Tawan keluar dari kamar tidur miliknya setelah mandi, ia berjalan menuju meja makan dan kemudian menoleh ke sekitarnya. Tak terlihat kehadiran dari suaminya.
Sejak perdebatan keduanya semalam, mereka masih memilih saling meninggikan egonya masing-masing. Masih tak ada yang mau mengalah untuk sekedar menekan amarah dan duduk berdampingan untuk mengkomunikasikan masalah yang terjadi di antara keduanya.
Tawan sempat terduduk sebentar menatap makanan yang di siapkan oleh New. Lalu tak lama ia pun memilih bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar lama New lalu mengetuk pintu kamar tersebut “kamu gak mau makan?” Tanyanya.
Tak ada jawaban dari dalam.
Tawan kembali mengetuk “kamu tidur atau bisu?” Tanyanya kesal karena masih tak ada jawaban dari New di dalam.
Tawan pun mencoba memutar gagang pintu kamar tersebut mencoba masuk namun usahanya sia-sia karena New mengunci pintu tersebut dari dalam “ini kamu mau diem-dieman gini aja? Mau sampe kapan? Gak akan ada ujungnya kalo kamu kaya anak kecil gini terus!” Nada suara Tay sedikit meninggi.
“Halo?”
“Ini sampe lebaran monyet juga gak akan baik-baikan kita! Aku udah nurunin ego aku loh buat ngobrol sama kamu. Kamu beneran gamau nurunin ego kamu juga?” Tanya Tay sekali lagi sebari terus mengetuk pintu tersebut.
Sedangkan dari dalam kamar New yang masih terduduk di sisi ranjang lamanya masih memilih diam tak bergerak maupun bersuara, dirinya masih butuh waktu untuk menenangkan fikiran dan juga menekan amarahnya terlebih dahulu, ucapan dan perlakuan yang Tay lakukan kemarin benar-benar membuat amarah dari diri New meluap-luap sehingga dia memang sedikit membutuhkan waktu lebih lama untuk membicarakan hal ini dengan suaminya tersebut.
Namun karena Tay tak berhenti mengetuk dan berbicara, mau tak mau New pun bangkit dari duduknya “kamu bisa stop! ketokin pintu ini gak?! Aku masih gamau ngomong sama kamu!” Jawab New dari balik pintu.
Tay yang berdiri tepat di depan pintu kamar tersebut menarik nafasnya kasar “kenapa gamau ngomong? Terus mau sampe kapan? Sampe lebaran monyet kita mau diem-dieman? Ini gak akan nyelesain masalah New! Mau kamu apasih?!”
“Ya karena aku masih emosi sama kamu, jadi percuma kalau kita ngobrol sekarang gak akan beresin masalah! Yang ada kita malah tambah berantem gede! Udahlah, kasih aku space dulu.” Jawab New tak kalah lantang.
Kini sebenarnya keduanya berhadap-hadapan namun terhalang pintu kamar saja, New masih tak mau membuka pintu untuk Tay.
“Terserah kamu deh! Silahkan ambil waktu selama yang kamu mau! Komunikasi adalah kunci tai kucing! Di ajak komunikasiin masalah aja susah! Atur aja deh! Atur semerdeka kamu!” Jawab Tay sedikit berteriak lalu memilih berbalik menjauh dari kamar tersebut dan memasuki kamar utama lalu tak lama terdengar suara keras yang berasal dari bantingan pintu yang Tay tutup.
New hanya bisa menutup matanya, ia mencoba menetralkan nafasnya.. Mencoba menenangkan fikirannya sebentar, New merupakan tipe orang yang apabila ada masalah ia memiliki masalah ia akan mengambil jarak terlebih dahulu untuk menenangkan dirinya dan mencoba menstabilkan emosinya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan pasangannya sedangkan Tay, sesungguhnya ia lebih suka apabila ada masalah di bicarakan dan di selesaikan saat itu juga. Karena menurutnya apabila di tahan-tahan hanya akan menambah dan membuat masalah tersebut semakin berlarut.
Satu jam berlalu setelah perdebatan terakhir antar keduanya, New yang sudah lebih tenang keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kamar utama miliknya dan juga Tay. Tak lupa ia mengetuk pelan sebelum masuk “aku masuk ya..” Izinnya namun tak ada jawaban dari Tay.
