursi yang terdekat darinya.

“Pah ini Pip tadi baking cookies kata Frank Papah suka banget jadi Pip bawain lagi.” Ucap Pip sebari menyodorkan sebuah kantung berisi satu toples cookies “Aduh suka banget sih emang, makasih ya nak.” New mengambil kantung tersebut lalu tersenyum.

Tak lama Puimek pun ikut menyodorkan sebuah kantung “Pah, ini juga ada beberapa cemilan pengganti makanan kalau lagi mual, ini di rekomendasiin sama tante Puim yang obgyn.” New kembali tersenyum dan begitu merasa bersyukur “makasih ya nak, duh jadi ngerepotin.”

“Terus tadi gimana check upnya?” Pluem menginterupsi, Tay yang duduk di samping New menjawab “sehat kok, tapi memang gak boleh kecapeam terus Papahnya juga sedikit anemia tapi so far gapapa kok.”

Frank menggengam tangan Papahnya “anemianya bahaya gak? Papah ada keluhan gak?” New mengelus tangan Frank “gak sayang, sehat kok. Udah pokonya doain aja, Papah maupun adik sehat. Btw udah dapet kabar dari Ohm?”

“Tadi setengah enam sih Ohm udah jalan katanya, mungkin sebentar lagi. Coba Abang chat dulu” Jawab Pluem sebari mengeluarkan ponselnya dari kantung celana miliknya. “Udah di lampu merah depan katanya, Kak kebawah yuk jemput nanti Ohm kan naik duluan” Ajak Pluem kepada adiknya dan langsung dibalas anggukan oleh Frank.

Kurang lebih lima menit Frank dan juga Pluem menunggu di lobby hotel, mereka akhirnya bisa melihat mobil Ohm memasuki parkiran dan keduanya pun mendekat.

“Paw kita dimana sihh? Sumpah udah dong bukain ih.” Protes Nanon saat sadar mobil yang ia tumpangi berhenti. Tanpa mengeluarkan suara Pawat hanya turun dari mobilnya lalu membantu Nanon turun dari mobil “jangan di buka dulu, sabar dong Nanuuun sayang.”

“Eh ini siapa sihh..” Saat ada tangan lain menuntunnya “Abang ya? Ih parfum Abang ini mah.” Pluem sekuat tenaga tak mengeluarkan suara “ih ini juga parfum Frankieeee.” Setelah Nanon sudah berada dengan kedua Kakaknya Ohm kemudian berlari terlebih dahulu untuk menyiapkan segala sesuatu di rooftop.

Selama perjalanan dari lobby sampai rooftop Nanon tak henti-hentinya bertanya apa yang sudah di rencanakan oleh kekasih dan juga kedua Kakaknya, sampai akhirnya ketiganya sudah sampai di arena indoor Pluem bisa melihat Ohm sudah memegang kue dan kedua orang tuanya berdiri di masing-masing sisi Ohm sebari membawa bucket bunga dan juga sekotak hadiah, saat Ohm memberikan aba-aba dengan jempolnya Pluem pun bersiap membuka penutup mata yang menutupi mata adiknya.

Saat penutup mata terlepas ia bisa melihat Ohm memegang sebuah cake dan kedua orang tuanya tengah tersenyum dengan sumringah lalu tak berselang hampir semua orang yang berada di arena rooftop berucap “HAPPY BIRTHDAY NANON” lalu terdengar suara riuh dari kembang api yang diluncurkan mengarah kearah langit malam, Nanon mengadahkan kepalanya keatas begitu indah dan meriah tanpa sadar ia pun meneteskan airmatanya. “Sebeeeeeeellllll” Teriaknya.

Frank dan Pluem pun menuntun Nanon untuk mendekat ke arah Ohm “udah tiup lilin duluuu.” ucap Frank. Nanon memberikan tatapan membunuh kearah mata kekasihnya “nyebelin.”

Ohm tersenyum puas lalu mengangkat kue yang berada di tangannya “selamat ulang tahun Nanon sayang. Tiup dulu lilinya.” Walau dengan bibir mengerucut kedepan ia tetap melakukan ritual tiup lilinnya setelah melakukan hal tersebut ia menatap wajah kekasihnya “makasih Paw..” Ohm pun tersenyum lalu mengangguk “sama-sama yaa.” Tepat sebelum Nanon akan memeluk tubuh Ohm, Ayah Tay dengan sigap langsung menarik tubuh Ohm kebelakang “Et..Et.. Gak ada peluk-pelukan..”

