petrichorgreeny

➖ Berdua

“Selamat datang, Boss!” Ucap Jimin setengah berteriak membuat Taehyung kaget ketika masuk ke rumahnya.

“Sini, Boss, saya bawakan tasnya.” Jimin lalu mengambil tas Taehyung dan segera menyimpannya di ruang kerjanya. Tentu saja Taehyung terheran-heran melihatnya.

Taehyung kemudian duduk di sofa ruang TV. Dia meregangkan kepala dan pundaknya yang kaku karena seharian ini duduk berjam-jam di depan komputer.

“Boss, ini sudah saya buatkan teh chamomile katanya bagus untuk meredakan stres dan kelelahan.”

“Oh, iya, makasih.”

“Boss, mau saya pijitkan?”

“Hah?”

Jimin memang selalu memperlakukan Taehyung dengan baik dan juga sering memanjakannya tapi hari ini sedikit aneh karena kondisinya mereka masih marahan. Ya, Taehyung sih yang masih marah (baca: kesal).

Taehyung belum mengiyakan tapi Jimin sudah memijat bahunya. Pijatannya enak. Rasanya berhasil membuat lelah yang Taehyung bawa tadi, hilang seketika.

“Kamu kenapa?” Tanya Taehyung setelah meminum teh buatan Jimin.

“Saya kenapa, Boss?” Jimin malah bertanya balik.

“Hm, nggak jadi.”

Pijatan itu selesai dan Jimin meminta izin untuk menyiapkan air hangat untuk Taehyung mandi. Ya, memang kadang selalu begitu, tapi hari ini aneh saja.

“Boss, air hangatnya sudah siap.” Ucap Jimin. “Kalau saya mandikan mau?”

“Uhuk .. Uhuk ..” Taehyung baru saja menyesap teh-nya lagi namun tetiba tersedak mendengar ucapan Jimin barusan.

“Boss, kenapa? Panas, ya, itu teh-nya?” Jimin langsung duduk di samping Taehyung. Menepuk-nepuk pundak Taehyung dengan perlahan.

“Kamu itu kenapa?” Taehyung bertanya lagi.

“Saya ngga kenapa-napa.”

“Kenapa tiba-tiba mau mandiin aku?”

“Tidak boleh?”

Taehyung lalu tertegun. Ya boleh sih, boleh banget— tapi aneh aja.

“Terserah.”

Baik. Jawaban diplomatis barusan, Jimin anggap sebagai 'izin' untuk memandikan Taehyung hari ini.

“Dibukanya mau di sini atau di kamar mandi?”

Wajah Taehyung tiba-tiba mulai memerah. Dia memalingkan wajahnya. “Ya, aku bilang terserah, artinya terserah kamu.”

Jimin tidak menjawab. Dia lalu meraih tangan Taehyung, memegang, dan membawanya ke kamar mandi. Dia kemudian menutup pintu, memangkas jarak antara dirinya dan Taehyung. Jimin menyudutkan Taehyung, menatap Taehyung dengan lekat, hingga membuat Taehyung salah tingkah.

“Kenapa, Boss? Ini kan bukan pertama kalinya?”

Iya memang. Betul sekali. Tapi, ya, aneh aja.

Jimin mulai membuka kancing kemeja batik yang Taehyung kenakan. Perlahan. Satu persatu. Membuat Taehyung beberapa kali menahan nafas. Ini bisa lebih cepat ngga sih bukanya?

Lepas kemeja, lanjut Jimin membuka sabuk di celana Taehyung. Entah disengaja atau tidak, Jimin menyenggol milik Taehyung.

“Ben!” Taehyung kaget.

“Hm?” Jimin memasang wajah innocent-nya pada Taehyung. Wajah seperti anak kucing yang menggemaskan.

Runtuh. Pertahanan Taehyung runtuh seketika.

“Boss, belum diapa-apakan kok sudah berdiri?”

Sialan! Park Jimin, sialan!

“Apa sih?!” Taehyung mendorong tubuh Jimin dan mulai masuk ke bathtub yang sudah diisi air hangat dan diberi bath bomb wangi strawberry oleh Jimin.

“Becanda.” Jawab Jimin dengan nada yang datar.

Be-can-da. Fine.

“Boss, saya gosok, ya, punggungnya.”

Lagi-lagi belum diiyakan tapi Jimin sudah membalikkan badan Taehyung. Dia menggosok punggung Taehyung dengan perlahan. Lalu ke pundak dan beralih ke tangannya.

“Bawahnya nanti saja, ya, sambil dibilas.”

Terserah! Terserah!

Setelah cukup memporak-porandakan pertahanan Taehyung, mereka kini saling berhadapan. Jimin sudah siap dengan shower di tangannya.

“Harusnya tadi keramas dulu.” Ucap Jimin.

Taehyung tidak peduli. Mau berendam dulu, keramas dulu, Taehyung sudah kalah. Dia sudah pasrah.

Jimin mulai membasahi rambut Taehyung, bukan dari belakang tapi dari depan. Membuat Taehyung mau tidak mau harus menatap Jimin—yang dengan celemek beruangnya— menginvasi diri Taehyung. Maksudnya memandikannya.

Semua selesai, from head to toe sudah bersih. Jimin kemudian mengenakan bathrobe pada Taehyung.

“Eh, mau apa?”

Telat. Jimin sudah menggendong Taehyung ala bridal. Dan kini telah mendudukkan Taehyung di ranjangnya.

“Pakai piyama ini, ya?” Ucapnya sambil menunjukkan piyama berwarna merah muda dengan gambar beruang di sebelah dada kirinya. Itu piyama adalah kado dari Jimin di ulang tahun Taehyung tahun lalu. Jarang Taehyung pakai karena terlalu imut menurutnya. Tapi kali ini, Taehyung hanya bisa pasrah.

Jimin mulai membuka bathrobe Taehyung perlahan. Membuat Taehyung berdiri dengan memegang pinggangnya. Tidak tiba-tiba namun tetap membuat Taehyung kaget.

“Angkat kakinya, Boss.” Ucap Jimin ketika akan memakaikan celana pada Taehyung. Dia menggigit bibirnya. Taehyung malu. Ya, kenapa coba harus malu?

“Eh .. Lupa.” Ucap Jimin setelah celana Taehyung terpasang dengan baik.

“Apa?”

Jimin menyemprotkan cologne wangi vanilla pada leher dan badan Taehyung.

“Kenapa yang vanilla?”

“Kan tadi mandinya sudah wangi strawberry. Gantian.”

Gantian karena strawberry adalah pilihan Taehyung dan vanilla adalah pilihan Jimin.

“Selesai.” Ucap Jimin setelah serangkaian: memandikan, mengeringkan, memakaikan baju kepada Taehyung sudah dilakukan. “Sekarang, kita makan malam.”

Jimin menggenggam tangan Taehyung kembali lalu membawanya ke meja makan. Makanan semua sudah siap di meja makan. Mungkin Jimin sudah menyiapkannya sebelum Taehyung datang.

Taehyung sudah siap untuk duduk di kursinya namun tiba-tiba kursi itu malah ditempati oleh Jimin. Dia lalu menarik Taehyung dan sekarang Taehyung duduk dipangkuan Jimin.

“Makannya sambil dipangku dan saya suapin, ya?”

Keterlaluan. Ini sudah keterlaluan.

“Ben, aku bisa makan—”

“Saya hanya ingin memanjakan, Boss. Saya tidak kenapa-napa. Saya hanya kangen.” Ucap Jimin sambil memeluk pinggang Taehyung. Dada Taehyung mulai menghangat.

“Saya sudah salah dengan berkata seperti itu kepada Boss. Kita tetap ngobrol biasa, tetap kirim pesan, tapi berbeda. Rasanya tetap beda kalau saya tahu bahwa Boss masih marah.” Jimin semakin mengeratkan pelukannya, menempelkan pipinya ke punggung Taehyung.

Taehyung lalu mengusap tangan Jimin. “Ben, aku kan udah bilang kalau aku ngga bisa lama marah sama kamu.”

“Ya, tapi tetap saja, Boss, jadi dingin.”

“Maaf, ya.”

“Saya yang salah. Saya lebih baik dihukum Boss daripada Boss jadi dingin seperti ini.”

Taehyung lalu berdiri. Pelukan itu terlepas.

“Aku mau minum dulu.”

Taehyung kemudian membuka kulkas. Di sana ada botol air kemasan. Dia lalu membuka dan meminumnya. Dengan cepat seperti orang kehausan. Saat Taehyung menutup pintu kulkas dan berbalik, Jimin sudah ada di hadapannya.

“Boss, menghindar.”

“Aku cuma haus, Ben.”

“Saya harus apa agar Boss tidak marah lagi?” Terlihat Jimin mulai menekuk bibirnya.

“Ben.” Taehyung mulai menangkup kedua pipi Jimin. Dia lalu menghela nafas dalam. “Jangan pernah ragukan aku lagi. Selalu percaya sama aku. Karena cuma aku yang selalu sayang sama kamu, selalu aku yang berada di sisi kamu, selalu aku, Ben.”

“Jangan pernah percaya kalau ada orang lain bilang aku begini aku begitu, sakit hati aku ketika kamu ngga percaya sama aku, sakit hati aku kalau kamu lebih percaya omongan orang lain daripada aku. Padahal aku selalu percaya sama kamu. Aku ngga peduli omongan orang lain tentang kamu. Kenapa? Karena aku cinta sama kamu, Ben.”

“Boss.”

“Kamu cuma punya aku dan aku juga cuma punya kamu, Ben. Ingat itu, ya, Sayang.”

Jimin lalu mengangguk perlahan.

“Maaf, Boss, maaf. Saya ngga akan pernah meragukan Boss lagi, saya akan selalu percaya kepada Boss.”

Taehyung lalu menarik tubuh Jimin dan memeluknya dengan erat.

“Iya, Sayang, maafin aku juga, ya. Aku udah ngga marah lagi. Udah ngga akan dingin lagi.”

“Terima kasih.”

Taehyung kemudian melepaskan pelukan itu. Mereka lalu saling menatap.

“Sekarang aku mau hukum kamu.”

“Kenapa? Katanya barusan sudah tidak marah?” Ucap Jimin dengan bibir pout-nya.

“Kamu harus dihukum karena udah godain aku!”

Taehyung menarik pinggang Jimin. “Habis, ya, kamu malam ini!” Ucap Taehyung.

Ya, sepertinya mereka lupa untuk makan malam, mungkin saling memakan satu sama lain. Sampai pagi menjelang. Berdua.

[]

➖ Nasi Padang

Jimin sangat bekerja keras di 'pekerjaan' barunya. Tekadnya mengumpulkan uang untuk membeli hadiah ulang tahun Boss, tak dapat dibendung oleh siapapun.

Dia sudah bangun sejak subuh; beres-beres rumah, menyiapkan sarapan, dan memberi makan Sapi. Setelah Taehyung pergi ke kantor, Jimin lantas memulai pekerjaan barunya dan sudah pulang ke rumah sebelum Taehyung pulang kantor. Rutinitas baru ini sudah berlangsung. Tentu, tanpa sepengetahuan Taehyung.

Hari ini Jimin bekerja lebih keras. Ada pesanan 50 bungkus nasi padang. Tugasnya adalah mengantar pesanan itu kepada pelanggan dengan selamat dan sebaik-baiknya.

“Pak Jimin sangat bersemangat sekali.” Ucap Yoongi melihat Jimin begitu cekatan dalam pekerjaannya.

“Harus, Pak.” Jawabnya sambil membenarkan kacamata hitam dan celemek beruangnya. Ya, memang meski sekarang dia sedang part time tapi trademark kacamata hitam dan celemek beruang akan selalu dia kenakan.

“Saya antar pesanan dulu, Pak.”

“Baik, Pak Jimin. Hati-hati, ya.”

Selepas mengantarkan pesanan, Jimin mulai kembali ke dapur. Jam makan siang sudah hampir tiba. Dia harus bersiap melayani pembeli.

“Selamat datang—”

Ucapan Jimin terhenti ketika dia melihat Taehyung, Namjoon, Hoseok, dan Sana masuk. Hoseok sudah salah tingkah dengan wajah yang bersalah. Dia bergumam maaf, Pak Jimin.

“Kamu ngapain di sini?” Tanya Taehyung.

“Saya—”

“Pak Jimin katanya bosan di rumah jadi iseng main ke restoran saya, Pak.” Jawab Yoongi cepat.

