petrichorgreeny

➖ Maaf

Ide dari Namjoon untuk membelikan Taehyung strawberry diiyakan oleh Jimin. Dia tidak jadi bertanya kepada Yoongi tentang di mana dia harus membelinya, bisa habis dia dicengcengin nanti. Maka dari itu Jimin mencari jalan tengah dengan bertanya pada Yerim.

Kini, Jimin telah berada di depan rumah Pak Kades dengan membawa plastik berisi buah strawberry, susu strawberry, dan kue monde. Jimin ingat kalau Pak Kades senang dengan kue monde sehingga dia membelinya juga. Rasanya tak etis hanya membawakan untuk anaknya. Okay.

Pintu telah terbuka. Ibu Kades tampak sumringah menyambut Jimin dan mempersilakannya masuk. Pak Kades pun dengan stelan kaos putih dan sarung ikut menyambut Jimin. Hangat sekali.

“Sebentar ya, Ibu panggilkan Kakak dulu.” Ucap Ibu Kades setelah mengetahui perihal Jimin datang kemari adalah untuk bertemu Taehyung.

Kakak?

Jimin mengangguk perlahan.

“Padahal tidak usah repot-repot bawa sesuatu. Dokter sudah mampir kesini, Bapak sudah senang.” Ucap Pak Kades sambil tertawa ketika melihat bawaan Jimin.

“Oh iya, ini kue monde untuk Pak Kades.” Jimin memberikannya namun Pak Kades menahannya.

“Yang suka kue monde itu sebenarnya Kakak. Nanti aja kasih ke anaknya, hehe.”

Tak berapa lama Taehyung datang ke ruang tamu tempat Jimin duduk dengan Pak Kades. Tampilannya terlihat seperti baru bangun tidur dengan mengenakan celana kain batik dan kaos berwarna hitam.

Tampak Ibu Kades mengkode Bapak Kades untuk meninggalkan mereka berdua. Taehyung sudah paham gelagat Mamah dan Bapaknya itu. Dia hanya bisa pasrah.

Wajah Taehyung tidak menyambut Jimin dengan ceria. Senyum yang diberi hanya senyuman seadanya. Jimin tahu Taehyung masih marah padanya.

“Hm, ini saya bawakan sesuatu.” Jimin memberikan semua yang dia bawa. Wajah Taehyung mendadak menjadi cerah namun dia mencoba untuk mengaturnya kembali menjadi kalem. “Semoga suka ya.”

“Ini nyogok ya?” Tanya Taehyung.

“Ah ... Ng .. Ngga, ini hm .. Mau kasih aja. Kemarin kan sempat sakit terus belum sempat kasih sesuatu.” Jimin bingung mengapa dia harus terbata-bata seperti ini. Tapi tidak dipungkiri memang ini niat untuk mendapat permintaan maaf Taehyung.

“Udah sembuh kok.”

“Hm, yaudah buat ngemil aja.”

“Makasih.” Taehyung akhirnya menerimanya.

Ibu Kades lalu datang membawakan dua cangkir teh hangat untuk Jimin dan Taehyung.

“Diminum dulu, Pak Dokter.” Ucapnya ramah.

“Terima kasih, Bu.”

Ibu Kades lalu pamit pergi. Kini mereka berdua kembali.

“Taehyung.” Panggil Jimin.

“Hm,”

“Soal kejadian di rumah sakit ...”

Taehyung menyadari bahwa Mamah dan Bapaknya mengintip mereka dari balik ruang TV. Taehyung menghela nafas dalam.

“Kita pindah.” Ucapnya tiba-tiba.

“Ha? Kemana?”

“Ke teras belakang.”

Taehyung membawa plastik yang Jimin berikan padanya dan kedua cangkir yang asalnya tersaji di meja. Taehyung pergi mendahului ke luar jalan depan dan Jimin mengikuti meski bingung. Mereka memutar dari luar ke teras belakang. Disana tampak seperti gazebo yang langsung menghadap ke kolam ikan dan pelataran sawah yang luas.

“Disini aman.” Ucap Taehyung sambil meletakkan kedua cangkir di pinggirnya. Jimin lalu duduk di sebelahnya.

“Bagus.”

“Kan di rumah itu juga ada yang seperti ini. Cuma lebih kecil sih.”

“Hm, ga sempat soalnya kalau udah pulang dines langsung tidur deh.” Ucap Jimin.

“Capek ya jadi dokter?”

“Setiap pekerjaan pasti ada capeknya, jadi guru juga kan?”

“Hm, iya.”

“Taehyung...”

“Ya sudah dimaafkan kok.”

Taehyung tampak mencoba menahan gugup. Dia sedikit meremas celananya sambil mengedarkan pandangannya menatap area persawahan.

“Bener?” Tanya Jimin.

Suaranya begitu lembut hingga seakan menarik atensi Taehyung untuk melihatnya.

“Iya ... Bener kok.”

“Syukur deh.”

“Tapi kamu ajarin apa ke Nara kok dia mau belajar pijit?” Tanya Taehyung.

“Oh .. Itu. Hm, jadi Nara ingin tinggal di rumah sakit katanya Mamahnya marah-marah terus dan Neneknya ga pernah ajak dia main. Terus mungkin sebenarnya Mamahnya ga mau marah-marah cuma capek aja dan Neneknya kan sudah tua jadi gampang capek, makanya saya bilang ke Nara siapa tahu kalau dipijitin jadi seneng Mamah dan Neneknya.” Jelas Jimin.

Mendengar itu ada rasa hangat dan lembut mengalir ke hati Taehyung.

“Dokter dulu pernah ada niatan jadi guru TK?” Tanya Taehyung.

“Kok tanya begitu?”

“Jawabannya bisa banget.” Kekeh Taehyung.

“Oh .. Hehe, ngga sih cuma memang suka anak kecil. Rencananya sudah selesai ambil Bedah Umum mau ambil sub-spesialis Bedah Anak.”

“Wow .. Keren!” Taehyung memberikan jempol kepada Jimin. Namun dia malu sendiri lalu menarik tangannya dengan cepat. Jimin tersenyum melihatnya.

“Ya, jadi saya minta maaf karena sudah menuduh kamu yang tidak-tidak, kepada Nara juga. Ternyata dia ada alasan kenapa begitu.”

“Hm, iya Nara cuma tinggal sama Mamah dan Neneknya. Mamahnya kerja jadi yang mengurus itu Neneknya.”

“Oh .. Iya terus miris, anak sekecil itu biasanya suka takut rumah sakit dan lebih ingin di rumah tetapi dia malah ingin di rumah sakit.”

“Kepolosan dan kejujuran mereka memang selalu punya cerita sendiri.”

Taehyung menatap kembali hamparan sawah. Jimin lalu memandang Taehyung. Wajahnya teduh dengan bulu matanya yang panjang dan lentik. Merasa seperti diperhatikan, Taehyung melirik Jimin dan Jimin buru-buru membuang muka.

Taehyung lalu membuka strawberry yang Jimin bawa.

“Dokter tahu aku suka *strawberry?” Ucapnya sambil mengambil satu dan memakannya.

“Dari Namjoon, terus dia dikasih tahu Hoseok.”

“Oh ...” Ucap Taehyung. “Ini Dokter juga makan.” Taehyung menyodorkannya kepada Jimin.

“Ah ngga, masa saya yang bawa, saya juga yang makan.”

“Ya ga apa-apa kan ini udah jadi punya aku.”

“Oh iya, panggil Jimin aja kalau di luar.”

“Hm?”

“Jangan panggil Dokter kecuali kalau ketemu di rumah sakit atau jadi pasien saya.”

“Yaudah kalau gitu jangan bilang saya juga.”

“Gimana?”

“Itu Yoongi juga gue elo ngomongnya.”

Si kampret itu mana ada kesopanan.

“Jangan formal-formal kalau begitu.” Tambah Taehyung.

Okay. Eh, ini kali pertama kita ketemu ga di IGD ya?”

“Oh iya yah, kenapa ya aku ketemu kamu disaat darurat terus?”

