Takut
Setelah membaca dan membalas pesan singkat dari suaminya tanpa menunggu lama Tay langsung bergegas meninggalkan ruangannya dengan tergesa-gesa.
“Jan tolong info Pak Amin siapkan mobil sekarang juga di lobby, dan tolong batalkan semua kegiatan saya setelah ini.” Ucap Tay dengan tergesa-gesa kepada Jan sekertarisnya. Jan yang kebingungan hanya bisa mengangguk dan dengan sigap menghubungi sopir pribadi bosnya untuk segera bersiap.
Tay dengan cepat menekan tombol lift agar segera menghantarkannya turun, kaki Tay tak henti-hentinya bergerak jantungnya memacu darahnya begitu cepat sehingga dentuman jantungnya bisa terdengar dengan jelas menandakan bagaimana dirinya begitu panik dan khawatir akan keadaan suaminya.
Begitu dirinya sampai di lobby Tay langsung berlari tanpa peduli bagaimana orang-orang di sekitarnya terheran-heran karena dirinya yang begitu tergesa-gesa.
“Pak langsung ke RSPI Pak, tolong bawa saya secepet yang Bapak bisa.” Ucapnya begitu ia memasuki mobil hitam miliknya, Pak Amin pun tanpa lama-lama langsung menancap gas menuruti permintaan dari tuannya tersebut.
Selama di perjalanan Tay tak henti-hentinya melakukan panggilan telfon mulai dari suaminya, Bi Ida sampai supir yang mengantar New namun nihil tak satupun ada yang mengangkat panggilannya, kurang lebih lima belas menit mobil Tay kini sudah memasuki kawasan Rumah Sakit elite tersebut. Ia pun turun dan langsung bergegas berlari menuju IGD.
“Siang mbak, pasien atas nama New Thitipoom dimana ya? Kurang lebih satu jam yang lalu dia ke IGD, tolong mbak.” Tanya Tay pada salah satu perawat yang duduk di balik meja informasi. “Sebentar ya pak, pasien Thitipoom ya..” Kaki Tay masih saja bergerak dengan cepat tanda ia tak sabar dan cemas akan kondisi pasangannya.
“Pasien Thitipoom sudah naik pak, ada di VVIP Room 02 yang berada di lantai lima ya pak. Bapak lurus dulu, nanti di sebelah kanan ada lift setelah di lantai lima ke kanan ya pak. Di situ langsung ada ruang perawatan VVIP.” Jelas perawat tersebut, setelah mengucap terimakasih Tay pun kembali berlari mengikuti arahan dari perawat tersebut.
Sesampainya di lantai lima, Tay langsung menuju kamar bernomor dua dengan cepat ia membuka pintu kamar tersebut matanya terbelak melihat suami manisnya kini tengah terbaring lemas di ranjang kamar tersebut “Hin?” Tay langsung meraih tangan New dan mengelus wajahnya dengan perlahan.
“Tuan udah tiba?” Tiba-tiba suara Bi Ida menginterupsi Tay “Bi, saya pas baca chat langsung kesini. Bibi kenapa gak ada hubungin saya? Saya juga telfon Bibi sama Pak Amin bahkan saya telfon Mang Ujang, gak ada satupun yang angkat telfon saya? Gimana sih? Kalau ada apa-apa gimana?” Bi Ida hanya bisa menunduk dan meminta maaf dengan pelan “maaf tuan, saya juga tadi panik jadi gak bawa hape.”
“Bi handphone itu hal yang penting! Untuk komunikasi!” belum selesai Tay berucap ia merasa tangannya di elus dengan lembut “Mas...” Tay pun langsung menoleh dengan secepat kilat “Hin.. Sayang? Kamu kebangun? Apa yang sakit? Aku panggil dokter ya?” New mengangguk dengan lemah “gakpapa, kamu jangan jadi marahin Bi Ida.. Bi Ida gak salah.”
Tay pun memijit pelipisnya, ia tersadar seharusnya ia tak meluapkan amarahnya dengan mengebu-gebu kepada Bi Ida “Bi maaf saya sudah marah, saya panik. Maaf Bi.” Bi Ida mengangguk tanda mengerti “gapapa Tuan saya paham, tuan pasti panik sekali. Kalau gitu saya pamit keluar dulu ya Tuan.”
“Bi, bibi tolong pulang aja dulu terus tolong siapkan baju saya nanti tolong antarkan lagi sama Pak Amin ya Bi?” Bi Ida mengangguk lalu kemudian pamit meninggalkan tuannya.
Tay kini kembali fokus menatap lekat-lekat wajah suaminya, tatapan khawatirnya sangat terlihat jelas “maafin aku..” lirihnya. New menggeleng “aku gakpapa Mas..”
“Gapapa gimana?! Kamu sampe masuk rumah sakit Hin, dokternya udah periksa? Apa katanya? Kamu kenapa? Adik gimana? Dokternya kapan kesini lagi?” Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Tay dengan cepat New hanya bisa tersenyum melihat kepanikan suaminya “satu-satu dong, intinya aku anemia dan setelah di kasih obat suntik tadi aku sempet enakan dan bisa tidur. Adik juga gapapa cuman kita mesti istirahat dulu, terus tadi aku udah minta Prof Salim kesini lagi kalau kamu udah dateng, paling bentar lagi kesini secara tadi kamu tadi kesininya heboh banget.”
