poseidoonss

TW : mentioning of abortion, MPREG.

np : my everything – ariana grande.

geo menekan pedal gas dengan sungguh sungguh saat mendapati pesan dari male yang membuatnya tidak habis pikir.

berbagai pemikiran jahat mulai menghantui kepalanya,

“apakah benar zuma menggugurkan anak mereka?

“apa rasa kecewanya sebesar itu, hingga anak mereka yang harus rela menanggung akibatnya?”

“apa yang ada di dalam pikiran calon ibu tersebut hingga tega melenyapkan bayi mereka?”

“apakah sudah terlambat bagi dirinya untuk menjelaskan segala sesuatu?”

tangannya menghantam setir kuat guna melampiaskan segala kegundahan yang hendak diam dan bersemayam membuat dirinya tak ayal kecewa pada dirinya sendiri.

namun, apa mau dikata? nasi telah menjadi bubur. yang harus ia lakukan sekarang adalah, memastikan bahwa zuma dan kaito baik baik saja hingga bayang bayang jahat itu tidak lagi menghujam dirinya yang tengah dilanda kepahitan.

suara ketukan snekaers beradu begitu kental membuat sang pemilik mempercepat acuannya guna mencari seseorang yang telah ia nantikan kepulangannya selama dua hari berturut-turut.

surai hitam dengan tatapan tajam itu menyisir ke berbagai penjuru ruangan, mencari sang calon ibu beserta bayi mereka. pikirannya sudah tidak bisa dikontrol untuk tetap stabil dan normal.

logikanya kacau hanya dengan memikirkan mungkin saja zuma sedang bercumbu dengan para pria jahanam di dalam ruang gelap ini.

lama berpendar mencari tujuan yang tepat, akhirnya target yang dicari ketemu juga. matanya tak bisa melepas pandangan pada si aries yang sekarang terlihat lebih ramping dari dua hari lalu. benar kata maleakhi, ‘perutnya mengempis’. lirih geo dalam hati.

dengan kepingan hati yang tak beraturan, pria taurus itu mendekatkan dirinya pada zuma. menjangkau tubuh yang lebih kecil dalam rengkuhannya sekalipun lelaki mungil itu sedang sibuk bercengkrama dengan pria lain yang mungkin lebih menarik darinya.

“ayo pulang, moe.”

tak ada jawaban, yang didekap sama sekali tidak memberikan tanggapan apapun, bergeming saja tidak.

lima bertahan dengan posisi yang terlalu intim, zuma memberanikan diri untuk menghadap kepada geoffrey, tatapan lancangnya ia layangkan pada sang pemilik hati yang sudah terlalu banyak menyakiti dirinya selama ini.

“pulang? pulang kemana? cih, lo punya hak apa sama gue?” tantangnya dengan berani.

geoffrey semakin mendekatkan presensinya tepat dihadapan yang lebih pendek, lengan kekarnya ia kalungkan pada perut zuma guna merasakan gumpalan darah di dalam sana, “lilsun kemana, hm?”

untuk saat ini geo tidak ingin menuntut banyak, ia hanya ingin tahu dimana anak mereka berada? apakah benar zuma melenyapkan malaikat kecil mereka atau tidak. karena jika sampai iya adalah jawaban mutlak maka ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

“anak lo udah gaada—”

“a-apa?”

“gue aborsi, kenapa? lagian gue juga pengen nikmatin masa muda??? kaya apa yang lo bilang, siapa yang mau jadi orang tua di umur segini?” pungkasnya tanpa ragu, seakan kata kata yang baru saja keluar dari belah bibirnya tidak memberikan dampak besar.

geoffrey membeku. ah, ternyata benar? tak perlu menunggu lama, titik embun yang sedari tadi menumpuk pada bawah mata akhirnya luruh jua. anaknya, darah dagingnya, sudah tidak ada? sebenci itukah zuma padanya hingga tega melenyapkan anugrah kecil bagi mereka?

