Hyunsuk memicingkan matanya. Ada seseorang yang sangat mencurigakan berdiri di balik mannequin. Orang itu seperti bersembunyi dari Hyunsuk yang sudah mengetahui keberadaannya.
Jangan-jangan, itu Ireng Raksasa yang mengikutinya dari belakang?
“Dor!” Hyunsuk mengagetkan orang yang bersembunyi itu, berharap itu benar Ireng Raksasa dan terkejut dengan ekspresi yang menggemaskan.
“AAA!” Orang itu hampir loncat karena kaget. Hyunsuk ikut loncat, terkejut melihat siapa yang ada di sana.
“LO?! Lo ngapain di sini, Junkyu?!” Teriak Hyunsuk dengan suara melengkingnya yang hampir saja membuat mereka berdua diusir oleh karyawan di sana.
Junkyu terkekeh konyol, wajahnya sangat menyebalkan. Hyunsuk rasanya ingin menenggelamkannya di lautan segitiga bermuda. “Lo ngikutin gue?!”
“Eng-engga! Gue ... gue cuma ... umm-ya, ngeliat lo pergi sendirian—”
“Tuh, kan?! Lo ngikutin gue!” Teriak Hyunsuk lagi.
Junkyu sibuk ber-sst panjang dan memohon agar Hyunsuk menurunkan volume bicaranya. “Jangan teriak-teriak, dong! Nanti kita diusir.”
“Kalo kita diusir, ya salah lo lah! Ngapain ngikutin gue?! Kayak stalker aja!”
Junkyu menghela napas pelan, dia menunduk sedih karena tidak enak hati dengan crush-nya sendiri yang ia ikuti. Junkyu hanya tidak sadar. Ketika melihat Hyunsuk yang berlarian keluar sekolah, dia seperti anak kecil menggemaskan yang tidak sabar untuk pulang cepat ke rumah.
Tapi justru karena itu, karena Hyunsuk benar-benar menggemaskan, Junkyu jadi tidak sadar mengikutinya. Kalau tiba-tiba Hyunsuk dikasih permen oleh orang asing dan diculik, itu akan sangat bahaya. Jadi, lebih baik Junkyu mengikutinya sambil menjaganya dari belakang, kan? Hehehe.
“Nyengir aja lo! Apapun alasan lo, ga akan gue terima! Sana pulang aja lo!” Hyunsuk galak menatap Junkyu, tangannya memberi isyarat kepalan seperti akan memukul Junkyu sampai babak belur.
“Yaelah, Suk. Gue mau ikut belanja deh sama lo.”
“Ga! Ga ada ikut-ikut!” Bantah Hyunsuk dengan tegas.
“Siapa tau nanti lo butuh orang buat bawain belanjaannya, kan? Ada gue dengan tangan berotot ini.” Bujuk Junkyu lagi.
Hyunsuk diam. Dia menimbang-nimbang ucapan Junkyu. Belanjaannya hari ini memang sudah dipastikan banyak. Dia perlu menyiapkan baju, kalau-kalau Ireng tiba-tiba berubah jadi raksasa lagi. Alias berubah menjadi Jihoon.
Jihoon badannya besar. Baju Hyunsuk paling besar pun tidak cukup untuknya. Jadi, Hyunsuk harus membeli baju yang layak agar Ireng Raksasa tidak kedinginan.
“Tapi ... lo bukannya mau beliin buntelan berbulu itu baju? Kenapa ke sini?” Tanya Junkyu heran.
Hyunsuk di depannya tidak menjawabnya. Junkyu dikacangin.
“Ini kekecilan ga, ya?” Guman Hyunsuk yang masih bisa Junkyu dengar. Junkyu yang mendengarnya justru tertawa terbahak-bahak.
“Ya, jelas-jelas tenggelem lah di lo!”