“Oh.” Jawab Taehyung. “Yaudah sekalian makan siang bareng aja, Ben.”

“Tidak bisa.” Jawab Jimin singkat.

“Kenapa?”

“Pak Jimin tadi sudah makan bareng saya, hehe. Mungkin dia masih kenyang.” Lagi-lagi Yoongi yang menjawab.

Mereka pun lalu duduk. Jimin dipanggil oleh Yoongi ke belakang.

“Pak, bagaimana ini?”

“Ya sudah, saya seperti biasa saja.” Jawab Jimin.

“Biasa itu bagaimana?”

“Saya kan sedang bekerja di sini.”

“Tapi nanti jadi ketahuan.”

“Sudah ketahuan, anggap saja seperti kata Pak Yoongi barusan kalau saya bosan, makanya main kemari.”

Yoongi sebenarnya bingung dengan jawaban Jimin. Dia sudah mencoba menyembunyikan 'rahasia' Jimin namun dia tetap teguh untuk tetap bekerja seperti biasa.

Jimin lalu menyajikan piring dan beberapa lauk di atas meja Taehyung dan lainnya.

“Kok kamu yang nyiapin?” Tanya Taehyung.

“Saya bantu Pak Yoongi.” Jawab Jimin singkat.

Tak selang berapa lama, Seokjin masuk.

“Pak, sini!” Panggil Hoseok. “Ya, kenalkan ini Pak Seokjin. Beliau sama seperti kalian, hanya kerjanya di kantor kelurahan.”

“Oh .. Udah pernah ketemu waktu nonton voli. Tapi baru sekarang sih benar-benar tahu namanya.” Jawab Sana.

Mereka pun lalu duduk bersama.

“Ini Pak Jimin ketahuan dong?” Bisik Seokjin ke Hoseok.

“Iya, tapi barusan Pak Yoongi kasih alasan. Ngga tahu deh Pak Taehyung nerima alasan itu atau ngga.”

Seokjin lalu menatap Taehyung. Ekspresi wajahnya penuh banyak arti. Taehyung kemudian beranjak dari kursinya. Dia lalu menarik Jimin ke luar restoran.

“Coba jujur.” Ucap Taehyung.

“Jujur apa?”

“Kamu di sini ngapain?”

“Saya bosan jadi saya temani Pak Yoongi.”

“Park Jimin.” Taehyung menatap Jimin. Memanggil Jimin dengan nama lengkap adalah tanda bahaya. “Kamu tuh kenapa sih akhir-akhir ini?”

“Saya tidak kenapa-napa.”

“Ya sudah, terserah.” Taehyung pergi meninggalkan Jimin. Wajahnya kesal saat masuk restoran kembali.

“Sepertinya akan ada huru-hara rumah tangga.” Bisik Seokjin.

“Salah saya sih ini.”

“Ya, kamu sih mau ketemu Pak Yoongi, jadi aja mengorbankan rumah tangga orang lain.” Ucap Seokjin dengan nada sedikit becanda.

“Ini kenapa, ya, Taehyung dan Hoseok cemberut begini.” Ucap Namjoon sambil menyeruput es teh manisnya.

“Masben ngga diajak makan bareng aja?” Tanya Sana.

“Biarin aja, dia mau 'main' sama temennya.” Taehyung menekan kata main dengan nada jengkel.

Lalu, di tengah mereka menyantap makan siangnya, beberapa orang berpakaian hitam masuk.

“Saya pesan untuk 4 orang. Makan di sini.”

Dari nada bicara dan lagaknya saja sudah terlihat begitu arogan. Mereka kemudian duduk dan meminta agar segera cepat dilayani. Jimin lalu menghampiri mereka sambil membawakan piring dan menyiapkan beberapa lauk.

“Itu tampang-tampangnya kayak satu kelompok sama Pak Jimin pada masanya.” Bisik Hoseok pada Seokjin namun hal itu terdengar oleh Taehyung. Seokjin menyikut perut Hoseok perlahan. Tatapan Taehyung langsung sinis pada Hoseok.

“Wah, ternyata restoran padang ini mempekerjakan tukang pukul, ya.” Ucap salah satu dari orang-orang itu.

Jimin mengindahkan kata-kata orang itu. Dia tetap menyiapkan makan siang mereka.

“Susah memang kalau mantan preman mau kerja, ya paling jadi pesuruh begini, haha.” Ledek yang satu lagi.

Jimin tertegun. Dia mulai menatap orang yang barusan berbicara begitu.

“Maaf, Bapak-Bapak semua, ada yang bisa dibantu lagi?” Yoongi langsung menghampiri mereka. Mungkin dia takut akan terjadi baku hantam.

“Saya mau es kopi, kalian mau apa?”

Yoongi mulai mencatat semua pesanan minuman itu. Dan membawa Jimin ke belakang.

“Tet, kok ngga makan?” Tanya Sana. Taehyung dari tadi hanya mengaduk-aduk makanannya dengan kesal.

“Gue keluar dulu.”

“Mau apa, Tet?”

“Beli tisu basah.” Jawab Taehyung singkat. Dia kemudian beranjak keluar.

“Rokok mana nih?” Dari sisi sana kembali berbicara, tentu dengan suara yang nyaring. Menyita perhatian dari orang-orang yang sedang makan di sana.

“Maaf, Boss, ketinggalan di mobil.”

“Goblok!! Bawa kesini sekarang!” Dia memukul kepala salah satu dari mereka. Orang itu lalu buru-buru keluar.

“Ih.. ngga nyaman banget, kenapa sih orang-orang kayak gitu harus makan di sini?” Keluh Sana.

“Yaudah mau gimana lagi, yuk cepet beresin makan siangnya.” Ucap Namjoon. Hoseok kemudian beranjak dari kursinya. “Hoseok, mau kemana?”

“Saya mau ke belakang dulu.”

Namjoon kira Hoseok akan pergi ke toilet namun pemandangan yang dia lihat adalah Hoseok menghampiri Yoongi. Mereka lalu berbincang, diselingi tawa, sungguh sangat akrab.

“Tetet kok lama, ya?” Ucap Sana. “Eh, itu nongol.” Taehyung masuk kembali namun tidak membawa apa-apa.

“Katanya mau beli tisu basah?”

“Ngga ada di warungnya. Gue ke toilet dulu.” Jawab Taehyung. Sana merasa aneh karena tangan Taehyung terlihat kotor.

“Boss habis jatuh?” Tanya Jimin. Taehyung selain tangannya yang kotor, celananya pun terdapat bercak hitam.

“Iya, ngga lihat ada got.” Jawabnya singkat.

“Sini saya bersihkan.”

“Ngga perlu, kamu kan lagi main di sini.” Ucap Taehyung sinis sambil menekan intonasi di kata main.

“Heh, Celemek Beruang!!” Panggil orang yang berpakaian hitam itu. “Gua mau bayar!”

Jimin lalu menghampiri dan memberikan mereka bon. Setelah melihat berapa harganya, salah satu dari mereka mengeluarkan uang dan melemparkan ke wajah Jimin.

“Orang seperti kita ini adalah sampah dan akan selalu menjadi sampah.”

Hal tersebut sontak membuat yang lain kaget. Jimin mengambil uang yang berserakan di lantai.

“Bapak-bapak semua, lebih baik kalian pergi.” Usir Yoongi.

Mereka lalu berdecih dan meninggalkan restoran.

“Pak, tidak apa-apakah?”

“Ini uangnya.” Ucap Jimin memberikan lembaran uang kepada Yoongi.

Dari jauh seseorang melihat itu semua. Dia tidak suka. Dia benci. Dia marah.

“Tet, ngga dilanjutin makannya?”

“Ngga nafsu.”

“Hm, Tet, tadi lakik lo—” Sana baru saja ingin memberitahukan apa yang menimpa Jimin namun suara dentuman keras terdengar dan membuat semuanya kaget.

“Itu suara apa?” Tanya Namjoon.

“Mungkin suara ban bocor kan di bawah sini ada turunan, biasanya suka ada yang nyimpen paku biar bannya bocor dan nambal deket sini.” Jawab Seokjin.

“Sudah selesai, ya, makannya? Ngga apa-apa ngga usah bayar, saya yang traktir.” Tambah Seokjin.

“Wah, seriusan, Pak?” Tanya Sana.

“Iya, hitung-hitung perkenalan, hehe.” Seokjin lalu membayar ke kasir. “Yuk, kembali wahai para PNS, jam makan siang sudah habis.”

Mereka lalu berpamitan kepada Yoongi dan Jimin. Taehyung masih diam dan hanya menatap Jimin sekilas.

“Boss—” Jimin mencoba meraih lengan Taehyung saat mereka semua sudah di luar.

“Nanti. Di rumah saja kita ngomongnya.” Jawab Taehyung tanpa menoleh ke Jimin.

Di luar jalanan tampak ramai dan macet. Namjoon dan yang lainnya turut bingung apa yang sedang terjadi.

“Ini ada apa, Pak?” Tanya Namjoon kepada salah satu warga yang sedang berkerumun.

“Ada kecelakaan, Pak, di turunan sana.”

“Oh, mungkin itu, ya, penyebab suara keras barusan.” Timpal Hoseok.

“Katanya kehantam truk besar, Pak.”

“Aduh, terus gimana, Pak?” Ucap Sana ikut penasaran.

“Ya, habis deh, Bu, kalau sudah begitu. Tapi kata yang udah lihat kesana, ngga ada bekas nge-rem di aspalnya. Kayaknya rem-nya blong makanya bisa kehantam truk dari arah lain begitu.”

“Eh, mobilnya yang barusan makan di sini katanya.” Ucap yang lainnya ikut nimbrung.

“Jangan-jangan orang-orang nyebelin itu, ya?” Tanya Sana. “Ya, ampun, merinding. Mana tadi mereka udah buat ulah lagi. Semoga Tuhan mengampuni mereka.” Tambah Sana.

Jimin tertegun mendengarnya. Tubuhnya serasa tidak bisa digerakkan. Dari belakang, lagi-lagi dia melihat pemandangan itu. Ya, dia baru saja melihat Taehyung sedang tersenyum.

[]

➖ Bintang Kecil

Jimin pulang menuju ke rumahnya sembari membawa buah strawberry yang baru dia beli dari toko buah di depan perumahannya. Niatnya sebagai sogokan agar Taehyung tidak marah lagi.

Jimin masuk ke pekarangan rumah. Mobil Taehyung sudah terparkir di garasi.

Boss sudah pulang.

Dia lalu masuk ke rumah dan benar saja, Taehyung sudah duduk di sofa ruang TV.

“Boss, sudah pulang?”

“Hm.”

Hanya jawaban itu yang Jimin dapat.

“Boss, saya bawakan buah strawberry kesukaan Boss.”

“Simpan saja di kulkas.” Ucap Taehyung sembari masuk ke kamar. Tanpa melihat Jimin atau bahkan melirik strawberry kesukaannya.

Jimin kemudian melihat meja makan. Semuanya masih utuh.

“Boss, tidak makan malam?”

Namun, tidak ada jawaban. Jimin lalu menaruh strawberry itu ke kulkas dan menyusul Taehyung ke kamar.

“Boss, tidak makan malam?” Tanya Jimin mengulang pertanyaannya.

“Aku ngantuk.”

Taehyung sudah di kasur. Yang Jimin lihat sekarang adalah punggung Taehyung.

“Apa sudah makan malam di luar?”

“Ngga, aku ngantuk, mau tidur.” Taehyung meraih selimut dan menutupi hampir seluruh tubuhnya dengan selimut.

Taehyung benar-benar sedang dalam mode yang tidak ingin diganggu. Jimin tahu kalau Taehyung sedang begitu maka cara terbaik adalah membiarkannya dulu. Dia akan mulai mengajak Taehyung berbicara esok hari. Dan mungkin memang Taehyung sudah kelelahan maka dari itu dia memilih untuk tidur ketimbang makan malam. Pikir Jimin.

Setelah hanya mendapat punggung dari Taehyung, Jimin lalu ke kamar mandi. Membersihkan wajah, tangan, kaki, serta mengganti pakaiannya. Dia siap menyusul Taehyung untuk tidur.

Jimin kemudian merangsek naik ke ranjangnya. Dan Taehyung tetap dengan posisi seperti awal. Memberi dia punggung.

“Selamat tidur, Boss.” Ucap Jimin sambil memejamkan matanya.