padahal sebentar lagi, hanya sebentar dan semua akan benar-benar selesai. ia rela dipukuli oleh semua anggota keluarganya bahkan keluarga karina sekalipun karena menolak perjodohan itu untuk kaito dan zuma.

tapi sepertinya semua hanyalah angan-angannya saja, bukan begitu? sampai hati zuma mengorbankan kaito padahal satu satunya orang yang pantas disalahkan disini adalah dirinya sendiri.

cukup lama bercokol dengan pikirannya yang kini tengah kosong, lelaki yang hampir menjadi calon ayah itu tidak menyimpan dendam apapun terhadap pria dihadapannya. geoffrey menyadari sungguh bahwa ini ada bayaran yang setimpal ketika dirinya dengan berani memulai tanpa tujuan yang jelas.

kembali, jemari jemarinya ia kaitkan pada yang lebih mungil sambil menggapai harapan tinggi entah untuk siapa, “padahal tinggal dikit lagi moe, dikit lagi. aku,kamu,kaito kita bisa jadi keluarga bahagia. tapi kayaknya aku buat kamu nunggu terlalu lama, maaf ya? untuk apapun yang udah terjadi, aku gak menyesali apapun. maaf karena aku terlambat ngakuin perasaanku sendiri.”

udara yang ada disekitarnya terasa menipis, bulir bulir asin kian merekah nyata sebagai bentuk penyesalan yang teramat dalam,

“selamat berbahagia, moe. aku dan kaito selalu mendoakan yang terbaik. please find your own happiness, please. kami—aku dan kaito minta maaf kalau selama ini kami banyak menyusahkan kamu moe. tolong panjang umur dan berbahagia selalu.”

jari jari mungil itu ia kecup untuk terakhir kalinya sebelum beranjak dari sana. tak lupa menyematkan cincin berlian yang sempat ia beli dengan niat besar untuk melamar pria aries tersebut.

“tolong terima ini sebagai ucapan terimakasih aku juga kaito, aku pamit.”

saat presensi jangkungnya hilang ditelan kerumunan, saat itu juga tubuh zuma meluruh diatas ubin dengan jamahan dingin sebeku hatinya malam ini,

“jangan pergi, gue cuma mau lo. gamau yang lain geoffrey, gak mau.” gumamnya pelan dengan meremat dada kirinya sebagai pengusir sesak di malam hari.

sampai sini saja ya?

TW : slap action, 100000% drama, misgendering.

hosh hosh hosh…

geoffrey berlari sekencang mungkin, mengerahkan seluruh tenaga dari dalam tubuhnya guna mencegah zuma melakukan hal diluar nalar dalam apartement mereka.

ting!

pintu terbuka, lelaki dengan rasi bintang taurus itu memacu langkahnya menuju kamar -yang sekiranya menjadi tempat dengan kemungkinan terbesar dimana zuma berada.

dan benar saja, saat dirinya hendak memasuki kamar mereka. netranya menangkap presensi yang lebih mungil menangis sembari bertatapan dengan cermin full body di dalam ruangan tersebut sembari mengelus perut buncitnya. sesekali hidung mancung nan sempurna yang bertengger apik bak aprodhite itu menghela nafas dengan kepayahan.

tangkupan kakinya ia bawa mendekat menuju sang calon ibu, memeluk sosok yang tengah mengandung bayi mereka dengan sepenuh hati tanpa keraguan.

sepuluh menit berlalu dengan posisi mereka yang tidak beranjak sama sekali membuat keduanya nyaman. geoffrey bahkan tidak dapat menahan diri untuk terus mengecup pundak sempit itu diiringi dengan usapan lembut pada sisi tubuh sang empu.

