➖ Kesempatan
“Ayo ngomong sekarang!” Ucap Yoongi kepada Jungkook setelah hanya tinggal berdua di ruang poli THT. “Kasihan Aki Yayan nunggu di luar.”
“Kamu yang buat Aki Yayan nunggu di luar, sebenarnya ini semua sudah selesai.” Jungkook hendak pergi namun tangannya dipegang oleh Yoongi.
“Lo belum ngomong!”
Jungkook menghela nafas panjang dan dalam. Dia melepaskan pegangan tangan Yoongi dan kini menatapnya.
“Saya ngga pernah tertarik sedikitpun sama Pak Dokter.” Ucap Jungkook dalam sekali tarikan nafas.
Yoongi terdiam sampai kemudian dia membuka suaranya.
“Fine.” Yoongi menyandarkan tubuhnya pada meja dokter. “Gue terlihat tidak menarik buat lo?”
“Yoongi.”
“Gue desperate banget, haha.” Yoongi tertawa kecil. “Apa sama sekali ngga ada kesempatan?” Yoongi berusaha menegakkan tubuhnya dan meraih tangan Jungkook.
“Dokter, maaf ini rekam medis pasien selanjutnya!” Suara tiba-tiba itu masuk begitu saja ke poli THT dan membuat kaget Yoongi dan Jungkook. Jungkook dengan cepat melepaskan tangan Yoongi.
“Maaf, Dok, saya pikir tidak ada orang.”
“Suswen seharusnya bisa mengetuk dulu kan?” Ucap Yoongi sedikit dengan nada meninggi.
“Maaf, Dok, pasien di luar sudah mengeluh kesakitan di telinganya.” Wendy menyerahkan rekam medis pasien kepada Yoongi. “Dia baru saja datang.”
“Bukannya tadi Suster Mina ya yang di sini?” Tanya Yoongi.
“Iya, tapi dia dipanggil Dokhen perihal kelengkapan pasien yang mau operasi usus buntu.” Wendy mencoba menjelaskan. “Jadi saya antarkan rekam medis ini.”
“Oh, iya, Polkook, Aki Yayan tadi jalan ke farmasi terus dia bingung resepnya yang mana.” Ucap Wendy kepada Jungkook yang langsung mendapat respon cepat dari Jungkook. Dia bahkan tidak mengucapkan apa-apa lagi kepada Yoongi.
Yoongi melihat Jungkook pergi begitu saja keluar dari poli THT.
“Yasudah panggilkan pasien itu. Ini pasien terakhir kan?” Tanya Yoongi.
“Iya, Dok.” Wendy lalu memanggilkan pasien berikutnya.
Menyerah tidak ada dalam kamus Yoongi bahkan setelah selesai praktek di poli, dia bergegas ingin menemui Jungkook. Tadi belum selesai, pikirnya. Bermodal pinjaman sepeda milik Pak Endang, Yoongi mengayuh sepeda menuju Pos Polisi Inha.
“Bupol, Jungkook ada?” Ucap Yoongi. Wajahnya yang putih mulai memerah terpapar sinar matahari dan lelahnya mengayuh sepeda 1 Km dari RS Inha ke Pos Polisi.
“Ah ... Dia di Rumah Teh Imas, nolongin kucing Teh Imas yang nyangkut di genteng.” Ucap Seulgi.
“Kucing?” Tanya Yoongi heran. Polisi di sini memang multi guna.
“Iya.”
“Dimana rumahnya?”
“Dari sini nanti ikutin jalan aja ke SD Inha, ke kiri. Nah yang warna ijo itu rumahnya.”
“Oke, makasih.”
Tanpa berlama-lama, Yoongi mengayuh sepedanya lagi ke tempat yang tadi diberitahukan oleh Seulgi. Namun sebelum sampai, Yoongi sudah menemukan Jungkook. Jalannya tertatih. Dia sedang meniup-niup sikutnya yang terluka.
Yoongi tidak memanggil Jungkook. Dia hanya menghentikan sepedanya. Dia menunggu sampai Jungkook melihatnya. Dan benar saja, setelah Jungkook melihat Yoongi, langkahnya terhenti. Mata mereka beradu pandang. Yoongi lalu mengayuh sepedanya menghampiri Jungkook.
Tidak ada sapaan ataupun perkataan, Yoongi lalu memarkirkan sepedanya dan menarik Jungkook untuk duduk di sebuah pos ronda di sana. Yoongi membuka tas ranselnya, dia mengeluarkan sebuah tas kecil yang berisi obat-obatan dan perlengkapan perawatan luka.
“Kenapa lo mesti nahan nafas begitu? Sebelumnya kan pernah gue rawat luka lo!” Ucap Yoongi sambil membersihkan luka di sikut Jungkook.
“Perih.” Ucap Jungkook singkat.