“Memangnya mau ketemu disaat seperti apa?”

Pertanyaan Jimin itu sontak membuat Taehyung terdiam. Dia menatap Jimin lalu membuang segera pandangan ke kolam ikan.

Lucu.

[]

➖ Prasangka

Jimin baru saja hendak memakan ramen yang sudah dia seduh ketika Yerim menelponnya. Di ujung sana Yerim berkata bahwa ada pasien anak ke IGD dan sebelumnya dirawat oleh Jimin. Dia sedikit lupa pasien yang mana namun ketika nama Taehyung disebutkan oleh Yerim, Jimin mendadak mengajukan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dia ajukan.

“Kenapa saya? Memang di IGD sibuk ya?”

Jimin merasa overwhelming akhir-akhir ini namanya selalu disangkutpautkan dengan Taehyung. Bukan perihal karena Jimin membenci hal itu namun ini semua terlalu overrated. Jimin tidak suka namanya disebut-sebut oleh banyak orang. Menjadi bahan bisikan seisi rumah sakit karena terang-terang Pak Kades dan Bu Kades “menitipkan” Taehyung padanya.

Setelah memeriksa Nara, siswa yang dibawa Taehyung. Jimin geram karena sebenarnya Nara tidak kenapa-napa. Dia langsung meraih ponselnya dan mengontak Taehyung yang saat itu sedang pergi keluar sebab ditelpon oleh Mamahnya Nara.

Selepas mengontak Taehyung, Namjoon tetiba memborbardir dia di grup chat. Belum lagi ditambah Yoongi yang mengeluarkan pandangannya meski terkesan memihak Namjoon. Hal itu akhirnya membuat Jimin berpikir dan membaca ulang chat-nya kepada Taehyung. Dia telah keterlaluan.

Jimin menghampiri Nara kembali di ranjangnya. Disana ada suster yang menemani.

“Nara, dokter boleh ngomong sama Nara sebentar?”

Nara melirik ke arah suster dan suster mengangguk seakan kode bahwa tidak apa-apa berbicara dengan Jimin. Setelah Nara mengiyakan, suster pergi meninggalkan Nara dan kini tinggal Nara dan Jimin.

“Dokter mau tanya boleh?”

Nara mengangguk.

“Nara sakit apa? Tadi dokter periksa Nara sehat-sehat saja.”

“Hm...” Nara nampak enggan berbicara. Bibirnya di-pout-kan.

“Dokter ga akan bilang siapa-siapa.”

Nara menatap wajah Jimin. Ada kesan ingin mempercayai Jimin.

“Janji?” Tanya Nara.

“Janji.” Jimin menunjukkan jari kelingkingnya kepada Nara. Dia tersenyum lalu menautkan kelingkingnya kepada Jimin.

“Nala boleh tinggal disini ga, Doktel?”

Jimin kaget dengan pertanyaan Nara. Anak kecil biasanya takut untuk pergi ke rumah sakit namun, Nara malah meminta tinggal disini.

“Kenapa?”

“Nala takut sama Mamah mala mala telus padahal Nala sudah jadi anak baik. Nenek di lumah diem ga mau ajak Nala main. Kalau disini doktel baik, sustel juga, maunya di sekolah tapi Pateh bilang Nala halus pulang.”

Ucapan polos dari Nara itu mengiris hati Jimin. Bagaimana bisa anak sekecil ini tetapi tidak menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman baginya?

“Nara di rumah cuma ada Mamah sama Nenek ya?” Tanya Jimin sambil mengelus kepala Nara.

“Iya, Mamah selalu pulang malam, Nala sama Nenek.”

“Mamah Nara pulang malam itu artinya dia bekerja untuk Nara mungkin dia bukan maksud marah-marah tapi bisa saja capek habis bekerja.”

“Bekelja itu capek?”

“Iya, capek, Nara. Makanya kalau Mamah Nara datang coba Nara pijitin bahu Mamahnya pasti seneng, ga akan marah-marah.”

“Benel?”

“Iya, Nara. Terus Nenek ga ajak main Nara karena Nenek sudah tua, jadi gampang capek juga. Nara kan sudah main di sekolah, jadi di rumah, Nara bisa tidur siang atau nonton TV.”

“Kalau tua juga capek?”

“Iya, Nara. Bekerja dan menjadi tua itu capek jadi ga bisa banyak-banyak main. Nara juga bisa pijitin Nenek Nara biar ga capek.”

“Nala harus belajal pijit pijit!” Ucap Nara sambil mengepalkan tangannya dengan semangat.

Tak berapa lama Taehyung tiba. Wajahnya begitu kusut dengan mata yang sembab. Jimin memandangnya dan rasa bersalah kini bergumul di hatinya.

“Yuk, Nara pulang, Pateh anterin ke rumah.” Taehyung langsung menggendong Nara. Dia berlaku seakan Jimin tidak berada disana.

“Doktel makasih, Nala mau belajal pijit-pijit!” Ucap Nara dibalik gendongan Taehyung. Jimin membalasnya dengan senyuman.

“Taehyung.” Panggil Jimin.

Jimin tahu Taehyung mendengarnya namun Taehyung sama sekali tidak berbalik dan pergi begitu saja.

[]

➖ Takut

Sudah tak terhitung berapa kali hari ini Taehyung bolak balik ke kamar mandi. Ajakan Joy untuk memakan baso setan ditambah rujak mangga seperti combo menjadi penyebab sakitnya hari ini.

Hoseok sudah membujuk Taehyung untuk segera ke rumah sakit. Kondisinya sudah berantakan. Pucat, lemas, perutnya berisik, dan rasanya ingin muntah namun tidak ada yang bisa dikeluarkan. Tapi Taehyung enggan, dia terlalu takut untuk disuntik.

Dulu saat sekolah dasar, setiap jadwal vaksinasi, Taehyung selalu sembunyi. Entah itu di kamar mandi, kabur lewat tembok pembatas sekolah, atau apapun itu agar dia bisa lari. Jarum suntik bagai monster baginya bahkan hingga dia tumbuh dewasa. Maka dari itu jika dia sakit, dia menahan diri untuk tidak ke rumah sakit. Atau meminta dokter untuk lebih banyak memberinya obat saja daripada harus disuntik.

Kali ini Taehyung tidak bisa kabur lagi, dia terlalu lemas untuk memberontak ketika Hoseok membawanya ke mobil sekolah untuk mengantarnya ke rumah sakit. Hoseok pun sama sakit perut, namun tidak se-eksterm Taehyung. Sebenarnya Taehyung tidak bisa memakan makanan yang pedas, tetapi entah apa yang merasukinya kemarin ketika mengiyakan ajakan Joy.

Mamahnya Taehyung sudah ditelpon oleh Joy dan kini sudah menunggu Taehyung dan Hoseok tiba di rumah sakit. Mamah Taehyung bahkan sudah memberitahu suster untuk menyiapkan ranjang sekaligus meminta salah satu dokter baru (baca: ganteng, menurut Mamah Taehyung) untuk merawat Taehyung.

“Bisa dapat fast track begini ya kalau anak pejabat?” Ucap Yoongi.

“Jangan keras-keras lo ngomongnya.” Ucap Jimin. “Biarpun begitu, kita kan numpang di rumah beliau.”

“Tapi kita bayar pakai gaji kita.”

“Itu udah setengah harga, kampang, yaudah anggap aja ini balas budi.”

“Ya gue ga apa-apa sih, soalnya bukan bagian gue.” Ucap Yoongi sambil meleos pergi.

“Anak setan!” Dumel Jimin.

Mobil sekolah tiba, lantas Taehyung dibopoh oleh Hoseok dan suster disana.

“Ih, da si kakak mah udah Mamah bilang jangan berangkat. Bedegong budak teh.” Dumel Mamah Taehyung ketika melihat anaknya tiba.

(Keras kepala anaknya tuh)

Taehyung tidak bisa bereaksi bahkan kini dia hanya bisa diam ketika sudah terbaring di ranjang rumah sakit.

