➖ Manito
Secret Friend
Jingga sudah terduduk lesu di ruang tengah ketika yang lain sibuk dengan agenda masing-masing setelah berjibaku naik ATV; ada yang mengendarai dan ada yang dibonceng— seperti dirinya. Yang lain tetap masih bertenaga terutama Samudra dan Bintang, namun bagi Jingga, hampir semua energinya telah terkuras.
“Jingga capek, ya?” Ucap Biru sambil menyalakan kipas mini milik Samudra dan anginnya dikenai ke Jingga. “Badannya Jingga anget.” Biru menempelkan tangannya di keningnya.
“Gue cuma kepanasan.” Jawab Jingga sambil menyandarkan kepalanya di sofa.
“Mau Biru buatkan jus?”
Jingga mengangguk pelan. Biru lalu ke dapur. Jingga melihat Biru menawari Samudra jus juga. Oh.
“Guys, masih semangat, kan? Nih gue bawa ini.” Ucap Samudra sambil memperlihatkan microphone bluetooth-nya. Jingga sudah tahu ini akan kemana arahnya.
“Wih, kenapa ngga dilihatin dari awal sih?” Tanya Semesta.
“Kata Biru harus di akhir acara.” Jawab Samudra.
“Skip.” Ucap Bumi sambil menyandarkan kepalanya juga ke sofa. Jingga meliriknya. Lebih tepatnya memantau keadaan Bumi. “Gue baik-baik aja, Pak Dokter.” Jawabnya seakan tahu Jingga ingin bertanya apa.
“Jingga ini jus-nya.” Ucap Biru sambil memberikan jus-nya kepada Jingga.
“Kok gue ngga dibikinin?” Bumi melirik ke Jingga padahal Biru yang membuatkan jus untuk Jingga.
“Mau gue bikinin?” Tanya Jingga.
“Ngga usah.”
“Ayo siapa yang mau nyanyi duluan?!” Samudra sudah menyiapkan semua. Menghubungkan youtube ke TV dan menyalakan microphone-nya.
“Lagu itu aja.” Semesta memberi ide.
“Ah, please, jangan lagu itu.” Bumi buru-buru menyalip obrolan.
“Lagu apa emang?” Tanya Awan yang sekarang duduk di samping Jingga.
“Jadi—” Samudra baru akan menjelaskan, namun mulutnya dibekap oleh Bumi yang tetiba merangsek mendekati Samudra.
“Yaudah gue dulu.” Tidak ada angin, tidak ada hujan, Bintang mengambil remote dan mulai memasukkan keyword yang ingin dia cari.
“Emang lo bisa nyanyi?” Bumi sudah dengan mode sinis dan tak percaya.
“Bintang itu vokalis band tapi lagu-lagu yang dibawain ya ... gitu.” Jawab Jingga sambil menyeruput jus-nya.
“Lagu rock?” Tanya Biru.
“Lihat aja nanti.”
Semua tertuju kepada layar dan lagu pilihan Bintang pun diputar. Dia lalu berdiri dengan memasang sebuah gaya. Firasat yang lain semakin tidak enak.
One, two, three, four! I want you (I want you) I need you (I need you) I Love You (I love you) Di dalam benakku Keras berbunyi irama musi-iku Heavy rotation~~
Bumi, Biru, Semesta, bahkan Samudra pun tercengang. Bintang sangat hapal tidak hanya lirik, tetapi gerakannya juga.
“Ngapain lo semua melongo? Ga tahu lagu ini?” Tanya Bintang di tengah lagu. “I WANT YOUUUUU ... I NEED YOUUUU ...” Nyanyiannya —sebenarnya lebih ke berteriak— membahana ke seluruh ruangan. Awan lalu ikut berdiri dan ikut menari —lebih ke memberikan moral support kepada sahabatnya.
“Bintang itu Wota?” Tanya Bumi kepada Bintang.
(Wota = fans JKT48; bukan official nama fans, hanya sebutan saja)
“Dia nangis waktu Melody nikah.” Jawab Jingga.
