Cloudysun

Si tutor.

Hari ini, sesuai perjanjiannya dengan pak ceye kala itu, Maura bergegas menuju lokasi yang sudah dikirimkan oleh dosennya itu.

Hari ini, dia akan bertemu orang yang akan menemaninya di 2 bulan untuk mempersiapkan lomba pertamanya.

Katanya, yang akan menjadi tutornya ini udah berpengalaman banget dalam mengikuti lomba tersebut.

Hari ini dia terpaksa naik ojol karena teman-temannya pada sibuk dan tidak ada yang bisa mengantarkan.

Entah sibuk beneran atau apa, dia pun tak tau.

Saat sampai disana, kebetulan sekali, Pak Ceye juga baru saja sampai.

“Yah, kenapa ngga bilang kalau naik ojol, biar saya bayar, kan saya yang nyuruh kamu kesini.” Ucap dosennya itu

“Ah gapapa pak, deket kok terus ada promo juga jadi aman.”

Pak Ceye hanya mengangguk sambil mengajak maura menuju kedalam cafe tempat pertemuan mereka.

“Tunggu ya, katanya dia lagi otw, kamu baca baca aja dulu gimana ketentuan lombanya, nanti orang ini yang bakal bantuin kamu pengerjaan papernya.”

Maura mengangguk tanda paham, kemudian iya mengalihkan fokusnya pada laptopnya untuk membaca ketentuan dari pihak penyelenggara acara.

“Maaf pak saya terlambat, tadi macet banget di deket lampu merah.” Suara seorang laki-laki tiba tiba muncul diantara mereka.

Maura yang notabene nya membelakangi pintu kemudian menoleh ke arah suara tersebut, ingin memastikan siapa yang akan menjadi tutornya.

“Wira?”

“Maura? Lo ngapain disini?”

“Lah kalian udah saling kenal?” Ucap pak Ceye yang terheran heran karena kedua mahasiswa nya ini menatap saling tak percaya.

About Mona

Namanya, Ramona Niara. Biasanya dipanggil Mona, merupakan Siswi SMP 127.

Mona terkenal pintar, jadi tidak heran banyak yang mau berteman dengannya. Tapi, Mona juga punya teman dekat, yaitu Putri dan Dina.

“Eh tau ngga sih, katanya nanti ada anak baru, pindahan dari Surabaya.” Ucap salah satu temannya yang bernama Putri

“Iya katanya cowo ya, semoga ganteng deh.” Saut Dina.

Mona yang ada disebelah mereka hanya tersenyum mendengar perkataan teman temannya itu.

——- Tiba saatnya murid pindahan yang menjadi omongan seluruh warga sekolah itu masuk, ternyata murid itu ditempatkan di kelas Mona.

Seluruh kelas heboh, terutama siswi perempuan, karena sesuai dengan rumor yang beredar, murid baru itu sangat tampan. Hanya orang yang gila yang mengatakan bahwa dia tidak tampan.

Syukurlah, Mona bukan salah satu orang gila tersebut karena dalam hatinya, dia pun mengelu-elukan lelaki yang sekarang sedang berdiri didepan kelasnya.

“Ayo perkenalan dulu.” Ucap pak guru menyuruh laki-laki itu perkenalan.

“Nama saya, Johnny Sandira, Saya pindahan dari SMP NEO Surabaya. Salam kenal semuanya.” Ucap laki laki tersebut dengan disambut teriakan yang meriah oleh siswi perempuan dikelas.

“Sekarang, kamu duduk disebelah Mona ya, karena kursi yang kosong disana, kebetulan siswanya juga baru pindah.” Ucap pak Suhi, selaku wali kelas.

Mona memberanikan diri untuk tersenyum, namun sama sekali tidak ditanggapi oleh siswa baru tersebut. Ah mungkin dia masih belom beradaptasi disini, batin Mona menenangkan.

————

Hari-hari berlalu semenjak kedatangan murid baru, semuanya berjalan dengan seperti biasa, tapi tidak biasa bagi Mona. Semakin lama dia duduk disebelah orang ini, semakin sering dia memperhatikan perbuatannya, walaupun sampai sekarang mereka hanya mengobrol disaat butuh bantuan saja.

“Mon, ayo ke kantin.” Ajak Putri yang mendatangi meja Mona, tak lain dan tak bukan adalah sekalian untuk modus ke Johnny.

“Ah iya ayo.” Ucap Mona bangkit dari kursinya meninggalkan Johnny yang sibuk bermain dengan Handphonenya.

—— Saat tiba dikantin, seperti biasa setelah memesan makanan mereka duduk di kursi yang kosong.

“Eh mon, mau minta tolong boleh ngga?” Ucap Dina.

“Minta tolong apa?” Tanya Mona

Dina menggaruk kepalanya, tapi dengan tersenyum malu-malu “Ngg, gini..mau gak lo tukeran tempat duduk 1 minggu sama gue? Hehe, gue kayanya suka deh sama Johnny, boleh ngga kita tukaran dulu biar gue bisa kenal dia, lo duduk sama putri aja dulu, gimana?”

Mona yang sedang menyantap Soto sebagai makan siangnya langsung tersedak mendengar permintaan konyol dari Dina. Ada ada saja.