Entah sudah berapa jam Jimin tertidur namun saat ini dia merasa seperti ada gerakan yang berulang kali di sampingnya. Jimin akhirnya membuka matanya perlahan, terlihat Taehyung baru saja merubah posisi tidurnya. Namun, Jimin melihat ada hal yang tak biasa. Tengkuk Taehyung berkeringat dan bagian punggung Taehyung pun basah oleh keringat.

“Boss.” Jimin lalu bangkit dari tidurnya. Dia menepuk bahu Taehyung namun tidak ada jawaban. Jimin kemudian melihat wajah Taehyung.

“Astaga, Boss.” Jimin panik ketika melihat Taehyung begitu pucat. Bibirnya Taehyung gigiti karena giginya saling beradu. Badannya menggigil dan penuh keringat. Jimin lalu menyentuh kening Taehyung. Tubuhnya panas.

“Boss! Boss!” Jimin berulang kali memanggil namun respon Taehyung hanya terdiam sambil menggigit bibirnya.

Jimin kemudian menaikkan suhu AC kamarnya, mengambil handuk, dan menyeka keringat di kening dan leher Taehyung. Setelah itu, Jimin mengambil kotak P3K dan mengeluarkan thermogun.

“Boss demam.” Ucap Jimin ketika melihat angka yang terpampang pada alat tersebut. “Boss minum obat dulu, ya.”

“Henggg, ngga mau.” Akhirnya Taehyung mau menjawab.

“Kalau tidak minum obat nanti demamnya tidak akan turun.”

Taehyung mengindahkan omongan Jimin. Dia kembali memberi punggung.

“Boss.” Jimin berusaha membujuk Taehyung. “Pakai pisang ya, biar tidak pahit?” Taehyung memang susah untuk minum obat. Harus didorong oleh pisang atau makanan lain agar dia mau meminum obat dan satu lagi, Taehyung akan sangat manja jika dia sedang sakit.

“Ngga mau pakai pisang.”

“Lalu, mau pakai apa?”

Tak ada jawaban. Jimin tidak habis akal. Dia ke dapur lalu menghaluskan obatnya dan memasukkan ke dalam gelas kecil yang sudah dia beri air. Dia lalu membawa kue kering untuk penawar pahit.

“Boss, ini pakai kue, ya?”

Harus dipaksa. Pikir Jimin. Dia lalu menarik tubuh Taehyung dan mendudukkannya.

“Yuk, AAAAA!!”

“Ngga mau!” Taehyung memalingkan wajahnya.

Jimin kemudian menghela nafas panjang.

“Boss, matanya sudah merah begitu, ayo minum dulu obatnya.”

Taehyung masih tak bergeming dan membuat Jimin semakin hilang kesabaran. Jimin kemudian memasukkan obat yang sudah dihaluskan itu ke mulutnya kemudian menarik dagu Taehyung lalu menekan mulutnya agar terbuka. Dan seketika obat itu berpindah dari mulut Jimin ke mulut Taehyung. Ini bukan ciuman. Ini adalah perpindahan obat dari mulut ke mulut.

“Pahit!” Rengek Taehyung ketika Jimin melepaskan mulutnya dari mulut Taehyung.

“Boss, mau yang manis?”

Sebuah pertanyaan retoris yang Jimin ucapkan itu, mendapat tatapan dari Taehyung. Jimin sontak langsung meraih wajah Taehyung, menangkup kedua pipinya, lalu melumat bibir Taehyung. Ya, kalau ini namanya ciuman.

Mata Taehyung terbelakak. Dua kali dia mendapatkan tindakan yang mendadak di mana dia bahkan belum siap menerima dan memprosesnya.

Lumatan itu membuat keduanya terpagut. Jimin menelusuri seluruh inci mulut Taehyung. Namun, ciuman itu harus dilepas karena keduanya sama-sama butuh oksigen dan jeda.

Jimin lalu menatap Taehyung. Ibu jarinya mengusap bibir Taehyung yang basah dan merah atas tindakannya.

“Jangan digigit bibirnya nanti luka.” Ucap Jimin. “Maaf, ya.”

Kata maaf yang baru saja Jimin lontarkan membuat mata Taehyung berair seketika. Semua turun membasahi pipinya.

“Maaf, Boss.” Jimin lalu memeluk Taehyung. Mengusap punggung dan kepalanya. “Maaf jika saya tidak mau mendengarkan perkataan Boss. Maaf jika saya membuat Boss khawatir.”

Taehyung semakin terisak mendengar perkataan itu dari Jimin. Dia pun membalas pelukan Jimin.

“Aku takut, Ben. Aku takut kamu kenapa-napa.”

“Saya akan jaga diri. Saya akan jaga Boss juga.” Jimin lalu melepaskan pelukannya dan menatap Taehyung dengan lekat. “Jangan setiap ada sesuatu, kita pindah, Boss. Kita selesaikan bersama-sama, ya. Kita sudah janji akan menetap untuk kali ini.”

“Iya, tapi—”

“Boss, semua akan baik-baik saja. Boss lupa, ya, siapa saya? Saya tidak pernah kalah dan takut. Selama itu ada Boss, saya bisa dan yakin.”

“Ben.”

“Banyak hal yang sudah Boss perjuangkan untuk saya dan Boss selama ini selalu menjaga saya dengan cara Boss. Kini, biarkan saya yang menjaga, ya, Boss. Menjaga Boss, menjaga kita.”

Jimin mengusap mata Taehyung yang basah. Dia lalu mengecup kening Taehyung.

“Maaf sudah membawa banyak pikiran kepada Boss sehingga Boss sakit begini. Saya pantas dihukum!”

“Ben.” Taehyung menjatuhkan dirinya ke dada Jimin. “Maaf juga aku ngga ngertiin kamu.”

Jimin lalu mendekap Taehyung. “Sekarang tidur, ya, tapi jangan kasih punggung.”

“Mau sambil dipeluk tidurnya.”

“Iya.”

Jimin membawa Taehyung untuk berbaring. Kini mereka saling berhadapan.

“Aku ngga punya siapa-siapa selain kamu, Ben.” Ucap Taehyung sambil mengusap pipi Jimin.

“Sama, saya juga hanya mempunyai Boss.” Jimin lalu menarik Taehyung dan mendekapnya ke dadanya. “Cepat sembuh, Boss. Nanti kalau sudah sembuh, Boss bisa hukum saya.”

“Iya, nanti aku hukum kamu yang lama sampai capek.”

“Siap.”

“Sayang kamu banyak-banyak.” Ucap Taehyung.

Jimin lalu mengecup puncak kepala Taehyung.

“Saya nyanyikan lagu agar Boss bisa tidur. Tapi bukan lagu selamat ulang tahun lagi.”

“Lagu apa?”

“Dengarkan, ya.” Jimin berdehem.

Bintang kecil di langit yang biru. Amat banyak menghias angkasa. Aku ingin terbang dan menari, jauh tinggi ke tempat kau berada.

Meskipun Jimin membawakannya dengan nada yang datar namun hal itu membuat Taehyung tersenyum dalam dekapan Jimin yang membuatnya terlelap.

[]

Mission 2 : Incompleted

“Bedebah!” Bentak Jimin. Tatapan tajam dan penuh amarah.

“Kamu pikir kamu bisa mengalahkan saya?!”

Jimin menggenggam kain pel dengan erat. Dia tidak suka dikalahkan. Dia merasa dirinya terancam. Lalu, dia menginjak kain pelnya— menahan agar pelnya tidak jatuh. Kemudian dia membenarkan ikatan celemek beruangnya; ikatan di leher dan di pinggangnya. Tak lupa dia juga membenarkan kacamata hitamnya.

“Saya Si Kalajengking Hitam tidak pernah kalah!”

Jimin mulai mengambil ancang-ancang. Dia melakukan sedikit peregangan di leher, lengan, pinggang, dan kakinya. Dia sudah bersiap untuk melakukan perhitungan. Dia menatap dengan tajam kepada dia yang ia sebut sebagai musuh.

“Saya ini profesional. Bapak Rumah Tangga profesional. Saya bukan tandingan kamu!” Ucap Jimin.

Si musuh itu tiba-tiba mulai bergerak. Jimin dengan cepat menggerakkan kain pelnya.

“Kita lihat lebih cepat siapa dalam pertarungan ini!”

Jimin tidak mau kalah. Setiap inci rumahnya dia pel dengan sempurna, tanpa meninggalkan sedikit pun noda. Bersih dan wangi buah apel.

“Lihat ini, Sialan!! Saya berhasil mengepel semuanya dalam waktu yang cepat dan juga bersih. Sementara kamu hanya putar-putar saja dari tadi. Tidak berguna!”

Jimin menendang musuhnya itu.

Ya, robot vacuum cleaner yang dari tadi dia ajak adu siapa yang paling cepat dan bersih dalam pertarungan membersihkan rumah. Namun, musuh itu tidak bisa diam. Dia terus mondar-mandir secara acak dan semakin membuat Jimin kesal.

“Kamu tidak mau mengakui kekalahan, ya? Pecundang!”

Tentu saja musuhnya mengindahkan bentakan Jimin itu. Dia tetap bergerak. Sapi yang berada di sana hanya bisa melongo melihat kelakuan majikannya itu. Eh, mungkin bawahannya. Karena biasanya peliharaan malah yang sering menjadi 'majikan'.

Musuh bergerak lebih sporadis hingga akhirnya dia pun turut menyerang Sapi. Ekornya terhisap oleh musuh dan membuat Sapi kaget setengah mati. Dia mengerjap dan lompat kesana kemari menubruk apa saja yang berada di sekitarnya.

“Sapi! Sapi! Tenang!! Kamu jangan kalah, ayo serang dia balik!!”

Sama halnya dengan Si Musuh, Sapi pun mengindahkan perkataan Jimin. Sapi mengamuk dan membuat rumah berantakan. Bingkai foto, gelas, piring, rak buku, semua dia tubruk tanpa lelah.

“Jangan! Jangan! Itu kesukaan Boss!!”

Sapi menerjang rak berisi botol-botol wine kesukaan Taehyung hingga mereka jatuh ke lantai dan pecah. Sebagian wine itu mengenai Jimin. Wajah dan celemeknya sudah berwarna merah anggur.

Musuh tiba-tiba terdiam sementara Sapi kabur begitu saja lewat belakang pagar setelah meluluhlantakkan seisi rumah.

Kaki Jimin lemas. Dia terduduk menatap nanar rumahnya yang sudah seperti kapal pecah. Dia menyapu, merapikan, dan mengepel rumah dari pagi hingga siang dan semua kini telah berantakan. Hancur segala usahanya hari ini.

“MUSUH SIALANNNN!!!” Bentak Jimin kepada Si Musuh yang sudah tak bergerak lagi.

Suara pintu depan terbuka. Jimin menengok. Di sana terlihat Taehyung dengan pakaian kantornya masuk dengan ekspresi yang cemas dan khawatir.

“Ben, kamu ngga apa-apa kan?” Ucap Taehyung sambil mengusap wajah dan badan Jimin. “Ini kamu berdarah? Mana yang luka? Mana yang sakit?”

Taehyung bertubi-tubi memberi pertanyaan kepada Jimin yang bahkan tak sempat Jimin jawab.

“Siapa yang melakukan ini, Ben? Ada orang masuk ke rumah kita?”

PRANGGGG!!!

Terdengar suara kaca pecah karena sesuatu dilemparkan ke tengah rumah mereka membuat Jimin dan Taehyung kaget. Yang dilemparkan itu seperti bola yang kemudian berasap.

“Boss, tahan—”

Ucapan Jimin langsung dihentikan oleh Taehyung. Dia dengan cepat menutup mulut Jimin menggunakan kain terdekat yang dapat dia raih. Taehyung pun menutup mulutnya dengan kain satunya. Dia kemudian mengambil keset kain dan membasahinya lalu menutup bola asap itu dengan keset basah yang dia lemparkan begitu saja ke pekarangan.

Setelah itu, Taehyung mengambil pisau yang berada di atas meja makan dan berlari ke belakang rumah. Semua Taehyung lakukan dengan sangat cepat yang bahkan Jimin masih memproses ini semua namun Taehyung sudah banyak melakukan ini dan itu.

Pemandangan yang Jimin lihat setelahnya adalah melihat Taehyung melemparkan pisau itu kepada seseorang yang dicurigai telah melempar sesuatu ke rumah mereka. Namun orang itu tetap lari hingga hilang dari pandangan mereka.