“Heavy Roota~tion~~!!” Teriak Bintang menutup nyanyiannya yang brutal. “Satu lagu lagi, ya?” Pinta Bintang kepada Samudra. Dia lalu mengetik lagu lain. Masih lagu JKT48.
“Ini sih konsernya si Bintang.” Samudra masih seperti tidak percaya.
“Tapi emang anak teknik meski barbar, emang mayoritasnya wota ngga sih?” Ucap Semesta sambil mengutipkan kedua jarinya ketika menyebut kata barbar.
Yang mencinta, Fortune Cookie Masa depan tidak akan seburuk itu Hey, hey, hey! Mengembangkan senyuman kan membawa keberuntungan Fortune Cookie berbentuk hati Nasib lebih baiklah dari hari ini Hey, hey, hey! Hey, hey, hey!
Bintang bergoyang sambil memutar badannya 360 derajat di bagian hey, hey, hey dan mengundang tawa bagi yang lain. Akhirnya tak hanya Awan, namun Bumi, Semesta, dan Samudra pun ikut bergoyang bersama Bintang. Biru tertawa sambil duduk di sofa bersama Jingga. Sudah terlihat seperti orang tua yang melihat anak-anaknya menari.
Janganlah menyerah dalam menjalani hidup Akan datang keajaiban yang tak terduga Ku punya firasat tuk bisa saling mencinta denganmu Woo!
Lagu pun selesai. Bintang menghamburkan dirinya ke sofa.
“Udah kenyang?” Tanya Jingga. Yang ditanya hanya mesem-mesem.
“Luar biasa sekali Saudara Bintang. Nanti closing BEM undang JKT aja.” Ucap Samudra.
“Eh ... serius??” Bintang langsung memasang wajah antusias.
“Acc Presma dan Wapresma dulu, ya, haha.”
Bintang menekuk bibirnya. “Ya, nanti gue usahain.” Ucap Bumi sambil mengusap kepala Bintang. Yang diusap hanya bisa tertegun. Salting.
“Lagu selanjutnya lagu itu aja.” Ucap Semesta.
“Please, jangan dong.” Bumi sudah mulai memasang wajah enggan.
“Lagu apaan sih?” Bintang penasaran.
“Jadi, guys, tolong Biru dan Ata pegangin Bumi dulu.” Pinta Samudra. Biru dan Semesta langsung menahan lengan Bumi yang akan segera mengambil remote agar tidak memutar lagu itu.
“Ini tuh national anthem kami di BEM. Dulu pas pemilihan Presma sempet stres dan karaoke 4 jam. Kalau ngga kepilih gimana, kalau gagal gimana, ah udahlah overthinking dan lagu ini adalah lagu pemberi semangat. Nanti kalian akan melihat aksi dari seorang Nyala Bumi juga.”
Dan lagu pun diputar.
“Ah, parah ... parah banget.” Bumi mengeluh ketika melihat Biru, Semesta, dan Samudra sudah dengan posisi mereka. Namun meski begitu, Bumi pun ikut ambil posisi.
“Hey ... we back, can back with us again. Ah, yeah. Check check check this out!!“
Suara Bumi barusan membuat Jingga, Awan, dan Bintang terdiam.
“Dia rapper?” Tanya Bintang.
Senyuman ku tak akan pernah luntur lagi Singing all day long Semangat ku tak akan pernah patah lagi Dancing all night long Dancing all night long
Mereka berempat begitu kompak bernyanyi dengan gerakan yang seperti sudah sangat terlatih sebelumnya (meskipun Bumi tampak malu-malu).
“Yo!, sekarang mari dengarkan rapper kita, Nyala Bumi!” Teriak Samudra dan meminta penonton aka Bintang, Jingga, dan Awan untuk bersorak. Dan mereka menurut.
“Tak peduli ku di-bully. Omongan lu gue beli. Cacian lu gue cuci dengan senyuman prestasi. Tak pernah ku malu karena cibiranmu, ku jadikan motivasi untuk maju. No more mellow say no to galau, no more to say no to fear.”
Semua tercengang melihat aksi Bumi yang tadi sangat tidak mau, namun sekarang malah sangat menjiwai.