Hyunsuk menatap Junkyu tajam. Seandainya dia bisa berterus terang jika baju-baju ini untuk Ireng Raksasa yang bertubuh super besar, Junkyu pasti akan terdiam. Atau, seandainya Hyunsuk bisa berterus terang jika Junkyu itu benar-benar menyebalkan, mungkin Junkyu akan diam beberapa saat.
Hyunsuk cepat memilih kaos all size, hoodie dengan ukuran paling besar, celana panjang, dan ... celana dalam uhuk. Di samping kasir, Hyunsuk menangkap setelan piyama bermotif Doremon. Di kepalanya terus terputar Ireng Raksasa yang menggemaskan, pasti akan lebih menggemaskan jika dia mengenakan piyama itu. Akhirnya Hyunsuk juga membeli dua pasang piyama dengan ukuran paling besar dan ukuran paling kecil.
“Kok beli dua ukuran?” Tanya Junkyu lagi. Sebelumnya dia tidak banyak bertanya lagi setelah Hyunsuk menjitaknya karena terus meledek tubuhnya yang akan tenggelam karena memilih baju all size. Mungkin kali ini rasa penasarannya sudah tidak terbendung dan akhirnya memilih untuk bertanya.
“Bukan urusan lo.” Jawab Hyunsuk dingin.
“Suk ... tunggu,”
“Apa?”
Junkyu membulatkan matanya, mulutnya menganga lebar sambil ia tutupi dengan satu tangannya. “Jangan-jangan, lo ... LO NYIMPEN COWO DI RUMAH YA?!”
Hyunsuk membulatkan matanya, memukul pundak Junkyu kencang dengan spontan. “SEMBARANGAN LO KALO NGOMONG! LO PIKIR GUE COWO APAAN, HAH?!”
Junkyu meng-aduh pelan sambil mengusap pundaknya. “Ya, lagian. Lo kayak pengen beliin baju buat orang lain aja tau ga? Siapa yang ga overthinking kalo gini.”
Hyunsuk berdeham canggung. Kalau dipikir-pikir sih, ada benarnya yang Junkyu ucapin. Ireng bisa berubah jadi Ireng Raksasa—yang kita kenal dengan nama Jihoon. Kalau Ireng sudah berubah jadi raksasa, tubuhnya, wajahnya, suaranya, tingkah lakunya, semuanya seperti manusia. Berarti sama saja dia menyembunyikan seseorang di rumah?!
Hyunsuk menutup wajah dengan kedua tangannya. Wajahnya memerah karena memikirkan Ireng Raksasa yang menggemaskan.
Junkyu membulatkan matanya lagi setelah melihat perilaku mencurigakan Hyunsuk. “Jangan-jangan bener?!”
“Bu-bukan!”
“Terus buat siapa?!”
“Um ... um-ini, gue beli buat,” Hyunsuk berpikir sebentar sebelum mengucapkannya dengan mantap. “BUAT PACAR GUE LAH!”
“APA?!”
Dua orang yang mengantre di belakang mereka menggeleng pelan. Kehidupan anak remaja jaman sekarang benar-benar penuh drama.
“Jadi selama ini lo udah punya pacar?” Tanya Junkyu dengan mata berkaca-kaca.
“Iya, makanya stop ngejar gue lagi.” Ucap Hyunsuk tanpa merasa bersalah karena sudah membohongi Junkyu.
Antrean di depannya sudah selesai, kini mereka berdua yang berdiri tepat di depan kasir.
“Wah, beli baju tidur couple, ya, Kak?” Tanya Mba Kasir dengan ramah.
Hyunsuk hanya tertawa malu.
“Kalian berdua cocok banget—”
“KITA GA PACARAN!” Potong Junkyu cepat sampai Mba Kasir terkejut dan mengerjapkan matanya.
Mba Kasir hanya menggeleng pelan melihat Junkyu dengan wajahnya yang menyedihkan. Semua orang bisa menebak kisah cinta Junkyu yang kandas sebelum dimulai. Orang-orang yang melihatnya tersenyum miris.
