➖ Tentang Taehyung
cw/ animal abusive; bullying; violence; juvenile delinquency; gunshot; mention suicide; intention to death; harsh word; car accident
Pagi itu cerah dengan langit biru yang dihiasi awan – awan putih. Namun tidak baginya. Langit seakan kelabu. Dunia seakan kosong. Seperti yang tersisa hanyalah dia sendiri.
“Bu, dia menjadi tidak bisa berbicara. Selepas kejadian itu, dia hanya diam dan melamun seperti itu. Kami titipkan dulu, ya, Bu, di sini. Siapa tahu kalau di sini, dia bisa membaik karena ada teman – teman seusianya.”
“Baik, Pak, tidak apa-apa di sini dulu.”
“Terima kasih, Bu Lee.”
Anak itu memandangi dua orang dewasa itu yang baru saja membicarakannya. Dia terlalu kecil untuk melihat kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kebakaran. Rasanya baru kemarin dia tertawa dan bermain, namun sekarang untuk mengeluarkan suara dari mulutnya pun dia tidak bisa. Dunia berubah menjadi menyedihkan hanya dalam satu malam.
“Nak Jimin, nanti temani, ya, ajak bermain.” Wanita itu berkata lembut pada seorang anak seusianya yang dipanggil Jimin itu. Jimin mengangguk perlahan.
“Ih … Kamu anak aneh! Jangan dekat – dekat aku, pergi sana!”
Dia baru saja diteriaki oleh sekumpulan anak – anak di rumah itu. Dia hanya ingin bermain. Dia membawakan seekor katak dan burung yang telah mati.
“Pergi!” Dia didorong.
“Kalian tidak boleh begitu!” Sebuah suara datang membelanya. “Dia teman kita!”
“Kamu saja yang mau berteman dengan anak aneh itu, Jimin. Kami tidak mau!” Mereka pun lalu pergi.
“Kamu tidak apa – apa?” Jimin mengulurkan tangannya, menarik dia yang barusan tersungkur ke tanah. “Kamu tidak boleh melukai hewan – hewan seperti ini dan membuatnya mati begini.” Tambah Jimin.
Anak itu melongo. Tidak mengerti maksud ucapan Jimin.
“Setiap mahluk hidup yang bernyawa itu berharga. Kamu tidak boleh menyakitinya, ya.” Jimin lalu mengambil katak dan burung mati itu.
“Sekarang kita kubur mereka. Tapi ingat, ya, kamu jangan begitu lagi.”
Anak itu mengangguk.
Di suatu malam yang penuh bintang, dengan mengendap – endap, tangan anak itu ditarik oleh Jimin. Katanya ayo lihat bintang di dekat danau.
“Dingin tidak?” Tanya Jimin.
Anak itu menggeleng.
“Lihat bintang itu, kata buku yang aku baca namanya Vega. Dia terang seperti senyuman kamu.”
Anak itu terdiam.
“Bintang itu namanya Antares.” Tunjuk Jimin. “Ah.. aku tahu, gimana kalau kamu kunamai Vega dan aku adalah Antares? Gimana?”
Anak itu mengangguk antusias. Dia lalu tersenyum dengan lebar.
“Nah, begitu. Vega harus lebih sering tersenyum, ya.”
Dan di suatu hari yang tenang, semuanya tiba – tiba menjadi kelabu kembali.
“Jangan bawa Vega! Kenapa Vega harus pergi? Biarin Vega di sini!”
Jimin merengek begitu pun dengan anak itu. Dia menangis tanpa suara. Matanya sudah merah dan basah.
“Nak, dia harus terapi agar dapat berbicara. Dia tidak bisa terus di sini. Dan katanya, ada yang akan mengadopsinya juga.” Ucap Bu Lee mencoba menenangkan.
“Tidak mau. Vega harus di sini. Jangan bawa Vega pergi!”
Namun, teriakan itu tak pernah didengar. Hari itu Vega dan Antares terpisah. Namun di sana, dalam hatinya, Vega berjanji akan menemui Antares. Dia akan bertemu lagi dengan Antares.
“Ares!”
“Ares itu siapa, Taehyung?”
“Ares .. mau ketemu Ares!”
Itulah kata pertama yang Taehyung dapat ucapkan setelah sekian lama akhirnya dia dapat berbicara lagi.
“Mama, aku mau ketemu Ares.”
“Ya, nanti Mama temani kamu menemui Ares, ya, Taehyung.”
