pandaloura

“Kan, langsung berangkat..” Ucap Pluem begitu membaca pesan terakhir dari sang Papah.

Frank yang duduk di sampingnya mengangguk sebari tertawa kecil “kaya abg aja gaksih? Sok-sokan marah, tapi pas di kasih tau sakit langsung ngibrit. Bucin.”

“Sama, lu juga.” Ujar Pluem sebari menepuk lengan adiknya dengan sikunya.

Frank terkekeh kecil “bucinnya nurun semua. Eh, Ayah udah di apart kan tapi?” Tanya Frank.

“Udah kok, tadi pas gue tanya dia bilang udah pulang ke apart. Yaudah, kita mau ke apart juga kan? Baru makan?” Kini giliran Pluem bertanya kepada Frank.

Frank mengangguk “iya, kita tunggu di lobby aja.. Takutnya gak dateng.”

“Pasti dateng. Tapi, yaudah kita kesana aja dulu..” Ucap Pluem lalu berdiri dari duduknya mengajak sang adik untuk segera pergi dari kantin tersebut menuju apartment keluarganya.

— Kediaman Vihokratana’s

Setelah mendapat pesan dari anak tengahnya, New tanpa menunggu lama langsung keluar dari kamarnya dan mengambil kunci mobil miliknya.

“Tuan, mau kemana? Ini makan malamnya sebentar lagi Bi Ida siapin ya?” Tanya Bi Ida yang tak sengaja berpapasan dengan New.

New mengangguk “iya Bi, tolong siapin ya.. Nanti tolong Adek juga di bangunin, dia masih tidur di kamarnya.. Saya mau keluar dulu, nanti Abang sama Kakak juga pulang.”

“Oke, hati-hati Tuan.” Ucap Bi Ida begitu terheran-heran melihat sang Tuan yang begitu terburu-buru berlari ke arah garasi rumahnya.

Begitu sampai di mobilnya, New langsung menyalakan mesin mobil tersebut dan segera bergegas menuju apartment dimana suaminya berada.

“Sok-sokan tiga hari gak pulang, malah sakit! Di bilang jangan pergi malah pergi! Kerasa kan, gak ada yang ngurusin! Gak bisa kan hidup tanpa aku!” Omelan New sepanjang jalan.

Sepanjang perjalanan omelan New sepertinya tak berheti “pasti makannya gak bener! Pasti ini mah, sembarangan! Sampe mual-mual gitu. Ampun!”

— Lobby Apartment Langham

Pluem dan Frank tengah terduduk di lobby mewah apartment tersebut, mereka memilih sofa paling ujung berharap tak terlihat apabila sang Papah datang namun masih bisa melihat keseluruhan orang yang lalu lalang dari sofa tersebut.

“Tuh Papah.” Ucap Pluem saat melihat sang Papah memasuki lobby dengan tergesa-gesa “pasti dateng kan..” Ucapnya lagi.

Frank yang awalnya sibuk melihat ponselnya hanya bisa mengangguk lalu mengangkat wajahnya melihat pergerakan sang Papah “yaudah, kita pergi aja berarti sekarang? Apa gimana Bang?”

“Hmm, coba tunggu sepuluh menit dulu deh.. Kalau gak keluar lagi, berarti aman.. Berarti lagi ngobrol berdua.” Jawab Pluem kepada adiknya.

Frank kembali mengangguk “oke, sekalian kita mikir ya mau makan malem apa?”

“Iya, gue mah apa aja kok. Kakak aja yang tentuin.” Jawab Pluem kembali.

“Yang bayar tetep Abang yak?” Tanya Frank sebari mulai kembali menjelajah dunia maya mencari rekomendasi untuk makan malam keduanya.

Pluem terkekeh “iya, Abang yang bayar.”

“Ok!” Ungkap Frank cepat.

— Unit Apartment Vihokratana’s

Tay yang baru saja menyelesaikan kegiatan mandinya melempar asal handuk basah yang baru saja ia gunakan. Setelah berpakaian lengkap ia pun berjalan menuju dapur untuk memakan makan malam yang tadi sengaja ia beli saat perjalanan pulangnya.

Ia menarik nafasnya dalam-dalam, membuka bungkusan berisi ramen yang masih hangat “kangen banget anak-anak, tapi mau balik bingung juga.” Monolognya sebari mulai mengaduk dan perlahan memasukkan mie ramen tersebut ke dalam mulutnya.

Sudah hampir tiga hari setelah perdebatan dirinya dan New, Tay memilih untuk menyendiri di apartment milik keluarganya. Bukannya menghindari konflik, Tay hanya ingin memberikan waktu kepada New untuk meredakan emosinya. Karena menurutnya akan percuma apabila ia pulang dan memaksa berbicara atau menjelaskan segalanya kepada New bukan jalan keluar atau kata maaf yang akan hadir namun hanya akan ada pertengkaran hebat nantinya.

Saat Tay tengah menyantap makanannya ia sedikit terheran karena terdengar suara akses yang di tap di pintu unitnya.

Dan tak beberapa lama, Tay pun tak dapat menutupi ekspresi terkejut dari wajahnya saat melihat New berjalan dengan cepat menghampiri dirinya “kamu lagi sakit malah makan mie!” Hardik New kepada Tay.

“Hah? Sakit?” Tanya Tay bingung dengan apa yang baru saja ia dengar dari pasangan hidupnya tersebut.

New tidak langsung menjawab pertanyaan dari Tay namun langsung menggeser mangkuk ramen tersebut dan kemudian mengecek suhu tubuh Tay dengan tangannya “yang kerasa apa? Kayanya kamu demam? Mual juga? Makan nya gak bener ya? Telat kan pasti? Apalagi?”

Bukannya menjawab pertanyaan sang suami manisnya, Tay lebih memilih untuk bangun dari duduknya dan langsung memeluk tubuh New yang begitu ia rindukan “aku kangen.. Maaf aku kemarin malah milih pergi.” Ucap Tay tulus sebari mengeratkan pelukannya.

“Jahat!” Jawab New sedih.

Tay mengangguk “iya aku jahat, maaf.” “Tapi aku berani sumpah apapun, aku gak pernah dek.. Kefikiran apalagi melakukan perbuatan curang di belakang kamu..”