“Eh eh minum dulu minum.” Ucap Dina dan Putri serentak memberikan Mona Minuman.

“gimana mon? Bantuin gih Dina deket sama si Johnny, lo duduk sama gue aja 1 minggu ya?” Tanya Putri

Mona hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan dari temen temennya.

“Iiiih malah diem aja, jawab dong mon, iya ya? Boleh ya?” Tanya Dina sambil memelas.

“Maaf, tapi nanti kalau dimarahin Pak Suho, gimana?” Ucap Mona takut.

“Ih, ngapain takut sama pak suho, udah gak usah takut, gak bakal dimarahin kok.” Jawab Putri

“Maaf, tapi gue ngga berani.” Ucap Mona menolak.

BRAAAK

Suara pukulan Meja terdengar sangat keras siang itu, membuat tempat duduk mereka menjadi pusat perhatian seluruh siswa siswi yang ada dikantin.

“Lo tuh, gamau bantuin temen ya? Atau jangan jangan lo malah suka juga sama dia? Makanya lo ngga mau kan? Iyakan? Ngaku lo, mon!” Teriak Dina yang kemudian ditenangkan oleh Putri

“Ngga..ngga bukan gitu, gue ngga ada maksud apa apa, gue cuma takut din.” Jawab Mona

“Alah alasan aja lo, udah ah put, kita pergi aja, buat apa temenan sama orang yang ngga mau bantuin temennya sendiri. Orang kaya lo tuh ngga pantes ditemenin tau ngga, biarin orang kaya dia sendirian.” Ucap Dina sambil menarik tangan Putri untun pergi keluar dari Kantin.

Mona yang melihat itu hanya bisa meneteskan air matanya tanpa mengeluarkan suara dan segera pergi menuju toilet agar dia tidak tambah malu disini.

——— Semenjak kejadian di kantin saat itu, Dina dan Putri menjadi berubah. Tidak lagi mengajak ngobrol Mona disaat jam kosong, tidak lagi mengajak ke kantin, dan tidak lagi mengajak untuk pulang bersama.

Mona merasa bersalah, dia hendak meminta maaf kepada teman temannya, tapi dia terlalu takut.

Sampai Akhirnya, tiba suatu hari, saat Mona berjalan di koridor, seluruh orang berbisik membicarakan dirinya, Mona tidak tahu alasannya.

“Eh masa iya ternyata dia suka nyontek bahkan sampai berani ngambil soal di ruangan guru karena dia deket sama salah satu guru muda. yah ternyata pinternya bukan hasil otak sendiri.” Ucap salah satu siswi yang tidak sengaja di dengar oleh Mona.

Hal tersebut membuat Mona sakit hati, dia kemudian berlari menuju kelas dan bersiap untuk menangis. Tapi, saat dia masuk kelas, seluruh mata teman-temannya tertuju padanya.

“Mona, gimana? Enak ngga jadi adek adek-an nya pak guru muda? Pantes lo selama ini ujian selalu tertinggi mulu ya, Ternyata udah dapet soal sama jawaban duluan, HAHAHA.” Ucap salah satu teman kelasnya, yang membuat Mona keluar dari kelas dan lagi-lagi pergi menuju toilet untuk menangis.

Semenjak rumor itu beredar, semakin hari semakin banyak rumor rumor negatif yang berdatangan, seperti rumor mengenai Mona yang menyukai kapten Basket sekolahnya, tapi kapten basket tersebut malah mengolok-olok Mona.

“Idih, lo tuh ngga cantik, ngapain suka sama gue? Jangan ngarep, HAHAHHA.”

Dan berbagai rumor negatif lainnya yang Mona terima hingga lulus, bahkan ia tidak datang ke perpisahan karena tidak siap bertemu dengan teman-temannya yang telah membully dia selama bersekolah.

Bagaimana dengan Johnny? Siswa Individualis itu sangat tidak peduli sekitar, dia hanya datang kesekolah, belajar, main hp tanpa bersosialisasi dengan yang lainnya, termasuk juga Mona, teman sebangkunya.

Dia bahkan tidak peduli dengan segala kejadian yang menimpa Mona, disaat Mona menangis dibangkunya, disaat Mona diolok olok teman sekelasnya, Jo hanya diam tak berbuat apa apa, dan semua itu terjadi hampir 1 tahun lamanya.

Sejak saat itu, sifat penyendiri Mona akhirnya terbawa hingga SMA, di SMA pun yang notabenenya teman-temannya mayoritas dari SMP dia yang lama, sehingga semuanya terasa sama seperti dahulu.

Soal Johnny, saat SMA kabarnya dia tidak lanjut di kota ini dan berpindah, ntahlah berpindah kemana, rumornya dia harus mengikuti dimana Omanya bekerja.

Dikarenakan itu semua, Mona memiliki Trauma atas semua kejadian itu, dia bahkan di vonis mengidap PTSD oleh psikiater.

Saat masuk kuliah, Mona memilih untuk mengganti identitas dan merubah beberapa bentuk Mukanya agar tidak dikenali orang lama. Dan mencoba untuk berinteraksi dengan orang lain, walaupun rasanya sulit.

Mona Mengganti namanya menjadi Rania Nayla

Hingga sampai akhirnya Mona alias Rania , bertemu lagi dengan orang yang selama ini menjadi penyebab kesakitannya di sebuah Cafe.