Taehyung. Kim Taehyung. Nama itu yang diberikan saat Taehyung diadopsi oleh pasangan Kim yang selama 15 tahun menikah belum dikaruniai anak. Katanya jika mengadopsi anak, maka kemungkinan dapat memiliki anak kandung akan lebih besar. Ya, sejak awal Taehyung hanya pancingan.
Menemui Ares adalah sebuah kebohongan pertama yang Taehyung tahu sebab nyatanya dia tidak pernah diizinkan kemana – mana. Dia hanya sekolah dan langsung pulang ke rumahnya yang seperti istana itu tanpa diizinkan untuk bermain dengan teman sebaya. Taehyung rindu. Taehyung rindu kepada Antares-nya. Yang dapat Taehyung lakukan setiap kali dia ingin bertemu Antares adalah dengan melihat langit, melihat bintang karena dia yakin Antares pun akan melakukan hal yang sama dengannya.
Tiga tahun masa kebahagiaan fana bagi Taehyung berakhir, ketika lahir seorang anak laki – laki lain di rumah itu. Pusat perhatian lalu beralih. Taehyung seakan tidak dianggap. Semua fokus kepada pangeran kecil yang dinamai Heeseung itu. Taehyung mempunyai rasa yang membingungkan. Dia tidak suka keberadaan Heeseung namun di sisi lain dia menyukai adik kecilnya itu meski usianya terpaut jauh yaitu 13 tahun.
“Ayah, Mama baru tahu kalau ternyata Taehyung yang menyebabkan kebakaran di rumah keluarganya. Tahu gitu kita ngga usah adopsi dia. Mama jadi ngeri sendiri. Dia memang aneh, Yah.”
Ucapan itu Taehyung dengar dibalik dinding ruang kerja Ayahnya. Sungguh ucapan yang tidak pantas diucapkan oleh seseorang yang dipanggil Mama olehnya.
Dipanggil aneh dan menakutkan adalah keseharian bagi Taehyung. Berkali dia mengatakan dia tidak begitu namun orang – orang tidak mempercayainya. Dia sudah menjadi bahan bully teman – temannya hanya karena sulit bergaul. Taehyung sulit memaknai setiap ekspresi. Dia selalu tersenyum ketika seharusnya itu bersedih. Dia malah sedih ketika yang lainnya tertawa.
PLAK
Suatu tamparan mendarat di pipi Taehyung. Itu adalah tamparan pertama yang Ayahnya berikan padanya dan akan menjadi awal dari hal menakutkan lainnya yang akan Taehyung terima kedepannya. Dia dipukul karena ketahuan merokok di sekolah. Baginya merokok adalah pelampiasan yang bisa dia lakukan atas pukulan dan perlakuan kasar teman – temannya yang senang mem-bully-nya.
“Bawain tas gue!”
Taehyung pura – pura tidak mendengar.
“Lo budeg, ya?!” Seorang perempuan menoyor kepala Taehyung seketika. “Seonho bilang bawain tasnya!”
Taehyung mengepalkan tangannya dengan keras. Dia kalah jumlah. Luka ditubuhnya akibat dipukul Seonho tempo hari belum sembuh. Dia tidak ingin menambahnya.
Gue bunuh lo! Gue bunuh kalian semua!
Ceracau itu berdengung di telinga Taehyung. Dia berusaha mengusir keinginan itu. Dia mengingat ucapan Ares bahwa dia tidak boleh menyakiti mahluk hidup. Karena setiap nyawa itu berharga.
“Ayo tembak!”
Di hadapan Taehyung sekarang ada seseorang yang sudah babak belur. Kaki dan tangannya diikat.
“Ayo tembak dia, Kim Taehyung! Ingat kata Ayah, menembak yang tepat dan mematikan itu di sini dan di sini.” Ucapnya sambil menunjuk dada sebelah kiri dan kepala. “Bukannya kamu ingin sekali membunuh, ya? Membunuh orang yang sudah mem-bully kamu di sekolah? Anggap saja ini latihan.”
Taehyung gemetar. Di tangannya sudah memegang sebuah pistol. “Orang ini bukan orang baik, Son. Dia sudah mencuri uang Ayah, jadi tidak apa – apa kalau dia dibunuh.”
Taehyung lalu menatap wajah Ayahnya. “Boleh kalau membunuh orang jahat?” Tanya Taehyung.
“Boleh, Son. Lagi pula mereka hanya sampah!”
