Pilu
“Kamu tenang aja.. Ada Ibu..” Ibu mencoba menenangkan New yang sedari tadi terlihat gelisah menunggu kedatangan keluarga Tay.
New menoleh menatap sang Ibu “maafin New ya bu..”
“Kok minta maaf? Ya gapapa dong, New yang udah usaha buat nyoba tapi kalau memang gakbisa gapapa.. Yang jalanin kan kamu Nak.” Ujar Ibu sebari mengelus wajah anak semata wayangnya.
New mengangguk lalu menatap sang Ibu sekali lagi “tapi dalam hati kecil Ibu, apa yang Ibu harapkan dari pernikahan New sama Tay?”
“Kalau harapan Ibu cuman satu, pengen New bahagia. Dengan Tay atau bukan yang penting New bahagia.” Jawab Ibu.
New menunduk. “Sayang, manusia selalu pernah berbuat salah.. Dan menurut Ibu siapapun yang membuat kesalahan berhak dapat kesempatan untuk memperbaikinya, tapi tetap.. Ibu gak bisa maksa untuk kamu kasih kesempatan atau tidak, pokoknya apapun yang jadi pilihan New.. Ibu akan dukung sepenuhnya.” Ucap Ibu sebari menatap dalam New.
Tak lama kemudian, terdengar suara gerbang terbuka dan New meyakini itu adalah keluarga Tay. Ia dan Ibu pun bergegas menuju ruang tamu untuk menyambut keluarga tersebut.
Begitu New membuka pintu rumahnya, ia sedikit terkejut saat sang Mamah mertua langsung memilih memeluk erat tubuhnya “sayang, anakku.. Maafin Mamah.. Maafin Tay.. Maafin ya nak..”
New hanya bisa mengangguk lemah, ia menatap sekitarnya terlihat wajah Nenek yang sendu, Papah yang seperti menahan malu dan Tay.. Tay terlihat jauh lebih kurus dan seperti tak urus menunduk berdiri di belakang sang Papah.
“Masuk dulu yukk.. Biar enak ngobrolnya di dalam ya Mbak.. Bu.. Mari..” Ajak Ibu kepada semuanya, dan mereka pun memilih masuk dan duduk di ruang tamu.
“Sebelumnya, maksud keluarga kami datang kesini untuk meminta maaf dan membantu menjadi penengah di perselisihan pernikahan antara kedua anak kami yaitu Tay dan juga New.” Buka Papah.
Papah menoleh menatap Tay mencoba memberikan arahan untuk Tay membuka suaranya. Tay yang sadar mulai menarik nafasnya sebelum ia berbicara “Tay minta maaf.. Untuk keluarga Vihokratana dan juga Teechapaikhun dan terutama untuk New yang mungkin sudah sering Tay buat kecewa, marah dan menangis.. Saya tulus minta maaf.”
New masih memilih diam tak merespon permintaan maaf dari Tay.
“Hmm, tadi pagi.. Keluarga kami dapat surat gugatan cerai dari pengadilan untuk Tay, Papah tau.. New mungkin begitu kecewa terhadap Tay, tapi apa boleh Tay di beri kesempatan Nak?” Tanya Papah lembut kepada New.
Ibu yang duduk di samping New langsung mengenggam tanggannya dan mendorongnya untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Papah mertuanya. “Dijawab Nak..”
“Hmm, sebelumnya New juga mau minta maaf.. Untuk keluarga Vihokratana dan Teechapaikhun.. New tau, keputusan New mungkin menyakiti beberapa pihak. Tapi, untuk keputusan tersebut New gak bisa ubah.. Maaf.” Jawab New sedikit lirih.
Mamah Tay kini tak kuasa menahan air matanya saat mendengar keputusan dari menantunya. “New..” ucapnya sebari terisak.
“Maaf.. New tahu, ini terkesan egois dan kekeuh tapi New yakin ini yang paling terbaik untuk semuanya.. Hubungan kami sudah tidak sehat, terlalu banyak hal yang menjadi trust issue untuk New. New gak mau nantinya malah lebih menyakiti semuanya.”