“Iya aku percaya, maaf.” “Aku emosi, maaf aku malah ke kanak-kanakan nuduh kamu yang engga-engga..” Ungkap New penuh sesal.

Tay kemudian melepas pelukannya lalu menatap wajah New dengan seksama “aku gak minta banyak hal sama kamu New, tapi aku cuman minta tolong kamu percaya.. Apapun yang aku lakukan di luaran sana, itu semata-mata hanya untuk kamu dan anak-anak.”

“Maaf.” “Aku cemburu buta pas liat ada bekas merah itu.” Lirih New sebari menundukkan wajahnya.

Tay tersenyum lalu mengecup pelan pucuk kepala suaminya tersebut “aku juga pasti akan berlaku sama kalau di posisi kamu.”

“Jangan pergi lagi, Mas.” Pinta New pelan.

Tay menggelengkan kepalanya pelan “gak akan, paling kalau ada selisih paham Mas akan istirahat sebentar tapi Mas gak akan pernah pergi kemana-mana.”

“Maafin, kemarin aku banyak ngomong ngawur sama kamu.. Diemin semua chat dan panggilan kamu.. Padahal aku bingung mesti apa.” Ucap New kembali memeluk tubuh Tay.

“Iya gapapa sayang.. Sekarang udah enakan? Udah gak emosi lagi makannya kamu kesini? Kok kamu tau aku tidur di apart yang ini?” Tanya Tay kembali.

Kini giliran New yang melepas pelukannya “aku barusan di telfonin sama Kakak, terus pas aku telfon balik dia malah gak angkat.. Eh dia bilang katanya kamu sakit, demam sampe mual-mual gitu dan kamu sendirian di apartment ini.

Tay kemudian terkekeh pelan “pantes Abang tadi tiba-tiba bilang mau kesini, jadi aku di suruh pulang kesini dulu.. Oh ternyata ini jebakan mereka.”

“Tapi gapapa, jadinya aku nurunin ego aku buat lari liat keadaan kamu. Ternyata aku secinta itu sama kamu.” Ucap New malu-malu.

Tay kembali terkekeh “makasih ya sayang.” “Maafin aku belum bisa jadi pasangan yang baik buat kamu.”

New menggeleng “aku yang harusnya minta maaf, padahal kemaren kamu udah bilang kalau kamu capek banget tapi aku malah ngajak ribut..” New menarik nafasnya dalam-dalam “kamu emang gak sempurna tapi kamu selalu usahain yang terbaik buat aku, makasih ya Mas.. Maafin aku juga masih banyak kurangnya jadi pasangan kamu.”

“Yang kurang perhatian itu, ini..” Tay menunjuk tubuh bawahnya dengan tatapan menggoda membuat New menepuk dada Tay sebari tersipu malu “Mas mah..”

Tay menarik tubuh New untuk masuk ke dalam kamar utama apartment tersebut “mumpung berdua, ayok.”

New hanya bisa mengangguk pasrah ajakan suaminya, karena tak munafik.. New pun sangat merindukan kegiatan panas dengan suaminya tersebut.

— Oura.

“Ayah mana?” Tanya Nanon begitu duduk di kursi meja makan.

Frank yang masih sedikit terkantuk-kantuk hanya bisa mengangkat bahunya tak tahu.

“Mungkin nanti nyusul.” Jawab Pluem yang duduk di samping Nanon.

New berjalan dari arah dapur sebari membawa semangkuk besar nasi goreng dan menyimpan mangkuk tersebut ke meja makan dan segera duduk di kursinya “Abang, bisa tolong pimpin doa?” Pinta New kepada si sulung.

Pluem sedikit terkejut namun hanya bisa mengangguk.

“Kok gak nunggu Ayah?” Tanya si bungsu penasaran.

New tersenyum menatap anak bungsunya “Ayah udah pergi..”

“Pergi? Kemana? Kan sarapan agenda wajib? Kok pergi sih? Gak izin juga? Emang Ayah kemana?” Tanya Nanon bertubi-tubi.

New hanya bisa kembali tersenyum “Abang, tolong di pimpin doanya takutnya keburu siang.”

“Tapi Pah, Ayah kemana?” Nanon masih tak puas karena tak mendapat jawaban.

“Udah kita sarapan dulu ya? Abang pimpin doa yah..” Lalu Pluem mulai memimpin doa agar sarapan keluarga tersebut dapat terlaksana.

— Oura

New masih belum bisa memejamkan matanya padahal waktu kini sudah menunjukkan pukul dua malam. New menarik nafasnya dalam-dalam keluar dari kamarnya menuju ruang tamu untuk menunggu suaminya pulang.

Perdebatan dengan suaminya tadi siang, sedikit membebani fikirannya. Ia sadar suaminya hanya menjalankan pekerjaan negosiasinya namun sebagai pasangan Tay, New tidak suka saat melihat suaminya pulang dengan keadaan mabuk dan bau alkohol. Lagi pula, siapasih yang suka pasangan hidupnya mabuk-mabukan?

Lima belas menit berlalu masih belum terlihat tanda-tanda Tay datang, kini perasaan New bertambah menjadi timbul rasa khawatir.

Ia terbangun dari duduknya begitu mendengar suara gerbang terbuka, saat melihat mobil sang suami memasuki pekarangan rumahnya ia langsung kembali ke kamar. Tak mau Tay tahu bahwa ia menunggu nya semalaman.

“Makasih ya Pak Amin, maaf ya jadi lembur pagi banget.. Besok bapak masuk siang saja ya.. Nanti saya pake taxi aja ke kantornya.” Ucap Tay begitu keluar dari mobil.

Pak Amin mengangguk “gapapa Tuan, saya malam ini tidur di sini saja. Jadi besok pagi tetap bisa antar Tuan kok.”

“Yasudah, saya masuk ya Pak.” Ujar Tay sebari langsung berjalan perlahan menuju rumahnya.

Begitu memasuki rumahnya Tay langsung bergegas ke kamar dan sedikit terkejut saat mendapati New masih terbangun dan duduk di samping ranjang milik keduanya.

“Belum tidur sayang?” Ucap Tay mendekat mencoba memberikan kecupan kepada New namun langsung di tolak “kamu bau alkohol.” Ucap New ketus.

Tay menarik nafasnya dalam-dalam “sayang.. Aku gak bisa nolak, gak sopan kalau nolak.”