Setelah masuk ke kamar tersebut ia menoleh menatap Tay yang tengah berbaring dan punggungnya ia sandarkan ke headboard kasurnya sebari menatap ponselnya dan memilih menghiraukan kehadiran New di kamar tersebut.
“Aku duduk ya.” Izin New lagi kemudian memilih duduk di tepi ranjang samping Tay namun Tay masih memilih diam gak merespon tindakan New.
“Aku udah enakan..”
“Mau ngobrol sekarang gak?” Tanya New pelan namun masih tak ada jawaban dari Tay.
Karena masih tak mendapat jawaban dari Tay, New pun memilih bangkit dari duduknya “oke kalau masih belum mau.” Ucapnya namun hal tersebut tertahan karena lengannya di tarik pelan oleh Tay “aku dulu yang ngomong.”
“Oke.” Jawab New kemudian ia kembali duduk di posisinya semula. “Silahkan kalau emang kamu mau ngomong duluan.” Ujar New mempersilahkan.
Tawan mengambil nafas perlahan sebelum mengeluarkan suaranya “satu..”
“Aku minta maaf karena udah buka-buka handphone kamu, kamu bener.. Itu gak sopan, dan aku ngingkarin hal yang aku sarankan sendiri, aku salah. Aku minta maaf.. Tapi aku beneran bukan sengaja buka-buka hape kamu, malem itu aku beneran gak sengaja kebangun dan denger banyak notifikasi dari hape kamu dan naluri aku sebagai suami tiba-tiba muncul gitu aja buat liat siapa yang hubungin kamu di tengah malem kaya gitu.. Tapi ini tidak membenarkan apa yang aku lakukan.” Jelas Tay pelan.
“Sekali lagi aku minta maaf.” Ujarnya kembali.
New mengangguk “ini aku boleh komen dulu atau kamu mau nyelesain semuanya dulu?”
“Terserah, langsung komen juga gapapa biar clear satu-satu.” Jawab Tay.
“Oke.”
“Makasih kamu mau minta maaf dan ngaku kalau hal yang kamu lakuin itu gak bener.. Aku sebenernya gak masalah kamu mau liat atau baca apapun dari hape aku, ya karena emang gak ada yang aneh-aneh.. Tapi aku kemarin marah karena aku ngerasa kamu ga percaya sama aku dengan diem-diem bacain chat personal aku.. Nextnya kalau emang kamu mau baca gapapa banget, tapi jangan umpet-umpetan seolah kamu gak percaya sama aku..” Jelas New kepada Tay.
“Aku terima maaaf kamu.” Ujar New kembali.
Tay mengangguk “makasih, kedua..”
“Aku beneran gak suka, kamu punya rahasia especially punya rahasia sama lelaki lain.. Aku tau, setiap manusia pasti punya rahasia tersendiri.. Tapi aku ngerasa sedih dan berasa gak di anggap aja kalau kamu bisa ceritain apapun sama orang lain tapi sama aku yang suami kamu gak bisa? Kayak, aku beneran ngerasa angin lalu di hidup kamu.” Suara Tay sedikit terdengar sedih.
“Maaf sayang..”
“Tapi sebenernya cerita yang aku rahasiain tuh ya tentang kamu-kamu juga.. Aku beneran minta maaf kalau ternyata itu bikin kamu sedih, tapi beneran yang aku ceritain ke Kak Off cuman sebatas masalah kita yang kemarin.. Perdebatan kita tentang punya anak.” New mencoba menjelaskan.
New sedikit merubah posisi duduknya sehingga kini ia bisa menatap wajah Tay “aku cerita ke Kak Off, kalau sebenernya aku yakin kalau sebenernya nanti kamu pasti bakal jadi Ayah yang hebat.. Aku cerita ke Kak Off kenapa kamu punya fikiran seperti itu padahal di mata aku, aku yakin kamu bakal jadi Ayah yang hebat.”
“Aku gak bisa cerita ke kamu karena aku takut malah jadi beban ke kamu untuk cepet-cepet punya anak padahal kemarin kan kita udah sepakat buat pelan-pelan dan emang jalanin semuanya dengan santai.” New mengenggam tangan Tay “maaf ya Tee.. Tapi aku beneran gak punya rahasia aneh-aneh yang aku umpetin dari kamu.” Ujar New sungguh-sungguh.
Tay membalas genggaman suami manisnya “aku percaya.. Aku masih boleh lanjut?”
“Boleh sayang.” Jawab New lembut.