Selama perjalanan, Junkyu hanya diam. Hyunsuk jadi tidak enak hati. Dia berbohong plus menolak Junkyu mentah-mentah.
“Lo mau makan indomie dulu ga di rumah gue?” Tawar Hyunsuk setelah sampai di halaman rumahnya. Demi menghibur hati Junkyu yang merana dan cintanya yang kandas.
Junkyu yang awalnya menunduk sedih, sekarang kepalanya terangkat. Wajahnya berubah berseri. “I-ini sama kayak, 'ramyeon meogollae'?”
Hyunsuk memukul pundak Junkyu lagi, “GA USAH KEPEDEAN! MAU GA?!”
Junkyu berdecak sebal, “Galak banget, sih! Iye! Mau!”
Mereka masuk ke rumah besar Hyunsuk bersisian. Terlihat rapi, bahkan lebih rapi dari hari-hari sebelumnya. Berterima kasih kepada Ireng Raksasa yang selalu bersih-bersih ketika sedang berubah wujud menjadi manusia.
“Rumah lo rapi banget, Suk. Lo ada ART?”
Hyunsuk menggeleng pelan. Itu berkat Jihoon, dan tidak mungkin dia mengatakannya terang-terangan. Seketika dia teringat Ireng. Seharusnya sekarang Ireng sedang dalam wujud kucing, kan? Kalau tiba-tiba berubah menjadi Ireng Raksasa alias Jihoon yang tidak mengenakan sehelai kain pun, dan dilihat Junkyu dengan mulut sebesar toa masjid. Apa kata dunia?!
“Ireng!” Panggil Hyunsuk. Lagi-lagi mengabaikan Junkyu.
“Ireng!” Belum ada sahutan dari kucingnya itu.
“Ireng!” Hyunsuk pergi ke kamar mandinya. Tidak ada Jihoon di sana, tapi Ireng juga tidak muncul sejak tadi ia panggil.
“Ireng!”
“Meong.” Ireng muncul dari dapur. Hyunsuk menyambarnya dengan gemas. Mencium-cium seluruh wajahnya dan memeluknya sampai Ireng meronta-ronta minta dilepas.
Junkyu muncul dari belakang. Matanya menangkap meja makan yang penuh dengan masakan rumah. “Lo beneran ga ada ART di rumah? Kok bisa masak sebanyak ini?”
Hyunsuk akhirnya tersadar. Dia melepas Ireng yang sejak tadi sudah meraung. Hyunsuk menggaruk alisnya pelan, dia tersenyum canggung. “Iya, karna ortu gue pergi, gue jadi dipanggilin ART buat bantuin jaga rumah. Kalo gue pulang, ART-nya juga pulang.”
Junkyu mengangguk-angguk. Duduk di kursi terdekat. Hyunsuk berdeham canggung karena lagi-lagi dia berbohong. Hyunsuk jarang sekali berbohong terus-menerus seperti ini. Dia cenderung berkata jujur, atau bahkan terlalu jujur kepada orang lain.
Seketika dia menoleh ke arah Ireng yang menjilati tangannya sendiri. Tangan kecilnya berpindah ke telinga dan mengusapnya lembut. Tangannya kembali menyentuh lantai dengan posisi setengah berdiri, dia menguap lebar. Hyunsuk terkekeh pelan melihat kucing lucu itu, “Ireng ngantuk?”
“Meong.”
Hyunsuk tersenyum simpul. Dia rasa tidak masalah berbohong lebih banyak dari biasanya untuk menyembunyikan identitas asli yang bahkan sampai sekarang pun belum Hyunsuk pahami, bagaimana identitas asli Ireng yang sebenarnya.