“Kamu bilang kamu bakal usahain gak sebau ini, ini dari jarak segini aja aku bisa nyium bau alkohol kamu Mas!” New kembali bersuara.

Tay mengambil lengan New untuk di genggam “oke aku minta maaf ya.. Sayang, aku beneran capek banget.. Aku tau aku salah, aku minta maaf ya? Tapi boleh gak aku hari ini istirahat dulu?”

New menoleh menghadap suaminya yang duduk di sampingnya, namun New sedikit terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat “ini.. Ini lipstick siapa? Kamu ada main sama yang lain?!” New menunjuk bagian leher kemeja Tay yang kini tercetak bercak merah yang sedikit terlihat seperti bentuk bibir di kemeja milik suaminya tersebut.

“Hah? Lipstick apasih? Gak, aku gak tau.” Tay terdengar panik dan mencoba menarik kemeja yang ia kenakan berharap bercak merah tersebut dapat ia lihat dengan mata kepala nya sendiri.

New bangkit dari duduknya “pantes! Aku tungguin kamu dari jam dua belas! Gak dateng, jam satu masih gak dateng! Sampe jam dua lebih baru dateng! Bilang gamau banyak minum tapi dari jarak berapa meter aja aku udah bisa cium bau alkohol dari tubuh kamu! Di tambah sekarang, ada bekas bibir di kemeja kamu! Abis main di hotel mana kamu?! Hah?!” New mengungkapkan emosinya.

“Sayang, dengerin dulu.. Tenang.. Ini kayaknya tadi sekertarisnya Mr Tanaka mabuk terus aku bantuin berdiri gak lebih! Bahkan aku gatau ada bekas lipstick dia di baju aku.” Tay mencoba menenangkan suaminya memberikan penjelasan kepada New.

New melepaskan genggaman Tay “kenapa harus kamu yang bantuin dia berdiri? Emang cuman kamu aja yang ada disitu? Enak ya aku nungguin kamu disini kamu enak-enakan sama perempuan!“

“New! Aku gak bohong! Astaga, kamu bisa tanya staff aku! Kamu perlu aku telfon Michael? Oke aku telfon sekarang biar kamu percaya!” Tay merogoh ponsel yang ada di kantung celananya dan mencoba melakukan panggilan ke kontak yang ia namai Michael namun belum panggilan tersebut di saut New dengan kasar menarik ponsel tersebut dan mengakibatkan panggilan tersebut terputus.

“Gak perlu!” New melempar ponsel Tay ke kasur dengan kasar.

Tak terima dengan perlakuan kasar suaminya Tay pun menggelengkan kepalanya tak suka “kamu apa-apaan sih?! Kasar! Gak sopan!”

“Hah sopan? Buat apa aku kasih rasa sopan aku ke orang yang gak bisa jaga kepercayaan pasangannya? Main gila sama perempuan di belakang?! Alesan makan malam makan malam! Kenapa kamu pulang? Sekalian aja kamu tidur sama perempuan itu!” Suara New berteriak, untung kamar keduanya tertutup rapat sehingga suara pertengkaran keduanya hampir tak terdengar keluar.

Tay memegang pelipis dahinya mencoba menetralkan nafasnya, ia tak mau terbawa emosi “New.. Percuma, aku jelasin apapun sekarang kamu gak akan percaya.” “Biar aku keluar dulu, kamu tenangin diri kamu.. Besok kita ngobrol lagi.” Tay mengambil ponselnya di kasur lalu berbalik memunggungi New yang masih terlihat sangat emosi.

“Pergi aja! Pergi temuin perempuan itu!” “Siapasih yang gak suka di kasih perempuan muda?! Bantuin berdiri?! Hah, persetan!” New mencibir.

Ucapan New membuat Tay terdiam di posisinya dan menutup matanya, mencoba meredakan emosinya.

“Kenapa diem? Sana pergi, lanjutin apa yang tadi kamu lakuin! Enak kan sama perempuan muda?!” Ucapan New memicu emosi Tay kembali meluap.

Tay membalikkan tubuhnya kembali lalu mencengkram tubuh New “sedikit pun saya gak pernah ada fikiran untuk main gila di belakang kamu New Thitipoom Vihokratana.”

“Iya gak pernah kefikiran tapi langsung di lakuin? Cih.” New tak sedikitpun mencoba untuk menurunkan emosinya. “Kenapa diem? Enak di cium-cium perempuan? Ini baru yang keliatan, gatau dalemnya abis kali sama seketaris muda.” New seolah sengaja memicu emosi Tay.

Tay melepas cengkaraman dirinya di tubuh New “besok lagi kita bicara.”

“Kamu pergi dari kamar ini artinya kamu mau pergi juga dari hidup aku sama anak-anak!” Ancam New terdengar tak main-main.

Tay kembali lagi menarik nafasnya “kalau saya disini gak akan ada jalan keluarnya, yang ada kita tambah bertengkar. Emosi kamu dan saya lagi tinggi, saya keluar.”

“Sekali lagi aku ingetin..” “Begitu kamu keluar dari kamar ini, artinya kamu juga keluar dari hidup saya dan anak-anak.” New kembali menekankan.

Tay tak menggubris ucapan New, ia memilih tetap berjalan.

“Tawan!!! Sekali lagi saya ingetin! Kalau kamu keluar dari kamar ini artinya kamu keluar juga dari hidup saya sama anak-anak.” New kembali berteriak namun Tay tetap tak menggubrisnya dan tetap keluar meninggalkan New sendirian.

— Oura

— Sampai jadi debu

New menarik nafasnya panjang lalu mengistirahatkan tubuhnya perlahan di kursi yang berada di ruang keluarga miliknya. Menatap sekeliling ruangan tersebut yang baru saja ia bereskan “akhirnya selesai juga, emang gak bisa kalau beres-beres anak-anak masih bangun.” Lirihnya.

Ia kemudian menatap jam dinding “udah hampir jam dua belas tapi Mas Tawan belum pulang.” Lalu New memilih untuk bangun dari duduknya dan berjalan menuju kamar milik anak-anaknya.

Ia langsung tersenyum hangat begitu melihat ketiga anaknya tengah tertidur pulas sebari saling memeluk.

“Selamat tidur anak-anak Papah.” Lirihnya pelan sebari mencium pucuk kepala masing-masing anaknya.