“Kakak, ini udah Mamah pesankan dengan dokter yang kakak suka.” Bisik Mamah di telinga Taehyung.

Mata Taehyung langsung terbelalak ketika yang datang adalah dr. Namjoon.

Mau pulang aja rasanya.

“Ini udah berapa lama kayak gininya?” Tanya Namjoon. “Sebentar ya.” Namjoon memeriksa perut Taehyung dengan stetoskopnya.

“Kemarin teh kita makan baso pedes sama rujak mangga. Aku juga sempet sakit perut, cuma Pateh, eh Taehyung ngga biasa makan pedes jadi dia yang paling parah.” Jelas Hoseok.

“Kakak ada gitu puluhan kali bolak balik kamar mandi.” Tambah Mamah Taehyung.

“Ada muntah ga?” Tanya Namjoon lagi.

“Ada, cuma ga ada isinya.” Ucap Hoseok. Taehyung sudah dibatas antara sadar dan ingin pingsan.

Suster mengecek TTV (Tanda-Tanda Vital) pada Taehyung, mulai cek nadi, nafas, dan suhu. Lalu memberitahukan hasilnya kepada Namjoon.

“Ini dehidrasi, harus diinfus. Terus diambil darah juga buat dilihat, takutnya ada keracunan makanan atau infeksi dari bakteri.” Jelas Namjoon.

Taehyung yang saat itu hampir pingsan langsung mencoba bangkit dan ingin kabur di sisa energi yang dia punya.

“Eh.. Kakak ngga apa-apa, ini kayak dicubit semut.” Ucap Mamah mencoba menenangkan.

“Ga mau, Kakak mau pulang.” Rengek Taehyung.

Hoseok pun mencoba menenangkan sementara Namjoon tampak bingung.

“Taehyung takut jarum suntik, Dok.” Ucap Hoseok.

“Oh begitu.” Namjoon mencoba menenangkan Taehyung. “Soalnya kalau ga diinfus nanti makin parah.”

“Ngga mau! Ngga!” Taehyung sudah berteriak menangis dan membuat dia menjadi perhatian satu IGD.

Jimin dan Yoongi yang sudah selesai dengan tindakan ke pasien masing-masing pun menghampiri keributan itu.

“Coba panggil Wewen.” Titah Mamah Taehyung ke salah satu suster disana.

“Yuk, Kakak sayang, lihat ini udah keringetan begini. Nanti ga akan sembuh. Jangan dilihat ya, Kakak merem aja.” Mamah mengusap-usap kepala Taehyung.

“Iya, Pateh, jangan dilihat. Kamu bisa pegang tangan aku.” Ucap Hoseok.

Namjoon menginstruksi suster secara diam-diam untuk menyiapkan semua perlengkapan untuk infus dan pengambilan darah.

“Tae, aduh...” Wendy datang setelah mendapat penjelasan dari suster yang memintanya untuk ke IGD. Wendy lalu duduk disamping Taehyung.

“Tae.”

“Wewen, ihhhh ga mau, Wen.” Taehyung terus menangis bahkan hingga air matanya sudah tak keluar lagi.

Wendy menginstruksikan tanpa suara kepada suster yang lain.

“Dokjim suruh sini.” Dan gerakan bibir itu terbaca oleh Namjoon juga. Namjoon mengerti akan situasi itu.

Tanpa babibu, Namjoon menggiring Jimin. Yoongi yang ada disana memberikan gerakan kepalan tangan arti semangat.

“Ini ada Dokter Jimin juga. Mau sama Dokter Jimin aja diinfusnya?” Ucap Namjoon dengan nada lebih tepatnya seperti ke pasien anak.

Malu. Malu. Rasanya Taehyung ingin mengubur dirinya saat itu juga. Jimin harus melihat dirinya dalam keadaan seperti ini.

Jimin hanya melongo sambil menunjuk dirinya seakan berkata, lha kok gue?.

Wendy langsung mengganti posisi dengan menarik Jimin. Kini Jimin yang duduk disamping Taehyung. Dan itu berhasil membuat distraksi bagi Taehyung. Dia kini berjarak dekat dengan Jimin. Keduanya sama-sama menatap satu sama lain.

Wendy lalu segera menggunakan sarung tangan dan mulai untuk menusuk tangan Taehyung. Setelah melihat dimana tempat yang pas untuk menusuk jarum, Wendy dengan cekatan mengulas alchohol swab dan reaksi dingin dari ulasan itu membuat Taehyung ngeh kalau dia akan disuntik. Sontak Taehyung menegang. Jimin refleks langsung memegang tangan Taehyung. Tangan Jimin yang satunya menarik perlahan kepala Taehyung miring ke arah dadanya.

“Ngga apa-apa.” Ucap Jimin dengan lembut sambil mengusap kepala Taehyung. Sementara Taehyung menangis dalam dada Jimin sambil menggigit bibirnya agar tidak berteriak.

Suntikan berhasil. Darah sudah terambil dan infus langsung cepat dipasang. Dan kejadian menggemparkan seisi IGD itu berakhir dengan Taehyung yang mulai terlelap sambil memegang erat tangan Jimin.

“Oh, ternyata sama dokter yang ini.” Batin Mamah Taehyung.

[]

➖ Ronda

Malam piket ronda pun tiba. Dengan langkah malas dan gontai, Taehyung berjalan menuju pos kampling RW 1, di mana RW tersebut adalah RW tempat Taehyung tinggal.

Di pos kampling sudah ada aneka jajanan pasar dan sebuah teko berisi kopi serta beberapa gelas. Ibu-ibu disini menyiapkannya untuk makanan ringan para peronda.

“Wih, ada makanan nih sama kopi.” Ucap Yoongi baru saja datang dan langsung duduk di pos kampling. Disana sudah ada Taehyung yang tengah duduk sendiri. Warga lain yang satu jadwal piket sudah mulai berkeliling.

Taehyung hanya melirik Yoongi sebentar. Gayanya Yoongi hari itu memakai training olahraga berwarna hitam. Sebenarnya lebih cocok dipakai untuk olahraga daripada untuk meronda.

“Lemes amat.” Ucap Yoongi sambil memakan satu gorengan yang sudah disediakan.

“Capek, seharian ini ngajar terus malah ronda.” Dumel Taehyung.

“Bapak lo tuh yang buat aturan.” Kekeh Yoongi. Taehyung berdelik. Ini orang baru ketemu dengan dia sekali saat memberikan pisang goreng dan kedua saat sekarang tetapi lagaknya seperti yang sudah kenal puluhan tahun.

“Gue juga capek habis dines, mana tadi pasiennya banyak.” Ucap Yoongi sambil melakukan peregangan sedikit di lehernya.

“Gimana rasanya jadi dokter?” Tanya Taehyung, dia sebenarnya sedang malas mengobrol tapi jika semalaman dihabiskan dengan diam maka akan lebih membosankan.

“Wah, kalau gue jawab bisa sampai seminggu baru kelar.”

Taehyung lalu menggeleng. Heran. Aneh.

“Lo gimana rasanya jadi guru?” Tanya Yoongi.

“Seru kok, berasa awet muda terus.”

“Oh iya yah, tiap hari liat anak kecil.” Dia lalu mengambil gelas dan menuangkan kopi kesana, kemudian meminumnya sedikit. “Mainlah ke Inha.”

“Ya kalau aku main kesana, sakit dong.”

“Iya yah, wkwk.”

Sungguh benar-benar aneh.

“Udah selesai belum makan sama minumnya? Ayo kita keliling.” Ajak Taehyung.

Yoongi lalu menyelesaikan aktivitas ngemilnya dan mengikuti Taehyung. Posisinya kini sekarang mereka sudah mulai keliling rumah-rumah warga. Taehyung didepan dengan senter sementara Yoongi di belakangnya.

“Lo percaya soal yang ketuk-ketuk itu?” Tanya Yoongi membuka obrolan.

“Percaya ngga percaya sih.”

“Emang disini suka ada kejadian gitu?”

“Ya ada kayak babi ngepet, kolor ijo, yang gitu-gitu pernah.”

“Hah? Seriusan?”