Sampai akhirnya setelah mereka berdua dekat, Rania pun dikenalkan oleh beberapa sahabat dekat yaitu Jeff, Doy dan Cella yang sudah menjadi sahabat Johnny dari SMA.

Mulai dari sana lah timbul rasa iri, dengki melihat kehidupan sosial Johnny sangat berbeda dengan dirinya dulu, maka dari itu, Rania mempunyai Tekad untuk membalas semua kesakitannya, agar Johnny merasakan apa yang ia rasakan.

The Bad News.

Kabar baik dan kabar buruk datang silih berganti, Jo yang saat itu langsung bergerak kesana merasakan perasaan campur aduk dihatinya.

Dia senang saat mengetahui sahabatnya sudah sadar, tapi di sisi lain, dia sangat sedih mendengar kabar bahwa sepupunya kecelakaan dan katanya sepupunya itu bersama pacarnya, yang tak lain dan tak bukan adalah Rania.

Setelah tiba di rumah sakit, dia menghampiri oma dan tantenya nya terlebih dahulu. Disana Tante dan Oma nya sudah menangis histeris.

Jo berusaha memeluk oma nya agar tenang. “Oma, tenang ya tenang, Ten pasti selamat kok ma, jangan nangis terus mending kita berdoa.” Ucapnya dan dibalas anggukan oleh Omanya.

“Maaf, apa benar ini keluarganya korban?”

Jo menoleh, mendapati seorang polisi yang sedang berbicara dengannya.

“Ah iya benar pak.”

“Ini barang-barang korban yang berhasil kita selamatkan, ini ada tas dari korban juga.”

Jo mengambil barang tersebut dari tangan polisi. “Makasih pak.”

—- Jo melihat barang tersebut, tas dari Ten dan Rania. Dia memberikan tas Ten kepada mama nya Ten dan dia melihat isi tas Rania. Tapi, saat memeriksa tas Rania, dia menemukan satu hal yang menarik perhatiannya yaitu sepucuk surat didepannya bertuliskan Untuk Cella, surat yang tidak tahu kapan aku berikan kepadanya.

Jo kaget menemukan hal itu, kemudian ia menyadari satu hal yang ia lewatkan.

“Oma, Jo tinggal bentar ya?”

Omanya yang mendengar kemudian menoleh, “mau kemana?”

“Temen Jo baru sadar dari koma, Jo kesana sebentar, kalau ada apa apa disini, langsung telfon Jo ya.” Ucapnya kemudian berlari menuju ruangan tempat Cella dirawat.

—— Jo tiba didepan ruangan Cella, dia melihat Doy, Jeffrey, Dira menunggu diluar.

“Maaf baru sempet kesini, sepupu gue sama Rania kecelakaan.” Ucap Jo terengah-engah.

Mereka bertiga kaget mendengar kabar itu. Dan langsung menyuruh Jo untuk duduk. “Duduk dulu, kita gantian masuknya, ada Taeyong sama Bundanya Cella didalem.”

Jo pun mengangguk sambil duduk di kursi tunggu yang ada didepan ruangan Cella. Namun, baru beberapa detik Jo duduk, ponselnya berdering, nama “Oma” tertera disana.

“Halo oma? Jo baru aja nyampe diruangan rawatnya Cella.” Ucap Jo.

“.......”

“HAHHH? Yaudah Jo kesana sekarang.” Ucap Jo sambil mematikan telfonnya.

Wajah panik Jo membuat bingung teman temannya yang ada disana.

“Kenapa?” Tanya doy

“Gue titip ini tolong sampein ke cella ya, gue nemu ini di tas Rania.” ucap Jo sambil memberikan sepucuk surat yang ia temukan di tas Rania tadi.

“Lo kenapa buru buru? Kenapa sepupu lo sama rania? Baik baik aja kan?” Tanya Doy lagi.

“Mereka...udah ngga ada, maaf gue pergi kesana dulu ya.” Ucap jo meninggalkan teman temannya yang shock mendengar kabar itu meninggalnya dua orang tersebut.

Tempat terakhir.

3 Months Later

Hari ini, suasana sedang mendukung mereka untuk mengunjungi suatu tempat. Dengan membawa beberapa bunga untuk dia yang ada disana.

Hari ini, mereka mengunjungi tempat special. Tempat yang mungkin nantinya akan menjadi rumah terakhir mereka juga.

Mereka berenam berjalan menyusuri tempat itu, tempat seseorang yang sudah kembali ke Sisi-Nya sejak 3 bulan yang lalu.

Mereka berenam meratapi kondisi rumah terakhir temannya itu, rumahnya cantik, sesuai dengan orangnya.

Setelah mereka membersihkan beberapa rumput liar yang tumbuh disekitar tempat itu, mereka kembali berdiri. Tapi tidak dengan laki-laki yang satu ini, dia tetap berjongkok di samping makam seseorang yang pernah mengisi hatinya.

“Kamu apa kabar? Maaf aku baru sempet datang kesini.” Ucapnya

“Aku bawa bunga kesukaan kamu, maaf kalau hari terakhir kita ketemu, kita tidak mengakhiri pertemuan dengan cara baik baik.”