Let's dance together all night long Let's dance together all night long Let's dance together all night long Let's dance together all night long
Pada bagian itu, mereka berempat mengajak penonton untuk menari. Meski malu-malu bagi Jingga dan Awan, tetapi sangat enerjik bagi Bintang. Mereka bertujuh akhirnya menari bersama dengan penuh senyum dan semangat seperti judul lagunya; SMASH – Senyum Semangat.
Acara karaoke pun dihentikan dahulu —katanya istirahat dulu— karena acara selanjutnya adalah pengumuman Manito.
“Kado udah dipersiapkan?” Tanya Biru. Yang lain mengangguk. “Jadi, nanti kalian nebak dulu Manito kalian siapa, kalau bener langsung reveal dan kasih kadonya. Kalau salah, lewat dulu, ya.”
“Ngga dapet dong kalau salah nebak?” Tanya Samudra.
“Ya, dilewat dulu. Nanti balik lagi muter sampai bisa nebak Manito-nya dengan benar.” Jawab Biru.
Semua sudah mengerti. Biru lalu menunjuk Semesta dahulu. “Hm, yang baik ke gue sih .. siapa, ya.” Samudra mulai memasang wajah antusias. “Yang pasti bukan lo!” Samudra langsung menekuk bibirnya.
“Awan??” Ucap Semesta setengah tidak yakin.
“Betul.” Awan lalu mengeluarkan kadonya yang dibungkus dengan rapi.
“Niat banget deh. Gue aja cuma dibungkus kresek doang.” Ucap Samudra.
“Ya, dia niat karena ngasihnya buat—” Bintang terdiam seketika saat Bumi menyikut perutnya.
“Ini boleh dibuka sekarang?”
“Boleh.”
Semesta lalu membukanya dan kado tersebut berisi pembatas buku berbahan logam ringan dengan ukiran khas Eropa.
“Curang, ini pasti lebih dari lima puluh ribu!” Protes Samudra.
“Ini harganya 3 euro kok. Kalau dirupiahkan ya cuma 47 ribuan.” Jawab Awan.
“Lo kapan pergi ke Eropanya anjir?” Tanya Bintang.
“Semester lalu. Mau dikasih ke Ata cuma belum nemu momen tepat aja, jadi baru sekarang deh.” Jawab Awan.
Setelah Semesta, kini giliran Awan yang menebak manito-nya. “Aku mau nebak tapi takut salah.”
“Ngga apa-apa, salah itu manusiawi.” Jawab Biru.
“Bumi bukan sih?” Tanya Awan ragu.
“Deeenggg!” Jawab Bumi.
“Parah banget sengaja, ya, lo! Ihhh ... padahal gue, ah udahlah.” Samudra sudah memasang wajah kesal, namun yang lain justru tertawa seakan tahu kalau Awan sedang menggoda Samudra.
“Coba Bumi sekarang.” Ucap Biru.
“Curiga sih gue sama orang ini. Kayak mendadak baik aja gitu.” Bumi langsung melirik ke arah Jingga. “Nurutin gue banget, bikinin gue sarapan meski kurang garem.” Jingga langsung melotot ke arah Bumi. “Hehe, tapi tetep enak kok. Terus paling riweuh pas gue kepentok. Ah, udahlah pasti Biru. Eh ... eh .. becanda, becanda. Tentu dong manito gue adalah mapres kita semua. Jingga.”
“Nih.” Bumi sudah panjang kali lebar kali tinggi berbicara, namun Jingga langsung menyodorkan sebuah kado yang dibungkus kertas berwarna coklat.
“Apaan ini? Kayaknya buku, ya?” Bumi lalu membuka kadonya dan sebuah buku Diagnosis Medis. “Emang ini 50 ribu?”
“Iya, buku gue.”
“Ngga niat anjir.”
“Niat. Harga aslinya lebih dari itu. Tapi udah gue baca dan gue tandai bagian pentingnya, lebih mudahin lo buat belajar diagnosa nantinya.”
“Beda kalau Mapres ngasihnya buku, ckck.” Ucap Samudra.
“Sekarang Jingga siapa manito-nya?” Tanya Biru.
