➖ Berdua
“Selamat datang, Boss!” Ucap Jimin setengah berteriak membuat Taehyung kaget ketika masuk ke rumahnya.
“Sini, Boss, saya bawakan tasnya.” Jimin lalu mengambil tas Taehyung dan segera menyimpannya di ruang kerjanya. Tentu saja Taehyung terheran-heran melihatnya.
Taehyung kemudian duduk di sofa ruang TV. Dia meregangkan kepala dan pundaknya yang kaku karena seharian ini duduk berjam-jam di depan komputer.
“Boss, ini sudah saya buatkan teh chamomile katanya bagus untuk meredakan stres dan kelelahan.”
“Oh, iya, makasih.”
“Boss, mau saya pijitkan?”
“Hah?”
Jimin memang selalu memperlakukan Taehyung dengan baik dan juga sering memanjakannya tapi hari ini sedikit aneh karena kondisinya mereka masih marahan. Ya, Taehyung sih yang masih marah (baca: kesal).
Taehyung belum mengiyakan tapi Jimin sudah memijat bahunya. Pijatannya enak. Rasanya berhasil membuat lelah yang Taehyung bawa tadi, hilang seketika.
“Kamu kenapa?” Tanya Taehyung setelah meminum teh buatan Jimin.
“Saya kenapa, Boss?” Jimin malah bertanya balik.
“Hm, nggak jadi.”
Pijatan itu selesai dan Jimin meminta izin untuk menyiapkan air hangat untuk Taehyung mandi. Ya, memang kadang selalu begitu, tapi hari ini aneh saja.
“Boss, air hangatnya sudah siap.” Ucap Jimin. “Kalau saya mandikan mau?”
“Uhuk .. Uhuk ..” Taehyung baru saja menyesap teh-nya lagi namun tetiba tersedak mendengar ucapan Jimin barusan.
“Boss, kenapa? Panas, ya, itu teh-nya?” Jimin langsung duduk di samping Taehyung. Menepuk-nepuk pundak Taehyung dengan perlahan.
“Kamu itu kenapa?” Taehyung bertanya lagi.
“Saya ngga kenapa-napa.”
“Kenapa tiba-tiba mau mandiin aku?”
“Tidak boleh?”
Taehyung lalu tertegun. Ya boleh sih, boleh banget— tapi aneh aja.
“Terserah.”
Baik. Jawaban diplomatis barusan, Jimin anggap sebagai 'izin' untuk memandikan Taehyung hari ini.
“Dibukanya mau di sini atau di kamar mandi?”
Wajah Taehyung tiba-tiba mulai memerah. Dia memalingkan wajahnya. “Ya, aku bilang terserah, artinya terserah kamu.”
Jimin tidak menjawab. Dia lalu meraih tangan Taehyung, memegang, dan membawanya ke kamar mandi. Dia kemudian menutup pintu, memangkas jarak antara dirinya dan Taehyung. Jimin menyudutkan Taehyung, menatap Taehyung dengan lekat, hingga membuat Taehyung salah tingkah.
“Kenapa, Boss? Ini kan bukan pertama kalinya?”
Iya memang. Betul sekali. Tapi, ya, aneh aja.
Jimin mulai membuka kancing kemeja batik yang Taehyung kenakan. Perlahan. Satu persatu. Membuat Taehyung beberapa kali menahan nafas. Ini bisa lebih cepat ngga sih bukanya?
Lepas kemeja, lanjut Jimin membuka sabuk di celana Taehyung. Entah disengaja atau tidak, Jimin menyenggol milik Taehyung.
“Ben!” Taehyung kaget.
“Hm?” Jimin memasang wajah innocent-nya pada Taehyung. Wajah seperti anak kucing yang menggemaskan.
Runtuh. Pertahanan Taehyung runtuh seketika.
“Boss, belum diapa-apakan kok sudah berdiri?”
Sialan! Park Jimin, sialan!
“Apa sih?!” Taehyung mendorong tubuh Jimin dan mulai masuk ke bathtub yang sudah diisi air hangat dan diberi bath bomb wangi strawberry oleh Jimin.
“Becanda.” Jawab Jimin dengan nada yang datar.
Be-can-da. Fine.
“Boss, saya gosok, ya, punggungnya.”
Lagi-lagi belum diiyakan tapi Jimin sudah membalikkan badan Taehyung. Dia menggosok punggung Taehyung dengan perlahan. Lalu ke pundak dan beralih ke tangannya.
“Bawahnya nanti saja, ya, sambil dibilas.”
Terserah! Terserah!
Setelah cukup memporak-porandakan pertahanan Taehyung, mereka kini saling berhadapan. Jimin sudah siap dengan shower di tangannya.
“Harusnya tadi keramas dulu.” Ucap Jimin.
Taehyung tidak peduli. Mau berendam dulu, keramas dulu, Taehyung sudah kalah. Dia sudah pasrah.
Jimin mulai membasahi rambut Taehyung, bukan dari belakang tapi dari depan. Membuat Taehyung mau tidak mau harus menatap Jimin—yang dengan celemek beruangnya— menginvasi diri Taehyung. Maksudnya memandikannya.
Semua selesai, from head to toe sudah bersih. Jimin kemudian mengenakan bathrobe pada Taehyung.
“Eh, mau apa?”