Laki-laki itu kemudian menangis didekat nisan dari orang yang sempat dia cintai ini, orang yang selalu ada menjadi pengisi hari-harinya dalam beberapa bulan terakhir.

“Hari ini aku bawa yang lain, kalau kamu masih ada, pasti mereka seneng banget, katanya mereka mau ngobrol banyak sama kamu, walaupun kamu udah ngga bisa jawab mereka secara langsung.”

Kemudian, salah satu dari mereka ikut berjongkok disebelah laki-laki ini. Kemudian ikut memegang batu nisan yang ada disana.

Yang lain pun ikut berjongkok di samping makam tersebut, mereka mulai mendoakan seseorang yang berada dibawah sana. Mereka sama-sama berdoa agar orang yang telah mendahului mereka itu bahagia.

Setelah selesai berdoa, mereka pun kembali berdiri, menaburkan beberapa bunga yang mereka bawa.

“Udah? Ayo kita pulang?” Tanya salah satu dari mereka

Yang lain mengangguk, kecuali wanita ini. Ia masih ingin disini sebentar.

“Duluan aja ke mobilnya, nanti gue nyusul.” Ucapnya dan disetujui yang lain.

Setelah beberapa dari mereka berjalan menjauhi tempat tersebut, dia kembali memegang nisan tersebut.

[Flashback On]

2 bulan yang lalu

Kejadian ini menimpa mereka, kejadian yang paling tidak diinginkan oleh semua orang

Malam itu, seorang laki laki bertekad untuk membawa orang yang sudah lama bersembunyi dari perbuatannya, ia bertekad membawa orang tersebut ke tempat yang seharusnya

Laki-laki itu pun menghubungi orang tersebut dengan embel embel untuk membawanya pergi dari Kota ini, karena jika orang tersebut tau, dia pasti akan menolak keras untuk mengikuti arahan laki laki ini.

Saat laki-laki ini berhasil membawa orang tersebut keluar dari persembunyiannya, dia pun langsung menuju ke tempat tujuannya, dia melakukan ini semua demi kebaikan bersama.

Tapi, saat itu sang wanita sadar kalau hari itu, laki-laki yang mengajak dia pergi bukan mau membantunya, tapi ingin membawanya ke tempat yang paling dia hindari selama ini.

”KAMU MAU BAWA AKU KEMANAAA?!!!” Tanya wanita itu sambil berteriak keras.

Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaannya. Dia tetap fokus dengan jalan yang ada didepannya agar dia sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Tapi, wanita itu kemudian bertindak nekat, ia menarik tangan laki laki itu untuk menjuh dari stir dan membuat mobil yang awalnya berjalan lurus menjadi hilang arah.

“KAMU APA APAAN, NANTI KITA BISA NABRAK!!! LEPASIN!!!!!!” Teriak laki-laki itu, sambil mempertahankan tangannya di stir mobil.

“AKU LEBIH BAIK MATI DARIPADA HARUS DIPENJARA, KITA BISA MATI SAMA SAMA BUKAN CUMA AKU YANG SALAH TAPI KAMU JUG—“

”AAAAAAAAAAAAAA...”

Teriakan tersebut, menjadi kalimat terakhir sebelum mereka tak sadarkan diri dalam sebuah kecelakaan tunggal pada malam itu.

[Flashback Off] ——— Air mata mengalir dari kelopak mata wanita ini, dia tidak menyangka tak bisa melihat temannya untuk terakhir kalinya secara langsung.

“Hai kamu, Kamu udah tenang kan disanaa? Maaf kalau aku juga baru mengunjungi kamu karena keadaan yang menuntut kaya gitu. Sesuai pesan kamu saat terakhir kali yang kamu sampein ke mereka, aku udah maafin kamu kok. Kamu harus bahagia ya disana? Disana ada orang yang paling aku sayang juga, semoga kalian sama sama bertemu di surganya ya—“ ucap seseorang tersebut sambil menyelipkan satu tangkai bunga disamping makam seseorang tersebut.

“Aku tinggal dulu ya, nanti kapan kapan aku main kesini la-“

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, ia sudah dipanggil untuk diajak pulang.

“Udahh selesai? Ayo, yang lain udah nunggu, kamu juga gaboleh kecapean.” Ucap orang tersebut.

“Iya bentar.”

“Aku pulang dulu ya, nanti kapan kapan aku main kesini lagi. See you, Rania.” Ucap Cella sambil mengelus nisan Rania dan berjalan meninggalkan makam tersebut.

Hari itu.

Hari itu, menjadi hari yang paling terberat bagi Johnny. Hari itu, dia harus menyelesaikan hubungannya dengan Rania karena masalah ini.

Tapi, sebenarnya bukan itu yang paling berat, hal lain yang mengacaukan pikirannya adalah tentang seseorang yang terluka demi menyelamatkan dirinya

“Jo, yang lain belum dateng?” Ucap Taeyong yang tibatiba muncul dari arah luar.

“Belum...” ucap Jo lirih

Tak lama kemudian, 3 orang yang lain muncul dari arah luar. Mereka adalah Doy, Dira dan Jeff.

“Siapa sih yang sakit jo? Kok lo mesti nunggu diluar gini ngga lo samperin ke dalam?” Tanya Doy kali ini.