“kenapa nangis? moenya daddy sama lilsun kenapa, hm?”

zuma mematung. ia sungguh ingin berteriak marah kepada geoffrey sekarang. kenapa?

kenapa lelaki itu selalu menahan diri untuk mencintainya?

mengapa sulit sekali bagi dominan itu untuk mengakui cintanya yang jelas jelas sudah terpampang nyata dalam kisah kasih mereka setiap hari?

apa sebegitu susahnya untuk mengatakan bahwa “ya, aku mencintaimu juga dengan sepenuh hati” kepada dirinya yang tak palang mengemis setiap harinya?

lama bergelut dengan pikirannya, lelaki mungil itu menghadapkan tubuhnya kepada geoffrey, lalu—

PLAK! 

—dengan serentak melayangkan satu tamparan nyaring pada yang lebih tinggi.

“susah banget buat bilang kalau lo juga sayang sama gue, huh? bisa bisanya lo bikin gue makin jatuh disaat gue baru mulai balas dendam, anjing.“ 

TW : slight 🔞 , misgendering.

emhhh, geli geo!” zuma mengeluh pelan saat merasa pria dalam pelukannya ini mengusakan kepala semakin dalam pada dadanya.

gaoffrey bak kucing yang sedang menyusu pada sang induk tak lupa dengan lengan kekarnya yang sibuk melingkari pinggang zuma yang masih terasa ramping walaupun sedang mengandung. jari jarinya dengan terampil mengusap lingkaran ramping itu pelan.

“dada lo anget, moe.” ujarnya sambil mengusakan surainya lebih dalam.

 

melihat dominantnya sedang jinak saat ini, zuma memberanikan diri mengusap helai pekat itu dengan halus seakan sedang merawat seorang bayi.

“daddy lagi manja banget, eh?”

geo hanya menggangguk manja sembari merapatkan bibirnya guna mengapit salah satu puting zuma dari balik kaus rumahan yang pria mungil itu kenakan.

“manja soalnya moe pake pelet, daddy gabisa jauh jauh.” ucapnya disertai kerlingan nakal pada pria hamil tersebut.

“GEOFFREY JANGAN GIGIT GIGIT!!!“ 

CW : cringe, misgendering.

aaaa~ pesawat datang” dua orang dengan perangai berbeda sedang berbagi kasih sayang dengan acara sua-menyua bak sepasang suami istri.

yang lebih muda duduk bersimpuh dibawah karpet menempatkan diri di tengah tengah paha si mungil yang sedang duduk dengan santai pada sofa apartment mereka — setidaknya untuk sekarang.

“gue bukan anak kecil!” pungkasnya marah ketika melihat perilaku geoffrey seperti sedang menyuapi anak kecil yang hanya dijawab dengan kekehan singkat sang dominan.

“lo persis remaja lagi hamil, haha” 

PLAK!

setelah mengatakan hal yang menurut zuma terlalu frontal untuk di dengar akhirnya, geoffrey dihadiahi pukulan kecil oleh papa si cabang bayi.

acara makan tersebut terus berlanjut hingga tiba saatnya, zuma harus menerima suapan buah buahan dari geo sebagai pelengkap nutrisi setelah mengalami beberapa pendarahan kecil kemarin.

“makan buah yang banyak, biar sehat sehat terus sama lilsun juga” ucapnya dengan penuh harap sembari menatap zuma yang hanya mengangguk sembari menguyah buah buahan di dalam mulutnya.

melihat pemandangan diatasnya, geo tidak dapat menahan diri untuk tidak mengecup dalam dalam perut buncit dihadapannya ini tanpa penghalang apapun.

tangan yang lebih tua satu bulan reflek mengelus surai hitam yang sedang mengecup buah hati mereka di dalam sana dengan lembut.

CUP 

setelah puas dengan bagian abdomen ayah dari bayinya, lelaki taurus itu dengan berani membawa bibir tipisnya untuk mengecup paha zuma yang terekpos dari balik celana rumahan yang ia kenakan.

“tembem banget pahanya hm? anak kita sehat pasti, moenya makan banyak soalnya.” tutupnya dengan sebuah kalimat manis sebagai pelengkap acara bermalas malasan mereka di sore hari ini yang disambut dengan senyum malu malu oleh sang tuan rumah,

heh! gue makan porsinya buat dua orang ya!”