Tay kembali menarik nafasnya “aku bener-bener cemburu liat kamu posting selfie sama Off.. Aku tau, kamu cuman nganggep dia abang atau temen deket tapi aku juga gak bisa ngontrol rasa cemburu aku Cha..”
“Aku bener-bener kesel, kepala aku mendidih pas liat kamu selfie sama orang lain.. Aku tau seharusnya aku gak boleh terlalu posesif tapi aku masih perlu belajar buat ngontrol rasa cemburu aku terhadap kamu, aku sayang banget sama kamu.. Apalagi kesalahan aku yang dulu selalu jadi bayang-bayang buat aku.. Gimana kalau kamu ninggalin aku lagi? Gimana kalau misalnya nanti kamu jatuh cinta sama orang lain selain aku?” Tay menunduk sedih.
New mengangkat wajah Tay yang tertunduk “Sayang..”
“Aku juga punya ketakutan yang sama kayak kamu, aku juga selalu kebayang.. Kalau nanti kamu gak sayang aku lagi gimana? Kalau nanti ternyata hati kamu masih bukan buat aku gimana? Aku juga punya ketakutan yang sama, buat masalah cemburu.. Aku gak masalahin, karena itu sangat wajar dan kalaupun aku di posisi kamu ngeliat kamu posting sama orang lain pasti aku juga kesel.. Aku minta maaf ya karena gak fikir panjang tentang hal itu, aku juga bakal belajar meminimalisir hal-hal kayak gini terjadi lagi. Maaf ya?”
“Kamu gak usah mikir aneh-aneh Cha, hati aku selalu buat kamu.. Aku gatau di masa depan bakal berubah atau engga tapi sejauh ini aku beneran hanya mau kamu, dan perasaan ini gak pernah berubah.” Jawab Tay pelan.
New mengangguk pelan “aku percaya sayang.. Ada lagi gak? Sebelum giliran aku?”
“Gak ada.. Udah cukup dari aku.” Jawab Tay.
Kini giliran New menarik nafasnya dalam-dalam “oke..”
“Sebenernya sanggahan kan udah aku bales.. Aku cuman mau bilang, aku tipe yang kalau lagi berantem atau marah butuh waktu sendiri dulu.. Aku tau kalau kamu tipe yang mau menyelesaikan masalah saat itu juga tapi aku bukan tipe yang seperti itu dan kayaknya kalau di paksain seperti itu gak akan bisa, aku beneran bisa meledak-ledak kalau ngobrol di saat akunya masih emosi..”
“Aku cuman minta, nextnya kalau nanti kita berantem lagi.. Tolong kasih aku space sebentar aja buat nenangin emosi aku ya? Aku bakal belajar buat gak terlalu berlarut-larut tapi percaya deh, kalau aku udah tenang.. Aku akan jauh lebih bisa di ajak komunikasi dan kerja sama” Jelas New kembali.
Tay mengangguk “iya, maaf.. Tapi jangan lama-lama.. Aku beneran gak bisa kalau lama-lama diem-dieman kaya tadi.”
“Iya sayang, aku bakal usahain gak lama-lama.” Ujar New kembali.
“Ada lagi?” Tanya Tay. New menggelengkan kepalanya “udah cukup.”
“Jadi malem ini tidur disini kan?” Tanya Tay kembali.
New mengubah ekspresi wajahnya berfikir “hmm gimana ya? Mau nya gimana?” Tanya nya penuh ejekan.
“Harus disini gamau tau.” Jawab Tay sebari langsung menarik tubuh New masuk ke pelukannya.
New hanya bisa terkekeh sebari pasrah saat tubuhnya di dekap erat oleh Tay “kangen di peluk” Ucapnya.
“Apalagi aku? Semalem udah berapa kali aku pengen dobrak pintu kamar sebelah buat narik kamu.” Jawab Tay sebari mengeratkan pelukannya.
Lalu keduanya pun menghabiskan sisa malam dengan saling mendekap, menumpahkan kerinduan dan melontarkan rasa cinta antar keduanya.
Menikah adalah saatnya kita melatih diri untuk bisa terus bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang diisi dengan penuh cinta.
Karena pernikahan bukan hanya tentang menyatunya dua perasaan cinta dari dua insan, tetapi tentang menyatunya dua pemahaman diri dan rasa toleransi yang tinggi. Sebab, perasaan cinta yang hadir di antara keduanya akan terjaga dengan baik jika ada rasa saling mengerti dan memahami perassan satu sama lain.
—oura