“Ayaaaah maaaaah.” ucap Nanon sebal, Tay pun langsung memeluk tubuh bongsor anak bungsunya lalu mengecup pucuk kepalanya “selamat ulang tahun dunianya Ayah.” Nanon mengangguk sebari menahan air matanya “makasih Ayah..” Tay pun melepas pelukannya lalu Nanon menoleh ke arah Papahnya yang berdiri di samping kanan dengan cepat Nanon memeluk erat Papahnya “Adeeek kangeeeen meluk Papah.” New tersenyum hangat “sama, Papah seribu lebih kangen meluk Adek.. Selamat ulang tahun ya naaaak, bahagia selalu ya nak.. Apapun jalan hidup yang mau Adek tempuh Papah akan dukung Adek dengan segala hidup Papah, bahagia terus ya naaak.” New mengecup pucuk kepala Nanon yang kini tak kuasa menahan air matanya “makasiiiih Papahh, Nanon sayang banget sama Papah..” New melepas pelukannya lalu menghapus air mata di wajah anaknya “masa lagi ulang tahun nangis ah, udah yaa.” Nanon mengangguk sebari menghapus airmatanya.

Pluem pun yang berdiri di belakang Nanon langsung mengusak pucuk kepala adiknya “selamat ulang tahun adek Abang yang paling bongsoooor, bahagia selalu yaaa.” Nanon menoleh lalu tersenyum “makasihh Abang sayaaang.” Lalu Nanon menoleh ke arah Kakak keduanya “lu gak mau ngucapin birthday ke gue?” Frank terkekeh “selamat ulang tahun Aa Nanooooon.” Nanon langsung menghentakan kakinya “Ayaaaaaaaaah Kakakkk yaaah nyebeliiiin.”

“Kakaaaakk..” Tay bersuara, Frank kembali terkekeh “canda-canda, selamat ulang tahun adiku sayaaaang.” Lalu memeluk musuh bebuyutannya tersebut “makasiiiiihhh.” Balas Nanon, setelah Frank melepas pelukannya Puimek dan juga Pip secara bergantian memberikan ucapan selamat kepada Nanon.

Setelah semua selesai memberikan ucapan dan harapan untuk Nanon, acara pun berlanjut dengan pemberian kado lalu setelah selesai semuanya pun mulai menyantap hidangan yang disediakan.

Nanon pun tak henti-hentinya mengucap syukur di dalam hatinya, ia begitu bahagia bisa merayakan hari lahirnya bersama orang-orang yang begitu ia sayangi.

Begitu selesai menumpahkan segala keluh kesahnya kepada sang suami, New tetap memilih untuk beristirahat di kamar tamu seperti tujuan awalnya. Walaupun kini hatinya sedikit lega karena telah mengutarakan kekesalannya akan tetapi untuk bertemu langsung dengan suaminya New masih enggan. Ia pun segera menggulung tubuhnya dengan selimut tebal dan mulai masuk ke dalam alam mimpinya.

Sedangkan Tay, masih saja berusaha mengetuk pintu kamar tamu yang di tempati oleh suami manisnya namun usahanya sia-sia karena New masih saja tak memberikan respon apapun kepada dirinya, dengan langkah lemah ia pun menuju kamar miliknya untuk ikut beristirahat biar esok hari saja ia akan meminta maaf secara langsung kepada New.

Keesokan paginya, New terbangun karena rasa mual yang begitu hebat dari tubuhnya ia pun segera berlari menuju kamar mandi yang berada di kamar tamu yang ia tempati. Kurang lebih sepuluh menit New berusaha mengeluarkan segala hal dari perutnya, kepalanya pun begitu pening tak tertahan “sumpah mual gini terus ya Tuhan.. Apa jadi gitu?” ucapnya pada diri sendiri.