Tay duduk dengan lemas di pinggir ranjang milik New lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menarik nafasnya dalam-dalam New yang paham suaminya benar-benar khawatir kemudian menarik tangan suaminya “aku gapapa..”
“Aku takut..Maafin aku gak langsung datang pas kamu butuh, maafin aku kamu mesti nunggu satu jam sampe aku disini, maafin aku.” Suara Tay sedikit bergetar, New mengelus punggung tangan Tay “Mas.. Hey.. Aku gapapa sayang, jangan ngerasa bersalah gitu ya? Aku gapapa beneran.” Tay kembali menatap wajah suami manisnya lalu mengelus lembut dahi New “jangan sakit..”
Tak berselang lama terdengar suara pintu yang di geser Tay pun dengan perlahan menoleh “permisi.. Maaf menganggu waktunya.” Suara seorang lelaki paruh baya berusia sekitar lima puluhan memenuhi kamar tersebut “sore dokter..” Tay pun bangkit dari duduknya.
“Sore bapak Tawan.”
“Sore Prof Salim, jadi apa yang terjadi sama suami saya? Anak kami gimana?” Tanpa berbasa-basi Tay langsung melontarkan pertanyaan kepada dokter obgyn yang memang menangani suaminya. Prof Salim yang berperawakan tak lebih tinggi dari Tay pun hanya bisa terkekeh “sabar bapak, tenang-tenang.. Saya jelasin ya pak bagaimana kondisi suami bapak.”
Tay mengangguk “jadi.. Karena adanya perubahan dalam tubuh seseorang saat hamil akan berpengaruh pada kondisi kesehatan. Pasien membutuhkan pasokan darah segar dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Apabila kebutuhan darah ini tidak tercukupi, pasien akan rentan kena anemia seperti yang sudah jelaskan pada saat kontrol bulanan.”
“Nah untuk kasus pasangan bapak ini adalah pada intinya disebabkan oleh masalah kekurangan zat besi dan juga ada kelainan malabsorpsi. Malabsorpsi artinya tubuh tidak dapat menyerap asam folat secara efektif sebagaimana mestinya. Sehingga menyebabkan New mengalami gejala-gejala anemia bahkan tadi sampai sesak, tapi setelah saya kasih obat sudah berkurang ya sesaknya?” New mengangguk dengan perlahan.
“Apa ini bahaya untuk New Prof? Langkah yang harus di ambil apa ya?” Tay kembali bertanya.
“Ini adalah salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi pada orang hamil, tetapi tidak boleh disepelekan. Penyakit yang sering disebut dengan istilah kurang darah ini bukanlah kondisi yang bisa sembuh dengan sendirinya. Dan juga apabila jumlah sel darah merah dalam tubuh terlalu sedikit, yang mengandung dan janin dapat kekurangan gizi dan oksigen yang akan membahayakan keselamatan keduanya jadi untuk sekarang baiknya New dan juga bayi nya istirahat total terlebih dahulu disini, agar saya dapat pantau dengan baik.” Jelas Prof Salim.
Tay mengangguk mengerti “lakukan yang terbaik Prof untuk keselamatan suami saya.” Jawab Tay mantap.
“Keselamatan anak kita juga..” Lirih New.
Prof Salim membalas dengan senyum “pasti, pasti kami akan lakukan yang terbaik untuk keduanya.. Nah untuk obat-obatan sore ini sudah tidak ada, paling nanti malam ya? New ada keluhan lagi?” New menggeleng “gak dok.”
“Nah kalau sudah tidak ada, saya pamit yaaa? Kalau ada yang dibutukan pencel bel ya? Perawat ada yang jaga dua puluh empat jam.” ujar Prof Salim kemudian beliau pamit meninggalkan Tay dan juga New “terimakasih Prof..” ucap Tay sebari mengantar Prof keluar dari kamar tersebut.
“Tuh denger, ini gak boleh di sepelekan sayang.. Kalau kamu ada keluhan langsung bilang aku yaa?” New mengangguk “iya sayang, nanti kalau aku ada keluhan aku langsung laporan sama kamu.”
Tay mengecup pucuk kepala suaminya “yauda sekarang kamu tidur lagi ya?” New membetulkan posisi tidurnya lalu ia bertanya “anak-anak udah kamu kasih tau Mas?” Tay menggeleng “gak kefikiran aku, tadi fokusnya aku langsung pengen ke kamu.” New menarik nafasnya “dihubungin ya Mas? Mau makan malam juga kan, nanti mereka kebingungan.”
“Iya sayang, udah kamu jangan dulu mikirin anak-anak yaa? Kamu fokus sama kesehatan kamu dulu.”
“Tetep kefikiran Mas, kalau mereka gak makan gimana?”
“Aku hubungin Abang dulu, kamu istirahat dulu malam ini ya? Anak-anak biar aku handle, kamu tidur yaaaa.” New mengangguk lalu mulai kembali menutup matanya sedangkan Tay kini tengah mengambil ponselnya yang berada di saku jasnya lalu menghubungi anak sulungnya yaitu Pluem.