“Ke Jingga aja lembut banget anjir ngomongnya.”
“Lo mau gue lembutin juga?” Tanya Biru.
“Dih, ogah!” Jawab Bintang.
“Semesta.” Jawab Jingga.
“Tepat sekali. Semoga suka, ya.” Semesta langsung memberikan novel. “Novel lama tapi bagus kok. I don't know but the character reminds me of you.” Ucapan Semesta yang langsung mendapat tatapan tajam dari Biru. “Santai, Bi, itu tokoh utamanya dokter gitu.”
“Bumi juga calon dokter?”
“Soalnya dokter di novel, hm .. jutek.” Ucap Semesta. Kini dia mendapat lirikan dari Jingga.
Sekarang giliran Samudra yang menebak manito-nya. “Gue mau geer tapi dia baik ke semua orang sih.” Ucap Samudra. “Lo, ya, Biru?”
“Seratus.” Ucap Biru.
Samudra lalu menerima kado dari Biru yaitu 3 sheet mask. “Gue ga tahu lo pakai masker apa, tapi yang di minimarket adanya ini.”
“Ahhhh, Biru ... makasih. Gue simpen buat stok, hehe.”
“Okay ... Giliran gue yang nebak, ya? Hm ... kayaknya ... hm, kayaknya sih.”
“Lama banget sih lo!” Dumel Bintang tidak sabar.
“Iya, lo.” Jawab Biru.
“Hah, seriusan?? Kapan Bintang baik ke Biru?” Samudra kaget dan tidak percaya. “Eh, tapi emang rada jinak sih ke Biru.”
“Nih, gue ngga tahu, ini kata Jingga kesukaan lo.”
“Kapan deh gue bilang gitu?” Ucap Jingga cepat.
Biru mengambil kado dari Bintang. Satu plastik berisi aneka cemilan dan susu kotak kesukaan Biru. “Makasih, Bintang. Semoga kedepannya lo tetep baik, ya, ke gue.”
Bintang langsung membuang muka. Tapi dia tersenyum kecil ketika Biru sangat senang menerima kadonya.
“Ini sisanya udah pasti ketebak ngga sih?” Tanya Semesta. “Awan siapa manito lo?”
“Sam.”
“Nah gitu dong dari tadi, gue kurang baik apa gimana sih? Kok lo ngga sadar, ih ...”
“Maaf, maaf .. hehe.”
Samudra lalu memberikan kado coklat dengan pita warna putih. “Nih, sekalian gue minta maaf juga karena gue sering bitter ke lo. Semoga kedepannya hubungan kita bisa manis seperti coklat ini.” Ucap Samudra meski dia memberikannya tanpa menatap wajah Awan.
“Nah, gini dong akur.” Ucap Semesta.
“Makasih, ya, Sam. Gue juga minta maaf sering bikin lo kesel. Mungkin kedepannya lo bakal lebih kesel ke gue.”
“Ihhh... nyebelin!!”
“Becanda, Sam.”
Perdebatan kecil Awan dan Samudra mengundang tawa bagi yang lain.
“Yaudah kalau ini udah jelas banget, ya?” Tanya Biru. “Langsung aja, yuk, biar bisa karaoke lagi, hehe.”
“Nih.” Bumi menyodorkan kado kepada Bintang.
“Bom bukan?”
“Menurut lo?”
Bintang lalu membukanya dan isinya adalah hand cream.
“Kenapa deh?” Tanya Bintang heran.
“Biar tangan lo halus, jadi kalau pegangan tangan, ya, lembut tangan lo. Gimana sih ngga paham?” Ucap Samudra.
“Lo mau gue pegang tangannya?” Tanya Bintang.
Kalimat retoris itu langsung dipotong oleh Semesta dan lagu selanjutnya pun diputar untuk memulai karaoke kembali.
Tiga hari healing ala-ala ini memberikan banyak hal bagi mereka bertujuh; yang saling membenci, kini mulai berbaikan; yang terluka, kini mulai berusaha menyembuhkan; yang saling asing, kini mulai mengenal satu sama lain.
[]