Iapun kembali keluar dari kamar tersebut dan memilih duduk di kursi makan sebari memegang ponsel miliknya “oh, ini 30 Januari?” Tanya nya pada diri sendiri sesaat setelah melihat pesan ucapan selamat ulang tahun yang di kirimnkan oleh kedua orang tuanya.

“Aamiin..” Ucapnya setelah membaca rentetan harapan dan doa yang di panjatkan kedua orang tuanya melalui pesan teks tersebut.

New tersenyum lalu terkekeh pelan “sampe lupa hari ini ulang tahun.” Kesibukannya mengurus ketiga anaknya yang berumur enam, lima dan tiga tahun sedikit menguras tenaga dan fikirian diri New. Usaha Tawan yang masih belum bisa di bilang sukses mau tak mau membuat New untuk tetap menjaga ketiga anaknya tanpa bantuan dari siapapun.

“Semoga tahun ini, di berikan keberkahan.. Rejeki Mas Tawan makin banyak, proyeknya makin sukses, Mas Tawan dan anak-anak sehat terus.. Aamiin..” Ucap New di ulang tahunnya.

“Selamat bertambah usia New Thitipoom.” Ucapnya kembali sebari memeluk pelan tubuhnya sendirian.

— 02.00 AM. 30, Januari.

Tawan yang baru saja sampai di rumah sederhana miliknya langsung bergegas menyimpan kantung yang ia bawa ke dalam kulkas kecil miliknya. Ia kemudian berjalan perlahan menuju kamar anak-anaknya. “Selamat tidur jagoan-jagoan Ayah.” Ujarnya sebari tak lupa mengecup dahi masing-masing anaknya yang masih terlelap tidur di kasurnya.

Setelah melihat ketiga anaknya ia pun berjalan menuju kamar miliknya dan juga suami manisnya. Begitu ia memasuki kamar tersebut ia sedikit tertegun saat melihat suami manisnya tertidur dengan tenang, ia berjalan mendekat lalu mengelus wajah putih milik New “selamat ulang tahun sayang, maafin Mas ya.. Belum bisa kasih yang terbaik.. Panjang umur ya New? Mas pengen bikin hari-hari kamu bahagia terus sampai nanti, sampai kita tua, sampai kita sama-sama jadi debu.” Tak lupa Tay mengecup lembut dahi dan juga bibir New yang sepertinya hari ini cukup lelah sampai tak terusik dengan kehadiran suaminya.

— 06.30 AM. 30, Januari.

New terbangun dan sedikit tersentak saat ia melihat jam dinding di kamarnya. “Ah kesiangan.” Ucapnya sebari mencoba mengusak wajahnya, saat ia akan bangun dari kasurnya ia baru sadar bahwa suami nya tak ada di sampingnya “Mas Tawan gak pulang apa ya?” lalu bergegas bangun dan segera keluar dari kamarnya.

Begitu ia membuka pintu kamarnya ia langsung tersenyum pelan saat melihat Tawan tengah mengurus ketiga anaknya yang terduduk rapih di kursi meja makan sebari memakan sarapannya.

“Selamat pagi Papah” Sapa si sulung begitu melihat sang Papah. New tersenyum lalu mendekat “pagi sayang.”

“Pagi Mas? kamu masak sarapan?” Tanya New yang kini di paksa duduk oleh Tay.

Tay mengangguk lalu tersenyum “kenapa udah bangun? Kamu kaya capek banget, istirahat aja gih.”

“Gak kok.” Jawab New sebari menggelengkan kepalanya.

“Papah, Papah.. Kita kue punya buat Papah ulang tahun kan?” Ucap si bungsu yang langsung di tegur oleh si tengah “ih Adek, jangan bilang-bilang! Kan kita mau kejutan ke Papah.”

New terkekeh pelan “oh, Abang Kakak sama Adek punya kue buat Papah?”

“Ayah beli, ada putih manis Adek colek tapi kata Abang no no, punya Papah.. Adek mau kue boleh?” Ucap si bungsu.

Tawan terkekeh lalu membalikkan tubunya berjalan menuju kulkas dan mengambil kue berukuran kecil yang telah ia siapkan “nah, karena udah di colek-colek sama Adek.. Kita kasih nih ke kue nya ke Papah.”

“Adek kasih Adek..” Nanon mencoba turun dari kursinya dan bergegas mendekati sang Ayah yang tengah memegang kue.

Tawan tersenyum dan segera membantu sang bungsu agar dapat memegang kuenya “nih pelan-pelan Dek.. Ayok kita nyanyi sama-sama ya.. Satu.. Dua.. Tiga.. Selamat ulang tahun..” Dan kelimanya pun bernyanyi bersama merayakan hari lahir lelaki tersayang di dalam keluarga kecil tersebut.

“Adek tiup Adek.” Nanon mencoba meniup lilin di kue berwarna putih tersebut namun langsung di sanggah oleh sang Kakak “ih, ini kan Papah yang happy birthday bukan kamu Nanon!”

“Gapapa, Adek tiup boleh? Pweasee..” Nanon memohon. New mengangguk sebari tersenyum “kita tiup sama-sama ya gimana? Abang sama Kakak sini.” Ajak New kepada dua buah hatinya yang lain.

Pluem dan juga Frank langsung mendekat

Jam menunjukkan hampir pukul sebelas malam saat Tay sampai di apartment miliknya. Ia berjalan pelan ketika memasuki apartment, berharap suara kedatangannya tak menganggu waktu tidur suaminya.

Tay tersenyum hangat begitu melihat New tengah tertidur dengan nyaman di ranjang milik keduanya, ia kemudian mendekat dan mengecup pelan bibir dan dahi suami manisnya tersebut ”good night, sayang.” lirihnya pelan.

Belum tubuh Tay beranjak dari posisinya, New membuka matanya perlahan “Tee?”

“Iya sayang, tidur lagi ya.. Maaf aku ganggu.” Ucap Tay lembut.

New menggeleng “gak ganggu, kamu udah makan? Baju buat ganti udah aku siapin ya..”

Tay mengelus pelan wajah putih suami manisnya “udah sayang, makasih yaa.. Kamu bobo lagi ya? Abis mandi aku nyusul kamu bobo.”

“Mmm..” Jawab New sebari kembali menutup matanya yang masih sangat mengantuk.