Tubuh New memang sedikit bermasalah akhir-akhir ini, ia menjadi cepat lelah terkadang mual datang tak tentu waktu tapi ia hanya berfikir bahwa ini hanyalah gejala masuk angin biasa, New pun berjalan perlahan menuju dapur untuk mengambil segelas air hangat untuk sedikit meredakan mualnya “cek aja gitu ya? Bentar, terakhir gituan sama Mas Tay kan kapan ya? Duh keseringan sih ah.” Gumamnya sebari berjalan.

Setelah meminum air hangat ia menoleh kearah jam dinding dan baru menujukan pukul setengah enam pagi, New pun memilih untuk menuju kamar miliknya “fix cek aja dulu deh.”

Dengan perlahan ia memasuki kamarnya ia dapat melihat suaminya masih tertidur pulas di balik balutan selimutnya, New mengambil salah alat test pack yang memang ia sediakan di laci miliknya lalu ia berjalan menuju kamar mandi untuk menggunakan alat tersebut.

Kurang lebih lima menit New terduduk di closet kamar mandi miliknya menggenggam alat test pack yang kini sudah menujukan hasilnya, New menatap alat tersebut dengan seksama dan menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat lalu kembali memakai celananya dan keluar dari kamar mandi tersebut.

Langit masih sedikit gelap akan tetapi New memilih untuk duduk di tepian ranjangnya di bandingkan dengan merebahkan tubuhnya dan kembali menutup matanya, fikirannya melayang lalu muncul perasaan aneh di hatinya tanpa sadar air matanya turun perlahan membasahi pipinya.

“Hin?” Terdengar suara serak khas bangun tidur dari samping tubuh New, Tay yang sadar suaminya menangis langsung bangun dan duduk mendekati suaminya “kamu kenapa? Yaampun maafin aku.” Tangis New semakin pecah dan Tay dengan sigap memeluk tubuh suaminya “iya aku salah, maafin aku ya? Maafin aku udah sibuk sendiri, aku janji aku bakal lebih baik dalam ngatur hobi dan waktu untuk kamu dan anak-anak. Maafin aku.” Lirih Tay sebari tetap memeluk New dengan erat.

Tay masih berusaha menenangkan New yang masih saja larut dalam tangisnya “maafin aku... Maafin aku..” Tay tak henti-hentinya mengucap maaf sebari mempererat pelukannya New kemudian dengan perlahan dan menggelengkan kepalanya lalu melepas pelukan suaminya di tubuhnya “Mas...”

“Ya sayang? Kenapa? Kamu masih marah? Atau ada apa sayang?” Tay bertanya dengan tatapan khawatir.

New mencoba menetralkan nafasnya sebari menghapus air matanya “Mas.. Kayanya kita mesti ke dokter sekarang.”

@pandaloura

Setelah sore tadi New pergi menjemput anak bungsunya, ia dan Nanon memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan berkeliling di salah satu Mall di kawasan Jakarta Selatan, bahkan di tengah-tengah waktu berdua antara Papah dan Nanon, Frank ikut bergabung karena Frank merasa sedikit khawatir dengan kesehatan Papahnya. Ketiganya pun menghabiskan waktu dengan berbelanja dan tak lupa menyantap makanan yang lezat.

Ketiganya pulang hampir pukul sepuluh malam, dan ketiganya langsung masuk ke kamarnya masing-masing untuk membersihkan dan juga mengistirahatkan tubuhnya.

“Pap, masih lemes gak?” Frank bertanya kepada Papahnya setelah ia selesai membersihkan tubuhnya. New menggeleng sebari merebahkan tubuhnya di ranjang miliknya “gak kak, cuman pegel aja kaki.” Frank pun segera mendekat ke ranjang milik orang tuanya lalu duduk di tepian ranjang tersebut dan mulai memberikan pijatan di kedua kaki milik Papahnya.

“Padahal kalo Papah gak enak badan jangan maksain ngajak jalan Adek, kan Adek bisa Kakak yang jemput.” Ucap Frank yang tangannya masih sibuk memberikan pijatan.

New tersenyum “gakpapa, lagian Papah cuman pegel doang. Ini di pijit Kakak langsung ilang deh pegelnya.” “Kakak istirahat aja gih.”