Junkyu menatap Hyunsuk lekat. Padahal beberapa waktu lalu dia baru saja ditolak mentah-mentah. Tapi jantungnya berdegup sangat kencang karena melihat Hyunsuk tersenyum sangat tulus ke arah kucing hitam di bawah meja makan. Emosinya seperti menggebu-gebu, menolak fakta bahwa ia ditolak, juga kesal karena dia merasa sudah kalah saing dengan ... KUCING?! Ditambah lagi, dia KUCING HITAM?!
Junkyu makan dengan lahap hidangan di hadapannya. Hyunsuk sebelumnya menuangkan nasi ke atas mangkuk. Karena masakannya sangat lezat, Junkyu seketika lupa dengan amarahnya sedetik lalu. Dia justru jadi menikmati hidangan sambil menikmati pemandangan indah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Pemandangan Hyunsuk yang tersenyum tulus.
“Jujurly, makanannya enak banget! Kayak bukan manusia yang masak!” Ucap Junkyu sambil mencuci peralatan makan yang ia gunakan sebelumnya.
Hyunsuk terkekeh pelan, sebenernya jawaban itu hampir akurat. Karena yang menghidangkannya bukan manusia seutuhnya, melainkan Ireng Raksasa. “Maksud lo, dedemit?” Tanya Hyunsuk meledek sambil melirik ke arah Ireng yang merenggangkan tubuhnya di bawah meja.
“Kalo dedemit pun yang masak, gue ga heran sih. Soalnya enak banget jujur.”
Hyunsuk mengangkat bahu tidak peduli. Dia menghampiri Ireng yang duduk di atas sofa di dalam kamar Hyunsuk. Mata Ireng yang berwarna kuning kehijauan menatap tajam ke arah Junkyu. Sayangnya, yang ditatap justru tidak merasakan tatapan maut itu. Ketika ia hendak duduk di sisi kasur Hyunsuk, Ireng dengan gesit menghampirinya dan mencakar tangan Junkyu brutal.
Junkyu heboh karena dia tidak bisa berbohong jika kucing hitam di hadapannya benar-benar seperti dedemit sungguhan. “Buset! Lo ada dendam apa sama gue?!”
Ireng menjawabnya dengan geraman. Taringnya yang tajam itu terlihat jelas ketika mulutnya membuka. Jangan macam-macam kamu di daerah teritorialku!, begitu kata tatapannya.
Junkyu bergidik ngeri. Ternyata selain wakil kepala sekolah bidang kesiswaan di sekolahnya, dan emak-emak yang main hp di lampu merah, kucing hitam di hadapannya ini punya tingkat bahaya yang lebih tinggi. Menjadi urutan pertama hal yang harus Junkyu hindari.
Hyunsuk justru tertawa terbahak-bahak. Dia menarik Ireng masuk ke dalam gendongannya. “Gapapa, Ireng. Kalo kamu kesel, gigit dia aja. Oke?”
“Sialan.”
Hyunsuk semakin kencang tertawa, “Tempat yang mau lo tidurin tadi tempat biasanya dia tidur.”
“Ya, gue juga ga bakalan di sini sampe malem dia tidur kali!” Junkyu makin sewot karena Hyunsuk membelas kucing hitam itu.
Hyunsuk menghiraukan Junkyu yang terus mengomel. Dia justru menyejajarkan wajahnya dengan Ireng yang sekarang sudah bergelung di atas kasur. “Ireng kenapa, hm? Mau bobo, iya? Perlu aku usir ga Junkyu jelek itu?”
“Meong.” Ireng merebahkan kepalanya dan kembali tertidur. Terserah.
Terserah artinya iya buat Hyunsuk. “Dah deh, Jun. Lo balik aja sana. Ireng ga demen sama lo.”
Junkyu tersenyum miris. Lebih miris lagi ketika melihat Hyunsuk mengecup kucing hitam yang hampir menggigitnya beberapa menit lalu dengan sayang. Sangat berbanding terbalik perbuatan Hyunsuk kepada Junkyu.
