➖ Sakitmu, Sakitku
⚠️ non-explicit sexual violence ⚠️ mention intention to death ⚠️ panic attack
Taehyung benar-benar memangkas waktu 5 jam Inha – Andani menjadi 3 jam saja hanya untuk segera sampai ke Apartemen Jimin. Jangan ditanya bagaimana dia menyetir saat itu. Di pikirannya hanya ada bagaimana dia bisa sampai dengan cepat kesana. Jimin membutuhkannya.
Setelah tiba di unit Jimin, pintu dibukakan oleh Joshua, rekan seangkatan Jimin di bedah anak. Saat Taehyung melihat Jimin di kamarnya, Jimin dalam keadaan tidak bisa dibilang baik-baik saja. Suhu tubuhnya sudah lebih dari 39 Celsius. Di hidungnya dipasang selang oksigen, nafasnya naik turun berat, dengan tubuh yang berkeringat.
Taehyung menggenggam tangan Jimin, menyentuh keningnya yang panas, dia mulai mencari handuk dan mengelap keringat Jimin. Sangat telaten, sangat tahu, sangat terbiasa harus bagaimana ketika Jimin sedang begitu. Joshua memerhatikan apa yang Taehyung lakukan dengan seksama.
Joshua kemudian pamit kepada Taehyung. Dia harus dinas. Delapan jam dari sekarang, dia akan kembali ke Apartemen Jimin. Joshua juga berpesan jika Jimin masih belum membaik, mungkin langsung saja dibawa ke IGD RS Andani. Taehyung mengangguk paham.
Kini, tinggallah mereka berdua. Taehyung lelah menempuh perjalanan yang jauh dengan trayek yang bisa dibilang tidak mudah, belum lagi beberapa hari terakhir dia nyaris tidak bisa tidur. Resah karena persoalan lemparan bunga di pernikahan Jungkook dan Yoongi serta keadaan Jimin yang kembali sakit. Semua memenuhi pikiran Taehyung saat ini. Tangannya gemetar, badannya pun sudah mulai menghangat, tapi Taehyung tidak menyadari hal itu. Fokusnya hanya kepada Jimin.
“Sayang, kamu udah bangun?” Tanya Taehyung ketika Jimin mulai membuka matanya.
Jimin mengusap pipi Taehyung perlahan. “Saking panasnya, aku sampai halusinasi begini.”
Taehyung membalas usapan tangan Jimin dengan menggenggamnya. “Kamu ga halusinasi, Min, ini aku.”
“Taehyung kesini?” Tanya Jimin.
“Iya, ini aku, Min.” Taehyung mulai meneteskan air matanya. Setiap Jimin sakit seperti ini, hati Taehyung sakit melihatnya. Jika bisa, dia ingin bertukar tempat dengan Jimin. Biar saja dia yang merasakan sakit itu. Jimin sudah cukup.
“Kenapa kesini?”
“Kamu sakit, Min. Aku khawatir.” Taehyung mengecup tangan Jimin lalu mengusap-usap ke pipinya. “Kamu bilang ga apa-apa, ini badan kamu panas banget.”
“Nanti juga turun kok.”
“Jangan suka ngegampangin gitu! Dada kamu pasti sakit lagi, ya? Kenapa, Min, kenapa gini lagi?” Tangisan itu kian tak terbendung.
“Tae, maaf.” Jimin mengusap pipi Taehyung yang basah. “Aku selalu buat kamu nangis.”
Taehyung lalu beralih ke sisi sebelah Jimin yang kosong. Ranjang Jimin memang luas. Muat hingga tiga orang. Taehyung langsung berbaring dan memeluk Jimin.
“Sayang, badan aku panas.”
“Dibuka ya bajunya?”
Taehyung membuka atasan Jimin dan menyisakan bagian atas tubuh Jimin yang tanpa busana. Jimin berkeringat meski suhu AC sudah diturunkan namun Jimin tetap merasa kepanasan.
“Aku harus apa, Jimin?” Taehyung bingung karena Jimin terus mengeluh panas dan sakit meski tidak tahu sakit di bagian mana. “Kita ke rumah sakit, ya?”
Jimin menolak. Dia lalu mendekap tubuh Taehyung. Dengan erat bahkan terlalu erat hingga Taehyung merasa kesakitan. Dia menggigit bibirnya, menahan segala sakitnya karena Taehyung tahu bahwa Jimin lebih sakit.
“Sakit banget, Tae.”
“Tarik nafas coba, Min. Pelan-pelan aja.”
“Tae, aku mau nikahin kamu. Aku janji akan nikahin kamu. Tapi banyak hal yang mesti aku siapkan. Ugh ... Sakit, Tae. Aku ... Aku akan nikahin kamu.”
Jimin mulai berceracau, matanya terpejam tapi dia terus berbicara. Taehyung semakin sakit dan sedih melihatnya.