CW : cringe, misgendering.

aaaa~ pesawat datang” dua orang dengan perangai berbeda sedang berbagi kasih sayang dengan acara sua-menyua bak sepasang suami istri.

yang lebih muda duduk bersimpuh dibawah karpet menempatkan diri di tengah tengah paha si mungil yang sedang duduk dengan santai pada sofa apartment mereka — setidaknya untuk sekarang.

“gue bukan anak kecil!” pungkasnya marah ketika melihat perilaku geoffrey seperti sedang menyuapi anak kecil yang hanya dijawab dengan kekehan kecil sang dominan.

“lo persis remaja lagi hamil, haha” 

PLAK!

setelah mengatakan hal yang menurut zuma terlalu frontal untuk di dengar akhirnya geoffrey dihadiahi pukulan kecil oleh papa si cabang bayi.

acara makan tersebut terus berlanjut hingga tiba saatnya, zuma harus menerima suapan buah buahan dari geo sebagai pelengkap nutrisi setelah mengalami beberapa pendarahan kecil kemarin.

“makan buah yang banyak, biar sehat sehat terus sama lilsun juga” ucapnya dengan penuh harap sembari menatap zuma yang hanya mengangguk sembari menguyah buah buahan di dalam mulutnya.

melihat pemandangan diatasnya, geo tidak dapat menahan diri untuk tidak mengecup dalam dalam perut buncit dihadapannya ini tanpa halangan sehelai benang pun.

tangan yang lebih tua satu bulan reflek mengelus surai hitam yang sedang mengecup buah hati mereka di dalam sana dengan lembut.

CUP 

setelah puas dengan bagian abdomen ayah dari bayinya, lelaki taurus itu dengan berani membawa bibir tipisnya untuk mengecup paha zuma yang terekpos dari balik celana rumahan yang ia kenakan.

“tembem banget pahanya hm? anak kita sehat pasti, moenya makan banyak soalnya.” tutupnya dengan sebuah kalimat manis sebagai pelengkap acara bermalas malasan mereka di sore hari ini yang disambut dengan senyum malu malu oleh sang tuan rumah,

heh! gue makan porsinya buat dua orang ya!”

TW : a lil bit 18+, anal wash.

geo melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan zuma, pria taurus itu mendapati sang calon ibu yang sedang duduk sambil melamunkan sesuatu, entah apa.

“gimana, hm?” geo bertanya sembari mengelus kaki si mungil yang sedang terbalut selimut tebal khas rumah sakit.

yang ditanya bukannya menjawab justru memalingkan wajahnya kesamping, enggan menatap sang lawan bicara.

karena lelaki itu ia terlihat sangat lemah,

karena lelaki itu ia dan anaknya merasakan kesakitan tiada tara,

karena lelaki itu zuma terlena dengan segala macam pengemisan hati tiada henti.

satu satunya orang yang mampu menolaknya hingga zuma tidak mampu mengenali dirinya sendiri.

tinggalkan itu, kita beralih pada presensi yang sedang berusaha mendapatkan perhatian zuma walaupun rasanya akan sulit. 

geoffrey berjalan dengan santai menuju samping tempat tidur zuma, lelaki dengan 178 cm itu kemudian memeluk tubuh zuma dari samping yang sayangnya tidak diterima zuma dengan baik, lelaki mungil itu memberontak dengan brutal sebagai pertanda bahwa ia sungkan dipeluk oleh pria tersebut.

namun geoffrey tidak peduli, kekuatannya jauh lebih besar dari zuma yang dapat dengan jelas menghalau pukulan pukulan kecil oleh si aries.

“lepas” bentaknya dengan lemah.

yang dibentak bukannya melepaskan pelukan, justru malah memperat pelukan tersebut bahkan menyandarkan kepalanya pada kepala si mungil, “kalo udah sembuh, lo mau pukul gue pake cara apapun juga gue terima. tapi kalau masih sakit, biarin gue yang ngurusin lo.”

hening...


tok tok!

tiba tiba seorang suster masuk dengan beberapa peralatan mandi guna membersihkan tubuh si pasien.