Jimin lalu melirik ke arah Taehyung. Dia sama sekali tidak ngos-ngosan setelah melakukan berbagai hal barusan. Yang Jimin lihat dari belakang sekarang adalah Taehyung seperti sedang tersenyum. Jimin kemudian memundurkan langkahnya. Kakinya menginjak daun-daun kering. Taehyung lalu menoleh.

“Kamu ngga apa-apa kan, Ben? Kamu baik-baik saja kan?” Ekspresi Taehyung berubah dengan cepat. Yang Jimin lihat sekarang adalah ekspresi cemas dan khawatir sama seperti saat Taehyung masuk ke rumah namun kali ini dia lebih khawatir.

“Saya tidak apa-apa, Boss.”

Taehyung lalu memeluk Jimin dengan erat. Sangat erat.

“Syukurlah kalau kamu ngga kenapa-napa.” Pelukan itu kemudian dilepaskan. Taehyung menangkup wajah Jimin. “Sekarang kita masuk ke rumah.”

Taehyung mentautkan tangannya kepada Jimin untuk membawanya masuk ke rumah. Namun langkah Taehyung terhenti karena Jimin masih terdiam.

“Kenapa, Ben?”

“Kena, Boss. Lemparan Boss barusan kena ke punggung orang itu.”

[]

➖ Tanding Voli

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Tim Kepak Sayap 05 akan bertanding dengan RW01. Untuk RW01, mereka tidak punya nama tim. Ya hanya R-W-01 sudah begitu. Kata Hoseok, memang RW05 terlalu bersemangat— sampai punya kaos tim sendiri, jargon, suporter, dan tim pendukung lainnya.

“Pak Jimin, itu celemek beruangnya bisa dilepas dulu ngga? Kan sudah pakai baju tim.” Ucap Seungkwan saat Jimin tiba di lapangan.

“Tidak bisa.” Jawab Jimin singkat, padat, dan jelas. Seungkwan lalu mundur dan tidak ingin lanjut bertanya lagi.

“Kenapa, Pak? Jimat, ya?” Tanya Soonyoung memberanikan diri. Ya, sebenarnya dia juga deg-degan mau bertanya tapi sudah dikode Seungkwan minta dibantu untuk bertanya.

“Ini hadiah dari suami saya.”

“Jimin Mabro tipe yang romantis, ya.” Ucap Jackson sambil memegang bahu Jimin.

“Nanti itu kacamata hitamnya tetap dipake?” Tanya Seungchol.

“Ya.”

Seungkwan hanya bisa geleng-geleng kepala.

Jimin memang terlihat paling berbeda dengan yang lain meski sudah memakai baju tim karena celemek beruang dan kacamata hitamnya.

“Saya baru tahu ternyata tatonya sampai betis juga.” Ucap Yoongi.

“Ya, seluruh badan.” Jawab Jimin.

“Termasuk di bagian itu, Pak?” Soonyoung berbisik meski sebenarnya tetap terdengar yang lain. Jinyoung yang sedari tadi ada di sana ikut mendekatkan diri, ingin tahu jawabannya.

“Sudah kumpul semuanya?” Hoseok datang dengan setelan pakaian olahraga.

Semua berbaris. Gagal deh mendapat jawaban dari Jimin. Hoseok lalu memberikan instruksi untuk strategi pertandingan. Tim memperhatikan dengan seksama.

Sementara di sisi lain, Taehyung sudah duduk di pinggir Lapangan Mergo. Ya, Lapangan Mergo adalah tempat pertandingan antara Kepak Sayap 05 dan RW01. Letaknya di Kelurahan Mergo. Sebenarnya lapangan itu adalah lapangan basket namun bisa multi fungsi menjadi lapangan voli dan juga futsal. Di sana pun sudah ada duduk-dudukan tempat orang untuk menonton pertandingan.

Sorry sorry telat.” Ucap Namjoon yang diikuti oleh Sana. Mereka berdua lalu duduk di samping Taehyung.

“Belum mulai kok.”

“Nih, udah gue bikinin papannya.”

Sana memberikan Taehyung papan dengan tulisan “Mas Ben Semangat ❤”.

“Makasih, ya, gue ga sempet bikin.”

“Sibuk sih lo banyak dinas keluar.” Ucap Namjoon sambil mengeluarkan handicam-nya.

“Calon Eselon emang beda.” Timpal Sana.

“Esmelon kali ah.” Jawab Taehyung.

Di depan Taehyung sudah ada meja panjang berisi minuman dan makanan untuk tim. Terlihat di sana ada Dahyun dan Nayeon yang sedang mengaturnya. Seokjin pun sudah hadir dengan setelan kemeja. Awalnya Taehyung mengira kalau Seokjin adalah Pak Lurah karena pakaiannya selalu rapi. Ternyata dia adalah PNS yang bekerja di kantor kelurahan.

“Pak Hoseok keren ya, Joon, lagi serius ngarahin gitu.” Ucap Sana mulai memancing Namjoon.

“Iya.” Jawab Namjoon sambil mengarahkan handicam-nya ke arah Hoseok.

“Cieeee....”

“Duh, apaan sih lo semua, ah jangan digitu-gitu.”

“Takut baper, ya?” Ledek Taehyung.

Kepak Sayap 05 sudah mulai melakukan peregangan pun dengan tim lawan. Taehyung sudah meneriakkan chant penyemangat untuk Jimin.

“Semangat Masben!!!” Teriak Taehyung. Semua mata memperhatikannya. Namun, Taehyung tidak peduli. Dia hanya ingin menyemangati suaminya.

Jimin lalu menatap Taehyung dan memberikan jempol ke arahnya.

“AAAAAA GEMASSSS!!”

“Padahal cuma dikasih jempol tapi teriakannya udah kayak gimana aja.” Ucap Namjoon.

“Nanti lo bakal rasain gimana enaknya ngebucin.” Timpal Taehyung.

Pertandingan akan segera dimulai. Yoongi duduk di pinggir lapangan. Dia diistirahatkan dahulu oleh Hoseok karena ada cedera di kakinya. Di set selanjutnya, Yoongi akan coba dimainkan.

Setelah peluit ditiupkan, bola pun mulai di-serve tim RW01 karena barusan Seungkwan kalah suit. Tidak apa-apa perjalanan masih panjang. Dan permainan pun akhirnya dimulai.

“Tembakan Halilintar Bergulung!!!” Teriak Seungkwan ketika dia mulai memberikan perlawanan pada tim lawan.

Smash Maung Putih!” Teriak Soonyoung tidak mau kalah ketika dirinya mulai unjuk kebolehan saat pertandingan.

“Garuda di Dadaku!!!” Teriak Jackson juga ketika bagian dia untuk mem-block lawan.

“Itu apa?” Tanya Jimin di sela-sela pertandingan.

“Itu nama jurus mereka, Pak Jimin. Barangkali Pak Jimin ada jurus sendiri tidak?” Jawab Seungchol.

Jimin kemudian tertegun. Dia lalu menatap Taehyung yang masih terus meneriakkan namanya. Setelah itu Jimin mengangguk paham.

“JURUS KALAJENGKING HITAM MEMBELAH ANGKASA!!!!” Teriak Jimin ketika dia men-smash bola. Tembakan itu sangat kuat dan memantul hingga bolanya hilang dari pandangan.

Wasit meniup peliut tanda bola masuk dan poin untuk tim Kepak Sayap 05. Semua bersorak dan tim berpelukan.

Jinyoung memberikan jempol dan kepalan tangan tanda semangat untuk Jimin.

“Keren ... Keren, Pak Jimin!!” Puji Hoseok.

Penonton pun tak kalah ikut berteriak melihat aksi Jimin termasuk Taehyung yang paling semangat.

Pertandingan dilanjutkan dan cukup sengit. RW01 masih bisa menahan gempuran Kepak Sayap meski sedikit kewalahan. Yoongi pun sudah ikut bermain dan giliran Jackson yang diistirahatkan. Mereka tidak ingin bersantai dan memberi celah.

“Satu poin lagi dan kita bisa menang, Bapak-Bapak.” Ucap Seungkwan. Sebagai kapten, dia selalu memberikan semangat. “Ayo kita jargon dulu!”

“KEPAK SAYAP!!”

“TERBANG TERBANG MENANG!!!”

Jinyoung lalu melakukan serve. Bola berhasil diterima baik oleh RW01 dan dilambungkan balik ke daerah Kepak Sayap.

“Semangat, Bapak-Bapak!” Teriak Seungkwan.

Bola masih terus beralih dari daerah RW01 ke Kepak Sayap dan sebaliknya. Hingga satu kesempatan muncul. Jimin mengencangkan tali celemek beruangnya dan membenarkan kacamata hitamnya. Dia mulai mengambil ancang-ancang.

“Pak Jimin!” Teriak Yoongi.

Kemudian, Jimin mulai melompat terbang meraih bola itu.

“Jurus Kalajengking Hitam Membelah Angkasaaaaaaaa!!!!!”

Bola itu melesat cepat tak terlihat, memantul begitu kuat.

BRAKKKKK

Namjoon terjengkang dan handicam hampir terlempar. Untung buru-buru diambil oleh Sana dan badan Namjoon berhasil ditahan oleh Taehyung. Ya, bola itu tepat mengenai wajah Namjoon.

Prittttt!!

Peluit ditiupkan. Bola dinyatakan masuk dan menjadi poin untuk Kepak Sayap. Mereka berhasil memenangkan pertandingan. Sorak-sorai gembira suporter serta tim Kepak Sayap bergema di Lapangan Mergo.

“Joon.” Panggil Sana. “Hidung lo, Joon.”

Namjoon hanya celingukan.

“Hidung lo berdarah!”

Namjoon kemudian menyeka darah segar yang ternyata sudah mengalir dari hidungnya. Dia kemudian menatap darah itu. Perasaan pusing tiba-tiba menyergap Namjoon. Lalu, semua menjadi gelap di pandangannya.

“NAMJOONNNNN!!”

[]

➖ Prakarya

Jungkook baru menyelesaikan satu batang rokoknya ketika dia mendengar keributan di ujung gang.

“Apaan sih ganggu waktu melamun gua aja?!” Jungkook lalu menginjak rokoknya.

Akhir-akhir ini Jungkook memang sering melamun. Tertegun dan tiba-tiba sangat aneh dengan berbagai hal.

Celemek Beruang? Masak? Sepeda? Senam? Omong Kosong!

Jungkook kemudian menghampiri suara ribut-ribut itu.

“WOI!!” Teriak Jungkook kepada segerombolan orang yang sedang mengerubungi seseorang itu.

“Berani banget ya lo malak di wilayah gue!” Jungkook meludah kemudian melemaskan otot leher dan bahunya.

“Wilayah lo? Lucu lo, Bangsat!” Jawab seseorang sambil maju dan diikuti oleh anak buahnya yang lain.

Jungkook hampir saja akan diserang oleh orang-orang tadi namun Jungkook cepat menghindar dan bersembunyi di balik seseorang yang sedang membawa banyak kayu sembari membaca buku dengan kacamata hitam dan celemek beruang terpasang di badannya.

“Boss, mereka berani usik wilayah kita, Boss!” Adu Jungkook.

“Bukannya dia Si Kalajengking Hitam, ya? Dia dari Geng Kino.”

“Jangan cari urusan sama dia. Gua denger dia pernah ngabisin satu geng sendirian.”

“Anjing! Seriusan lo?!”

Jungkook tersenyum mendengar bisik-bisik itu.

“Mampus lo semua! Berani cari gara-gara lo di wilayah sini hah?!”

BUKKKK

Kepala Jungkook dipukul oleh buku.

“Kamu yang duluan cari gara-gara!” Ucap Si Pengguna Celemek Beruang. Ya, tentu saja dia Jimin.

“Duh, ampun, Boss.” Ucap Jungkook sambil mengusap kepalanya. “Tapi Boss gertak aja mereka, pasti takut deh. Ayo, Boss!!” Rengek Jungkook.

“Lelaki sejati selalu bertanggungjawab akan ulahnya sendiri.” Ucap Jimin sambil menepuk bahu Jungkook. Dia kemudian pergi meninggalkan Jungkook dan segerombolan orang itu.

“Hei!” Teriak seseorang.

“Lo ngapain sih manggil dia? Abis lo nanti sama dia!”

“Kalau kita bisa menang dari dia, kita bakal diakuin Boss, udahlah serang aja!”