“Iya namanya juga di desa.”

“Lo pernah ke kota ga sih?”

“Kota gimana dulu?”

“Kota Andani.”

“Pernah waktu tes CPNS.”

“Oh, lolos?”

“Ngga.”

“Uh, sorry.”

“Yaudah tinggal coba lagi aja.” Ucap Taehyung santai.

Saat mereka berjalan perlahan tetiba ada sekelibat lewat depan mereka. Taehyung dan Yoongi kaget.

“Itu orang kan?” Tanya Taehyung.

“Kayaknya maling deh.” Ucap Yoongi.

Mereka lalu mengejar bayangan tadi sampai akhirnya tiba di sebuah kebun pisang.

“Mending lo ke kiri, gue ke kanan deh. Nanti kalau ada apa-apa teriak, gimana?” Yoongi memberikan ide sebab kalau mereka terus mencari bersama, kemungkinan kecil untuk bertemu si 'bayangan' itu.

“Yaudah, tapi hati-hati.”

“Siap.”

Setelah itu mereka berpencar. Yoongi yang mengambil arah kanan mulai mencari dengan menggunakan senter di ponselnya.

“Gue yakin tuh si kampret kesini deh.” Ucap Yoongi.

Dia lalu mencari di sepanjang kebun pisang dan hingga sampai ke hutan bambu. Yoongi lalu mendengar suara langkah kaki yang habis menginjak dedaunan kering dari belakangnya. Sontak, dia langsung mematikan senter dan bersembunyi di balik pohon.

Tah siah maling beunang maneh di tewak ku aing! Jajagoanan siah wani maling di desa aing! Puas siah!!

(Kena kamu maling aku tangkep! Sok jago kamu maling di desa aku! Sukurin lu!!)

Suara itu membekap Yoongi dengan sarung hingga kepalanya terbentur ke pohon dan tersungkur ke tanah. Yoongi tidak bisa berkutik karena kalah tenaga oleh orang yang membekapnya.

“Tolong!! Gue bukan maling!! Anjirr!! Lepasin gue!!” Teriak Yoongi.

“Mana ada maling ngaku!”

“Taeehyuuung!!! Taeehyyungg!!” Yoongi terus berteriak ditengah bekapannya hingga akhirnya terlepas dan Yoongi sudah kadung lemas karena habis tenaga saat mencoba melepaskan diri.

“Polkook, itu Yoongi, dia dokter baru di Inha. Dia tadi bareng aku buat ronda. Dia bukan maling!” Ucap Taehyung dengan nafas ngos-ngosan. “Malingnya udah ditangkep sama Polgi barusan bareng Kang Usep dan lainnya.”

“Lha?” Yang disebut Polkook itu pun langsung melihat Yoongi yang terkulai di tanah. Kepalanya memar dengan tangan dan wajah penuh luka gores.

“Aduh, punten pisan, Dokter!”

(maaf banget)

Yoongi berusaha bangkit dibantu oleh Taehyung dan Polkook.

Apes banget gue lagi ronda malah disangka maling. Sial!

[]

➖ Bukan Alasan

Taehyung tidak berbohong atau beralasan ketika dia berniat membawa salah satu muridnya yaitu Nara ke IGD. Dia sudah tampak pucat sambil meremas perutnya. Taehyung tidak ingin kejadian seperti dialami Eunwoo terulang dan dia harus menjadi bulan-bulanan orang tua siswa karena dianggap lalai.

Setelah membicarakan dengan Mamahnya Nara, beliau mengiyakan dan berterimakasih kepada Taehyung telah berniat membawa anaknya ke rumah sakit. Mamahnya Nara bekerja dan perjalanan ke Inha menghabiskan waktu 1 jam dari tempat kerjanya. Dia bilang akan menyusul.

Taehyung meminjam mobil sekolah untuk membawa Nara ke IGD Inha. Sesampainya disana, IGD tampak sibuk seperti biasa.

“Yerim!” Panggil Taehyung.

“Eh, Kang, ini siapa yang sakit? Siswa?” Tanya Yerim melihat Taehyung menggendong seorang anak.

“Iya, kata Mamahnya dia makan kerang kemarin malam terus pas pagi emang udah begini tapi tetap maksain sekolah.” Ucap Taehyung. Nara masih bangun namun badannya lemas dengan keringat dingin yang mengucur dari tubuhnya.

“Sebentar dokter penyakit dalamnya lagi ada poli, aku panggil dulu.”

“Yang ada aja, ada dr. Jimin, kan? Dia bisa kalau cek begini mah ya?”

“Tunggu dulu, ya.”

Yerim pergi ke salah satu bangsal ranjang dan memanggil Jimin. Hari itu Jimin mengenakan kemeja biru dibalik jas dokternya. Stetoskop telah melingkar di lehernya. Dia lalu menghampiri Taehyung.

Waktu itu anaknya luka kepalanya, sekarang anaknya yang lain sakit juga?

“Dok, ini lemes dari pagi. Dia habis makan kerang tadi malem. Pagi-pagi juga ga mau makan.” Jelas Taehyung.

“Ada muntah ga?”

“Ada, Dok, tadi pagi sempet muntah tapi ga ada isinya. Air aja.”

Jimin lalu menyuruh Taehyung membaringkan Nara di atas ranjang. Nara anak yang tidak rewel. Selama Jimin memeriksa dia hanya diam meski sesekali meringis sambil memegang tangan Taehyung. Jimin lalu memberikan instruksi kepada Yerim.

“Gimana, Dok, apa harus diinfus?” Tanya Taehyung.

“Saya kasih obat dulu ya, tunggu efeknya. Kalau perutnya masih sakit nanti saya lihat kembali. Sementara disini dulu, ya.” Ucap Jimin.

“Oh baik, dok.” Ucap Taehyung. “Nara, hebat ih ga nangis. Disini dulu ya tiduran, nanti ditemenin.” Taehyung lalu mengusap-usap kepala Nara.

“Kan kata Pateh kalau Nala kuat, nanti mamah akan sayang Nala, mamah ga akan mala mala sama Nala. Nala juga ga takut sama Pak Doktel.” Ucap Nara.

Pateh?

“Iya dong, anak kesayangan Pateh.” Taehyung memberikan jempol dengan diselingi senyum yang manis. Tidak hanya Taehyung yang tersenyum, sepertinya senyuman itu menular pada orang disebelahnya.

“Obatnya sudah diambil oleh Suster Yerim nanti dia yang memberikan atau bisa oleh Bapak yang berikan.” Ucap Jimin.

“Taehyung.”

“Gimana?”

“Jangan panggil Bapak, panggil aja Taehyung.”

“Oh, ah .. Baik.”

“Terimakasih untuk yang kemarin dan sekarang, maaf saya kayaknya ga pandai urus anak jadi sering sakit begini.”

“Oh, hal ini kan ga bisa kita perkiraan, Pak, eh Taehyung. Tapi dengan cepat membawa kesini sudah baik kok, jadi lebih mudah diobati.”

“Dok.”

“Iya?”

“Kalau saya meminta nomor dokter boleh tidak?”

Jimin kaget dengan permintaan itu. Tapi dia tetap mencoba mengatur ekspresinya.

“Buat?”

“Ah ga jadi, Dok, maaf saya sudah lancang. Terimakasih sebelumnya, Dok.”

Yerim pun datang membawa obat. Suasana kikuk barusan langsung Taehyung alihkan dengan membantu Yerim memberikan obat kepada Nara.

[]

➖ Pertemuan (2)

Jika ditanya mengapa Taehyung bisa menjadi guru TK, alasannya adalah karena dia impulsif. Iya, Taehyung sangat menyukai anak kecil. Dia anak tunggal dari orang yang paling berpengaruh di Desa Inha. Ya, dia anak Kades. Tak mempunyai saudara. Yang paling seumur adalah sepupunya yaitu Wendy. Sehingga Taehyung merasa kesepian dan kesibukannya dia adalah memperhatikan anak-anak kecil tetangganya. Kadang dia ikut mengurus ketika ibu dan bapak anak itu harus ke sawah. Kecintaannya kepada anak kecil membuatnya impulsif kuliah ke jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dan berakhir dengan menjadi guru TK.