“selamat sore, ini sudah waktunya pasien mandi. apakah ingin dibantu oleh saya—

“saya aja sus.” sebelum sang suster mampu menyelesaikan kata katanya, geoffrey memotong dengan serentak. ia tidak akan membiarkan mereka melihat tubuh zuma.

yang menjadi objek perlawanan tidak mampu nemberi komentar tapi disaat geoffrey menyatakan dengan gamblang bahwa pria itu ingin memandikan dirinya, zuma agaknya keberatan.

a-ah saya bisa sendiri—”

geoffrey tanpa basa basi membawa kedua tangannya dibawah paha dan leher zuma kemudian membawa si mungil masuk kedalam kamar mandi lalu mendudukannya diatas closet duduk milik rumah sakit tersebut.

“mari kita mandi!” ujarnya dengan semangat. tangan kekarnya dengan terampil membuka kancing baju zuma satu persatu.

dimulai dengan membersihkan bagian atas si mungil dari ujung rambut kemudian ke punggung, beralih ke bagian bawah zuma.

geoffrey mengusak paha mungil itu perlahan sesekali menciuminya pelan, sela sela jarinya dibersihkan dengan teliti tanpa ada satu celah pun yang tersisa.

selesai dengan bagian bawah, geoffrey beranjak mengambil air hangat kemudian membasuh anal si manis dengan pelan, membersihkan sela sela lubang rapat tersebut sambil sesekali membasuhnya dengan air hangat.

“brengsek....” zuma mengguman pelan.

geo yang sedang berjongkok di hadapan lelaki tersebut hanya dapat tersenyum miris.

bugh! bugh! bugh!

lengan kurusnya dengan lemah memukul bahu geoffrey sebagai pelampiasan rasa marah terhadap sang taurus. 

brengsek...lil sun hampir pergi gara gara lo”

merasa pukulannya semakin menjadi, geoffrey dengan sigap memeluk tubuh zuma walau si mungil kerap memberontak dalam pelukannya.

“iya gue brengsek, brengsek banget. tapi tolong biarin gue tebus rasa bersalah ini sampai tuntas, please.”

zuma membiarkan geo memeluknya hingga tanpa sadar tertidur dalam pelukan laki laki itu dengan tangan yang mengulai lemas pada kedua sisi tubuhnya.

sedangkan geoffrey menggendong zuma dalam dekapannya setelah itu menidurkan si manis pada tempat tidur disana lalu beralih mencium telapak kaki yang lebih tua sebagai permintaan maaf yang terdalam.

“maaf.”

lagi lagi hanya itu yang mampu keluar dari bibirnya.

TW : mention of blood, a lil bit violence, MPREG, fake science ⚠️

disini geoffrey sekarang, berada satu ruang dengan presensi yang sedang ia benci mati matian, sahabatnya sendiri.

ck, makannya cepetan.” pintanya tak sabaran tatkala melihat si mungil dengan sengaja memperlambat acara makannya.

zuma mendelik marah, “sabar kek, dingin tau!”

dengan begitu keadaan menjadi hening dengan keadaan geo yang sedang memperhatikan zuma menelan sesendok demi sesendok ice cream yang ia belikan tadi.

perut zuma yang sudah agak menyembul dari balik kaus yang ia kenakan menyita perhatian geo sejenak. tak ada yang berubah, tubuh zuma masih langsing seperti dahulu hanya saja beberapa bagian tertentu terlihat lebih menonjol seperti dada dan bokong, selain perut tentunya.

'mikirin apa lo?! gausah mikirin soal dia, biarin susah sendiri!' batinnya melawan saat ia menyadari bahwa dirinya memperhatikan zuma dalam kurun waktu yang cukup lama.

semua berjalan dengan aman sebelum zuma menyatakan dengan gamblang keinginannya kepada geo yang secara tidak langsung membuat lelaki taurus itu mengalihkan pandangan ke sembarang arah, “peluk dong, lilsun mau dipeluk daddynya.”

geo menyiuk berat, keberatan dengan permintaan zuma yang menurutnya terlalu berlebihan.