Jo hanya diam, mengigit bibirnya karena takut. “Eung, jadi....jadi yang sakit itu si-“

“Keluarganya pasien atas nama Cella?” tanya dokter tersebut dan langsung dijawab anggukan oleh keempat orang yang ada disana.

“Pasien masih dalam keadaan kritis karena lukanya cukup dalam dan juga banyak kekurangan darah. Jadi untuk sekarang, pasien masih belum bisa dilihat karena tim dokter masih berusaha membersihkan dan mengobati lukanya.” Ucap Dokter yang keluar dari dalam ruangan yang ada tepat didepan mereka

Mendengar penjelasan dokter tersebut keempat orang itu langsung shock. Mereka memberikan tatapan tajam meminta penjelasan kearah Jo.

[Flashback On]

Hari itu, adalah jadwal untuk Cella dan beberapa karyawan kantornya untuk kumpul. Ya Cella memang sering mentraktir karyawan karyawannya tiap Bulannya, agar lebih dekat katanya.

“Bu, jadi kan hari ini kita kumpul?” ucap salah satu karyawannya

“Jadi dong, sebentar ya saya siap siap dulu. kalian yang ikut hari ini tunggu di lobby aja.” ucap Cella sambil tersenyum dan kemudian mendapat anggukan dari karyawannya tersebut.

Setelah mereka tiba disana, seperti biasa mereka menuliskan pesanannya. Karena tempat yang mereka datangi ini menggunakan self service sehingga Cella lah yang harus berjalan sendiri ke counter pemesanan dan membayar semuanya.

Saat Cella selesai memesan, dia hendak berbalik menuju tempat karyawannya yang lain, tapi dia melihat seseorang dengan keluar dari arah pantry sambil memasukkan barang yang tak lain dan tak bukan pisau berukuran sedang kedalam tasnya.

“Saya pinjam dulu ya mas hehe, kebetulan pacar saya ulang tahun tapi pisau untuk kuenya ketinggalan hehe.” ucap wanita itu sambil tersenyum, yang tentu saja didengar jelas oleh Cella

Cella yang merasa mengenal wanita itu dari belakang ditambah penasaran siapa sebenarnya wanita itu menunggu sampai wanita itu berbalik. saat wanita itu berbalik, Cella melihat wajah wanita itu, yang tak lain tak bukan adalah Rania.

“Tapi Jo bukannya tidak ulang tahun hari ini?” gumam Cella dalam hati.

Cella kemudian balik menuju para karyawan dengan perasaan campur aduk, dia berusaha tidak berfikir macam-macam, tapi tetap saja pikirannya mengarah ke sesuatu yang tidak-tidak

Setelah sekitar 30 menit berdiam diri, akhirnya Cella berusaha mencari tahu, apa yang dilakukan Rania.

“Bentar ya saya keatas dulu, nanti saya balik lagi, kalau nanti makanannya datang, makan duluan aja ya, jangan tungguin saya” Ucapnya ramah kepada beberapa karyawannya.

Cella kemudian beranjak dari kursinya menuju lantai dua, mengikuti arah Rania tadi pergi, untungnya Lantai 2 tidak begitu ramai, tetapi di bagian outdoor orang yang dia cari tidak ada. Akhirnya matanya menuju ke sebuah ruangan yang dia ingat sekali kalo Jo suka memakai ruangan tersebut.

Rania berusaha mengintip siapa yang ada didalam sana, tapi alangkah kagetnya dia saat melihat Rania sudah berjalan mendekati Jo yang sudah tersudut oleh pisau yang dibawa Rania.

Cella kemudian buru-buru masuk ke ruangan itu untuk berusaha menyelamatkan Jo

“RANIAAA, berhenti.” teriak Cella sambil menarik tangan Rania agar menjauhkan pisau itu dari tubuh Jo, tapi keberuntungan sedang tidak berpihak ke Cella, pisau itu berhasil menancap sempurna di perutnya.

“Aahh sa...kit.” teriak Cella yang langsung terjatuh sambil menahan bagian perutnya yang sudah dilumuri darah.

[Flashback Off]

Taeyong yang sangat kaget langsung mendekat kearah Jo, bersiap menarik kearah baju laki-laki yang ada didepannya.

“HAH?! SIAPA? GUE GAK SALAH DENGER KAN JO? LO APAIN CELLA GUE?!”

Jo menunduk, kemudian mengangguk pelan. “Maafin gue, ini semua salah gu-“

“LO APAIN CELLA GUE HAH?!!! LO APAAAAIN JOHNNY? KENAPA BISA DIA DITUSUK, LO APAIN DIA JO-” ucap Taeyong yang langsung tersungkur lemas dihadapan Johnny.

Beruntung Jeff dan Doy dengan cepat menangkap tubuh Taeyong agar tak tersungkur mengenai kursi yang ada disana. Dira yang berada disana pun hanya bisa menangis mendengar kabar itu.

Jeffrey menggertakkan giginya dan berdiri mendekati Jo yang sedang menangis tertunduk. “Gila lo! Kalau sampai Cella ngga bisa selamat, lo yang bakalan gue bunuh!” Ancamnya sambil mendorong bahu Jo dengan keras.

flashback kala iu

Penyelesaian.