Tay kembali tersenyum hangat “selamat tidur sayang.”

“Makasih ya Den Abang, padahal Bi Ida aja yang beresin dan siapain.” Ucap Bi Ida sesaat setelah meletakkan piring terakhir berisi makan malam untuk Abang maupun Kakak.

Pluem tersenyum hangat sebari menggeleng “gapapa Bi, bantuin bawain makanan aja kok. Gak berar. Makasih ya Bi, Bibi sama Mang Ujang jangan lupa makan juga ya?”

“Iya Den, ini mau makan.. Eh, Den Kakak belum turun? Biar Bibi panggilkan ya.” Sesaat ketika Bi Ida baru saja akan berjalan beberapa langkah, namun Frank sudah terlebih dahulu berjalan menuju meja makan tersebut “Frank disini Bi..”

Bi Ida tersenyum lalu berjalan berdampingan dengan Frank “yaudah, sok pada makan ya berdua.. Yang banyak makannya, Bibi ke dapur dulu ya? Kalau ada apa-apa panggil Bibi aja.”

“Makasih Bi..” Ucap Pluem.

Lalu Pluem menoleh ke adiknya yang baru saja duduk di kursinya “udah selesai tugasnya?”

“Sedikit lagi.” Jawab Frank singkat.

Pluem mengangguk “yaudah nanti kalau ada yang butuh bantuan kasih tau Abang ya?”

Frank mengangguk.

“Abang pimpin doa dulu ya?”

“Iya.” Jawab Frank kembali.

Keduanya pun berdoa dan memulai makan malam tenangnya hanya berdua.

— Kamar Frank Thanatsaran Vihokratana

tok tok Terdengar suara pintu kamar Frank di ketuk dengan perlahan.

“Ya masuk.” Ucap Frank yang masih fokus menatap layar laptopnya.

“Abang masuk ya” Terdengar suara dari balik pintu. Setelah beberapa lama Pluem pun mulai masuk ke kamar adiknya tersebut, ia kemudian mendekat ke tempat dimana adiknya berada.

“Masih banyak?” Tanya nya pelan.

Frank menggeleng “ini udah selesai, tinggal save. Kenapa Bang?”

“Gapapa, Abang pengen liat aja. Kirain masih banyak, tadinya pengen Abang temenin kamu dek” Jawab Abang.

Frank terkekeh “dah lama banget gak denger lu manggil gue dek.”

“Cuman bentar ya manggil Dedeknya?” Tanya Abang sebari ikut terkekeh.

Frank mengangguk “bentar, kan keburu ada Adek akhirnya ganti jadi Kakak tapi Abang sering lupa juga manggil Dedek awal-awal.”

“Iya.. Dulu kamu masih kecil banget, nurut.. Maunya deket Abang mulu, sekarang mah menyendiri aja terus.” Ucap Pluem kepada adiknya.

Frank menoleh menatap Abangnya “lu juga maunya deket gue aja, apa-apa mau sama gue ya gue kan jadi kebiasaan.”

“Inget gak, dulu pas ada Fiat main ke rumah terus kamu ngamuk karena di kira Abang punya adik lagi? Sampe Abang gak boleh deket-deket Fiat? Kamu umur berapa ya itu?” Tanya Pluem sebari mencoba mengingat-ngingat hal tersebut.

Frank tertawa teringat hal tersebut “namanya bocah.”

“Tapi sekarang kalau ada apa-apa malah kamu lebih deket dan suka cerita sama Fiat daripada sama Abang.” Ujar Pluem pelan terdengar sedikit nada kecewa di ucapannya tersebut.

“Gak gituu, orang cerita sama Kak Fiat cuman bahas mobil, tato gitu-gitu aja.” Jawab Frank.

Pluem tersenyum lalu mengusak pelan pucuk kepala adiknya “iya Abang tau kok, tapi kalau ada apa-apa yang gak bisa kamu ceritain sama siapapun jangan sungkan cerita ke Abang ya?”

“Kan gak bisa di ceritain ke siapa-siapa? Ya gakan aku ceritain lah.” Ujar Frank.

“Yakan kalau nantinya kamu mau cerita.” Frank mengangguk lalu mulutnya membentuk huruf O.

Kini Pluem memilih duduk di ranjang sang adik “kamu sama Pip gimana? Lancar dek?” Frank yang awalnya duduk membelakangi sang Abang kini memutar kursinya dan kini keduanya saling berhadapan “lancar, aman.”

“Kamu sama Chimon gimana? Papii Off jadi kasih toko emasnya?” Tanya Frank sebari terkekeh.

“Yagitu masih berjalan aman aja tapi.. Gak deh..” “Masalah toko emas hehe gatau deh, becandaan aja kali.” Jawab Pluem pelan.

Frank memberikan tatapan menuntut “tapi kenapa? Chimon kenapa? Aneh-aneh dia? Lu juga kalau ada apa-apa jangan gak cerita lah.”

“Gak, aman kok dia.. Tapi kalau dia aneh-aneh emang lu mau apain?” Tanya Pluem.

“Ya gue marahin lah, enak aja macem-macem sama Abang gue.” Jawaban Frank membuat Pluem terkekeh “makasih ya Dedek.”

“Ah elah, jangan Dedek lah..” Ujar Frank tak suka.

“Yakan lu emang Dedeknya gue? Salah gak?” Tanya Pluem menggoda.

“Ya engga sih, tapi dahlah Kakak aja ntar ketuker sama Adek.”

Pluem kembali terkekeh “yakan Abang manggil kamu Dedek kalau lagi berdua aja, lagi gak ada Adek.”

“Dah jangan mengalihkan pertanyaan, Chimon kenapa? Pasti ada yang mengganjal di hati lu, cerita cepet.” Tanya Frank menuntut.

Pluem menarik nafasnya “hmm tapi ini antar kita berdua aja ya Dek.” Frank mengangguk “kenapa?”

“Duh gimana ya?” Pluem terkekeh pelan. “Hmm, Chimon tuh akhir-akhir ini.. Lagi sering banget, kode? Bahkan terang-terangan buat minta hal-hal yang sebenernya lagi pengen Abang hindari.”

Frank menunjukkan wajah bingung “hal-hal yang pengen lu hindari? Nikah? Tunangan? Atau apaan? Spesifik dong Bang”

“Hmm, ML” Jawab Pluem sebari menggaruk lehernya yang tak gatal.