“Masa sih, waktu itu lo biasa aja ah.” Yoongi lalu mengoleskan salep antibiotik kemudian membalut luka Jungkook.
Setelah selesai dengan luka di sikut, Yoongi melihat lutut Jungkook.
“Perkara lo jadi polisi di sini itu nolongin kucing di atas genteng tapi luka-lukanya kek udah separing sama perampok.”
Perkataan itu membuat Jungkook kesal, dia menurunkan celananya yang tadi Yoongi singkap hingga lutut.
“Dih, ambekan lo!” Yoongi tidak mau kalah lalu dia menaikkan celana Jungkook hingga lutut.
“Harus diobatin biar ga infeksi.”
Jungkook tidak berkutik lagi. Dia membiarkan Yoongi merawat luka di lututnya.
“Lo tuh harus hati-hati. Kalau ga ada gue barusan, gimana ini luka lo?”
“Di Pos ada kotak P3K. Teh Seulgi bisa ngobatin begini mah.”
Yoongi lalu memincingkan matanya. Dia tidak suka dengan jawaban Jungkook.
“Sebuah kehormatan lo diobatin langsung sama gue. Harusnya lo makasih.”
“Iya, makasih.”
Yoongi selesai merawat luka lutut Jungkook. Kini mereka sama-sama terdiam.
“Ada apa?” Tanya Jungkook memecah keheningan.
“Mau ketemu lo, tadi belum selesai.” Jawab Yoongi.
“Sudah, Yoongi.”
“Belum.”
“Lalu, kamu mau apa?”
“Kasih kesempatan buat gue untuk buat lo tertarik sama gue!”
“Untuk apa, Yoongi, kamu buang-buang waktu ngedeketin orang yang ga suka sama kamu.”
Jungkook hendak berdiri namun tangannya ditarik oleh Yoongi dan membuat dia terduduk kembali. Kini mereka berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.
“Yoongi.” Jungkook memundurkan tubuhnya namun Yoongi menariknya semakin dekat.
“Lo deg-degan kan?” Tanya Yoongi. “Apa perlu gue dengar pake stetoskop?”
“Yoongi!” Teriak Jungkook, kini Jungkook melemparkan pandangannya. Menatap Yoongi terlalu lama tidak baik baginya.
“Gue di sini cuma tinggal bentar. Setelah itu gue mesti ke Andani, ujian ini itu, panjang banget sampai gue bisa beneran lulus jadi dokter spesialis. Dan gue juga ga tahu bisa kesini atau ngga.” Ucap Yoongi.
“Ya terus kamu ngapain deketin saya?”
“Karena gue pengen punya alasan buat kesini lagi.”
“Kenapa harus saya?”
“Ya, kenapa harus orang lain?”
“Yoongi!”
“Gue ga tahu sebelumnya lo ada apa sama Suster Wendy. Gue cuma mau nekenin kalau perasaan dia bukan tanggung jawab gue dan bukan tanggung jawab lo juga.” Ungkap Yoongi. “Lo takut jatuh ke gue kan? Atau sebenarnya lo udah jatuh ke gue?”
“Yoongi!”
“Kenapa sih lo seneng manggil nama gue? Yaudah deh, dari seneng manggil nama aja dulu, siapa tahu nanti suka orangnya.”
Mendengar itu, Jungkook mendorong Yoongi. Dia tidak siap dan hampir limbung namun berhasil ditahan.
“Buset, ternyata tenaga lo sama kayak badan lo. Gede.”
Jungkook lalu berdiri.
“Kemana?”
“Ke Pos.”
“Yaudah gue anterin.”
Jungkook lalu melihat sepeda yang dipakai Yoongi. Memang ada boncengan dibelakangnya.
“Pakai sepeda dulu, nanti selanjutnya gue anterin pake mobil. Mobil Jimin tapi, gue kagak bawa mobil kesini, hehe.” Kekeh Yoongi.
Jungkook berjalan mengacuhkan Yoongi. Melihat itu, Yoongi membereskan semuanya dan memasukkan ke tasnya. Dia lalu mengambil sepeda dan mulai menghampiri Jungkook.
“Ayo!”
Ada desir ragu dari mata Jungkook.
“Cepet, panas nih!” Keluh Yoongi.
Jungkook menghela nafas dan mulai menaiki boncengan di belakang Yoongi.
“Nah, gitu. Pegangan biar ga jatoh lagi.” Ucap Yoongi sambil mengayuh sepedanya. Ucapan dia tersebut mendapatkan cubitan ke paha.
“Aduh, buset, galak!”
Yoongi tertawa kecil, tawa itu berubah menjadi senyum. Dia lalu mengayuh sepedanya. Di belakangnya ada Jungkook. Ya, semakin membuat senyumnya melebar.
[]