“Mungkin Tay dan New belum berjodoh.” “Sekali lagi maaf, tapi New tetap mau bercerai dengan Tay.” Jawab New mantap.
Papah mengangguk “Abang mungkin kamu mau coba bicara?” Tay mengangguk.
“New.. Sebelumnya, aku mau minta maaf kalau ternyata hal-hal yang lalu sering buat kamu sakit hati. Aku gak bertanggung jawab sebagai suami, aku minta maaf dengan tulus. Aku menyesal, tapi aku bisa apa kalau memang kamu tetap gak bisa membatalkan perceraian kita.. Sekali lagi aku minta maaf, ini mungkin terlambat, tapi aku cuman mau bilang kalau aku sayang dan cinta sama kamu.. Aku minta maaf untuk gak bilang ini lebih awal.” Ucap Tay sedikit bergetar menahan tangisnya.
Ia lalu menatap sang Ibu mertua dengan sendu “Ibu.. Maafin Tay juga, mungkin Ibu juga merasakan kekecewaan pada Tay. Maaf ya Bu, Tay ingkar sama Ibu gak bisa jagain New. Terimakasih Ibu selama ini selalu perhatian sama Tay, selalu menganggap Tay seperti anak Ibu sendiri.. Sekali lagi terimakasih dan maaf ya Bu..” Tay mencoba tersenyum dan Ibu pun membalas senyuman tersebut sebari mengangguk lemah.
“Nak.. Apa tidak bisa di fikirkan kembali? Kita gak minta keputusanmu saat ini kok, di fikirkan saja dulu..” Mamah mencoba kembali bernegosiasi dengan New.
New yang masih tertunduk hanya bisa terdiam tak merespon.
“Arum! Sudah! Kalau dia tidak mau, gak usah kamu mengemis-ngemis seperti itu! Dia sudah bilang tidak mau! Yasudah, kita pulang! Untuk apa memaksa orang yang sudah tidak mau!” Ucap Nenek sedikit berteriak lalu ia memilih untuk bangun dari duduknya “ayok kita pulang!” Nenek menarik tubuh Tay agar ikut bangun, dan keduanya berjalan lebih dulu meninggalkan rumah tersebut.
Papah dan Mamah tak punya pilihan lain selain mengikuti jejak Nenek namun sebelum keduanya beranjak keduanya sempat memeluk New dengan hangat “yang di bilang Mamah benar, kamu gak harus kasih jawaban sekarang. Kalaupun kamu berubah fikiran, jangan ragu untuk info kami ya nak.” Ucap Papah.
“Kamu anak kami, selalu akan seperti itu.. Maafin kami dan juga Tay ya New..” Mamah kembali terisak, lalu menatap Ibu yang kini berdiri di samping New “Jenn, maafkan anak saya dan keluarga saya ya.. Sekali lagi kami mohon maaf.”
Ibu mengangguk “iya Mbak.. Maafin kami juga.”
Papah dan Mamah akhirnya ikut keluar meninggalkan New dan sang Ibu berdua.
Begitu eksistensi keluarga Vihokratana menghilang, New langsung kembali terduduk lemah dan menutup wajahnya dengan tangan miliknya dan tangisnya pun pecah.
Ibu yang merasa pilu melihat tangis sendu anaknya pun hanya bisa memeluk erat sang anak “sabar nak..”
“Bu.. Maafin..New..” “New juga sakit Bu.. New juga gamau.. Tapi New juga sakit bu..” Ucap New sedikit terbata-bata di sela tangisnya.
Ibu hanya bisa mengelus punggung tangan sang anak “tenangin dulu diri kamu.. Tenang.. Ada Ibu.”
“New juga cin..ta Bu.. Cinta..” Ucapnya kembali.
“Iya nak iya.. Tenang dulu..” Jenna menahan tangisnya sebari memeluk erat anak semata wayangnya yang kini tangisnya semakin terdengar pilu.
@pandaloura