Frank menggeleng “bentar lagi, Papah juga tidur dong dari kemaren Kakak liat Papah tuh pucet terus sama kayaknya lemes banget terus Kakak liat Pap beberapa kali muntah-muntah terus deh. Cek ke dokter deh Pap” New kembali tersenyum mendengar perhatian dari anak tengahnya “iya sayang, ini masuk angin biasa. Kemaren kan Papah bantuin ospek Adek nyiapin ini itunya sampe suka larut banget jadi kecapean tapi nanti juga biasa lagi kok”

“Tapi kalau udah terus-terusan kita cek up aja ya Pap? Takutnya ada yang sakit didalemnya.” New mengangguk “iya Kak, makasih ya.”

Frank mengangguk kemudian bertanya “Ayah masih belum balik? Acara apalagi sih? Tadi Adek juga ngedumel terus kalau bahas Ayah.”

“Masih ada acara sama temen-temen kameranya nak, tadi adekmu di cuekin makanya marah-marah.” Jawab New.

“Tapi Ayah tau tadi Adek pulang?” Tanya Frank kembali.

New mengangguk “tadi nelfon sih, baru ngeuh Adek gak ada pas udah sejam Adek pergi, Ayahmu kan kalau udah sama kamera lupa dunia sekitarnya Kak.” Jawab New terkekeh.

“Emang Papah gak marah Ayah sibuk sendiri gitu?” Frank menatap wajah Papahnya, New pun tersenyum “sebel sih, tapi ya gimana kan itu emang hobi dia Kak. Tapi karena kalian juga jadi kena imbasnya nanti biar Papah kasih pengertian Ayah yaa, biar di kurangi waktu sama komunitas kameranya.”

Frank mengangguk “Kakak dah lama sih gak ngobrolin mobil sama Ayah, biasanya tiap harinya ada aja gitu waktu buat ngobrol hehehe.” New pun mengusap kepala Frank dengan lembut “nanti biar Papah ngomong ya, sekarang Kakak ke kamar gih. Tidur istirahat ya nak?”

“Yauda Kakak naik ya? Papah juga tidur aja, Ayah kan nanti bisa di bukain pintu sama Pak Iding atau Pak Amat.” New mengangguk “iya, met tidur ya nak.” Frank pun bangkit dari duduknya lalu mulai berjalan menuju pintu keluar kamar milik orangtuanya “met tidur juga Pap.” ucapnya sebelum menutup kembali pintu kamar New.

Setelah peninggalan anaknya New tak langsung bisa mengistirahatkan tubuhnya walaupun sesungguhnya tubuhnya merasa lelah tapi ia masih saja tak bisa menutp matanya maka dari itu New lebih memilih untuk menuju ruang keluarga untuk menonton televisi sebari menunggu suaminya pulang.

Sejam dua jam berlalu, New terbangun karena sempat tertidur di sofa ruang keluarga miliknya ia menatap jam di layar ponselnya “jam satu lebih tujuh menit.” gumamnya, ia pun bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kamarnya melihat apakah suaminya sudah tiba namun begitu sesampainya di kamar hasilnya nihil, suaminya belum tiba. Ia pun kembali menutup kamarnya sebari menghembuskan nafasnya kasar “cek anak-anak dulu deh.”

Setelah memastikan ketiga anaknya sudah tidur dengan nyaman New kembali turun ke lantai satu untuk menunggu suaminya, ia sempat melakukan panggilan akan tetapi ponsel suaminya tak aktif atau berada di luar service area. Kini New memilih menunggu suaminya di ruang tamu yang dekat dengan pintu masuk, sudah hampir lima belas menit menunggu akhirnya New bisa melihat ada sebuah mobil yang memasuki pagar rumahnya dan langsung menuju garasi.

“Kamu bener-bener ya mas? Ini jam berapa coba?!” Ucapan New begitu menyambut Tay yang baru saja keluar dari mobil miliknya. “Jam setengah dua, dan bisa gak kamu biarin aku masuk dulu baru kamu ngedumel?” Jawab Tay usai menutup pintu mobilnya lalu mulai berjalan menuju pintu masuk rumahnya dan New pun mengikuti langkah Tay di belakangnya.

“Kenapa gak sekalian aja kamu pindah? Gak usah pulang!” Ucap New begitu keduanya memasuki ruang keluarga, Tay langsung berbalik dan menatap tajam suaminya “kamu tuh kenapa sih?! Bisa gak gak usah teriak-teriak? Aku tuh capek.”