“Wow, anak Papii berani juga.. Hahahhaha” Franj tertawa puas “yaudahlah, gas?”

Pluem menggelengkan kepalanya “main gas, gas aja lu! Abang takut, trauma kejadian sama Puim keulang.”

“Oh yang telat ituya? Tapi kan sebenernya gak sampe jadi kan?” Pluem mengangguk “tapi tetep aja panik, terus lebih ke yaudah nanti aja pas nikah?”

“Lu nya mau gak?” Tanya Frank.

“Gak munafik lah Frank, lu juga tau jawabannya.”

Frank mengangguk “hmm, ya kalau sama-sama mau kenapa engga? Ya tapi kalau emang lu masih bisa nahan sih yauda, chill lah Bang, kondom banyak yang bagus kok.”

“Duh, lu udah bandel ya?!” Pluem terkekeh.

“Jaman sekarang udah gak aneh walaupun ya sebenernya harusnya gak boleh di normalisasi hal yang kaya gitu tapi ya gimana? Ya anggep aja proses itu, proses buat nunjukin perasaan kalian masing-masing.. Bukan cuman nafsu tapi pelepasan rasa sayang? Kalau masalah akibatnya ya semua yang kita lakuin juga pasti ada akibatnya di jalanin aja lah, asal lu nya udah prepare buat pake pengaman dan lain-lain.”

Pluem mengangguk perlahan “hmm iyasih.” “Kamu hati-hati Dek, jangan sampe ada apa-apa.. Kamu sama Pip masih panjang ke depannya.”

“Iya aman kok aman.”

“Tapi kamu ke depannya sama Pip mau gimana?” Tanya Pluem kepada sang adik.

“Ya kita kuliah dulu lah, sampe lulus..” “Pip juga masih belum pengen nikah atau nuntut ini itu sih Bang, ya kita jalanin aja kaya biasa.. Saling dukung buat gapai mimpi masing-masing dulu baru nikah.” Jawab Frank serius.

Pluem mengangguk “iya bener, pacaran juga harus di ambil positifnya saling dukung, jangan malah saling ngalangin mimpi masing-masing.”

Pluem bangun dari duduknya lalu mengusak kembali pucuk kepala sang adik. “Wah Dedeknya Abang udah gede, udah punya pemikiran yang baik buat masa depannya, padahal kemaren masih bau ingus mepet-mepet Abang terus.”

“Ah elah, dah bukan bocah gue.” Ucap Frank tak suka.

“Tetep di mata gue tetep bocah!” “Dah main PS yuk?” Ajak Abang kepada Frank.

Frank mengangguk “ayokk, lu duluan Bang.. Gue beresin ini dulu.” Ucap Frank menunjuk meja belajar miliknya.

“Oke, Abang duluan ya..” Ucap Pluem mulai berjalan namun baru beberapa detik ia melangkah ia kembali membalikkan tubuhnya dan kembali mendekati sang adik.

“Paan?” Tanya Frank bingung.

Bukannya menjawab pertanyaan sang adik Pluem malah memilih memeluk tubuh adiknya yang kini jauh lebih tinggi dari dirinya “makasih ya Dek, gue seneng ngobrol sama lu.”

“Ah elahhhh paansih peluk-peluk Bang ah!” Ucap Frank sebari mencoba melepas pelukan sang Kakak di tubuhnya.

Pluem terkekeh lalu melepaskan pelukannya “yauda ayok cepet, kita main PS.” Lalu kembali berjalan meninggalkan Frank di kamarnya.

“iya gue juga seneng cerita sama lu Bang, kangen juga di panggil Dedek.” Lirihnya pada diri sendiri.

⚠️ • ini hanya au semata ya, yang negatifnya boleh kalian hapus yang positifnya boleh di simpen✨ • Dedek, itu panggilan dari Abang ke Kakak sebelum ada Adek • Abang sama Kakak itu kadang lu-gue kadang aku-kamu, gimana maunya mereka

Pandaloura

New akhirnya sampai di sebuah cafe yang sudah ia dan juga Off sepakati. Ia pun mulai berjalan memasuki cafe tersebut lalu tanpa sadar New terkekeh kecil saat teringat chat terakhir dengan suaminya. Ia menggeleng lemah dan bermonolog “ada-ada aja, ngapain juga nunjukin jari tangan.”

“Jari tangan apa New?” New cukup terkejut dengan suara yang muncul dari samping telinga kirinya “Kak Off!” Tegurnya.

Off tersenyum “gue liat dari masuk cafe senyam-senyum sampe gue dadah-dadah aja gak di respon makanya gue samperin.” Ucapnya pada New lalu membawa New ke meja yang sudah terlebih dahulu Off tempati.

“Oh, sorry-sorry.. Eh lu udah pesen makan Kak?” Tanya New yang begitu duduk langsung membuka buku menu yang tersedia.

Off menggeleng “belum, baru pesen minum.. Sekalian aja sama lu.. Ini di traktir lu kan?” Kekeh Off.

“Iya dong, bill on me ceilah..” New ikut terkekeh. “Mending pesen dulu, nanti sambil nunggu ada yang mau gue obrolin soalnya.” Ucap New yang masih fokus menatap buku menu di hadapannya.

Lalu keduanya pun akhirnya memilih santapan apa yang akan mereka makan.

“So, apanih yang mau di obrolin? Eh, minta no rek duluuu.. Mau kasih gaji.” Ucap Off memulai pembicaraan.

New menggelengkan kepalanya “gampang, bentar.. Yang gue mau obrolin adalah.. Bentar gue inget-inget dulu.”

“Ah, iya..” “Gue sebenernya mau ngucapin banyak-banyak terimakasih sama lu Kak, makasih banget buat nemenin gue di masa-masa kelam kegilaan si cogil, masa susahnya gue, lu selalu mau mendengarkan semua keluh kesah gue.. Gue beneran bersyukur banget akan hal itu..” New membuka pembicaraan.

Off tersenyum “santaii aja anjir, lu kan punya nya Tay.. Tay sahabat gue, jadi udah pasti gue wajib nemenin lu, jagain lu.”

