MalMing
Jihoon baru saja datang sepuluh menit yang lalu, tapi rusuhnya sudah membuat Hyunsuk geram tidak terkira.
“Itu, tuh, Kak!”
“Ih! Jawabannya yang itu! Gimana, sih! Aku baru belajar itu kemaren, tau! Gini, nih,” ucap Jihoon sambil merebut pensil dari tangan Hyunsuk.
Hyunsuk memperhatikan dengan sabar meskipun sedikit berdecak sebal. “Ih, ko ga ketemu sih jawabannya, soalnya salah kali, nih!” gerutu Jihoon saat melihat pilihan jawaban dari buku di depannya.
Hyunsuk menghela napas pelan, “Kamu kebalik masukin jari-jarinya, seharusnya yang ini dikali dua,” ucap Hyunsuk sambil menulis ulang rumus-rumus dan angka-angka yang tadi diacak-acak oleh Jihoon.
“Nah, nah, nah. Itukan dikuadratin,” Jihoon mengoreksi sambil menghapus dengan penghapus.
“Oh iya!” Hyunsuk cengengesan. Gemes banget sampai-sampai Jihoon mencubit pipinya pelan. “Berarti, ini A per empat. Dimisalin P, ini Q.” Hyunsuk bermonolog.
Mereka berdua diam. Membuat buku yang mereka pandang salting sangking intensnya menatap angka-angka yang tak ada hasil itu.
Hyunsuk menghela napas pasrah, “Udah, deh. Yang ini aku tanya pas konsul aja.”
Jihoon masih menatap dengan intens, mengoreksi lebih jeli. Hyunsuk sudah berpindah ke soal lainnya.
“NAH!” Seru Jihoon saat menemukan akar permasalahan. “Ini masa tiga pangkat dua jadinya enam!”
“Oh iya! Berarti ada dong jawabannya!” seru Hyunsuk kesenengan. “Pinter banget deh pacar aku!” ucap Hyunsuk sambil mencubit gemas kedua pipi Jihoon.
Jihoon tersenyum malu. Wajahnya tidak merah. Tapi telinganya merah padam. “Iya, dong! Kan aku anak mentornya Kak Yoshi. Guru inten mah lewat.” ucap Jihoon sombong.
Hyunsuk tertawa renyah, “Yaudah, besok-besok aku minta diajarin Kak Yoshi aja,”
“Yee! Enak aja! Kakak mah belajarnya sama aku aja. Ngapain sama Kak Yoshi! Pengen genit?!” Balas Jihoon dengan sewot.
Hyunsuk tertawa melihat Jihoon yang memalingkan wajah karena cemburu. “Udah, deh. Sana belajar sama Kak Yoshi aja! Aku mau nonton aja,” ucap Jihoon sambil berjalan ke kasur Hyunsuk.
Hyunsuk melanjutkan soal-soal yang bisa memberikan efek mual, pusing, mulas, dan jantung berdebar pada siapapun yang mengerjakannya.
Lima belas menit, Jihoon sudah menemukan sinetron kesukaannya. Dia tertawa terbahak-bahak saat suasana film sedang sedih, dan menggerutu saat suasana film sedang tegang.
“Emang dasar senetron. Bisa-bisanya ada orang bego banget kayak gitu. Hidih. Bisa naek darah gua nonton ini.” Gerutu Jihoon sebelum menoleh ke arah Hyunsuk yang menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.
Jihoon menghampiri Hyunsuk yang tampak sudah sangat frustasi hanya dengan beberapa soal. Ternyata itu juga efek samping dari buku bank soal yang dia beli di toko buku. Seharusnya ada lebel merah di kemasannya, bertanda obat keras. Bener-bener bikin mual, pengen muntah, dan segala macem.
Jihoon menggenggam tangan Hyunsuk yang sedang menggenggam pensil. Hyunsuk menatap Jihoon bingung. Jihoon mengusap tangan Hyunsuk pelan sebagai jawabannya, dan memberikan senyuman termanis yang ia punya.
“Kak,” panggil Jihoon pelan. Dia sedikit menunduk, agar pandangan mereka sejajar. “Jangan terlalu dipaksain, ya. Otak Kakak juga perlu istirahat. Tidur aja ya sekarang.” ucap Jihoon sambil menepuk bahu Hyunsuk pelan.
cup!
Jihoon mengecup kepala Hyunsuk singkat.
“Aku pulang ya, Kak!” ucap Jihoon sebelum Hyunsuk protes dengan serangan tiba-tibanya. Tawa Jihoon menghilang saat pintu kamar Hyunsuk tertutup.
Hyunsuk diam beberapa saat. “IH! JIHOON KURANG AJAR! DISURUH TIDUR TAPI DIA MALAH GITU! GIMANA GUA BISA TIDUR?!! MAMA!!!”