New menyilangkan kedua tangannya di dadanya “capek ya abis di kerumunin abg-abg? Seneng? Sampe lupa anak kamu cuekin!” Tay menunjukan ekspresi tak suka saat mendengar ucapan New “abg apaan sih? Ya kalau aku berinteraksi sama orang emang gak boleh? Dan masalah Nanon, fine aku salah aku lupa aku keasyikan tapi yang penting dia sehat wal-afiat kan?”

“Terus aja berlindung di balik kata-kata keasyikan! Saking asyiknya kamu gak punya waktu buat aku! Gak usah deh mikirin aku, fikirin anak-anak kamu! Anak-anak kamu juga butuh perhatian kamu, tapi mana kamu sibuk aja sama hobi kamu.” New tak mau kalah mendebat suaminya.

Tay menarik nafasnya dalam-dalam “emang salah aku ngilangin stress aku dengan pergi nyalurin hobi aku? Hah?? Emang salah? Susah sih ngejelasin ke orang yang gak punya hobi kaya kamu, kamu gak akan ngerti! Percuma!” Kemudian Tay membalikan tubuhnya dan mulai berjalan meninggalkan New, New yang merasa belum selesai kemudian dengan cepat meraih tangan Tay “aku belum selesai!”

Tay menepis lengan New “apalagi sih? Hah? Percuma, kamu tuh bisanya nyalahin aku, selalu aku yang salah! Aku cuman boleh luangin waktu buat kerja,kerja,keluarga! Apa kamu mau tau gimana stressnya aku? Aku butuh juga dong refreshing!”

“Aku gak pernah larang kamu ya dengan apapun kegiatan kamu! Tapi kamu harus sadar dong prioritas hidup kamu apa? Kamu sadar gak sih, sekarang hidup kamu kamera, kamera, kamera doang! Inget anak-anak kamu juga butuh bimbingan kamu Mas! Kamu baru sebulanan masuk itu komunitas tapi udah berapa puluh kali kita debat? Udah berapa kali anak-anak protes sama kamu yang sibuk dengan dunia kamu sendiri? Hah? Jawab!” New tak sadar menaikan suaranya.

“Eheeemmm.” Suara dehaman dari arah anak tangga menginterupsi keduanya, Tay maupun New langsung menoleh secara bersamaan. “Abang belum tidur nak?” New sekuat tenaga menetralkan suaranya agar terdengar biasa saja di hadapan anaknya.

“Abang kebangun ngedenger kalian saling teriak gitu, apapun masalah Ayah dan Papah bisa gak di selesaikan di kamar? Abang gak mau Kakak ataupun Adek ikut-ikutan kebangun ngedenger kalian debat gini.” Ucap Pluem sebari memberikan tatapan tajam kepada kedua orang tuanya.

New pun berjalan menghampiri anak sulungnya “Ayah sama Papah debat biasa kok, maaf kalau ganggu waktu tidur Abang. Kita berdua udah selesai kok, Abang tidur lagi ya nak.”

Sebelum New mendekat Pluem sudah terlebih dahulu membalikan tubuhnya dan mulai kembali menaiki anak tangga untuk kembali menuju kamar tidurnya. Tay kemudian berjalan menghampiri New, ia sadar ia tak boleh terbawa emosi dalam menyelesaikan masalah ini dengan suaminya “maaf aku teriak.” ucap Tay dengan nada menyesal.

New pun berjalan menjauh dari tubuh suaminya lalu sempat berbalik “malem ini sebaiknya kita sama-sama dinginin otak dan hati kita dulu Mas.” lalu kembali berjalan menuju kamar tamu.

@pandaloura

New kini tengah sibuk mempersiapkan sarapn untuk keluarganya, hari ini New kembali terlihat lesu dan tak bersemangat mungkin karena sudah beberapa hari setelah berakhirnya kegiatan Tay dengan club cameranya selesai New memilih untuk mengindari suaminya tersebut, sejujurnya ia melakukan hal tersebut karena ia mencoba menghindari pertengkaran dengan suaminya karena setiap Tay mulai membahas hal tersebut entah mengapa emosi New menjadi begitu menggebu-gebu sehingga ia lebih memilih untuk menghindari hal tersebut.