Telat. Jimin sudah menggendong Taehyung ala bridal. Dan kini telah mendudukkan Taehyung di ranjangnya.
“Pakai piyama ini, ya?” Ucapnya sambil menunjukkan piyama berwarna merah muda dengan gambar beruang di sebelah dada kirinya. Itu piyama adalah kado dari Jimin di ulang tahun Taehyung tahun lalu. Jarang Taehyung pakai karena terlalu imut menurutnya. Tapi kali ini, Taehyung hanya bisa pasrah.
Jimin mulai membuka bathrobe Taehyung perlahan. Membuat Taehyung berdiri dengan memegang pinggangnya. Tidak tiba-tiba namun tetap membuat Taehyung kaget.
“Angkat kakinya, Boss.” Ucap Jimin ketika akan memakaikan celana pada Taehyung. Dia menggigit bibirnya. Taehyung malu. Ya, kenapa coba harus malu?
“Eh .. Lupa.” Ucap Jimin setelah celana Taehyung terpasang dengan baik.
“Apa?”
Jimin menyemprotkan cologne wangi vanilla pada leher dan badan Taehyung.
“Kenapa yang vanilla?”
“Kan tadi mandinya sudah wangi strawberry. Gantian.”
Gantian karena strawberry adalah pilihan Taehyung dan vanilla adalah pilihan Jimin.
“Selesai.” Ucap Jimin setelah serangkaian: memandikan, mengeringkan, memakaikan baju kepada Taehyung sudah dilakukan. “Sekarang, kita makan malam.”
Jimin menggenggam tangan Taehyung kembali lalu membawanya ke meja makan. Makanan semua sudah siap di meja makan. Mungkin Jimin sudah menyiapkannya sebelum Taehyung datang.
Taehyung sudah siap untuk duduk di kursinya namun tiba-tiba kursi itu malah ditempati oleh Jimin. Dia lalu menarik Taehyung dan sekarang Taehyung duduk dipangkuan Jimin.
“Makannya sambil dipangku dan saya suapin, ya?”
Keterlaluan. Ini sudah keterlaluan.
“Ben, aku bisa makan—”
“Saya hanya ingin memanjakan, Boss. Saya tidak kenapa-napa. Saya hanya kangen.” Ucap Jimin sambil memeluk pinggang Taehyung. Dada Taehyung mulai menghangat.
“Saya sudah salah dengan berkata seperti itu kepada Boss. Kita tetap ngobrol biasa, tetap kirim pesan, tapi berbeda. Rasanya tetap beda kalau saya tahu bahwa Boss masih marah.” Jimin semakin mengeratkan pelukannya, menempelkan pipinya ke punggung Taehyung.
Taehyung lalu mengusap tangan Jimin. “Ben, aku kan udah bilang kalau aku ngga bisa lama marah sama kamu.”
“Ya, tapi tetap saja, Boss, jadi dingin.”
“Maaf, ya.”
“Saya yang salah. Saya lebih baik dihukum Boss daripada Boss jadi dingin seperti ini.”
Taehyung lalu berdiri. Pelukan itu terlepas.
“Aku mau minum dulu.”
Taehyung kemudian membuka kulkas. Di sana ada botol air kemasan. Dia lalu membuka dan meminumnya. Dengan cepat seperti orang kehausan. Saat Taehyung menutup pintu kulkas dan berbalik, Jimin sudah ada di hadapannya.
“Boss, menghindar.”
“Aku cuma haus, Ben.”
“Saya harus apa agar Boss tidak marah lagi?” Terlihat Jimin mulai menekuk bibirnya.
“Ben.” Taehyung mulai menangkup kedua pipi Jimin. Dia lalu menghela nafas dalam. “Jangan pernah ragukan aku lagi. Selalu percaya sama aku. Karena cuma aku yang selalu sayang sama kamu, selalu aku yang berada di sisi kamu, selalu aku, Ben.”
“Jangan pernah percaya kalau ada orang lain bilang aku begini aku begitu, sakit hati aku ketika kamu ngga percaya sama aku, sakit hati aku kalau kamu lebih percaya omongan orang lain daripada aku. Padahal aku selalu percaya sama kamu. Aku ngga peduli omongan orang lain tentang kamu. Kenapa? Karena aku cinta sama kamu, Ben.”
“Boss.”
“Kamu cuma punya aku dan aku juga cuma punya kamu, Ben. Ingat itu, ya, Sayang.”
Jimin lalu mengangguk perlahan.
“Maaf, Boss, maaf. Saya ngga akan pernah meragukan Boss lagi, saya akan selalu percaya kepada Boss.”
Taehyung lalu menarik tubuh Jimin dan memeluknya dengan erat.
“Iya, Sayang, maafin aku juga, ya. Aku udah ngga marah lagi. Udah ngga akan dingin lagi.”
“Terima kasih.”
Taehyung kemudian melepaskan pelukan itu. Mereka lalu saling menatap.
“Sekarang aku mau hukum kamu.”
“Kenapa? Katanya barusan sudah tidak marah?” Ucap Jimin dengan bibir pout-nya.
“Kamu harus dihukum karena udah godain aku!”
Taehyung menarik pinggang Jimin. “Habis, ya, kamu malam ini!” Ucap Taehyung.
Ya, sepertinya mereka lupa untuk makan malam, mungkin saling memakan satu sama lain. Sampai pagi menjelang. Berdua.
[]