Gerombolan itu mulai mengambil ancang-ancang untuk mengejar Jimin. Dan satu pukulan di pipi membuat Jimin tersungkur dan kayu-kayu yang dia bawa berserakan di jalan. Seseorang dari mereka mengambil satu kayu itu dan mematahkannya.

“KAYU UNTUK MEMBUAT PRAKARYA!!!” Jimin meradang. Wajahnya memanas dan tangannya mengepal.

“Bagus nih, Boss mulai panas! Serang Boss!” Ucap Jungkook.

Jimin lalu bangkit dan menghadang mereka satu-satu. Dengan cepat Jimin sudah berada di belakang gerombolan itu, menendang belakang lutut mereka masing-masing, dan membuat mereka semua berlutut seketika. Jimin lalu memukul kepala mereka satu-satu dengan buku yang dia bawa.

Jungkook terkesima melihat itu semua.

“Ampun, ampun!”

“Bapak Rumah Tangga tidak akan tinggal diam kalau bahan prakaryanya dihancurkan!” Ucap Jimin dengan nada tegas.

Jungkook semakin tertegun.

Bapak Rumah Tangga? Apakah ini dua sisi dari Boss? Bapak Rumah Tangga dan menjadi Boss? Wow ... Luar Biasa!

Jimin lalu mengambil satu persatu kayu yang berceceran.

“Boss!!” Teriak Jungkook.

Jimin menoleh sambil membenarkan kacamata hitamnya.

“Saya akan ikut Boss! Saya akan menuruti kata-kata Boss!” Ucap Jungkook sambil membungkuk. “Mohon bimbingan dan arahannya!”

Jimin terdiam melihatnya.

“Sini bantu saya buat prakarya!” Ucap Jimin sambil berlalu. Jungkook pun kemudian mengekor di belakang Jimin.

[]

➖ Cara Yang Baik

Jimin sudah membuat bekal makan siang untuk Taehyung namun karena terburu-buru bekal makan itu tertinggal. Taehyung bahkan tidak sempat sarapan, hanya sekadar minum susu. Lalu, Jimin membuat toast, pikirnya untuk Taehyung ganjal perut sebelum makan siang.

Setelah semua siap, Jimin memasukkan bekal makanan itu ke koper jinjingnya. Sudah menjadi kebiasaan Jimin selalu membawa koper itu. Dia lalu mengeluarkan sepedanya dan mengenakan kacamata hitam. Lagi-lagi kebiasaan. Kemudian, Jimin menaruh koper itu di keranjang dan mulai menggoes sepedanya menuju kantor Taehyung.

Jarak rumah ke kantor dekat. Hanya 15 menit dengan menggunakan sepeda. Sebenarnya bisa jalan kaki namun Jimin tidak mau bekalnya lama sampai.

Jimin kemudian sampai di depan kantor Taehyung. Dia memberhentikan sepedanya kemudian Pak Satpam menghampiri.

“Mau ke siapa, Pak?”

“Saya mau bertemu Boss.”

Pak Satpam melihat Jimin dari atas hingga bawah. Jimin hari itu memakai kemeja yang dia gulung hingga sikut dan juga celemek bergambar beruang terpasang menutupi kemejanya. Tatonya mencuat dari leher dan tangannya serta kacamata hitam yang dia gunakan sangat kontras dengan celemek beruang yang dia kenakan.

“Boss?”

“Taehyung.”

“Oh .. Pak Taehyung.” Pak Satpam lalu melirik koper yang berada di keranjang sepeda. Sangat mencurigakan. Apakah ini sebuah transaksi?

“BEN!!!” Teriakan Taehyung membuat Pak Satpam dan Jimin melirik ke arahnya.

“Boss, saya antarkan bekal!” Jimin lalu membuka kopernya dan mengeluarkan bekal makan dan sarapan untuk Taehyung.

“Saya tambahkan toast tadi Boss lupa sarapan.”

“Makasih, Ben.” Taehyung mengecup pipi Jimin. Pak Satpam kaget melihatnya. “Eh, maaf, Pak. Ini suami saya.” Ucap Taehyung menjelaskan.

“Owalah, saya pikir siapa. Silakan, monggo.” Pak Satpam pun kembali ke pos meski ada sejuta pertanyaan di benaknya sekarang.

“Saya pergi.”

“Iya, Ben, makasih, ya, sudah repot antar.”

“Tidak repot. Saya mau lagi.”

“Apa, Ben?”

Jimin mengetuk bibirnya oleh telunjuknya. “Tapi di sini.”

“Ben, ini tempat umum.”

“Tidak baikkah?”

“Bukan, cuma malu—”

Taehyung baru akan menyelesaikan kalimatnya namun Jimin sudah menutup bibir Taehyung dengan bibirnya.

“Selamat bekerja, Boss.” Jimin lalu memutar sepedanya dan pergi meninggalkan Taehyung yang termenung sambil memegang bibirnya. Pak Satpam kembali kaget.


Satu hal yang Jimin sukai adalah berbelanja di pasar tradisional. Dia sudah memarkirkan sepedanya di depan pasar dan menguncinya.

“Kol 20 ribu mahal. Kalau 15 ribu saya ambil dua.” Ucap Jimin menawar harga. Dan ibu penjual pun setuju.

Kini, di tangan Jimin sudah banyak bawaan mulai dari sayur, cabai, ayam potong, tahu, dan tempe. Hari ini menunya soto ayam dan oseng sayur untuk makan malamnya bersama Taehyung.

“Boss! Boss!!” Suara itu tidak asing di telinga Jimin tapi dia memilih untuk menghiraukannya.

“Boss!!” Suara itu telah menjangkau tangan Jimin yang sedang akan meraih sepedanya. “Boss, kemana saja, Boss? Kami hilang arah tidak ada Boss. Geng Kino, Geng Kino berantakan dan hancur.”

“Jungkook.” Jimin memandang suara itu yang dia panggil Jungkook. Dari tangannya penuh tato, ada piercing di alisnya, namun wajahnya penuh luka dan memar seperti sudah berkelahi.

“Kembali Boss, kalau Boss kembali, kita bisa berjaya lagi. Kita bisa mengusai wilayah lagi.”

“Saya sudah muak.” Jawab Jimin singkat. “Ikut saya.” Titah Jimin.

Jungkook terpana dan masih tidak percaya bahwa kini dia duduk dibonceng sepeda oleh Jimin.

“Boss, kita kemana?”

Tak ada jawaban. Jimin kemudian berhenti di sebuah tempat berbentuk ruko. Jungkook mengekor dari belakang.

“Dengan Pak Jimin, ya? Sudah dimulai, Pak, bisa langsung masuk.” Ucap seorang wanita seperti resepsionis menyambut mereka. Jungkook masih celingukan.

Jimin lalu masuk ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada ibu-ibu yang siap dengan catatan dan ponselnya. Ada yang mencatat di buku, ada menuliskan di memo ponsel, ada yang merekam pula. Jimin tak kalah, dia lalu mengeluarkan catatan kecil di saku kemejanya dan mencatat yang dikatakan seseorang di depannya.

Jungkook semakin tidak habis pikir.

Ya, Jimin membawanya ke kursus memasak. Dan sekarang di hadapannya ada seorang wanita yang sedang demo cara memasak dimsum.

“Ada yang mau volunteer?”

“Saya!” Jimin mengacungkan jarinya.

Hari itu di kursus memasak peserta laki-lakinya hanya Jimin dan Jungkook. Hal tersebut menambah decak kagum dari peserta lainnya.

Jimin begitu apik dan terampil mengambil bahan satu persatu, menguleni, dan membentuknya kemudian mulai merebus satu-satu dimsumnya. Jungkook semakin tidak percaya apa yang dia lihat.

“Selesai.” Ucap Jimin.

Tepuk tangan pun Jimin dapatkan. Dimsum buatannya sudah jadi. Para peserta memakan dimsum tersebut dan memuji masakan Jimin.

“Boss, ini apa-apaan?! Celemek beruang, memasak, ke pasar, naik sepeda?? Ini apa, Boss??”

Jimin lalu menutup ceracau Jungkook dengan memasukkan dimsum ke mulutnya.

“Hm, enak.” Lalu, Jungkook buru-buru menggelengkan kepalanya. “Boss, kenapa jadi begini?!”

“Saya punya cara lain untuk melindungi wilayah saya. Dan tak akan lagi menggunakan kekerasan.”

Jimin lalu keluar menuju sepedanya kembali.

“Cari cara hidup yang baik, Jungkook.”

Jungkook lalu tertegun.

[]

➖ Dalam Keadaan Darurat Sekalipun

tags: porn with feeling; tae takes care of min; fingering; nipple plays; harsh word; fluff


Udara basah dan sisa percikan hujan menemani Jimin dan Taehyung masuk ke dalam rumahnya. Rumahnya besar dengan dua lantai dan dikelilingi pekarangan yang luas pula. Rumah itu atas nama Taehyung yang sudah Jimin siapkan sejak lama. Perabot, warna cat tembok, tata letak furniture semua Taehyung yang mengatur.

Dua tahun sebelumnya rumah ini diberikan begitu saja kepada Taehyung pasca putusnya mereka. Tak sampai hati Taehyung untuk menyewakan atau menjual rumah tersebut. Di hatinya selalu berbisik, “suatu hari dia akan menempati rumah ini, berdua bersama Jimin”, dan benar saja. Hal itu kini terjadi.

Jimin sudah duduk di atas ranjang mereka. Ranjangnya sudah dihias dengan kelopak bunga mawar. Ya, sebagaimana kamar pengantin.

“Cantik.”

“Kamarnya ya?”

“Kamu.” Ucap Jimin dengan senyuman yang membuat Taehyung salah tingkah. Dia lalu membunyikan merah di wajahnya dengan mengambil kapas dan pembersih wajah.

“Dibersihin dulu wajahnya.” Ucap Taehyung yang sekarang sedang duduk di ranjang yang sama dengan Jimin. Mereka berhadapan.

“Kok salting gitu?” Tanya Jimin. Selama Taehyung mengusap wajah Jimin dengan kapas yang telah dibasahi dengan pembersih wajah, Taehyung selalu menghindari tatapan mata Jimin. Hatinya tidak kuat.

“Cantik.” Ucap Jimin sambil memasukan sedikit rambut Taehyung ke sela telinganya.

“Min, udah ih.”

“Kenapa? Kamu memang cantik kok.”

“Aku malu.”

Jimin tertawa. Sifat malu-malu Taehyung inilah yang selalu membuat Jimin gemas.

“Aku siapin air panas dulu, kamu mandi duluan, ya.” Taehyung hendak beranjak, namun tangannya digenggam oleh Jimin.

“Kenapa ngga mandi bareng aja?” Tanya Jimin, nadanya sungguh menggoda.

“Min.”

Jimin menarik tangan Taehyung dan membawa Taehyung duduk di atas pangkuannya. Wajah mereka sangat dekat. Kedua tangan Jimin sudah berada di pinggang Taehyung.

“Mandinya nanti aja.”

Tatapan yang Jimin berikan kepada Taehyung sungguh intens. Membuat Taehyung tak berkutik. Tangan Jimin kini sudah masuk ke pakaian Taehyung. Menyingkap sedikit kemejanya dan memperlihatkan kulit punggung Taehyung.

Jimin mengusap dari pinggang ke punggung lalu turun ke perut dan kini berada di dada Taehyung. Kedua ibu jarinya sudah berada di puting Taehyung membuat Taehyung meremas bahu Jimin. Satu gerakan halus berhasil membuat Taehyung melenguh. Bagian itu titik sensitif Taehyung. Jimin tahu betul.

“Min.”

Jimin tak henti memainkan puting Taehyung membuat kepala Taehyung berakhir menunduk menempelkan keningnya di bahu Jimin.

“Ayo, Sayang. Play with me.” Bisik Jimin tepat di telinga Taehyung. Tubuh Taehyung langsung meremang. Jimin benar-benar tahu bagaimana cara “membangkitkan” Taehyung.

“Kamu mau aku kan?” Goda Jimin sambil mengecup leher Taehyung. Di bagian itu masih ada bekas luka yang pernah membuat Jimin takut setengah mati.

“Kamu capek, Min, asma kamu juga sempat kambuh, aku—”

Ucapan Taehyung terhenti ketika bibir Jimin mengecup bibirnya.

“Tadi Mbak MUA-nya bilang gini ke aku, 'Mas, lipstiknya Kang Taehyung itu tahan lho kalau dipakai ciuman', aku jadi mau ngebuktiin nih.”