“Nah.. Gue juga mau bilang makasih buat kesempatan kerja sama lu.. Beneran banyak hal baru yang gue dapetin, tapi kayaknya gue gak akan bisa lanjut bantuin kerjaan lu lagi deh Kak.. Gue kayaknya mau fokus ke Tay dulu.” Ucap New lemah.

Off mengangguk seolah sudah mengetahui hal yang baru saja New sampaikan pada dirinya “gue udah yakin sih, pasti lu mau bahas ini.” Off menarik nafasnya dalam-dalam lalu kembali mengangguk “gue pasti akan hargain keputusan lu New, gue juga berterimakasih lu udah mau bantuin gue, beneran kebantu gue.. Dan ya kalau emang lu udah gak bisa ya gapapa, tapi kita tetep temen kan?”

“Iyalah, masa gak temen!” New terkekeh.

“Semoga lu lancar terus sama Tay nya ya, jangan ada drama-drama gak jelas lagi.. Fokus aja sama hubungan kalian berdua, kalau ada apa-apa jangan pernah gak cerita ke gue ya New.” Ucap Off tulus.

New mengangguk dan tersenyum hangat “Aamiin.. Semoga lu juga cepet di ketemuin sama pemilik hati lu deh.. Pokoknya yang terbaik buat lu.. Lu pun kalau ada masalah jangan sampe gak cerita ke gue ya? Kita tetep bestfriend dong.”

“Bestfriend!” Off mengajak berjabat tangan.

Dan New menerima ajakan tersebut “bestfriend.”

—Pandaloura

“Sini..” Tay menepuk tepi kasurnya yang kosong. New yang baru memasuki kamar Tay tersenyum hangat lalu memilih menempatkan tubuhnya di samping suaminya yang tengah fokus ke i-Padnya.

“Masih kerja?” Tanya New pelan. Tay menggeleng lalu mulai mematikan i-Padnya dan langsung mengecup pucuk kepala New dengan lembut “ngecek aja sayang.”

Tangan New kemudian beralih kini melingkari perut Tay, dan Tay pun mengelus lembut pucuk rambut New “aku jadi kefikiran.” Tay berucap.

“Kefikiran apa?” Tanya New.

“Kefikiran omongan Fah tadi, kayaknya kita emang butuh honeymoon kedua?” Ucap Tay.

New terdiam sejenak “kalau kamu sibuk, gapapa.. Gausah, aku sama-sama kamu terus aja udah happy banget.”

“Hmm, kasih aku waktu beresin kerjaan dulu ya? Hmm seminggu, eh gak deng dua minggu.. Baru kita tentuin mau bulan madu kemana.” Pinta Tay kepada New.

New mengangguk “kalaupun mau bulan madu lagi, aku sih maunya ke Phuket lagi.. Banyak yang pengen aku liat sama kamu di sana.” Lirih New.

Tay kini ikut membaringkan tubuhnya, sehingga kini keduanya berbaring berhadapan “kemanapun.. Kemanapun kamu mau, aku bakal turutin.” Lalu mengecup pelan bibir ranum suaminya.

New tersenyum lalu mengangguk.

“Dua minggu ya.. Aku beresin kerjaan dulu..” Ucap Tay kembali.

“Aku tunggu..” Jawab New lalu melumat bibir Tay, dan pagutan hangat dan mesra antar dua insan itu pun berlangsung tanpa jeda.

New yang mendorong tubuh Tay terlebih dahulu “aku butuh oksigen.” Lalu terkekeh kecil.

“Kalau aku lebih butuh kamu.” Goda Tay lalu kini ciumannya beralih dari wajah New ke leher putih New, awalnya New mempersilahkan Tay menjelajahi perpotongan lehernya sampai ia tersadar nafas keduanya semakin menderu dan New kembali mendorong tubuh Tay sehingga ciuman Tay di leher New terlepas.

“Kenapa Cha?” Tanya Tay bingung.

New menggeleng “gak, tidur.. Aku mau tidur.” Ucapnya terengah.

Tay tak dapat menutupi ekspresi kekecewaan yang muncul di wajahnya, namun tidak dapat bereaksi apa-apa “yaudah, ayok kita tidur.”

“Good night Cha.. I love you.” Lirih Tay tak lupa mengecup pucuk kepala New.

New mengangguk lemah “love you too Tee.” Lalu mencoba menutup matanya dan berharap Tay tak menyadari suara detak jantungnya yang sedari dari menderu kencang.

-Pandaloura

“Kamu yakin udah mau masuk kerja?” Tanya New yang kini tengah berdiri dari duduknya lalu mulai membersihkan beberapa piring yang sudah kosong di hadapannya.

Tay yang ikut berdiri dan membantu New mengambil piring kosong tersebut dan memilih langsung berjalan ke arah wastafel untuk mencuci piring kotor tersebut “biar aku aja.” Ucapnya.

“Makasih Tee..” Ucap New tulus.

Tay yang kini sudah memulai agenda mencuci piringnya namun tetap bersuara menanggapi ucapan suaminya. “Sama-sama Cha, kan tadi kamu udah masak sekarang aku yang cuci piring. Kan nikah tuh kerja sama.”

“Ciyeee si paling nikah.” Goda New yang kini terduduk di kursi meja makan sebari menatap punggung suaminya.

Tay ikut terkekeh “aku rencana mau makan siang sama anak-anak kantor, kamu mau ikut gak?” Tanya Tay.

“Hmm, sebenernya aku mau izin Tee.” Jawab New.

Tay menoleh memberikan tatapan bertanya kepada New “kamu mau kemana?”

“Aku mau ketemu Kak Off.” Jawaban New membuat Tay kembali membalikkan tubuhnya dan kembali menyelesaikan agenda cuci piringnya “oh.” Jawabnya singkat.

New bangun dari duduknya lalu berjalan mendekati Tay yang masih sibuk dengan kegiatan mencucinya. New kemudian memilih memeluk Tay dari belakang dan dagunya ia tempatkan tepat di atas bahu Tay, Tay sedikit terkejut dengan apa yang di lakukan oleh New namun mencoba tak menunjukkan sikap apapun. “Boleh gak Tee?” Pinta New pelan.

“Hmm.” Tay pun hanya membalas dengan dehaman.

New kembali mengeratkan pelukannya “aku mau traktir Kak Off, karena udah baik banget selama ini sama aku. Tapi kalau boleh, kalau engga yaudah.”