Sudah hampir lima jam berlalu setelah Hyunsuk mengantar Junkyu hingga ke depan halaman rumahnya. Hyunsuk menguap lebar. Mengantuk karena dia baru saja selesai mengerjakan tugas-tugasnya.
Hyunsuk tiba-tiba tersadar karena Ireng tidak berada di tempatnya sebelumnya. Tidak salah lagi, Ireng sudah berubah menjadi raksasa sekarang.
“Ji-jihoon?” Hyunsuk manggil takut-takut. Ada suara air dari dalam kamar mandi. Pintunya terbuka pelan ketika Hyunsuk memanggilnya dari luar.
“STOP! Jangan dibuka!”
Hyunsuk mengambil kaos putih polos dan celana panjang hitam yang baru ia beli tadi sore. “I-ini!”
“A-aku udah beliin kamu baju! Jadi kalo kamu berubah jadi raksasa, harus pake baju!”
Jihoon menyambar baju itu bingung. Dia mengenakannya dengan cepat dan keluar dengan penampilan lebih baik.
Sekarang Hyunsuk dan Jihoon berhadapan. Hyunsuk tersenyum bangga karena pakaian yang ia beli tadi sore sangat pas di tubuh Jihoon. “Um, tapi celananya kayaknya agak sempit, ya? Besok coba aku tuker ke ujuran yang lebih gede.”
“Ngapain sih pake beliin baju segala?! Ngerepotin aja!” Bukannya ucapan terima kasih, Hyunsuk justru mendapat gerutuan dari Jihoon.
Hyunsuk tidak marah sedikitpun, dia justru tertawa pelan. “Gapapa, dong. Ireng kan sekarang udah jadi adek aku!”
“Tapi gue Jihoon, bukan Ireng!”
“Sama aja.”
Jihoon menatap Hyunsuk tajam, “Ya, karna sama aja! Ngapain harus ribet-ribet beliin baju buat kucing?! Gue cuma kucing!”
Hyunsuk memeluk Jihoon erat. Kepalanya bersandar di dada Jihoon, dia bisa mendengar suara detak jantung yang seirama dengan detak jantungnya. “Kamu bukan sekedar kucing. Kamu kucing kesayangan aku!”
Jihoon awalnya terkejut karena Hyunsuk memeluknya cepat. Tapi lama kelamaan tangannya balas memeluk Hyunsuk, tidak seerat Hyunsuk memeluknya, tapi tetap membuat Hyunsuk hangat di dalam dekapannya.
“Meskipun kamu gede! Kamu harus tetep anget! Jadi, jangan tolak baju yang aku beliin.”
Tubuh Hyunsuk sebenarnya jauh lebih kecil dari tubuh Ireng Raksasa, tapi dia berusaha sekuat yang ia bisa untuk memeluk seluruh tubuh Jihoon erat. Ia ingin memberikan rasa hangat kepada teman barunya yang akan menemani selama satu bulan. Satu bulan yang berharga.
Kini mereka sudah saling berpelukan di atas kasur empuk Hyunsuk. Itu semua berkat rengekan Hyunsuk yang memohon ingin memeluknya ketika tidur. Mengancam akan menangis semalaman dan mengganggunya tidur jika tidak tidur bersamanya.
Diam-diam Jihoon menatap Hyunsuk yang terlelap. Sebenarnya beberapa menit lalu matanya sudah terasa berat karena rambutnya terus diusap lembut oleh Hyunsuk. Namun, tangan Hyunsuk tiba-tiba berenti karena empunya justru tertidur lebih dulu. Jihoon menjadi segar kembali dan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Hyunsuk.
Wajah Hyunsuk terlihat tenang, sepertinya mimpi indah. Jihoon tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Sekarang Jihoon juga ikut mempertanyakan identitas asli manusia di depannya. Jadi, siapa sebenarnya manusia konyol yang membelikan baju untuknya?