Taehyung mulai mengarahkan pistol ke orang itu. Berkali – kali orang didepannya itu memohon ampun.
Jangan, Vega. Jangan pernah membunuh orang.
DORR
Suara itu mengacaukan fokus pikiran Taehyung hingga tembakan itu meleset dan hanya mengenai bahu orang itu. Taehyung tersungkur ke tanah. Itu adalah pertama kali Taehyung menembak orang. Dan selanjutnya, selain sekolah, Taehyung dilatih untuk menjadi anjing pemburu. Menembak, menyetir, bela diri, dan sebagainya. Hingga pada satu titik, Taehyung tahu bahwa Ayahnya bukanlah hanya seorang petinggi militer namun lebih dari itu. Dia adalah penjahat kelas kakap.
“Bukan aku, Yah. Hoyeon … Dia bunuh diri karena pacarnya tidak mau bertanggungjawab. Bukan karena aku!”
“Ayah sudah suap sekolah untuk tidak memperpanjang kasus ini!”
“Kenapa Ayah melakukan ini? Kalau begini maka mereka akan yakin kalau aku yang melakukannya!”
“Memang bukan kamu? Kamu ingin dia mati, kan? Kamu ingin dia menderita, kan? Kamu sudah berhasil, Taehyung. Good, that’s my son.” Ayahnya menepuk bahu Taehyung. “Dia pantas mendapatkannya.”
Taehyung yang semulanya bingung menjadi yakin bahwa ya, orang itu memang pantas mendapatkannya. Karma atas perbuatannya. Rasakan itu, Hoyeon.
Setelah kejadian itu, asumsi orang lain menjadi semakin yakin bahwa Taehyung itu freak, sosiopat, bahkan dia bisa saja melukai siapapun dengan kuasa yang dimiliki Ayahnya. Taehyung terlalu lelah untuk menjelaskan kepada orang – orang. Biarlah mereka dengan pemikiran mereka. Sudah tanggung dianggap begitu mengapa tidak sekalian saja menjadi begitu.
Dan hari lainnya menjadi mimpi buruk bagi Taehyung ketika adiknya terjatuh dari lantai 3. Lebih tepatnya didorong oleh Mamanya sendiri yang sedang mabuk karena katanya Heeseung terlalu berisik. Dan lagi – lagi, orang itu menghasut dan memfitnah Taehyung didepan semua orang. Lengkap sudah. Taehyung, seorang monster yang dipelihara oleh Keluarga Kim adalah julukan bagi Taehyung sekarang.
Setelah itu, semua hari menjadi mimpi buruk bagi Taehyung. Akibat kecelakaan itu, Heeseung mengalami keterlambatan pertumbuhan dan kakinya menjadi bermasalah. Dan Taehyung-lah yang menjadi tumbal. Setiap Heeseung melakukan kesalahan, maka Taehyung akan menerima siksaan. Karena bagi Ayahnya, Taehyung penyebab Adiknya menjadi cacat.
Taehyung tidak tahan. Ada satu waktu di mana dia ingin menyerah akan hidupnya. Dia ingin mengakhiri segalanya. Dia lelah menjadi anjing pemburu yang dipaksa untuk menghancurkan hidup musuh – musuh Ayahnya. Dia juga lelah menjadi samsak setiap kali Heeseung berbuat salah. Hingga 1 tahun dia diseret masuk ke pusat rehabilitasi.
“Gue ngga gila, Han. Gue ngga kayak dibilang wanita itu!” Teriak Taehyung.
“Mereka tidak akan percaya, Taehyung.”
“Fuck! Mereka yang monster, bukan gue! Wanita itu … Wanita itu udah mencelakakan anak kandungnya sendiri, sementara pria itu .. Shit! dia bahkan raja monster. Lihat nanti! Gue akan habisin mereka! Gue akan menjadi anjing yang akan menggigit majikannya sendiri!”
“Taehyung, bukankah kamu punya tujuan untuk menemukannya?”
Ya, dia. Antares. Namanya seakan mantra bagi Taehyung untuk tenang. Untuk menjadi sadar bahwa Antares-lah tujuan dia untuk bertahan sampai saat ini. Alasan dia untuk hidup. Dia harus bertemu Ares. Taehyung bahkan sudah banyak rencana jika dia bertemu Ares. Termasuk salah satunya menikah dengannya dan pergi yang jauh dari keluarga yang hanya membawakan neraka kepadanya.
“Kak …”
“Jangan diganggu, gue lagi belajar. Gue harus lolos tes CPNS.”