“maksud lo?”

zuma memberikan atensi penuh kepada geoffrey dengan pandangan berbinar.

“peluk ge, lilsun pengen dipeluk...”

hening...

geoffrey tanpa menggubris apapun segera berdiri dari tempat duduknya kemudian melangkah keluar sebelum suara yang lebih tua berhasil menginterupsinya.

“sesusah itu? sesusah itu buat lo ngabulin permintaan baby? padahal kita udah pernah-”

“cukup.” belum sempat zuma menyelesaikan perkataannya, geoffrey telah memotongnya terlebih dahulu.

lelaki kelahiran 23 april itu kemudian mengambil langkah maju hingga jaraknya dengan zuma tak terlampau jarak membuat keduanya saling bertatapan dengan sorot berbeda. zuma dengan binar pengharapannya lalu geo dengan bias sejuta benci yang siap untuk diluapkan kapan saja.

“lo, bikin hidup gue berantakan. lo tau? gue gapernah mimpi buat hidup sama seorang laki laki apalagi, sampai punya anak. emangnya itu nyata? apa lo bisa terima kalau lo ada di posisi gue? keberadaan lo udah kayak hama, dasar sampah.” ujarnya tanpa ragu seakan kata kata tersebut mampu meruntuhkan pertahanan si lawan bicara.

namun semua ada benarnya, air mata zuma luruh begitu saja saat mendengar perkataan ayah dari bayinya yang begitu sarat akan kebencian padanya. 

lelaki mungil itu kemudian menghapus air matanya perlahan, tangannya tanpa ragu mengambil tangan geoffrey lalu diletakkan diatas perut buncitnya yang kian mengeras.

“lo bisa ngerasain dia? our baby geoffrey, ours. maaf, maaf kalau gue bikin hidup lo hancur. tapi lilsun gasalah ge, dia gapernah tau apa apa. lo boleh benci gue, silahkan. tapi serius gue tulus sama lo, ini mungkin kedengeran konyol tapi gue—”

BRUK!!!

DUG!

tanpa ragu disertai rasa muak yang membuncah geoffrey mendorong tubuh zuma menjauh darinya hingga lelaki itu terbentur pinggiran meja sebelum akhirnya jatuh tepat dihadapan geo sendiri.

akhhh, akhh-haah. s-sakithhh, p-peruthh sshh “ zuma berucap dengan payah saat merasakan perutnya ditusuk ribuan jarum seusai benturan tadi.

“ZUMA!!” geo berteriak panik saat melihat cairan merah pekat merembes dari bagian bawah si mungil mengaliri celana jeans putih itu hingga sukses membuat siapa saja merinding.

“moe, no no no. moe, please...” tubuhnya terduduk bersimpuh disamping zuma menepuk pipi tembam itu perlahan.

s-sakithh gee...sshhh, s-sakithhh” mendengar rintihan zuma yang semakin menjadi geo mengangkat beban yang ada dihadapannya dengan tangan yang bergetar serta lirihan air mata yang tak payah mulai menganak sungai pada netra coklatnya.

“gue takut moe, jangan begini” pungkasnya cemas saat melihat keadaan zuma yang cukup memprihatinkan dari spion pengemudi.

ia takut, teramat takut. kali ini rasanya kata kehilangan sudah benar benar di depan mata dan geoffrey sadar ia tidak pernah siap.

kalau lo bangun, gue bakal jadi orang pertama yang sujud di kaki lo, demi Tuhan moe.’ batinnya saat melihat brangkar zuma di dorong oleh para petugas kesehatan.