Dia menyesali ketika menjadi guru TK? Tentu tidak, Taehyung menyenangi pekerjaannya. Namun tidak dengan gajinya. TK ini dibangun oleh yayasan yang berasal dari kota dan atas iuran warga. Gajinya pun seada-adanya saja. Apalagi dia ini guru honorer. Kalau ngajar ya dapat uang, kalau tidak ya tak ada uang. Makanya Taehyung banyak mengambil sambilan dengan menjadi guru les SMP dan SMA, membantu menjaga toko, atau kadang setiap akhir pekan, Taehyung selalu ke kota yang berjarak 2 jam dari desanya untuk mengajar di Bimbingan Belajar.

Taehyung sebenarnya tak perlu bekerja keras karena ayahnya adalah Kades. Bahkan ayahnya pernah menawarinya pekerjaan di kantor desa tetapi Taehyung menolak karena dia tidak mau orang-orang berpikir dia masuk karena jalur orang dalam atau bahkan disebut nepotisme. Sehingga, Taehyung memilih jalannya sendiri meski tahu itu tidak mudah.

Keseharian menjadi guru TK ya tentu berurusan dengan tingkah polah anak kecil yang notabene tidak bisa diam dan selalu tiba-tiba ada kejadian yang tidak disangka. Sama seperti hari ini.

Taehyung sedang antri menunggu pecel kesukaannya dibuat namun tiba-tiba grup chat-nya memberitahu bahwa siswanya jatuh dari ayunan dan kepalanya terluka. Sontak, Taehyung langsung berlari ke sekolah.

Disana terlihat Eunwoo sudah ditutup kepalanya dengan kain oleh Joy dan ada Hoseok juga.

“Udah aku tahan tapi darahnya masih keluar begini.” Ucap Joy.

Eunwoo tidak menangis. Dia hanya diam dengan keringat yang banyak keluar dari sekujur tubuhnya.

“Eunwoo yang dirasa apa? Sakit ga?” Tanya Taehyung.

“Woo pusing, Dada.” Ucapnya.

“Mending cepetan bawa ke Inha deh, dia manggil kamu Dada dikira bapaknya.” Ucap Hoseok. “Tuh, ikut Kang Ilham, dia searah lewat Inha. Sok cepetan udah.”

“Ibunya nanti aku telpon, jadi dia biar langsung ke Inha aja.” Ucap Joy.

Taehyung lantas menggendong Eunwoo ke mobil Kang Ilham yang akan ke arah kota mengantar buah.

Sepanjang jalan Taehyung cemas. Eunwoo sama sekali tidak menangis padahal kepalanya berdarah. Taehyung takut dia kenapa-napa. Dari tadi yang Eunwoo panggil adalah ayahnya.

Setelah sampai, Taehyung berlari menuju IGD.

“Tolong ini tolong.” Taehyung panik dan seketika seorang dokter menghampirinya.

“Ini kenapa?”

“Jatoh .. Itu dari ayunan.”

“Dada, Eunwoo ga mau diperiksa doktel.” Kali ini Eunwoo menangis.

“Aduh, sebentar sayang itu biar darahnya berhenti.”

Dokter lalu meminta menyiapkan ranjang kepada suster untuk Eunwoo diperiksa.

“Yuk, sebentar Dokter lihat, nanti Dokter kasih permen ya.” Tanpa menunggu persetujuan Eunwoo, dokter langsung menggendong Eunwoo dan membawanya ke ranjang.

“Dada!” Eunwoo menangis seakan tidak mau lepas dari Taehyung.

Taehyung menatap dari jauh, dokter tadi seperti seumur dengannya. Taehyung memang jarang ke Inha tapi disini dokternya tidak banyak dan sepertinya dokter itu dokter baru.

Ganteng. Astaga Taehyung itu Eunwoo lagi sakit, sempet-sempetnya. Taehyung menepuk-nepuk pipinya.

“Lukanya sudah diperban dan darahnya sudah berhenti tapi kayaknya anaknya kecapean sekarang lagi tidur. Oh iya, tunggu hasil rotgen dulu ya.” Ucap Dokter itu setelah tindakannya selesai.

“Taehyung.”

“Hah?”

“Nama saya Taehyung.”

“Saya Jimin. Dokter Jimin.” Ucapnya dengan senyuman. “Pak Taehyung mungkin bisa cuci tangan dulu, Pak. Banyak darah yang menempel.”

“Oh iya.” Taehyung baru sadar gara-gara panik, keadaannya sekarang berantakan.

“Anak Bapak akan baik-baik saja kok.” Ucapnya sambil menepuk bahu Taehyung.

Anak Bapak?

[]

➖ Pertemuan (1)

Menjadi polisi di desa tidak pernah Jungkook bayangkan sebelumnya. Pemikiran dia tentang menjadi polisi adalah menangkap mafia atau koruptor. Tapi disini, semuanya berbeda.

Keseharian Jungkook adalah bersama Teh Polgi, menjaga keamanan desa. Iya, disini memang namanya senang disingkat-singkat, katanya agar lebih mudah dipanggilnya. Polgi itu Polisi Seulgi, sementara dia Polkook, Polisi Jungkook.

Keamanan desa disini tak lebih dari membantu kakek dan nenek yang setiap Jumat melakukan senam lansia di pelataran lapangan depan puskesmas untuk menyebrang menuju kesana. Kadang mereka juga dipanggil kalau kucing warga ada yang terjebak di genteng atau di selokan. Hal yang paling 'prestisius' yang mereka lakukan adalah menangkap maling ayam. Dan agenda setiap malam minggu yaitu mengevakuasi korban kecelakaan.

Agenda malam minggu ini menjadi khas. Desa Inha ini dikelilingi oleh bukit dan jurang. Setiap akhir pekan, warga kota banyak yang ingin berpergian dan salah satu aksesnya yaitu melewati Desa Inha yang terkenal dengan trayek bahayanya. Tak heran jika kejadian kecelakaan selalu meningkat di setiap malam minggu hingga minggu malam. Makanya mereka menamainya sebagai “Agenda Malam Minggu”. Mungkin salah satunya mengapa Rumah Sakit Inha berdiri di desa ini karena untuk membantu jika terjadi kecelakaan. Sebab, jarak desa ke rumah sakit induk menghabiskan waktu 1-2 jam.

Kali ini agenda Jungkook adalah mengantar Aki Yayan. Beliau mungkin sudah sekitar 70 tahun. Masih bisa berjalan dengan baik dan terlihat masih bugar. Namun beliau sering terganggu pendengarannya. Dan anehnya, cuma suara Jungkook dan perkataan dari Jungkook yang Aki Yayan bisa dengar dan pahami. Kata Seulgi, Jungkook sudah seperti cucu Aki Yayan. Oh iya, Aki Yayan ini juragan sawah di Desa Inha sama seperti Pak Kades. Namun Aki Yayan ini hidup sendiri. Istrinya sudah meninggal puluhan tahun lalu dan tidak mempunyai anak. Maka dari itu, Seulgi menyuruh Jungkook untuk bertanya perihal warisan karena selama ini mungkin Jungkook yang sering mengurus Aki Yayan. Ada-ada saja.

Jungkook diberi tahu oleh bagian pendaftaran poli kalau sekarang ada dokter THT baru. Sebuah kemajuan. Sebelumnya, Jungkook hanya antar Aki Yayan ke dokter umum.

Saat dipanggil oleh suster, tidak hanya Aki Yayan yang masuk tetapi Jungkook juga. Persis sudah seperti cucu sendiri.

Jungkook merasa seperti pernah bertemu dengan dokter ini. Dia berkulit putih pucat dan berkacamata dengan memakai jas dokter bertuliskan dr. Min Yoongi. Ya memang Yoongi.

Yoongi lalu melihat pasien yang datang dan mengenali Jungkook juga.

“Oh, kamu yang saya tanya di pos polisi itu kan?” Tanya Yoongi.