“Aku ... Aku ... Sedih liat kamu selalu nangis di setiap pesta pernikahan. Kamu ... Kamu ingin hal yang sama. Aku .. Tae, Aku .. Tahu. Tapi aku ... Maaf, Tae.”
Nafas Jimin mulai tarik turun berat dan tidak beraturan. Dia terus mencengkram tubuh Taehyung dengan kuat seakan menahan semua sakit di tubuhnya namun malah justru menyakiti tubuh Taehyung. Punggung dan bahu Taehyung sudah mulai membiru. Dia meringis namun lagi-lagi dia abaikan, dia tahu bahwa Jimin lebih sakit dari ini.
“Min, aku ga apa-apa. Aku ga minta nikah sekarang-sekarang. Kalau itu mengganggu pikiran kamu, aku minta maaf. Maaf, sayang, kamu sakit gara-gara ini kah?” Taehyung menangkup wajah Jimin. Sesekali mata Jimin terbuka, matanya merah dengan wajahnya yang pucat.
“Sakit banget, Tae.” Kepala Jimin dihamburkan ke dada Taehyung. Jimin menangis sejadinya. Begitupun dengan Taehyung.
“Sebelah mana yang sakitnya, Sayang?” Tanya Taehyung.
Jimin merangkulkan tangannya ke pinggang Taehyung dengan kuat. Taehyung semakin meringis. Nafasnya ikut berat dan tubuhnya mulai menghangat. Jimin butuh release rasa sakitnya, kedua tangannya mulai naik ke dada Taehyung. Membuka kemeja Taehyung secara paksa, lalu mulai meremas dadanya, menghisapnya dengan kuat, bahkan menggigitnya.
“Min!” Taehyung tidak dapat lagi menahan sakit yang sedari tadi tidak diucapkan. Putingnya sudah berdarah karena Jimin gigiti tanpa jeda. Cara Jimin mengeluarkan rasa sakitnya tidak dia sadari telah menyakiti Taehyung.
“Sakit, Min, udah.” Taehyung beberapa kali mengeluarkan kalimat itu. Biasanya Taehyung hanya diam dan meringis sendiri setelahnya, namun ini tak bisa dia tahan lagi. Dia lelah menempuh jarak jauh, lelah fisik dan mental, ditambah dia harus menjadi 'samsak' bagi Jimin yang kesakitan. Taehyung bahkan sudah tak ada tenaga untuk menolak. Terkadang sekat antara cinta dan rasa sakit memang sangat tipis.
Hari itu rasanya panjang. Sangat panjang bagi Taehyung. Jimin telah tertidur kembali. Panas badannya sudah berangsur turun. Namun kini Taehyung berakhir dengan terduduk di lantai kamar mandi. Dia menangis, meringis kesakitan sendiri.
Taehyung mencoba berdiri namun bagian bawahnya terlalu sakit untuk melangkah. Dia melihat dirinya di cermin. Sungguh berantakan. Sudut bibirnya membiru dan menyisakan darah kering. Bahu dan leher biru dan beberapa luka lecet. Taehyung bahkan kesulitan untuk memakai kemejanya kembali karena kain kemejanya bergesekan dengan luka di putingnya.
Tak berapa lama Taehyung merasakan mual di perutnya. Dia memuntahkan semua isi perutnya yang hanya air saja. Dia bahkan lupa belum makan di hari ini. Matanya mulai merasakan panas. Dia ingin melangkahkan kakinya namun terlalu sakit. Bagian bawahnya lecet dan berdarah.
Taehyung terduduk di lantai kamar mandi kembali. Dia menangis. Entah apa yang dia tangisi. Menangisi luka dan sakit di tubuhnya, menangisi Jimin yang sakit, menangisi dirinya yang juga sama-sama sakit. Taehyung lelah sebab bukan pertama kali dia seperti ini.
Taehyung lalu buru-buru mengusap air matanya ketika terdengar suara Jimin memanggilnya. Taehyung membenarkan pakaiannya, merapikan riasan di wajahnya, seadanya. Sudah menjadi kebiasaan bahwa Jimin tidak akan pernah tahu apa yang Taehyung alami karena perlakuannya. Jimin tidak perlu tahu. Batin Taehyung.
“Iya, Sayang?” Taehyung menghampiri Jimin seperti tidak ada apa-apa. Dia lalu menempelkan pengukur suhu pada kening Jimin dan suhu tubuhnya kini sudah menurun.
“Masih sakitkah?” Tanya Taehyung.
Jimin lalu bangkit dari tidurnya, bersandar di sandaran tempat tidurnya. Dia lalu melepas selang oksigennya. Taehyung mencegah namun Jimin bilang tidak apa-apa. Kemudian Jimin memeluk Taehyung. Pelukan itu perlahan dan lembut namun entah mengapa seakan berat bagi Taehyung. Dia meringis dan mengaduh.