”Good morning Papah sayaaaang.” Sapa Nanon si anak bungsu begitu sampai di meja makan milik keluarganya. ”Morning adek sayang.” New membalas sapaan anaknya.

“Pagi Pap..” Frank yang kedua hadir ikut menyapa Papahnya. “Pagi Kak.. Sini cepet duduk, Abang mana?”

“Hadiiiiirrr..” Pluem sedikit berteriak dan berlari kecil menuruni anak tangga. “Awas jatoh Bang, pelan-pelan ah.” New memperingatkan anak sulungnya dan hanya di balas dengan cengiran dari Pluem.

Ketiganya pun mulai duduk di kursinya masing-masing, tak berselang lama Tay datang dari arah kamar tidurnya untuk bergabung di meja makan tersebut.

“Selamat pagi anak-anak Ayah, pagi juga sayang.” Sapa Tay kemudian mengecup pucuk kepala New yang duduk disampingnya.

“Pagiiii..” Keempatnya menjawab dengan sedikit enggan. Tay yang sudah duduk di kursinya menunjukan ekspresi kebingungan “kok pada lemes gitu sih?”

“Lemes, soalnya Ayahnya sok sibuk sih.. Waktu weekendnya di abisin sama orang lain bukan sama kita.” Jawab Nanon tanpa menatap wajah Ayahnya.

Tay menarik nafasnya kasar, ia sudah sadar setelah perdebatannya dengan New minggu lalu, New lebih memilih menghindari dirinya dan juga ia sadar bahwa beberapa waktu ini ia jarang bahkan hampir tak pernah meluangkan waktu untuk anak-anaknya “maafin Ayah ya? Kalian tau kan gimana Ayah suka banget sama kamera, kebetulan ada komunitas yang bisa nampung hobi Ayah, nanti setelah acara-acara di komunitas Ayah selesai paling Ayah kumpul sesekali aja kok.”

“Emang acaranya belum beres? Bukannya acara puncaknya minggu lalu? Sekarang ada acara apalagi?” Nanon mulai menatap Ayahnya dengan tajam.

Tay kembali menarik nafasnya dengan dalam “minggu ini ada acara pelepasan panitia gitu dek, cuman sabtu doang kok.”

“Nanti bilangnya sabtu doang, tau-tau sama minggu. Udah aja setiap hari, gak beres-beres deh.” Nanon menjawab dengan ketus.

Tay mengaruk lehernya yang tak gatal, ia tahu anak bungsunya menunjukan ketidaksukaan akan kegiatannya tapi tak mungkin Tay tak menghadiri acara tersebut “bener kok sabtu doang, adek ikut aja gimana?”

“Hmm, yauda ntar adek ikut biar ayah gak bohong.”

“Udah yuk, kapan makannya ini..” Frank menginterupsi.

New yang sadar kemudian berkata “dimulai aja Mas doanya, biar bisa dimulai sarapannya.”

Tay mengangguk lalu mulai memimpin doa.

@pandaloura

Pagi ini suasana hati New benar-benar sedang tak baik-baik saja, sikap suaminya yang terlalu asyik dengan dunianya sendiri sedikit membuat jengkel hatinya. Entah sudah berapa kali New menarik nafasnya kasar karena menahan emosinya, ia tak mau menunjukan di hadapan anak-anaknya bahwa ia sedang tak baik-baik saja.

“Papaaaaaah.” Teriak Nanon dari arah anak tangga, New menoleh lalu memberikan senyuman terbaiknya “tumben paling duluan turunya?”

Nanon segera duduk di kursi makan tempat biasa miliknya “hehehe, adek tadi kebangun karena aus yauda sekalian cuci muka aja sama sikat gigi.” New mengangguk lalu kembali merapihkan beberapa hidangan di meja makan.

Tak berselang lama, Pluem dan juga Frank bergabung di meja makan tersebut. “Pagi Pap..” Sapa Frank yang langsung duduk di kursinya. “Pagi sayang.” Jawab New dengan senyuman.

“Pah, Papah sakit? Kok pucet banget?” Tanya Pluem yang duduk berhadapan dengan New. New menggaruk lehernya “gak kok, cuman hari ini Papah sedikit gaenak badan tapi gapapa kok.” Ketiga anaknya langsung menatap New dengan tatapan khawatir “Pap gapapa? Mau ke dokter?” Tanya Frank.