“Ah iya.” Jungkook baru ingat.

“Kamu cucu kakek ini?”

“Bukan, saya cuma anter. Kakeknya tinggal sendiri.”

Oh, polisi disini multi fungsi ya

“Baik, selamat pagi, Kek. Saya Dokter Yoongi yang akan memeriksa Kakek ya.” Ucap Yoongi perkenalan.

Aki Yayan hanya diam dan menarik-narik rompi polisi Jungkook. Jungkook lalu menerjemahkan perkataan Yoongi. Lalu Aki Yayan mengatakan sesuatu ke Jungkook yang Yoongi pun tidak mengerti apa.

“Maaf, Dok, Aki Yayan ga denger begitu baik terus ngga bisa ngomong Bahasa. Oh iya, ini katanya telinganya berdengung.”

Yoongi lalu mengangguk, dia kemudian memeriksa telinga Aki Yayan. Setiap Yoongi berbicara, Jungkook yang menerjemahkan ke Aki Yayan. Aki Yayan berbicara, Jungkook menerjemahkannya ke Yoongi. Alur komunikasinya seperti itu.

Setelah selesai, Yoongi memberitahu keadaan telinga si Kakek dan menuliskan resep.

“Ini resepnya. Cepet sembuh ya, Kek. Telinganya jangan sampai kemasukan air, terus jangan sering dicolok-colok terlalu dalam kalau lagi bersihin telinganya.” Kata Yoongi.

Jungkook lalu memberitahukannya kepada Aki Yayan.

Dokter kasep, nuhun pisan. Ieu incu abi ge kasep, ngora keneh saumur sareng dokter. Dokter teu acan gaduh sasaha kan? Ieu tiasa ka incu abi we.” Ucap Aki Yayan tiba-tiba.

(Dokter, terimakasih banyak. Ini cucu saya juga ganteng, masih muda seumur dengan dokter. Dokter belum punya siapa-siapa kan? Ini bisa dengan cucu saya aja)

Jungkook mendengarnya kaget. Yoongi mendengarnya bingung dan hanya tersenyum kaku lalu melirik ke Jungkook meminta menerjemahkannya.

“Katanya terimakasih banyak, Dok.” Ucap Jungkook sedikit terbata.

Perasaan tadi si Kakek ngomongnya panjang kok cuma segitu doang translate-nya.

“Oh iya, sama-sama, Kek.” Ucap Yoongi.

Suster yang disana tertawa.

Jungkook dan Aki Yayan lalu pamit keluar.

“Dok, arti sebenarnya itu kakeknya mau jodohin dokter sama cucunya yang polisi itu.” Ucap suster ketika di ruangan tinggal dia dan Yoongi.

“Hah?” Yoongi kaget sebentar kemudian dia tersenyum.

[]

➖ Kesan Pertama

Perjalanan yang ditempuh Jimin, Yoongi, dan Namjoon ke rumah sakit tersebut kurang lebih 5 jam. Trayek jalan kesana dibilang tidaklah mulus. Aspalnya kebanyakan diganti dengan beton dan teksturnya tidak rata. Jalanannya didominasi oleh jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan persawahan dan perbukitan.

“Duh … gue mual banget nih mau muntah!” Teriak Namjoon dari jok belakang.

“Jangan kotorin mobil gue, Sat!” Ucap Jimin.

Yoongi langsung mengambil kresek hitam dari tas dia dan memberikannya kepada Namjoon.

“Nih! Malu-maluin lo!”

Namjoon pun akhirnya mengeluarkan segala isi perutnya. Lega rasanya. Mobil pun akhirnya dipinggirkan sebentar untuk membuang kresek muntahan ke tempat sampah yang berada di pinggir jalan.

“Sumpah banget, lo nyusahin!” Gerutu Yoongi.

“Ya, lo ngga rasain duduk di belakang sih. Mana jalannya mendaki gunung lewati lembah, anjir masuk angin gue kayaknya.”

Mereka lalu masuk mobil kembali. “Nih!” Yoongi memberikan tolak angin kepada Namjoon.

“Sumpah lo prepare well banget.” Ucap Jimin mulai menyetir kembali.

“Ya soalnya gue temenan sama yang nyusahin, jadi gue mesti siap siaga.” Jawab Yoongi.

“Makasih, Sat.” Ucap Namjoon.

“Ya, sama-sama, Tan.”

Jimin tersenyum mendengar dua teman yang – dia kenal sejak pertama kali masuk Fakultas Kedokteran itu – selalu saja bertengkar. Tom and Jerry.

Jalanan yang terjal sudah terlewati. Mereka lalu melihat sebuah gapura desa yang besar pertanda telah memasuki desa dimana rumah sakit itu berada.

“Coba deh tanya dulu itu mumpung ada pos polisi.” Perintah Jimin.

Mobil dipinggirkan dan berhenti tepat di depan pos polisi. Yoongi lalu keluar dari mobil. Di sana ada polisi yang sedang tampak menulis sesuatu.

“Permisi, Pak, mau tanya kalau Rumah Sakit Inha sebelah mana ya dari sini?” Tanya Yoongi.

Yang ditanya langsung berdiri. “Oh itu tinggal lurus aja, nanti ada belokan sebelah kiri, nah sudah di situ ada tulisannya.” Jawab Polisi itu dengan menampilkan senyum gigi kelincinya. Yoongi melirik sedikit melihat apa yang tadi Polisi itu tulis.

Anjir masih sempet di sini Polisi ngisi Teka Teki Silang.

“Oh .. makasih, ya.”

“Siap, sama-sama, Kang.”

Kang?

Setelah itu Yoongi masuk ke mobil, memberitahukan kepada Jimin tentang letak rumah sakit yang dia dapat dari Polisi barusan. Tak berapa lama, mereka sampai di Rumah Sakit Inha. Bentukannya lebih tepat seperti rumah lama yang memanjang. Di bagian paling depan sebelah kanan terdapat ruangan dengan tulisan “Instalasi Gawat Darurat” dengan tulisan yang telah kehilangan huruf G dan D.

“Seriusan ini tempatnya?” Tanya Namjoon. “Sini lo liat, bulu kuduk gue langsung merinding begini.”

“Kalau dari namanya sih, iya ini.” Ucap Jimin.

“Yaudah masuk dululah. Mata batin lo tutup dulu biar ga liat yang begituan.” Ledek Yoongi.

“Anjir, udah gue bilang, gue ga punya yang begituan!” Gerutu Namjoon.

Mereka lalu masuk ke pintu masuk utama. Di sana terlihat meja resepsionis dan seorang pria dengan senyuman “profesional”.

“Aduh, meni ganteng pisan begini.” Ucapnya. Dia lalu berdehem dan menghampiri ketiga dokter muda itu. “Maaf, ada yang bisa dibantu?”

“Perkenalkan kami bertiga residen dari Rumah Sakit Andani.” Ucap Yoongi.

“Ah .. yang dari kota itu.” Pria itu memotong ucapan Yoongi. “Eh .. maaf, saya Endang. Saya bagian administrasi, front office, ah pokoknya semua urusan ‘perdepanan’, saya yang urus.” Ucapnya dengan senyuman “profesional”-nya. “Kalian pasti capek, tunggu di ruangan Dokkim dulu, beliau masih ada operasi.”

Mereka bertiga digiring oleh Pak Endang ke ruangan Dokter Kim. Setelah mempersilakan mereka duduk, Pak Endang izin keluar untuk mengambilkan minum.

“Tuh kan, udah rumah sakitnya aneh, orangnya juga aneh.” Ucap Namjoon dengan sedikit berbisik. “Di sini beneran ada pasiennya? Kok berasa sepi begini, ya?”

“Di sini yang rame IGD-nya, kita ga akan bisa lihat kalau dari sini.” Ucap Yoongi.

“Ruangan yang tulisan IGD yang G sama D-nya ilang itu?” Tanya Namjoon.

Dijawab anggukan oleh Jimin. “Luar biasa, selamat untuk kita semua!” Seru Namjoon.