📍Punch Cafe

Suara gemericik gantungan yang tergantung di pintu ruangan itu berbunyi, menandakan ada seseorang yang masuk.

Jo memang sengaja memesan tempat Private agar pembahasan mereka bisa lebih privasi, seperti saat dia menyatakan perasaannya ke Rania, dulu.

Rania yang masih berdiri disana menatap laki-laki yang ada didepannya. “Jo, aku bisa jel-“

“Duduk dulu, ran.”

“Aku gak mau putus jo! Pokoknya aku gak mau!” Teriak Rania

Jo menghela nafasnya kasar, kemudian bangkit dan menarik kasar tangan perempuan itu.

“Bisa denger ngga sih? Aku nyuruh duduk bukan teriak.” Ucap Jo dengan penuh emosi.

Rania kemudian menepis kasar tangan laki-laki itu, dan akhirnya memilih duduk didepan Jo.

“Apa? Apa yang mau kamu bicarain? Aku tau pasti kamu mau minta putus, makanya ngajak aku kesini kan? Aku bilang gak mau ya gak mau? Ngerti gak sih?!”

Johnny hanya diam melihat perbuatan wanita yang ada didepannya, dia akan mulai bicara jika rania sudah tenang.

“Udah? Bisa kasih aku kesempatan untuk ngomong?” Tanya Jo, kemudian mendapat anggukan dari Rania.

“Oke, sekarang aku mau kamu tenang dan jawab pertanyaan aku.”

“Kenapa kamu lakuin ini semua, Ran?, Kenapa kamu harus bohong ke aku soal jeffrey? kenapa kamu harus gangguin hubungan doyoung dan dira? bahkan kamu juga sempet berencana mau ngehancurin hubungannya Cella & Taeyong, kenapa?

Rania yang mendengar pertanyaan itu langsung kaget, dari mana dia tau semua masalah yang dia perbuat kepada teman teman Jo?

“Jawab, Rania.”

Rania mengacak rambutnya kasar, “Lo nanya kenapa gue lakuin ini semua?”

“Iya. Gak mungkin semuanya ngga ada alasan kan?”

“Oke, kalau lo mau tau, Itu semua gara-gara kelakuan lo!” Jawab Rania dengan tegas sambil memukul meja.

“kehadiran lo di SMP dulu udah buat dunia gue hancur berantakan! Lo yang hancurin itu semua.”

“Jadi bener? Kamu itu orang yang dulu selalu kena rumor negatif, dijauhin temen-temen? Jadi beneran kamu, ran?”

Rania tertawa ketir, “IYA, CEWE YANG SELALU DI BULLY SEMENJAK LO ADA DI SEKOLAH ITU ADALAH GUE, PUAS KAN LO SEKARANG?”

“GUE MONA! GUE TEMEN SEBANGKU LO YANG SELALU LO ACUHIN DAN GAK PEDULIIN, DAN GUE ADALAH ORANG YANG PALING TERSAKITI DISAAT LO DATANG!”

Johnny terdiam, jika dia mengingat hal hal yang lalu, dia merasa dia tidak pernah melakukan kesalahan apapun semasa itu, bahkan dia juga tidak ingat siapa teman-temannya sangking individualisnya dia disekolah itu.

Jo menarik nafasnya dalam dalam,

“Sebelumnya, kalau gue dulu pernah punya salah, gue minta maaf sebesar besarnya, maaf kalau misalnya alasan lo balas dendam ke gue karena kehadiran gue di sekolah itu. Gue gak ada niatan sama sekali buat bikin hidup lo jadi begini.”

“Tapi, kelakuan lo udah ngga bisa di toleransi lagi Rania, karena lo, gue sama temen-temen gue harus berantem, karena semua fitnahan lo bahkan hubungan temen-temen gue sama pasangannya ikut terancam. Bahkan sekarang, hubungan keluarga gue sekalipun ada lo dibaliknya, Gue minta maaf ran, lo udah kelewatan. Gue mau kita sampai disini aja ya, gue gak bisa sama lo lagi.” Ucap Jo sambil menatap wanita yang ada didepannya

Rania mendengar pernyataan Jo hanya tertawa, tapi bukan tertawa dalam konteks bahagia, tapi dalam konteks lain.

“jadi, lo mau putus? HAHAHA. Lo ngga denger ya Johnny apa yang gue bilang tadi? Gue gak mau!” Ucap Rania

Johnny meneguk minumannya, “Gue udah gak bisa sama lo ran, lo udah ngehancurin segalanya, dimulai dari sahabat gue, kerjaan gue bahkan hubungan keluarga gue, lo juga udah ada Ten, buat apa sama gue lagi?” Tanya Jo

“Gue ngehancurin segalanya yang lo punya? HAHAHAH bagus dong, emang tujuan gue itu. Tapi semua itu ngga bisa selesai sampe disini, Johnny Sandira.”

“Lo udah ngehancurin hidup gue selama beberapa tahun sejak SMP, sekarang giliran gue yang ngehancurin hidup lo.” Ucap Rania menunjukkan senyum penuh arti, dan berdiri sambil mengeluarkan suatu barang yang ada didalam tasnya.

“Rania? Lo apa apaan sih bawa-bawa pisau?! Jangan gila!” Ucap jo sambil bangkit menjauhi Rania.