“Tae, kamu kenapa?” Tanya Jimin kaget. Taehyung membungkukkan tubuhnya menahan sakit sambil meremas celananya.
“Aku ga apa-apa, Min, cuma tadi licin di kamar mandi terus—”
“Bohong!”
Jimin tidak percaya. Saat Taehyung keluar dari kamar mandi, Jimin merasa aneh pada Taehyung. Cara jalannya, duduknya, bahkan ekspresinya. Jimin merasa ada yang Taehyung sembunyikan.
Jimin lalu membuka kancing meja Taehyung.
“Min—”
“Diem!”
Jimin kini melihat tubuh Taehyung. Biru, lecet, dan beberapa darah kering masih ada di sana. Jimin lalu menatap Taehyung yang menunduk sambil ikut mencengkram kemejanya yang sudah Jimin cengkram lebih dulu.
“Ga mungkin kalau jatuh di kamar mandi kayak gini, ini aku yang ngelakuinnya?”
Taehyung lalu melepaskan tangan Jimin secara kasar. Dia kemudian mengkancingkan kembali kemeja.
“Min—”
“Setiap aku sakit begini, kamu kesakitan kayak gini juga, Tae?” Mata Jimin sudah berkaca-kaca, bahkan beberapa sudah mengalir turun dari matanya.
“Min, aku bisa—”
“Selama 3 tahun kamu tahan ini dan selalu berpura-pura ngga terjadi apa-apa?”
“Min, aku mau ngomong dulu—”
“Aku jahat banget sama kamu, Tae. Aku bahkan ga hanya nyakitin hati tapi juga fisik kamu.” Jimin menyela lagi ucapan Taehyung. “Bahagiain kamu aku ga sanggup, tapi yang aku lakuin malah terus nyakitin kamu.”
Jimin menangis sejadinya. Memukul-mukul dadanya. Taehyung mencoba menghentikannya. Dia pun sama-sama menangis. Taehyung merangkul Jimin untuk menghalangi tangannya yang terus memukul dadanya.
“Aku harusnya mati aja, Tae. Aku ga pantes buat kamu. Aku bajingan!”
Jimin semakin tak bisa dihentikan. Badan Taehyung yang kesakitan, semakin sakit oleh Jimin yang menjadi tak terkendali.
“Min, berhenti, jangan bilang gitu.” Taehyung mendekap Jimin mengusap punggungnya, mencoba menenangkan Jimin.
Nafas Jimin semakin naik turun. Dia terbatuk hebat. Dadanya sakit bukan main.
“Tae ... Aku ...”
Taehyung panik. Jimin sangat sesak hingga dia merasakan lehernya seperti tercekik.
“Aku .. Ngga.. Bisa ... Na .. Fas, Tae.”
“Min, tenang, Sayang.”
Taehyung lekas memasangkan oksigen ke hidung Jimin. Namun hal itu mendapat perlawanan dari Jimin. Dia malah ingin melepaskan selang oksigennya.
“Jangan dilepas, Sayang.” Taehyung semakin menangis melihat keadaan Jimin seperti ini.
“Biar ... Biar mati .. Sekalian!”
“ANJING, JIMIN!!!”
Suara bentakan itu membuat Taehyung menoleh. Suara itu dari Yoongi yang langsung menghampiri Jimin.
“Udah gila lo bangsat bilang begitu?!”
Di belakang Yoongi, disusul Jungkook yang langsung mencoba melepaskan Taehyung dari Jimin. Taehyung sama paniknya dengan Jimin malah hampir menjadi 'samsak' lagi bagi Jimin yang terus memberontak.
Jungkook memeluk Taehyung yang menangis dengan keras. Taehyung tidak tahu apa yang Yoongi lakukan pada Jimin. Yang Taehyung tahu, Yoongi mengganti selang hidung Jimin dengan masker selang sehingga menutupi hidung dan mulut Jimin. Sisanya Taehyung tidak tahu. Tas yang Yoongi bawa berisi alat-alat yang lumayan lengkap dan dengan cepat mampu membuat Jimin terdiam dan menjadi tenang.
Yoongi mencoba mengatur ritme nafasnya.
“Lo tahu Jimin lagi kayak gini tuh jangan pergi sendiri!” Ucap Yoongi, nadanya sedikit meninggi.
“Yoongi.” Jungkook menatap Yoongi, menyuruhnya untuk tidak terlalu keras karena Taehyung masih panik.
Kaki Taehyung rasanya lemas sekali. Terlalu banyak hal yang terjadi hingga penglihatannya menjadi buram.
“Tae.. Tae..” Jungkook memanggil dan menepuk-nepuk pipinya. Taehyung sudah tidak ada lagi tenaga. Dari jauh, dia melihat Jimin terbaring dengan selang masker oksigen sebelum semua menjadi gelap dalam penglihatan Taehyung.
[]