Pak Endang lalu datang dengan membawakan tiga kemasan minuman dingin.

“Selamat dinikmati. Minuman ini bisa didapat di ujung lorong ya, kita sudah punya vending machine disini, hehe.” Ucap Pak Endang dengan senyuman khas-nya.

“Terima kasih, Pak.” Ucap Jimin.

Seseorang lalu masuk ke ruangan. Seorang pria dengan berjas dokter, berkacamata, dengan tinggi yang semampai.

“Terima kasih, Pak Endang, sudah menemani.” Ucapnya ke Pak Endang. Lalu, Pak Endang izin permisi dan di ruangan kini berisi mereka berempat.

Jimin, Yoongi, dan Namjoon hendak berdiri memberi salam tetapi dicegah.

“Ngga perlu. Maaf ya telat, oh iya saya Dokkim, eh Dokter Kim. Kalau disini namanya suka disingkat-singkat biar lebih gampang.” Ucapnya ramah. Usianya mungkin terlihat seperti sekitar 40 tahunan.

“Baik, Dok. Perkenalkan saya Jimin, residen Bedah. Yoongi, residen THT. Dan ini Namjoon, residen Penyakit Dalam.” Ucap Jimin memperkenalkan.

“Oh berarti nanti dipanggilnya Dokjim, Dokyoon, dan Dokjoon.” Mereka bertiga tampak heran tetapi mencoba berusaha mengikuti.

“Dokter Ahn sudah cerita tentang kalian. Katanya kalian tuh mahasiswa terbaik dari Andani. Wih, keren ya, kok mau dipindahin kesini, hehe.” Kekeh Dokkim. “Oh iya, kalian bertiga bertugas di IGD ya. Di sini primadonanya memang di IGD, kalau poli ga setiap hari karena sudah ada puskesmas. Tetapi kami tetap buka poli, sebentar saya lupa jadwalnya.” Dokkim beranjak dari kursinya lalu mengambil catatan di mejanya.

“Nah, ini. THT itu Senin dan Kamis. Penyakit Dalam itu Rabu – Jumat. Kalau Bedah, sudah ada Dokjin sih, nanti Dokjim ikuti kata beliau saja, ya. Eh namanya mirip Dokjin dan Dokjim, hehe.” Ucapnya. Mereka bertiga mendengarnya ikut tertawa. Bukan karena lucu tetapi karena menghargai.

“Tetapi tetap porsi paling banyak di IGD. Jadwalnya nanti diatur oleh Suswen. Oh, Suster Wendy. Kebiasaan disini namanya disingkat-singkat, nanti kalian akan biasa kok. Okay, ada yang mau ditanyakan?”

Yoongi nampak ingin menanyakan sesuatu namun seperti ditahan oleh Jimin. “Sejauh ini belum ada, Dok. Nanti akan langsung kami tanyakan kalau sudah ada.”

Lalu, tetiba pintu dibuka begitu saja.

“Eh maaf, Dok, saya tidak tahu ada tamu.” Ucap seorang suster berambut pendek.

“Ngga apa-apa, Suswen, sudah selesai kok.” Ucap Dokkim.

“Itu, Dok, ada pasien kecelakaan baru tiba, sudah diperiksa Dokren, katanya ada pendarahan di perut dan butuh operasi segera. Dokjin masih di ruang OK (Operatie Kamer = Ruang Operasi).” Jelas Suswen.

“Oh, baik. Ini sudah berarti, ya. Dokjim kamu sudah tingkat akhir kan residen bedahnya? Jadi, ikut saya sekarang. Jas dokternya dipakai. Untuk Dokyoon sama itu siapa, hm Dokjoon ya, nanti minta Pak Endang buat keliling lihat-lihat rumah sakit ini.” Titah Dokkim.

Mendengarnya semua melongo, termasuk Jimin yang baru saja menyetir 5 jam dan sekarang sudah harus ikut operasi.

“Semangat, Jimin!!” Bisik Namjoon ketika Jimin meninggalkan ruangan Dokkim sambil melihat kedua temannya itu terkekeh padanya.

Ini adalah kesan pertama, dan kesan-kesan lainnya akan menunggu untuk diceritakan.

[]

Unexpected Hug

Jungkook sudah wangi dan tampan sesuai rekues dari Yoongi. Kini dia sudah berada di kamar Yoongi. Seperangkat PES sudah terpasang dan dinyalakan.

“Kamu udah selesai packing?” Tanya Jungkook mulai duduk lesehan di bawah dan mulai meraih stick PES.

“Sudah sama Bibi.” Ucap Yoongi yang kini duduk di sebelah Jungkook sambil membuka tab-nya.

“Kamu ga bantuin sama sekali?”

“Aku kan udah sortir barang apa aja yang dibawa, Bibi yang masukin.”

“Hm, okay.”

Jungkook lalu menatap Yoongi yang sedang membaca-baca sesuatu di tab. Dia kemudian menyimpan stick PES dan menarik tangan Yoongi ke arah depannya. Kini posisinya Yoongi berada di depan Jungkook, lebih tepatnya di dekapan Jungkook. Tangan Jungkook melingkar didepan Yoongi namun stick PES-nya sedikit menyamping karena di depannya ada Yoongi.

Reaksi Yoongi saat ini bagaimana? As always dia akan mematung dan terdiam sampai semua otaknya selesai memproses.

“Kamu masih takut?” Tanya Jungkook. “Kalau ngga nyaman, bilang ya?”

“Ngga kok, aku cuma kaget.” Ucap Yoongi perlahan.

“Kaget terus sih.” Kekeh Jungkook. Kini dagu Jungkook sudah berada di bahu Yoongi. Dia begitu santai sambil memainkan stick PES sementara Yoongi salah tingkah bahkan belum sanggup untuk melihat tab-nya kembali.

“Kamu kalau mau baca-baca berita atau artikel sok aja.”

How could be he so calm, meanwhile me. Batin Yoongi bergemuruh.

Yoongi lalu melanjutkan aktivitas membaca artikel di tab. Tetapi mau sampai berapa kali pun dia membacanya, dia tidak dapat fokus.

“Kamu masih takut kalau disentuh?” Tanya Jungkook.

“Ga tahu kalau sama orang lain. Sama Seokjin, dan sekarang sama kamu, udah ngga.”

“Sama Seokjin biasa disentuhnya gimana?”

“Dia cuma pegang tangan sama tiba-tiba meluk.”

“Oh yaudah segitu aja.”

“Gimana?” Tanya Yoongi. Dia sebenarnya paham, hanya meminta Jungkook untuk lebih menjelaskannya.

Jungkook tiba-tiba mulai mengendus leher Yoongi.

“Kok sekarang jadi wangi vanilla? Samaan ya parfumnya sama aku, cie copycat!” Goda Jungkook.

“Ng .. Ngga!” Bantah Yoongi.

“Hm, masa sih? Biar berasa aku didekat kamu terus ya?” Jungkook terus menggoda Yoongi dengan wajah yang kini sudah semakin dekat dengan wajah Yoongi dari sisi samping.

“Bosen ah!” Jungkook menghentikan permainannya dan menyimpan stick PES-nya. Dia lalu memeluk Yoongi dari belakang.

Pergerakan dia sungguh berbahaya! Sial!

“Gi, masa ya kamu sekarang di depan aku tapi aku udah kangen.” Ucap Jungkook. Bibirnya pout dan semakin menanamkan dagunya di bahu Yoongi.

“Hm.” Yoongi menyimpan tab-nya lalu memegang tangan Jungkook yang sedang mendekapnya.

“Aku udah ga apa-apa kok, Gi, ini cuma ngomong aja.”

Yoongi mengusap-usap tangan Jungkook.

“Jeon. Jeon Jungkook.” Panggil Yoongi.

“Hm?”

I love you. Just wanted to say that because I feel like I never said enough before.”

Ucapan Yoongi barusan seketika membuat Jungkook berkaca-kaca. Kini Yoongi berbalik badan dan menatap Jungkook.

This distance never changes anything. You and me. Always like that.” Ucap Yoongi.