Rania mendekat kearah Jo. “Lo mau udahan kan? Biar dendam gue selesai, mending sekalian gue selesaiin aja hidup lo juga.”

Dikarenakan ruangan private itu kecil, ruang gerak Jo terbatas, sekarang dia sudah sampai titik buntu dari ruangan tersebut, Rania makin mendekat seperti seorang psikopat.

“Rania, gue mohon lo jangan gila kaya gini..”

“Gue gila kaya gini karena lo, lo yang buat gue kaya gini, Johnny Sandira.”

“Rania, please jangan macam-macam sama pisau itu-“ ucap Johnny yang semakin tersudut.

“Sekarang giliran hidup lo yang han-“

Rania sudah siap menancapkan pisau itu ke tubuh Jo, Tapi...

“RANIAAAA, berhenti—Aahh sa...kit.” Teriak seseorang yang menarik tangan Rania, karena tangan Rania ditarik, tubuhnya pun malah berputar arah, sehingga pisau itu menancap di tubuh orang tersebut

“RANIA LO GILA, TOLONG!!!!!!!” Teriak Jo yang kemudian langsung berlari kearah seseorang yang sudah tergeletak bersimbah darah.

Fakta baru.

Setelah kejadian itu, Doyoung dan Johnny memilih langsung pulang ke rumah Jo untun menenangkan badan dan pikiran mereka.

Kejadian tadi membuat keduanya pusing 7 keliling, terutama Johnny. Dia masih tidak menyangka dengan semua kebetulan yang terjadi di hidupnya.

Dimulai dari perusahaannya yang ternyata difitnah oleh sepupunya sendiri, pacarnya yang selingkuh dan lagi lagi dengan sepupunya sendiri alias Ten.

Mungkin, kalo Jo menemui sepupunya itu sendirian tadi, bisa bisa hari ini dia berubah menjadi status tersangka karena percobaan pembunuhan, alias sepupunya bisa mati ditangan Jo.

Beruntung, hari ini Temannya yang sudah sangat jarang berkomunikasi mau membantunya, siapalagi kalau bukan Doyoung?

“Lo minum dulu deh, lo baru keluar dari rumah sakit, jangan sampe drop lagi. Kejadian tadi jangan terlalu lo pikirin.” Ucap doy sambil menyodorkan segelas air yang tadi dia ambil

“Cella sama taeyong mau kesini, katanya ada yang mau disampein” ucap doy dan dijawab anggukan oleh Johnny.

——————-

“Lo yakin ngga kenal dia sebelumnya jo?” Tanya Cella, Johnny hanya menggeleng karena berusaha mengingat kejadian dulu.

15 menit yang lalu, Cella dan Taeyong tiba dirumah Jo, mereka langsung masuk kedalam dan menjelaskan apa maksud dan tujuan mereka kesini.

“Gue gak pernah macem-macem pas SMP, gue bahkan ngga satu sekolah sama dia, gimana bisa dia punya dendam sama gue cell?”

Cella mengacak rambutnya bingung, kemudian membuka beberapa file yang dikirim oleh anak buah taeyong.

“Lo inget dia?” Tanya Cella lagi sambil menunjuk seorang perempuan yang ada di salah satu foto yang ada disana.

Jo menggeleng, tapi dia tetap berpikir, berusaha mengingat ngingat beberapa teman kelas SMP nya.

“Ah gue inget, itu namanya Mona! Tapi.. yang gue inget dia itu salah satu murid SMP yang dibully karena rumor rumor negatif, bahkan sampe dijauhin temen temen yang lain, emang kenapa sih cell? Kok lo malah nunjuk Mona?”

Taeyong menghela nafasnya kasar, “lo sekedar tau atau kenal deket sama ini orang?”

“Gue tau karena dia temen sekelas gue, dan satu bangku sama gue. Alasan lain gue tau dia karena temen-temen kelas gue ngelarang deketin dia karena rumor itu. Tapi gue ngga peduli sih, gue individualis banget waktu SMP. Jadi selagi gue ngga butuh mereka, gue gak bakal ngobrol.” Jawab Jo

Doyoung yang daritadi hanya menyimak pun ikut bingung dengan semua penjelasan tersebut.

“Terus? Hubungan masalah ini sama Jo apaan? Jangan bilang lo cuma kepo doang sama—Aw, sakit Cell!!” Ucap doy merintih sebelum menyelesaikan perkataannya karena sudah ditimpuk menggunakan kumpulan koran oleh Cella

“Lama lama lo kaya jepri ya nyebelin, ya kali gue sama taeyong kesini cuma kepo nanyain ginian.” Ucap Cella

“Terus apa?”

“Lo inget kan soal Mona ini? Soal dia sering di bully, sering dapet rumor negatif, dijauhin sama temen-temen?” Tanya cella

Johnny mengangguk tanda ia ingat hal tersebut.

“Mona itu adalah sumber dari masalah lo sekarang”

The Truth.

“Jawab Rania! kenapaaaa kamu bisa ada disini? Kenapa?!” Tanya laki laki itu.

“Aku bisa jelasin...” ucapnya sambil memegang tangan Jo.