“Hmm ya.” Jawab Tay singkat.

“Gak ikhlas deh.” Ucap New sedih.

Tay pun melepas pelukan New lalu membalikkan tubuhnya hingga kini keduanya pun saling berhadapan, Tay menatap mata New lalu mengelus wajahnya “iya boleh, cuman makan siang aja kan?”

“Iya.” New mengangguk sebari tersenyum lebar. “Makasih Tee..” Ucapnya pelan, lalu tanpa aba-aba New menggerakkan wajahnya mengikis jarak di antara keduanya. Bibir keduanya pun bertemu dengan perlahan, New mengecup bibir Tay dengan lembut dan Tay tak mau menyia-nyiakan hal tersebut maka dengan cepat ia pun melumat bibir ranum milik suaminya tersebut dan ciuman hangat di pagi hari itu pun terjadi beberapa menit sampai akhirnya New melepas pagutan di antara keduanya.

New tersenyum hangat namun Tay langsung kembali mendekap tubuh New, Tay menempatkan wajahnya menyusup di antara bahu dan juga perpotongan leher suaminya. “Teee?” New sedikit khawatir melihat sikap yang di tujukkan oleh suaminya.

“Sebentar, aku pengen kayak gini dulu sebentar.” Lirihnya lemah sebari sesekali menyesap aroma tubuh New. Tay baru tersadar kulit New bukan hanya seputih susu namun begitu lembut dan memabukkan. “Aku nyesel gak cium kamu dari dulu.” Lirih Tay kembali.

New pun hanya bisa ikut mendekap tubuh Tay “sekarang kan kamu udah bisa cium aku kapanpun yang kamu mau.” New kemudian mengelus punggung Tay dengan lembut menggunakan kedua tangannya “yang lalu udah biar berlalu, jangan di sesali ya.. Kan sekarang udah lebih baik gak kaya dulu.”

Tay pun mengangguk lalu mengangkat wajahnya dan membuat keduanya saling bertatap-tatapan ”i love you Cha..” New tersenyum ”love you too, Tee” kemudian Tay meletakkan jarinya di bibir milik New dan membelai lembut sehingga membuat New kembali memejamkan matanya dan memberikan kesempatan untuk Tay mengambil kendali akan ciuman tersebut.

Bibir keduanya saling bertautan dan lidahnya saling melumat satu sama lain. New mengalungkan tangannya melingkar ke leher Tay, dan tangan Tay pun mulai meremat pinggang New.

Ciuman tersebut berlangsung beberapa menit sampai keduanya sadar, paru-paru di dalam tubuh keduanya butuh asupan oksigen dan akhirnya ciuman tersebut berhenti. Keduanya saling melempar senyum dan Tay kembali memberikan kecupan ringan di bibir New “kalau kayak gini terus, aku maunya gak kerja nih.”

New menggelengkan kepalanya “apa perlu izin sakit lagi?”

“Gak bisa, ada project yang gabisa kalau gak ada aku.” Jawab Tay pelan.

New tak dapat menutupi kekecewaan di wajahnya “yaudah.”

“Aku kerja dulu ya?” Izin Tay kepada New.

New pun mengangguk “iya.” Lalu kini giliran New yang memberikan kecupan singkat kepada Tay.

Lalu keduanya saling melempar senyum kembali dan untuk menutup agenda ‘ciuman pagi’ keduanya Tay pun mengecup pucuk kepala New dengan lembut “dah aku kerja dulu.” Ucapnya.

—Pandaloura

Selesai menyiapkan makan siang untuk dirinya dan juga suaminya, New bergegas menuju kamar Tay.

Ia mengetuk pelan pintu tersebut “Tee.. Makan siang dulu..” Ucapnya lembut namun masih tak ada respon dari dalam sehingga New pun memilih membuka pintu tersebut dan begitu memasuki kamar suaminya tersebut ia menggelengkan kepalanya pelan “ampun deh.”

Tay tengah tertidur dengan i-Pad yang masih menampilkan beberapa materi-materi yang sepertinya baru saja ia review. New pun mengambil posisi duduk dan kemudian memilih mematikan i-Pad tersebut.

Lalu, ia mengelus kepala Tay dengan perlahan.. “Tee.. Bangun, makan dulu yahh.. Sama minum obat, terus tidur lagi nanti..”

Tay yang masih di alam tidurnya tak menggubris ucapan New. New kembali mengelus namun kini berpindah ke wajahnya “Teee.. Ayokk.. Makan dulu yuk, aku udah masakin makanan kesukaan kamu.”

“Hmmmmm” Akhirnya Tay merespon dengan mengeliat namun bukannya membuka matanya ia malah mengganti posisi tidurnya, kini ia pindahkan kepalanya ke atas paha New dan tangannya ia lingkarkan di tubuh sang suami manisnya. “Hmmmmm.” Ia kembali mengeliat.

New tersenyum lalu kembali mengelus wajah Tay “ayok makan dulu, mumpung masih hangat.” New masih berusaha namun Tay masih memilih menutup matanya dan malah mengeratkan pelukannya.

“Sayang?” “Gamau makan masakan aku ya?” Ucap New kembali.

Tay yang mendengar panggilan ‘sayang’ yang di lontarkan oleh New langsung membuka matanya lebar “kamu bilang apa tadi?”

“Gamau makan masakan aku ya?” Goda New.

Tay kini sudah bangun dari tidurnya “sebelum itu Cha.. Kamu panggil aku apa?”

“Hmm apa ya? Kasih tau gak ya? Mau tau aja apa mau tau banget?” New tak puas menggoda.

Tay memicingkan matanya tak suka “nyebelin.”

“Hahahahah.. Ayok makan dulu.” New kini sudah bangun dari duduknya dan mulai berjalan. Tay yang masih sebal memilih untuk tetap diam di tempatnya.

New yang sadar lalu menoleh menatap Tay “sayangnya New, ayok makan dulu.” Ucapnya lemah.

Tay yang mendengar hal tersebut tak dapat menahan salah tingkah tubuhnya, ia mengigit bibirnya menahan senyum lebar dari bibirnya.

“Oh bukan sayangnya New ya?” New kembali berucap.

Tay menggeleng “sayangnya New dong.” Lalu bangun dari duduknya kemudian menyusul New untuk makan siang bersama.

—pandaloura