Jungkook langsung memeluk Yoongi. Tangisannya tak terbendung lagi.

“Aku ga akan bisa nangis besok di bandara karena pasti dicengcengin sama yang lain, jadi aku mau nangis sekarang.” Ucap Jungkook sambil tersedu-sedu.

“Iya ngga apa-apa.” Yoongi membalas pelukan itu, menepuk-nepuk punggung Jungkook perlahan.

Hari itu terlalu sendu untuk sebuah perpisahan besok. Namun Yoongi tetap berusaha tegar meski sama halnya dengan Jungkook, dia pun ingin menangis namun nanti saja, tenangkan Jungkook dulu. Batin Yoongi.

***

➖ Rasa Strawberry

Kalau ditanya apa kesukaan Taehyung, mungkin dia akan menjawab Jimin dan juga Strawberry. Pernah suatu ketika Jungkook bertanya, lebih memilih tidak ada strawberry di dunia ini atau tidak ada Jimin di dunia ini, dan Taehyung terdiam. Setelah mendapatkan muka cemberut dari Jimin, akhirnya Taehyung memilih lebih baik tidak ada strawberry di dunia ini.

Taehyung sangat suka dengan strawberry. Seakan sudah menjadi kebiasaan bagi Jimin setiap bertemu Taehyung selalu membawa cupcake strawberry dari toko kuenya, milkshake strawberry, dan kini Jimin menambahkan dengan membawa strawberry segar yang dia beli dari toko buah dekat apartemennya.

Tak terasa pula hari ini adalah hari 'terakhir' Jimin bersama Taehyung, sebelum Taehyung besok mulai berangkat untuk studinya ke Jerman. Beberapa bulan ini, mereka habiskan segala berdua, selain sibuk dengan ujian sekolah dan ujian masuk perguruan tinggi bagi Jimin. Mereka tak ingin kehilangan satu detik momen pun.

“Kemana Bubun dan Jungwon?” Tanya Jimin setelah berada di kamar Taehyung. Sementara Taehyung sedang memasukkan beberapa bajunya ke koper.

“Bubun dan Jungwon lagi ke restoran.”

“Oh iya, minggu depan udah launching resto baru.” Ucap Jimin sambil menaruh piring berisi cupcake strawberry dan strawberry serta minuman di meja belajar Taehyung. Jimin sudah terlalu akrab dan feels like home di rumah Taehyung, bahkan menyiapkan itu semua oleh Jimin karena Taehyung masih sibuk packing.

“Hm, dan sayang banget aku ga bisa hadir disana.” Ucap Taehyung dengan nada sedih.

“Nanti aku video call pas pembukaannya ya.”

“He'em.” Taehyung kini beralih memasukkan buku-bukunya ke koper. “Aku senang akhirnya Bubun bisa ngelakuin yang dia mau. Udah sejak lama dia ingin bisnis restoran, sehingga ga perlu kerja 9 to 5 bahkan bisa sampai lembur. Sekarang dia paling menengok sesekali ke resto dan bisa fokus urus Jungwon juga.”

Everything gonna be well.” Ucap Jimin sambil mengusap kepala Taehyung.

“Aku juga kemarin ketemu ... sama itu, hm.” Ucap Taehyung sedikit terbata-bata.

“Ayah kamu?”

“Hm.. Iya. Ayah .. Aku.” Ucap Taehyung masih kaku menyebut kata 'Ayah'.

“Kamu sekarang udah manggil beliau Ayah?”

“Udah mulai, tapi masih belum biasa.”

“Ya ga apa-apa, pelan-pelan, Tae.”

“Katanya, dia sedih sih soalnya pas dia mau menebus waktu dia buat aku eh aku malah keburu pergi. Terus kata aku, syukurin!” Ucap Taehyung dengan sedikit tertawa.

“Galak!” Ucap Jimin gemas sambil mencubit pipi Taehyung.

Taehyung akhirnya selesai dengan agenda packing-nya, kini dia naik ke atas kasurnya dan duduk di sebelah Jimin.

“Tae.” Panggil Jimin

“Hm?” Taehyung yang sedang asyik memakan strawberry kemudian menatap Jimin.

Jimin lalu membuka kalung bulan sabitnya lalu menyuruh Taehyung berbalik. Taehyung menurut saja meski bingung Jimin hendak apa.

“Ini adalah kalung dari nenek aku, beliau bilang kalau aku sudah menemukan orang yang aku sayang, aku bisa kasih kalung ini untuk dia.” Ucap Jimin sambil memakaikannya kepada Taehyung.

Taehyung terdiam. Wajahnya memerah dan memanas. Dia kini berbalik menghadap Jimin.

“Min.” Ucap Taehyung lembut, matanya hampir berkaca-kaca.

“Tae.” Ada nada bicara yang terhenti, Jimin mencoba mengatur nafasnya yang mulai tak beraturan. “Nikah sama aku, ya!”

Taehyung sontak kaget dan langsung memukul kepala Jimin dengan bantal di sampingnya.

“Aduhh!!” Jimin mengusap kepala. Sakitnya ga seberapa tapi kagetnya itu.

“Kita ini baru lulus SMA, belum kuliah, belum kerja! Kamu mau nikah muda?!!” Teriak Taehyung meski wajahnya memerah dan salah tingkah.

“Ya ga sekarang juga, Tae, ini aku cuma bilang.”

“NANTI BILANG LAGI! TUJUH TAHUN LAGI! YANG ROMANTIS!” Taehyung mengatakannya masih dengan nada tinggi dan bibirnya yang pout.

“Iya, iya, ini anggap aja gladi resik.” Kekeh Jimin.

Setelah itu tak ada suara. Jimin menatap Taehyung dengan lekat. Suasana yang jadi canggung begini membuat Taehyung semakin salah tingkah.

“Tae.” Panggil Jimin.

“Iya?” Jarak mereka sudah sangat dekat.

Can I kiss you?” Tanya Jimin.

Mata Taehyung terbelalak, dia panik, wajahnya semakin memerah. Rasanya ingin kabur tapi Jimin sudah kadung memegang tangan Taehyung.

On your lips.” Kalimat tambahan itu sudah semakin membuat salah tingkah. Taehyung tidak mampu lagi menatap mata Jimin.

Taehyung menghela nafas perlahan. Dia mengangguk perlahan. Anggukan itu membuat Jimin tersenyum, lantas dia menarik pinggang Taehyung untuk lebih dekat dengannya. Kini jaraknya sangat dekat sampai nafas mereka terasa satu sama lain.

Bibir Jimin yang plum itu kini sudah mengenai bibir Taehyung. Taehyung memejamkan matanya sambil meremas celananya. Dia begitu tegang dengan jantung berdebar tidak karuan. Tangan Jimin lalu menyentuh pipi Taehyung, mengusapnya perlahan. Hal itu membuat Taehyung sedikit lebih rileks. Dia membuka matanya perlahan. Jimin sudah mengulum bibirnya. Beberapa kali mengesap bibir Taehyung, menekan, seakan tanda agar Taehyung membuka mulutnya. Dan Taehyung mengiyakannya. Lidah Jimin sekarang sudah menelusuri mulut Taehyung. Pagutan demi pagutan, semakin lama semakin dalam.

Mereka menghentikannya perlahan setelah oksigen yang didapat atas 'aktivitas' itu semakin berkurang. Bibir mereka telah terlepas. Kening mereka saling beradu. Jimin lalu mengusap sisa saliva di bibir Taehyung.

“Sekarang rasa strawberry bukan rasa tanah liat lagi.” Kekeh Jimin. Hal itu mendapat pukulan kecil dari Taehyung.

Jimin lalu menarik tubuh Taehyung dan memeluknya. Mengendus rambut Taehyung yang wangi shampoo strawberry.

“Jaga diri ya disana. Meski nanti kita jauh, tapi kita masih memandang langit yang sama dan ada aku disana juga.” Ucap Jimin sambil menunjuk dada kiri Taehyung.

I love you, Min.” Ucap Taehyung perlahan.

More, Love.” Jimin lalu mengecup kepala Taehyung.

***