New menggeleng dengan cepat “Papah gak papa, kecapean aja kok. Udah jangan pada khawatir gitu. Abang langsung di pimpin doa aja ya?” ucap New sebari menatap anak sulung yang berada di hadapannya.

“Ayah gak ikut sarapan?” Tanya Pluem, New pun menggeleng “Ayah udah berangkat dari subuh nak, ada acara sama komunitas kameranya.” Jawab New.

Nanon dengan cepat menatap Papahnya “subuh banget berangkatnya? Ayah kenapa sih sibuk banget deh, acara apalagi sih? Udah berapa kali coba Ayah gak ikut makan malem, terus sekarang juga malah mulai gak ikut sarapan! Gimana sih?” Nanon melayangkan protesnya.

“Ayah kan lagi acara sayang, nanti Papah coba kasih tau Ayah yaa. Udah yaaa, kita mulai aja ya sarapan nya.” New dengan lembut memberi penjelasan kepada anak bungsunya. Nanon hanya bisa mempoutkan bibirnya.

“Oke udah yaaaa, Abang mulai doa nya yaa?” Pluem dengan cepat mengambil alih, kemudian keluarga tersebut memulai makan paginya.

Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam, mobil BMW yang dikendarai Frank dan juga kedua orang tuanya sudah mulai memasuki pekarangan hunian keluarga Vihokratana. Setelah mobil tersebut terparkir, Ayah dan juga Papah pun terlebih dahulu turun lalu di susul oleh Frank.

“Tungguin atuh.” Frank sedikit berlari mengeja langkah kedua orang tuanya.

“Cepet, papah mau siapin makan malem ih udah telat.” Jawab Papah New yang masih sedikit berjalan cepat. “Dibilangi udah siap ih makan malem mah.” Frank menjawab, ia pun kini menahan kedua tangan Ayah dan juga Papahnya.

“Kak ada apa?” Ayah kebingungan, “bentar.” Frank melirik kearah pintu masuk, sebelum sampai dirumahnya ia sudah memberi tahu kedua saudaranya agar keduanya saudaranya tersebut menyambut Ayah dan juga Papahnya, lalu mereka berencana memberikan hadiah terlebih dahulu sebelum memulai makan malam bersama.

Tak berselang lama, Pluem dan juga Nanon muncul dari dalam rumah lalu bergegas mendekat kearah Frank dan juga kedua orangtuanya “nah kan udah ngumpul semua.” Frank tersenyum sumringah.

“Ini ada apa sih? Dari kemaren Papah gak boleh di rumah, terus dari tadi pagi papah gak boleh nyentuh dapur. Ini juga tumbenan banget kakak sampe mau jemput ayah. Kalian punya rencana apa hah?” New menatap tajam meminta jawaban kepada ketiga anaknya.

Nanon yang kini sudah berdiri di samping ayahnya “pokoknya surprise aja, ayok masuk dulu.” Lalu menarik ayah dan papahnya untuk masuk ke dalam rumah.

“Tutup mata dulu yah.” Nanon menutup mata ayahnya dengan kedua tangannya begitu sampai di ruang keluarga. “Ini ada apa?” suara Ayah Tay benar-benar terdengar kebingungan.

“Papah juga tutup mata gak?” Pluem terkekeh mendengar pertanyan dari papahnya “papah tutup matanya nanti aja, sekarang ayah dulu.”

“Siap-siap yaaa? 1..2..3..” Nanon melepaskan kedua tangannya di mata ayahnya lalu ketiga anak Vihokratana tersebut berteriak bersamaan “Selamat hari ayah, Ayah!!!”

Tay sedikit terkesiap saat membuka matanya ia melihat anak tengahnya sudah membawa sebuah kotak ke hadapannya. “Waduh, dikasih hadiah nih, makasih ya anak-anak ayah.” Tay mengambil kotak tersebut.

“Sama-sama ayah, buka dong. Ayah pasti suka deh.” Ucap Nanon dengan senyum merekah.