“Ha? Seriusan bilang gitu?”

Jimin mengangguk. “Bahkan Mbaknya kasih lipstiknya ke aku. Dia sengaja beli untuk kamu. Khusus katanya untuk nikahan anak Pak Kades.” Jimin lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Sebuah lipstik. “Do you wanna try on me?

“Biar sama-sama terbukti aja. Di kamu dan di aku.” Tambah Jimin.

Taehyung lalu mengoles lipstik berwarna coral itu ke bibir Jimin. Kini warna bibirnya sama dengan warna bibir Jimin. Setelah itu, lipstiknya dia masukan ke saku jas Jimin kembali.

“Sudah bisa dicoba, ya.” Ucap Jimin sambil menarik pinggang Taehyung hingga hidung mereka kini sudah saling bersentuhan.

Jimin kembali menginvasi tubuh bagian atas Taehyung. Merabanya dan mengusapnya dengan lembut.

“Ayo, Tae. Tunggu apa lagi.” Jimin sudah sangat tidak sabar. Dia ingin Taehyung yang mengambil alih dirinya.

Taehyung lalu menarik dasi Jimin memangkas hingga tidak ada lagi jarak diantara mereka. Taehyung masih duduk di atas pangkuan Jimin. Kedua kakinya melingkari pinggang Jimin di atas ranjang.

Taehyung mengawali dengan melumat bibir Jimin— membuktikan apakah lipstik itu memang tahan jika digunakan untuk berciuman. Lumatan itu saling berpagut. Lidah Taehyung menguasai seluruh mulut Jimin. Tangan Taehyung mulai bermain dan memasuki area bagian atas Jimin. Sama seperti yang Jimin lakukan, Taehyung pun meraba dan memainkan puting Jimin.

“Tae, sebentar.” Jimin menarik pagutan itu, nafasnya tersengal.

“Dadanya sakit lagi, ya?”

“Ngga, nafas aku memang pendek.” Jimin butuh menghirup oksigen yang banyak untuk memulai aktivitas itu kembali.

“Yasudah yang lain dulu.”

Ucapan 'yang lain dulu' belum juga Jimin proses namun Taehyung sudah menciumi leher Jimin. Jari jemarinya begitu sigap melepas jas Jimin dan melemparnya asal ke lantai. Taehyung pun kemudian pindah menandai leher Jimin yang sebelahnya sambil membuka satu persatu kancing kemeja Jimin kemudian melepasnya dan melemparnya juga. Kini sepenuhnya bagian atas Jimin tanpa ada lagi yang menghalangi.

Taehyung mendorong tubuh Jimin sampai mentok ke sandaran ranjangnya. Mulai turun dan menandai dada Jimin secara acak. Tangannya meremas puting Jimin dengan gerakan melingkar dan sesekali menariknya. Lenguhan demi lenguhan Jimin lontarkan, Taehyung sama sekali tidak memberikan jeda.

“Aku lepas semuanya ya.”

Tipikal Taehyung. Dia selalu membuat Jimin tanpa kain sehelai pun sementara dirinya masih berpakaian utuh. Taehyung hanya akan melepaskan celana dan bagian atasnya akan tetap seperti awal. Padahal Jimin sudah berantakan dan tidak karuan akibat ulah Taehyung. Tapi Jimin suka. Suka dibuat berantakan oleh Taehyung.

Semua akhirnya Jimin lepaskan dari badan Jimin. Taehyung sekarang secara sempurna berada di atas Jimin. Siap untuk menggagahinya dan memberikan segala kenikmatan yang sedari tadi tengah dibangun oleh Taehyung.

“Buka kakinya, Min.”

Dominasi Taehyung membuat Jimin hanya bisa menurut. Taehyung memang lembut dan halus namun ketika dia memimpin permainanan, dia adalah nahkoda yang siap membawa Jimin terombang-ambing dalam segala kasih dan nafsu yang Taehyung balut jadi satu.

Taehyung membuka nakas meja samping ranjangnya. Dia mengeluarkan sebuah botol dan mengoleskan cairan itu di jarinya. Sungguh persiapan yang matang. Taehyung pasti sudah menyiapkan ini semua, entah itu dia yang akan memulai atau Jimin yang akan memulai.

“Kurang lebar, Min.”

Sesaat Jimin membuka kakinya, rasa dingin itu mulai terasa di lubangnya.

“Ah .. Tae!” Jimin mendesah. Kedua tangannya meremas bahu Taehyung. Tidak hanya sampai masuk namun Taehyung pun memainkannya.

“Tae!!” Jimin mulai menggelinjang. Kakinya tidak bisa lagi diam dan membuat tubuhnya mulai mengkerut.

“Ini baru satu, Min.”

“Sebentar, Tae, aku—”

Taehyung benar-benar tidak lagi memberi Jimin ampun, dia terus memainkannya di sana. Jimin sudah tidak karuan. Kepalanya sudah penuh oleh Taehyung dan hanya Taehyung.

“Sekarang dua.”

Dan benar saja, ketika dua itu masuk Jimin sudah semakin hilang arah. Taehyung terlalu banyak mengoleskan cairan itu sehingga Jimin amat sangat basah.

“Tae, jangan ...”

“Jangan apa, Sayang?”

“Jangan berhenti!”

Taehyung pun tersenyum. Kalimat pun penanda bahwa Taehyung akan semakin membuat Jimin terus mendesahkan namanya.

“Tae .. Ah, ampun!!”

“Katanya tadi jangan berhenti.” Goda Taehyung. Jimin semakin tidak tahan. Taehyung begitu pandai memainkan jarinya di sana. Membuat beberapa kali Jimin menggelinjang dan mulai menggigiti kemeja Taehyung.

“Kamu berisik!”

Taehyung lalu melumat bibir Jimin kembali sementara kini tiga jarinya sudah di bawah sana. Bagaimana Jimin bisa bertahan dengan semua ini? Atas dan bawahnya benar-benar diinvasi. Dan Taehyung handal dalam multi tasking seperti ini.

“Min, Sayang.”

Taehyung melepas pagutan itu. Membuat Jimin terengah-engah. Badannya sudah penuh dengan keringat.

“Kamu masih kuat berdiri?”

Jimin tidak menjawab. Dia hanya memandang Taehyung yang berada di atasnya.

“Aku mau masuk tapi sambil peluk kamu dari belakang. Berdiri.”

Kalimat itu tidak bernada pertanyaan. Itu perintah. Jimin bahkan sudah banyak kehilangan energi. Dia ikut ketika Taehyung menariknya.

“Kamu injak kaki aku saja. Bertumpu di aku.” Bisik Taehyung di telinga Jimin. Kini mereka tengah berdiri dengan Taehyung mendekap Jimin dari belakang. Satu tangannya melingkar di bahu Jimin sementara satu tangannya lagi menahan ke dinding. Jimin pun turut meletakkan tangan di sana— bertautan dengan tangan Taehyung.

“Aku mulai ya.”

Entah sejak kapan Taehyung melepaskan celananya dan mulai memakai pengaman. Jimin tidak lihat. Yang sekarang Jimin rasakan adalah sedikit demi sedikit Taehyung memasukinya.

“Tae, pelan-pelan.” Jimin meringis. Meski sudah tiga jari sebelumnya Taehyung masukkan kesana namun lain lagi rasanya ketika 'raja'-nya masuk.

“Iya, Sayang.” Ucap Taehyung mengecup pipi Taehyung.

Sempurna. Seluruh kepunyaan Taehyung kini berada di Jimin. Tangan Jimin mulai mencengkram tangan Taehyung yang menahan di bahu Jimin. Taehyung mulai menghentakkan Jimin.

“Tae!!”

“Panggil nama aku, Min.”

“Tae .. Taehyung!!

“Terus, Min.”

“Taehyung, Ah ... Shit!

Dalam agenda bercinta mereka, Jimin paling jarang cursing namun kali ini dengan gaya yang pertama kali mereka lakukan— atas ide Taehyung, Jimin sudah hilang akal.

Fuck!”

Good boy doesn't curse, Baby!

Bisikan Taehyung itu bagai magis bagi Jimin yang membawanya kian ke atas awan.

You're good boy ... I'm ..”

“Kamu apa?”

“Tae ... Fuck!! Jangan!!”

“Jangan berhenti ya?”

Taehyung semakin menghentakkan Jimin. Kaki Jimin menginjak kaki Taehyung seutuhnya. Jimin menahan gempuran itu dengan menahan tangannya ke dinding. Taehyung terus menghentak tanpa henti, menyudutkan Jimin dan semakin membuatnya mendekat ke dinding.

“Tae, udah.. Udah.” Ucap Jimin meringis.

“Sebentar lagi, Sayang.”

Jimin menggigit bibirnya. Taehyung menggempur bawahnya, bibirnya mencium leher Jimin hingga membekas biru ungu sudah tercipta di sana, dan tangannya meraba dan meremas habis putingnya. Taehyung benar-bener multi tasking.

Klimaks itu datang. Pelepasan itu akhirnya keluar. Taehyung menghentikan hentakannya. Dari selangkangan Jimin mengalir punya dirinya dan Taehyung yang sudah menjadi satu. Taehyung lalu mengusap cairan itu dengan keempat jarinya.

“Jilat ini, Sayang.”

Damn!

Lagi-lagi Taehyung melakukan sesuatu yang tak terduga. Dia melumuri itu ke bibir Jimin dan memintanya menjilatinya serta menghisap satu persatu jari Taehyung hingga bersih.

Taehyung kemudian mengecup pipi Jimin perlahan. Dia lalu menarik kepunyaannya dari Jimin dan langsung membuat Jimin terkulai. Kakinya lemas dan langsung Taehyung tahan. Taehyung lalu mengubah posisinya dan kini sudah di depan Jimin. Mereka sekarang terduduk di lantai. Taehyung menarik Jimin perlahan, mendekap tubuhnya yang tanpa busana itu.

“Makasih, ya, Sayang.” Taehyung menciumi puncak kepala Jimin dan mengusap surai hitamnya.

“Maaf bikin kamu tambah capek.”

“Ngga, Tae. Kamu ... Kamu luar biasa.”

“Aku sayang kamu. Aku cinta kamu, Min.” Taehyung menangkup pipi Jimin lalu mengecup bibirnya perlahan. “Aku mandiin, ya.”

Jimin hanya mengangguk perlahan. Dia sudah tak ada lagi tenaga lagi. Taehyung kemudian menggendong Jimin ke kamar mandi dan membaringkannya di bathtub. Air hangat mulai mengalir ke dalamnya. Sambil menunggu air penuh, Taehyung menyalakan lilin aromatherapy. Wanginya strawberry vanilla perpaduan wangi kesukaannya dan Jimin.

“Tae, kamu udah nyiapin ini semua?”

Taehyung mengangguk. Dia lalu memasukkan bath bomb wangi strawberry.

“Aku ingin kamu nyaman.” Ucapnya perlahan sambil mengelus pipi Jimin.

Manis. Sangat manis. Jimin benar-benar merasakan indahnya disayang seseorang begitu dalam seperti ini. Oleh Taehyung, orang yang paling dia cintai.

Taehyung lalu membuka atasannya. Dia melepaskan semua pakaian di tubuhnya dan mulai masuk ke bathtub.

“Tahu ngga asalnya ini kecil dan hanya muat satu orang terus aku ganti deh biar jadi muat berdua.” Ucap Taehyung.

Jimin memang terlampau sibuk dan terkadang lupa hal detail. Tidak seperti Taehyung, dia benar-benar mempersiapkan semuanya dengan matang.

“Makasih, ya, Tae.”

Taehyung pun tersenyum sambil memainkan busa-busa di bathtub-nya.

“Jimin katanya mau cerita.” Ucap Taehyung sambil menatap ke arah suaminya itu.

“Maaf ya aku telat di pernikahan kita. Saat operasi itu ada kendala, aku ngga sadar ternyata molor 4 jam. Untungnya semua berhasil tertangani. Aku cepat-cepat menemui Pak Choi di basement setelah selesai semua. Aku capek banget, Tae, aku ketiduran dan pas bangun, mobil berhenti karena kehalang longsor. Aku lupa banget ngga isi daya ponsel, yang ada di pikiran aku saat itu adalah bagaimana aku bisa cepat sampai ke kamu. Makanya aku keluar dari mobil dan cari pertolongan atau kendaraan lain yang bisa bawa aku kesana. Dan aku tinggalin ponsel aku di mobil.” Jelas Jimin.