Ya, disana sudah berdiri Jo dan Doyoung yang menemani sore itu, Jo memang bertujuan ke rumah Ten untuk membicarakan masalah keluarga mereka. Tapi siapa sangka, bukan hanya ada Ten disana, tapi ada Rania yang notabenenya adalah pacarnya sendiri.

“Ten mana?” Tanya Jo

“Mau apa kamu cari Ten jo? kita selesaiin ini diluar ya?” Ucap Rania sambil menahan tubuh Jo agar tidak masuk kedalam apartement untuk menemui ten.

“TEN DIMANA?! AKU KESINI EMANG MAU KETEMU DIA, JADI KAMU MINGGIR” teriak Jo kasar, kemudian langsung menepis tangan Rania.

Jo kemudian masuk dengan cepat, mencari keberadaan dari sepupunya tersebut.

Ten yang sedang makan kemudian kaget dengan kemunculan Jo di depan mukanya sekarang.

“Jo? Lo ngapain dis-“

Bugh

Satu pukulan melayang ke muka Ten, tentu saja pukulan dari tangan sepupunya itu.

“Itu buat perbuatan lo yang tega-teganya ngehancurin perusahaan yang udah papa lo bangun dari dulu.”

Bugh

pukulan lain pun melayang menuju sisi lain dari muka Ten.

“Ini buat perbuatan lo yang udah ngerebut pacar sepupu lo sendiri.”

“Dan yang terakhir, buat pemikiran lo yang selalu berpikiran kalo Oma lebih memihak ke gue, bukan ke lo-“ Ucap Jo bersiap untuk memukul wajah sepupunya untuk ke 3 kalinya.

Belum sempat pukulan terakhir mendarat diwajah Ten, tangan yang terkepal itu langsung ditahan oleh seseorang.

“Stop Jo! Kalo lo gini terus, bukan selesai masalahnya, tapi malah makin panjang, udah kita pulang aja!” Ucap doy sambil menarik tubuh temannya itu menjauh dari kedua orang yang sedang tertatih didepan mereka.

Loh?

———————— Suara bell yang berkali kali ditekan terdengar dari luar pintu apartement tersebut.

“Iya bentar, aku buka.” Ucapnya.

Saat pintu dibuka, wanita berperawakan tinggi berdiri disana, sambil menenteng beberapa paper bag yang tidak diketahui isinya apa.

“Kamu tuh ken-“

“Masuk dulu, jangan marah marah diluar, nanti didengerin orang.” Ucapnya sambil menarik tangan wanita itu.

Wanita itu berdecak sebal, tapi tetap mengikuti langkah si empunya rumah untuk masuk kedalam. Kemudian wanita itu pun membanting badannya di salah satu sofa yang ada.

“Kamu tuh ya! Kenapa nyerah cepet sih? Emang kamu mau ditindas mulu?” Ucapnya

Laki-laki itu tak bergeming, dia hanya diam sambil pura-pura sibuk melihat isi paper bag yang dibawa wanita itu.

“Kamu bawa apa? Bentar aku ambil piri-“

“Jangan mengalihkan pembicaraan, Chi.” Ucap wanita itu sambil menarik pergelangan tangan laki-laki yang dia panggil chi itu.

Laki-laki itu pun berbalik, kemudian kembali duduk. “Aku ngga nyerah, Rania. Aku cuma capek”

“Ya tapi ngga gini, kalau kamu stop dan kamu gak dapetin apa yang kamu mau ya percuma dong?”

Laki laki itu hanya menghela nafas kasar. “Toh perusahaannya udah diambang kehancuran kan? Buat apa aku kelola lagi? Makin nambah beban yang ada.” Jawabnya santai.

Lagi-lagi, wanita yang bernama Rania itu berdecak, susah kalau berbicara dengan orang yang keras kepala. Tapi Rania terus meyakinkan orang yang ada didepannya ini.

“Chi, dengerin aku. Kalau kamu udah dapat apa yang harusnya jadi milik kamu, semuanya bakalan lancar, contohnya kamu bisa dengan gampangnya membersihkan nama perusahaan itu dengan cara mengklarifikasi rumor yang udah beredar. Kan disana kamu ngga bilang kalau perusahaan itu namanya apa, kamu cuma kasih inisialnya kan? Gampang chi urusan itu, setidaknya kamu bisa dapetin apa yang menjadi hak ka-“

Belum selesai kata-kata yang dilontarkan oleh Rania, suara bell terdengar dari balik pintu apartement Chi.

“Bentar, ada tamu.” Ucap chi yang hendak berdiri menuju pintu apartementnya

Tapi, Rania dengan sigap melarang laki-lakinya itu mendekati pintu.

“Kenapa?” Tanya Chi

Rania menunjuk kotak bekal yang dia bawa di paper bag itu. “Kamu makan aja, kamu keliatan pucat. Biar aku yang buka pintunya.”

Laki-laki itu hanya mengangguk menuruti apa yang dikatakan Rania. Kemudian Rania bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu.

Rania membuka pintu apartement tersebut, tapi sekarang wanita itu hanya bisa terpaku melihat siapa yang ada dibalik pintu itu.

“Kita harus bica—loh?”

“Aah....kamu....ngapain kesini?” Tanya Rania terbata-bata.

“Harusnya aku yang nanya, kamu ngapain ada dirumahnya Ten?”