Tay pun mengangguk dan mulai membuka kotak yang berukuran lumayan besar tersebut, begitu kotak tersebut terbuka dengan sempurna Ayah tak dapat menutupi rasa terkejut sekaligus bahagia di wajahnya, mulutnya sedikit terbuka lebar saat mengetahui isi kotak tersebut adalah kamera. “Yaampun, nak.. Aduh, makasih ya anak-anak ayah. Aduh, ayah jadi terharu gini.”

Nanon langsung memeluk tubuh ayahnya dari samping “suka gak?” Ayah Tay mengangguk lalu mengecup pucuk kepala anak bungsunya “suka banget, makasih ya.” Lalu mulai memberikan kecupan kepada dua anak lainnya. “Makasih anak-anak ayah. Ayah seneng banget.”

New pun hanya bisa tersenyum hangat melihat interaksi suaminya dan juga ketiga anaknya, ia hampir meneteskan airmata karena begitu bahagia.

“Ih papah jangan nangis, kita juga punya hadiah buat papah.” Nanon langsung berlari memeluk papahnya. New terkekeh “loh papah juga dapet hadiah?”

Pluem mengangguk lalu Frank tersenyum dan mulai menarik tubuh papahnya “sini ikut deh, ayah kameranya simpen dulu. Kita liat hadiah buat papah dulu.”

“Ayooook.” Ayah Tay menyimpan kotak berisi kamera tersebut lalu mulai mengikuti ketiga anaknya dan juga suaminya yang berjalan ke arah dapur.

Frank menutup mata Papahnya dengan kedua tangannya sebelum mereka sampai ke dapur.

“Duh pake di tutup-tutup gini, papah jadi deg-degan.” Ucap New sebari berjalan perlahan karena kini indera penglihatannya tak berfungsi tertutup tangan anaknya.

“Pokoknya Papah pasti happy!” Nanon begitu bersemangat.

“Siap yaaa? 1..2..3..” Frank pun mulai melepas tangannya yang menutupi mata papahnya, New pun dengan perlahan membuka matanya lalu tangannya dengan spontan menutup mulutnya yang terbuka lebar ”omg!!!” Papah New sedikit berteriak.

“Selamat hari Papah juga, Pah.” Ketiganya mengucap hampir bersamaan, New pun tak kuasa menahan air mata bahagianya ia pun langsung memeluk tubuh Frank yang paling dekat dengan dirinya, lalu mengecup pucuk kepalanya “makasih ya sayang.” Frank mengangguk lalu tersenyum, Nanon pun langsung mendorong Frank menjauh “ih buka Frank aja tau yang ngasih.” New terkekeh lalu langsung menarik tubuh anak bungsunya ke pelukannya “iyaa, makasih juga ya adek sayaaaang.” Nanon pun tak lupa di berikan hadiah kecupan di pucuk kepalanya. “Sama-sama papah sayaaang.”

Setelah mengecup Nanon, New pun tersenyum lalu membuka kedua tangannya kehadapan anak sulungnya, Pluem pun dengan segera masuk kedalam pelukan papahnya “makasih ya abang sayang.” New juga mengecup pucuk kepala Pluem dan Pluem pun mengangguk “sama-sama pah.”

“Aduh, ini peluk-pelukannya jangan di dapur dong. Yuk pindah ke ruang keluarga lagi.” Suara Ayah Tay memecah keheningan, lalu keempatnya pun tertawa kemudian berjalan meninggalkan dapur dan kembali menuju ruang kelurga.

“Nih ada satu lagi hadiahnya.” Nanon memberikan sebuah kartu ucapan yang berisi tulisan tangan ketiga anak Vihokratana.

Tay dan juga New mengambil kartu tersebut dan membacanya bersama-sama, keduanya tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman di bibirnya, setelah membaca isi surat tersebut Tay pun menarik seluruh anggota keluarganya untuk masuk kedalam pelukannya “Tuhan baik banget, ngirimin kalian semua di hidup ayah. Love you nak, love you hin. “ Ucap Tay sebari memeluk ketiga anak dan juga suaminya.

“Ayah engaaap ihhhh.” Nanon protes karena kencangnya pelukan ayahnya membuat ia kesulitan menangkap oksigen.

Kelimanya pun tertawa bersama. Malam ini mereka benar-benar merasakan kehangatan luarbiasa dari moment manis tersebut.

@pandaloura