Taehyung menatap Jimin dengan lekat lalu mengusap pipi Jimin yang berusaha menceritakan kembali cerita di mana dirinya melawan badai hanya untuk sampai ke tempat pernikahannya.

“Setelah aku jalan lumayan jauh, aku ketemu sama Ojek. Katanya dia pernah jadi pasien aku saat di Inha dan menawarkan tumpangan. Dia ngga mau aku bayar dan ngucapin selamat menikah sama aku. Namanya Pak Hasan.”

“Ah, Pak Hasan, aku tahu rumahnya, nanti aku ke rumahnya mau ngucapin makasih karena sudah mengantar kamu dengan selamat.” Ucap Taehyung. “Kamu itu orang baik makanya ada orang baik pula yang menolong kamu, Min.”

Jimin lalu tersenyum. “Udah, yuk, Tae.”

Mereka lalu membersihkan diri mereka bersama-sama. Saling mengeringkan dengan handuk. Menyalakan hair dryer dan saling menyisir serta merapikan rambut satu sama lain.

“Baju piyamanya couple.” Ucap Taehyung. Baju piyama mereka kotak-kotak berwarna abu-abu dan hitam.

“Iya kan aku yang pilihin.”

“Aku ke bawah dulu ya, bikin minuman anget buat kamu.”

“Buat kita, Tae.”

“Iya, Sayang, sebentar ya.”

Taehyung lalu keluar kamar dan menuruni tangga. Di ruang tengah masih banyak tumpukan kado yang belum Taehyung dan Jimin buka. Mungkin besok baru mulai mereka buka. Taehyung lalu terhenti melihat dinding kosong di tengah rumah. Dulu, setiap Taehyung kesini, dia selalu terhenti melihat dinding itu. Dia selalu berandai-andai bahwa nanti akan ada foto pernikahan dirinya dan Jimin terpasang di sana. Kini dia tersenyum, besok foto itu akan terpasang di sana.

Setelah meminum teh hangat yang dibuat oleh Taehyung, mereka kemudian berbaring di ranjang. Baju-baju yang terlempar begitu saja saat mereka bercinta sudah dimasukkan ke keranjang baju kotor.

“Tae, akhirnya kita nikah juga, ya.” Ucap Jimin sambil mengelus surai hitam Taehyung.

“Iya, yang aku impikan terwujud juga.”

“Sama.”

“Cinta banget sama Jimin.”

“Cinta banget juga sama Taehyung.”

“Harusnya di ikrar nikah kita ngga cuma 'dalam suka maupun duka', tapi 'dalam keadaan darurat maupun keadaan tidak darurat', hehe.” Ucap Taehyung yang mengundang tawa bagi Jimin.

“Lucu ya kita. Pertama ketemu di IGD, udah ngga ketemu sekian lama eh ketemunya di IGD lagi, bahkan kita pernah masuk IGD bareng-bareng.”

“Iya, aku juga jatuh cinta pertama kali ke kamu pas di IGD.”

“Sama, aku juga.”

“Kamu kapan deh mulai jatuh cinta sama aku?”

“Hm, pas kamu takut disuntik terus pegang tangan aku, nangis dan ingusnya kena jas dokter aku.”

“Ih... Malu kalau inget itu.” Taehyung menutup mukanya dan bersembunyi di dada Jimin. “Aku lagi jelek banget saat itu kok malah jatuh cinta?”

“Kamu kapan jelek sih? Lagi nangis kejer pun kamu itu tetap cantik.”

“Jimin gombal.”

“Serius, Sayang. You're the most handsome and prettiest person that I've ever met. Makasih ya udah mau kembali ke aku dan mau nikah sama aku.”

Taehyung lalu mendekap tubuh Jimin. Mereka berjanji akan selalu bersama dalam suka maupun duka, dalam sakit maupun sehat, dan dalam keadaan darurat sekalipun.

[]

➖ Akhirnya.

“Tae, maaf.”

Kata itu yang diucapkan Jimin pertama kali setelah mereka duduk bersama di sebuah ruangan yang disulap menjadi ruang rias di Gedung Balai Desa Inha. Ya, balai desa itu adalah tempat resepsi pernikahan mereka.

Di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Ayah Jimin menyarankan mereka untuk berbicara dahulu sebelum resepsi akan dimulai. Barangkali butuh ruang untuk saling menenangkan setelah terjadinya “drama” sebelum pernikahan.

“Setelah ikrar nikah kita, kamu cium aku dan rasanya itu ... Maaf, Tae, maaf.”

Ada jeda dalam ucapan Jimin. Memang ciuman yang Taehyung berikan setelah ikrar yang mereka ucapkan, terasa sedih, bahagia, lega, namun juga penuh rindu dan kecemasan. Dari Jimin berjalan menuju tempat Taehyung berdiri menunggunya untuk mengucap ikrar itu, Taehyung sudah seperti menahan matanya agar tak lagi menangis. Hingga puncaknya dia salurkan pada ciuman itu. Sejuta maaf rasanya ingin sekali Jimin sampaikan padanya.

“Tae, maaf.”

“Min, kamu istirahat dulu. Meskipun kamu tertutupi riasan tapi kelihatan kamu capek banget.” Ucap Taehyung. Akhirnya dia membuka suara meski nadanya bergetar.

“Kita harus resepsi, banyak tamu yang menunggu kita.” Jawab Jimin sambil menyentuh pipi Taehyung. “Kita sudah nikah lho sekarang.” Jimin lalu menunjukkan cincin di jari manisnya kehadapan Taehyung.

Taehyung melihat itu tersenyum kecil. Bibirnya masih digigit. Dia masih menahan air matanya.

“Hm ... Sini peluk dulu.”

Dan ketika Jimin memeluk Taehyung, tangisan itu tak dapat lagi Taehyung tahan. Dia menangis sejadinya.

“Makasih ... Makasih, Min, udah datang.” Ditengah isakan itu, Taehyung mengucapkannya. Jimin mengusap punggung Taehyung, mencoba menenangkannya.

“Kamu hebat tadi pas ikrar, ngga bergetar sedikitpun, sedangkan aku tadi hampir jeda karena deg-degan banget.” Ucap Jimin, ada nada becanda yang dia sisipkan, semoga bisa lebih menenangkan Taehyung.

Taehyung lalu melepaskan diri dari pelukan itu. Menatap Jimin dengan bibirnya yang dia majukan.

“Aku tuh nahan nangis, aku ngga mau kalau aku ga bener ucapin ikrarnya.”

“Iya, makanya kamu hebat.” Ucap Jimin sambil mengusap kepala Taehyung. “Banyak yang mau aku ceritakan, nanti ya setelah resepsi.” Tambah Jimin yang kini sedang menangkup kedua pipi Taehyung.

“Aku mau dengar ceritanya.” Jawab Taehyung. “Nanti pulang ke rumah kita kan?”

“Iya, Sayang, kita pulang ke rumah kita.”

Jimin lalu menutup percakapan itu dengan mencium bibir Taehyung dengan lembut. Resah itu kini perlahan hilang, tergantikan oleh kelegaan hati. Akhirnya. Akhirnya.


Resepsi akan segera dimulai. Dengan sedikit touch up riasan, Jimin dan Taehyung kini sudah duduk di pelaminan menyambut para tamu yang hadir. Acaranya jelas sangat meriah. Maklum ini hajatnya Kepala Desa Inha. Apalagi ini anak satu-satunya.

Balai Desa Inha ini hanya dijadikan sebagai tempat resepsi. Untuk ikrar pernikahan, karena ingin suasana sakral dan suci lebih terasa maka diadakan di tempat lain dan hanya mengundang keluarga, kerabat, dan orang terdekat. Sementara untuk resepsi, tampaknya satu desa diundang bahkan kolega-kolega Pak Kades yang dari desa sebelah pun turut hadir.

“Kamu tahu ngga pas tadi lagi nunggu kamu, Yoongi beneran ambil alih jadi MC dan muterin lagu Mari Bercinta.” Bisik Taehyung.

“Seriusan?” Jimin langsung mendelik ke arah Yoongi yang dari tadi melambaikan tangan ke arah Jimin. Senyuman Yoongi sangat lebar meski terlihat matanya sedikit sembab.

Mama Jimin yang duduk di samping mereka melihat Jimin seakan berkata, “Kamu itu ya, bikin panik semua orang”, yang ditepuk-tepuk bahunya oleh Ayah Jimin. Menenangkan isterinya yang pasti sudah siap mengomeli Jimin yang telat 30 menit dari waktu ikrar pernikahan yang sudah direncanakan.

Sementara di sisi sebelahnya, ada Bapak Kades yang sangat lekat menatap Jimin, mungkin akhirnya tercapai juga calon mantu kesayangan ini menjadi benar-benar mantu kesayangan. Kalau Mama Taehyung kompleks ekspresinya, mungkin bisa jadi gemas seperti Mama Jimin.

Satu persatu tamu pun mulai menyalami mereka. Rata-rata tidak Jimin kenal, Taehyung pun hanya kenal sebagian. Ya, kalau pernikahan memang lebih banyak kolega dan sahabat orang tua yang datang.

Tiba saatnya Powerpuff Men naik menyalami mempelai. Yoongi sudah berair matanya.

“Jimin, anjir lo benar-benar ya. Gue sampe jadi MC dadakan, gilak lo!!”

Kalimat itu yang Yoongi ucapkan ketika berhadapan dengan Jimin.

“Lo ngga mau meluk gue dan kasih selamat?” Goda Jimin.

Langsung saja Yoongi menghamburkan badannya dan memeluk Jimin. Hal itu sontak mendapat tawa dari Namjoon, Hoseok, dan Taehyung. Sementara Jungkook hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Ayang, selamat akhirnya nikah juga. Udah ya, dramanya. Sumpah gue capek banget, Jim. Gilak lo mau ngalahin episode Ikatan Cinta apa?!” Ucap Yoongi sambil menyeka air matanya.

“Taehyung, maaf banget ini gue meluk Jimin. Sebelum sama lo, Jimin ini ayang gue dan selamanya begitu.” Tambah Yoongi. Taehyung hanya tersenyum mendengarnya. Sudah jadi hal lumrah persahabatan Jimin dan Yoongi seperti itu tapi selalu dalam batas wajar bagi keduanya.

“Yoongi.” Jungkook dengan singkat, padat, dan jelas mencoba menghentikan “keanehan” Yoongi.

“Selamat ya Jimin dan Taehyung. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian.” Ucap Jungkook.

“Makasih, ya, Kook, sudah bawa Pak Choi dengan selamat dan juga maaf sudah ngerepotin.” Ucap Jimin.

“Sama-sama. Ngga repot kok.”

“Iya, dong, kan udah jadi tugas lakik gue menyelamatkan warga Inha.”

Sebelum Yoongi kembali membuat ulah, Jungkook membawa Yoongi turun karena antrean tamu masih panjang.

“Pateh, selamat ya. Duh.. Akhirnya, bener-bener akhirnya!” Ucap Hoseok yang langsung memeluk erat Taehyung.

“Iya, Paseok, makasih banyak ya udah menemani kegalauan aku, maaf aku kadang rewel dan bikin kesel.”

“Ngga apa-apa, Pateh. Sekarang jangan galau lagi, ya, kan udah beneran memiliki Jimin seutuhnya.” Tawa menghiasi percakapan itu. “Jimin, dijaga ya, Patehnya. Jangan dibuat galau terus.”

“Iya, Hoseok, makasih ya udah mau menampung kegalauannya Taehyung.” Jawab Jimin yang mendapat sikutan kecil dari Taehyung.

“Om Tete dan Om Mimi, celamat menikaaahhh!” Ucap Kinan yang sedang digendong Namjoon.

“Ahhh gemasnya, makasih ya, Kinan kesayangannya Om Tete.” Ucap Taehyung sambil mencubit kecil pipi Kinan.

“Iya cama-cama, Om.” Jawab Kinan.

“Bro, selamat ya. Gue beneran mau kasih selamat. Selamat menikah, selamat karena akhirnya lo mampu untuk berjuang. Berjuang buat sembuh, bangkit, dan ngejar cinta serta cita lo. Bahagia ya, Jim. Taehyung itu emang bener-bener ditakdirkan buat lo. Mau sekuat apapun rintangannya, kalau memang buat lo, dia akan selalu kembali buat lo.” Namjoon pun memeluk erat Jimin.