“Kenapa lo harus jadi PNS sih?”
“Jaehyun, jadi PNS membuat gue akan selangkah lebih jauh dari keluarga setan itu. Dan menjadi suami Ares juga akan membuat gue keluar dari jerat mereka.”
“Mimpi lo, Kak!”
“Lihat, ya, mimpi gue akan jadi kenyataan!”
“Ya, kenapa jadi PNS?”
“Gue hanya ingin jadi orang yang normal. Kayak yang lain, Jae. It’s so fucking tired hidup kayak gini. Bisa ngga kalau gue jadi kayak orang biasa yang lainnya? Kayak orang normal lainnya?”
Hidup normal. Itulah keinginan terbesar Taehyung yang tentu didalamnya sudah sepaket dengan Antares. Hingga saat takdir mempertemukan mereka, Taehyung bersikeras bahwa Ares harus menjadi miliknya. Ares adalah salah satu alasan dia bisa hidup normal. Meski banyak cara yang tidak biasa yang Taehyung lakukan demi mendapatkan Ares namun itu semua karena dia putus asa. Dia tidak punya plan B. Tujuannya satu yaitu bersama Antares dan lari bersamanya, memulai hidup baru.
“Ji, jika suatu hari nanti gue hilang, ngga ada kabar, bahkan lo udah mencari gue kesana kemari, ngga juga ketemu, maka lo perlu hancurkan rumah itu!” Tunjuk Taehyung saat di dalam mobil bersama Jimin. Badannya penuh luka, bekas siksaan yang dia dapat karena hari itu Heeseung dinyatakan tidak naik kelas.
“Saya tidak akan membiarkan kamu hilang.” Jawab Jimin.
“Kalau, Ji. Seandainya. Karena pria tua itu mengubur dan menyimpan hartanya di rumah itu. Dia kolot dan tidak percaya semacam bank atau brangkas di luar negeri. Jadi, jika lo menghancurkan rumah itu, maka pria itu tidak akan mempunyai apa – apa. Harta yang dia timbun dari kejahatannya selama ini akan ikut hancur juga. Dan rumah itu adalah saksi bisu di mana gue selalu disiksa oleh dia. Gue benci rumah itu. Bagi gue, rumah itu adalah neraka!” Taehyung tersenyum sambil menyeka sudut bibirnya yang berdarah.
“Dan gue di atas sana akan tersenyum melihat orang itu hancur.” Tambah Taehyung sambil menunjuk langit.
“Kim, kamu jangan berbicara seperti itu. Kamu tidak akan mati di tangan dia. Di tangan siapapun. Saya akan menjaga kamu.”
“Lo percaya sama gue, Ji?”
DORR
Pistol itu ditembakkan oleh Jimin ke langit.
“Kamu mau saya bunuh kamu?” Ucap Jimin sambil melemparkan pistol ke arah Taehyung. “Bunuh diri kamu sendiri!” Jimin lalu berbalik menuju mobilnya kembali.
“Ben! Kamu bilang kamu percaya sama aku! Tapi apa? Kamu sama aja dengan yang lain! Kamu brengsek, Park Jimin! Aku selalu percaya kamu! Mau sekotor hidup kamu dulu, aku ngga peduli! Tapi lihat apa yang kamu lakukan sekarang?!” Teriak Taehyung. Namun Jimin sama sekali tidak membalikkan badannya.
“FUCK YOU!”
Jimin tetap tidak mengindahkan. Dia sudah melaju dengan mobilnya dan Taehyung pun menyusulnya.
“Ngga akan gue biarin lo pergi gitu aja, Res. Lo cuma punya gue! Cuma gue yang nerima lo apa adanya!”
Taehyung menginjak gas dengan kecepatan tinggi untuk menyusul Jimin. Malam itu adalah keributan terbesar dirinya dan Jimin. Dia tidak ingin pernikahannya harus berakhir seperti ini.
“Sial!” Hujan membuat pandangan Taehyung menjadi berkurang. Mobil Jimin semakin tidak dapat dia kejar.
BRAKKK
Mobil Taehyung tiba – tiba ditabrak dari samping hingga membuat mobilnya terseret beberapa meter dari jalan raya. Hantaman itu membuat nafas Taehyung menjadi berat. Darah segar mulai mengalir dari kepalanya.
“Ares … Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku.” Ucapnya lirih sebelum semua menjadi gelap dalam pandangannya.
[]