“Makasih juga, Joon. Lo itu sahabat, teman, rekan kerja, dan dokter terbaik gue. Pokoknya lo sama Yoongi itu udah berjasa banget di hidup gue.”

“Sama-sama, bro.” Balas Namjoon. “Taehyung, finally, you get your happiness. Selamat dan makasih ya, udah sabar sama Jimin. Kalau Jimin ngeselin, galakin aja, dia kalau kamu galak pasti mikir deh, hehe.”

“Oh, siap makasih sarannya, ya.”

“Ih, Tae, jangan galakin aku.” Ucap Jimin dengan bibir pout. “Lo apaan sih penghasut. Kinan lihat ini Papanya bandel nih.”

“Apaan sih lo cepu ke anak gue.”

Setelah itu, antrean tamu lain pun berdatangan. Jihyo dan suaminya, Joshua dan Seokmin, Joy dan Seulgi, serta orang tua siswa alumni TK Inha tempat Taehyung mengajar sebelumnya. Seokjin dan Irene, duet maut IGD Inha pun turut menyalami. Keluarga RS Inha mulai dari Pak Endang, dr. Kim, Yerim, dan para dokter serta suster lainnya turut datang. Namun ada satu yang menelisik keingintahuan Jimin ketika melihat Wendy bersama Mingyu. Oh, iya, setelah ikrar pernikahan, Taehyung melempar bunga dan Wendy-lah yang mendapatkannya. Apakah itu sebuah pertanda?

“Suswen itu—”

“Iya.” Jawab Taehyung cepat.

“Aku bahkan belum selesai ngomong.”

“Aku udah tahu kalau kamu akan bertanya kearah sana.”

“Oh, yaudah syukur deh.”

“Nanti kamu bakal saudaraan sama Mingyu lho.”

“Ya, ga apa-apa nanti dokter bedah duet bareng dokter gigi.”

“Duet ngapain?”

“Bedah gigi, haha.” Tawa Jimin. Sebenarnya itu tidak lucu tapi Taehyung tetap tertawa, demi memberikan dukungan moral kepada Jimin.

Obrolan itu lalu terhenti ketika sekelompok orang dengan pakaian batik berjajar rapi membentuk barisan. Dari barisan itu, dua orang berjalan kedepan.

“Semuanya, mari ucapkan selamat!” Ucap satu orang memberikan komando.

“KAMI DARI GENG WASTA DAN GENG BODAR MENGUCAPKAN SELAMAT MENIKAH KEPADA DOKTER JIMIN DAN ADEN TAEHYUNG! SEMOGA MENJADI KELUARGA YANG BERBAHAGIA!” Ucap mereka serempak. Hal itu membuat kaget dan juga decak tawa dari tamu lainnya.

“Tuh anak buah kamu datang.” Goda Taehyung.

Mereka lalu dengan rapi menyalami Jimin dan Taehyung.

“Dokter Jimin, kami membawakan hadiah pernikahan. Maaf ya, kalau tidak banyak dan seadanya.” Ucap Ketua Geng Bodar mewakili.

Yang dimaksud tidak banyak dan seadanya itu, Jimin lihat di meja tamu depan sudah sangat penuh dengan kado. Benar kata Yoongi, dulu waktu Jimin sakit, kedua geng ini membawa banyak bingkisan seperti seserahan apalagi sekarang saat benar-benar mereka datang ke pernikahan Jimin, maka lebih-lebih yang akan Jimin dapatkan.

Tak terasa waktu sudah mulai menjelang malam. Resepsi itu sudah selesai. Rasanya Jimin ingin segera membaringkan diri ke kasur. Dua puluh dua jam dia di ruang operasi lalu menempuh perjalanan 5 jam dengan medan trayek yang membuatnya hampir gagal ke tempat pernikahan serta didera asma yang sempat kambuh, benar-benar sudah mencapai batas bagi Jimin.

Taehyung menyadari hal itu. Dia lalu izin untuk pulang ke rumahnya. Ya, rumah mereka berdua yang dua tahun lalu diberikan Jimin untuk Taehyung. Acara selanjutnya sebenarnya adalah pagelaran wayang golek yang menjadi ciri khas di sana, namun Pak Kades memperbolehkan mereka pulang. Tak apa mempelai tidak hadir, acara hiburan itu sebenarnya untuk warga. Lagipula Jimin sudah didera lelah, tak ingin jika mantu kesayangannya malah tambah sakit karena kelelahan.

“Tae, ini kita ga apa-apa pulang begini?” Ucap Jimin di mobil yang kini sedang membawanya pulang ke rumah mereka.

“Ngga apa-apa, acara itu untuk hiburan warga aja, Min. Lagipula kamu capek, warga pun maklum kan udah lihat beritanya juga.”

“Berita apa?”

“Berita suksesnya operasi pemisahan bayi kembar siam. Di sana ada nama kamu bahkan foto kamu juga ada.”

“Seriusan, Tae?” Jimin kaget bukan main. Dia tahu kalau operasi itu memang menyita perhatian banyak orang tapi mengetahui namanya disebut bahkan fotonya terpampang, tak pernah Jimin bayangkan.

“Tenang, mereka ngga menyebutkan apa-apa selain operasi dan dokternya kok.” Jawab Taehyung. Dia paham jika Jimin tidak suka jika dirinya disorot, diketahui banyak orang, dielu-elukan oleh orang lain.

Sebelah tangan Taehyung lalu menggenggam tangan Jimin dan membawanya bersandar di dadanya. Sebelahnya lagi mengusap kepala Jimin perlahan.

“Suami aku hebat. Dokter yang hebat. Makasih ya sudah bekerja keras hari ini. Makasih sudah menyelamatkan nyawa kedua bayi itu. Makasih juga sudah menepati janji untuk datang. Dan makasih sudah menjadi suami aku.”

Ucapan Taehyung barusan sangat lembut terasa di dada Jimin. Dia terharu dan matanya mulai berkaca-kaca. Dia lalu mendekap pinggang Taehyung.

“Makasih, Sayang. Makasih juga.”

Pak Choi yang berada di kemudi depan tersenyum menatap kedua insan itu dari kaca spion depan. Akhirnya. Satu kata itu selalu diucapkan oleh semua yang mengetahui kisah kasih Taehyung dan Jimin.

Akhirnya.

[]

Emergency Couple

Ambulan yang membawa Taehyung sudah tiba di IGD RS Andani. Baju Jimin sudah penuh dengan darah. Dia menekan luka di leher Taehyung untuk mencegah pendarahan semakin banyak. Beberapa kali Jimin memanggil Taehyung— menjaga agar Taehyung tetap tersadar. Taehyung menggenggam erat baju Jimin. Takut dan nyeri di lehernya menjadi satu.

“Min, aku ngga mau disuntik.” Ucap Taehyung setelah dipindahkan ke ranjang IGD.

“Tae, itu ngga penting sekarang!” Jawab Jimin. Jelas dia sangat panik. Namun bisa-bisanya Taehyung malah lebih takut akan disuntik sementara mungkin kini nyawanya sedang berada di ujung tanduk.

Suster dan dokter jaga IGD sudah menghampiri Taehyung dan mulai bersiap namun Jimin segera mengambil alih.

“Biar saya saja.” Ucap Jimin.

“Dok, tapi—”

“Siapkan prosedur hemostatis.” Ucap Jimin kepada dokter jaga itu.

(Hemostatis adalah prosedur untuk penghentian pendarahan akibat luka dan robeknya pembuluh darah)

“Min, mau kemana?” Ucap Taehyung menarik perlahan baju Jimin.

“Aku ngga akan kemana-mana, aku mau siap-siap dulu.” Ucap Jimin. Dia berusaha mengatur nafas dan tenang meski sebenarnya dadanya sakit melihat Taehyung luka seperti ini.

Jimin sudah mengenakan gown surgical dan alat pelindung diri lainnya sementara Taehyung didudukan untuk mulai melakukan prosedur tersebut.

(Gown surgical = baju bedah, pakaian steril bisa digunakan untuk tindakan bedah minor (kecil) atau bedah mayor (besar))

“Min, aku ngga mau disuntik.” Taehyung sudah mulai merengek namun Jimin mengindahkan hal itu. Suntikan diberikan dari arah belakang sehingga tidak terlihat oleh Taehyung. Rasa sakit disuntikan anestesi lokal pun tidak Taehyung rasa karena lebih sakit luka dilehernya.

(Anestesi = suatu prosedur untuk menghilangkan rasa sakit/ baal)

“Min.”

“Tae, bisa diem dulu ya?”

Taehyung melihat Jimin dengan seksama. Tangannya cekatan menghentikan pendarahan di lehernya. Setelah pendarahan tertangani, Jimin mulai menjahit luka Taehyung sedikit demi sedikit. Sementara suster di sana memberikan asistensi alat-alat yang Jimin perlukan.

“Min, kamu ganteng ya, kalau pakai masker begini. Tapi lebih ganteng lagi kalau dilepas maskernya sih.” Ucap Taehyung yang membuat suster serta dokter jaga IGD yang berdiri di belakang Jimin tersenyum.

Jimin lalu terhenti. “Tae, kamu paham ngga sekarang kamu lagi apa?”

Taehyung mengangguk. “Aku cuma ngga mau kamu panik, Min, aku ngga apa-apa kok. Kan ngga disuntik juga.”

Jimin tidak menjawab. Dia melanjutkan hecting luka Taehyung. Setelah semua selesai, Jimin menempelkan plester luka di luka Taehyung. Mulai melepas masker dan sarung tangannya.

“Min, kamu pucat banget. Aku ngga apa-apa, ini udah kamu rawat kan?” Taehyung mengusap pipi Jimin perlahan.

“Dua mili, Tae.”

“Gimana?”

“Kalau lukanya lebih dalam 2 mili, aku .. Aku ngga tahu harus gimana.” Air mata yang sedari Jimin tahan pun akhirnya mulai keluar. Tangannya sedari tadi gemetar hebat. Di hadapannya adalah seseorang yang dicintai sepenuh hati. Penuh darah sebelumnya dan sekarang sudah dia jahit lukanya. Pemandangan ini tidak pernah Jimin bayangkan sebelumnya.

“Tapi aku ngga apa-apa, Min, kan ada kamu.”

“Tae, udah, ya. Aku mohon. Aku takut.” Jimin menggenggam tangan Taehyung dan mengecupnya perlahan.

Jimin mulai memegangi dadanya yang sedari tadi sudah terasa sakit dan sesak namun dia tahan karena harus segera membawa Taehyung dan merawat lukanya. Dia tidak boleh sakit dan panik, dia harus menolong Taehyung. Dan ketika Taehyung sudah terawat lukanya, sisa panik itu masih ada dan menyesakkan dadanya.

“Min, aku ngga apa-apa. Maaf, Min, dada kamu sakit ya?”

“Jim, ikut gue.” Joshua tetiba masuk bilik rawat Taehyung dan menarik Jimin.

“Joshua, Jimin—”

“Mas, di sini dulu.” Taehyung hendak bangkit melihat Jimin dibawa Joshua namun dia ditahan oleh suster dan dokter jaga.

Setelah keluar dari bilik rawat Taehyung, Joshua membawa Jimin ke bilik rawat di depannya. Di sana sudah disiapkan nebulizer.

(Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk memasukkan obat dalam bentuk uap untuk dihirup ke dalam paru-paru)

“Josh, gue harus rawat Taehyung.”

“Diem. Pake ini!”

Joshua membaringkan Jimin dan mengenakan selang masker yang menutupi hidung dan mulut Jimin.

“Dada lo sakit, asma lo kambuh, bahkan saat lo hecting Taehyung barusan, tangan lo gemetar dan dada lo udah sakit. Kenapa ngga biarin dokter jaga aja yang rawat Taehyung?” Ucap Joshua dengan nada kesal dan khawatir. “Lo ngga akan bisa jawab makanya gue mau ngomel sekarang.”

Joshua lalu duduk di ranjang Jimin. “Gue udah diamanatin sama Namjoon jadi lo sekarang tenang dulu, nafas dulu, sampai obatnya ini semua bisa lo hirup. Setelah itu lo baru boleh balik ke Taehyung.”

Jimin hanya bisa diam sekarang. Dia adalah seorang dokter bedah. Bertemu dengan pasien yang terluka atau pasien dengan beraneka penyakit sudah menjadi keseharian baginya. Namun lain halnya jika pasiennya itu adalah orang terkasihnya sendiri.

“Lo berdua emang emergency couple banget, ya.” Ucap Joshua.

[]