TW : MPREG!

zuma mempersilahkan geo masuk seusai menerima pesan cukup mengintimidasi dari pria tersebut.

lelaki dengan sleeve berwarna hitam itu kini berdiri dihadapannya sembari menenteng satu buah bubur juga satu kantong lainnya yang ia yakini sebagai obat obatan.

“ayo makan dulu”

zuma menggeleng, “ga napsu, nanti aja.”

geo menghembus nafas pelan, menghadapi zuma dengan segala tingkah kekanakannya saat sakit adalah tantangan yang tak pernah usai.

“ayo makan, gue suapin”

mendengar kalimat itu entah mengapa membuat zuma bersemangat.

“call!”


setelah menyuapi pasien jadi jadiannya kini geo berdiri guna mengambil sesuatu yang telah ia simpan rapat sedari tadi.

malu untuk mengatakan hal tersebut kepada zuma. jangankan zuma, geo sendiri tidak yakin  dengan apa yang ia lakukan.

“zu”

yang dipanggil seketika mengalihkan pandangan penuh kearah pemanggil, “hm?”

geo meremas tangannya gugup, astaga ia malu sekali padahal hanya tinggal mengatakan pada zuma bahwa ia ingin lelaki itu mencoba alat tes kehamilan yang ia beli tadi.

“sebenernya gue malu, tapi penasaran juga. so, let's try this.” katanya sembari menggengam tangan zuma tak lupa menyerahkan testpack tersebut kedalam genggaman yang lebih tua.

“lo gila ap-” belum sempat menyelesaikan kata katanya, geo terlebih dahulu memeluk zuma begitu rapat hingga mereka dapat merasakan detak jantung masing masing.

please.”

zuma menggangguk. lelaki itu kemudian masuk kedalam kamar mandi, berdiri sebentar di depan wastafel kemudian memandangi pantulan dirinya juga sebuah testpack di di dalam genggamannya secara bergantian.

nafasnya berhembus pelan, lelaki mungil itu kemudian menurunkan resleting celananya, menunggu hingga urine yang diproduksi oleh sistem vitalnya mengalir mengisi sebuah cup yang telah ia sediakan.

“huft, please,please...” harapnya cemas saat hendak memasukkan alat tes kehamilan tersebut pada urinenya yang telah terisi setengah dari wadah yang disediakan.

setelah menunggu kurang lebih 10 detik, zuma membuka matanya guna melihat hasil yang tertera pada testpack strips tersebut.

pria mungil itu tak palang terkejut kemudian menutup mulutnya sebagai reaksi dari apa yang barusan menjadi objek penglihatannya sekarang.

bergerak mengenakan kembali seluruh pakaiannya secara utuh, zuma mengelus perutnya perlahan sembari membuka pintu yang disambut dengan geo dihadapannya.

“gimana?”

zuma menyerahkan testpack tersebut kepada geo dengan kepala menunduk,

oh, shit.” umpatnya setelah melihat dua garis merah yang tertera pada alat cek kehamilan tersebut.

haaah, ngapain kesini?” zuma bertanya dengan nada tidak ramah saat melihat presensi geo berada di depan pintu apartemennya.

yang menjadi tersangka kunjungan mendadak tidak menjawab. geo melangkahkan kakinya masuk kedalam apartemen zuma saat dirasa lelaki mungil itu tidak kunjung mempersilahkannya masuk.

“gue ga suruh lo masuk? kenapa main nyelonong ajasih?“ 

setelah dicekal dengan berbagai omelan, geo menghadapkan tubuhnya pada si tuan rumah. melangkahkan kaki jenjangnya ke arah zuma lengkap dengan se-buket bunga yang telah ia siapkan sebelum bertolak kesana.

huh. i know this is sounds so boring and maybe you can take this as a nonsense i said for a thousand times.”

geo menghela nafasnya pasrah dikala yang di pinta maaf tak kunjung membuka suara. lelaki taurus itu memberanikan diri untuk menyelami netra si mungil yang ia yakini sudah bosan dengan segala permintaan maafnya.

tapi geoffrey tidak akan menyerah. dia tidak akan mundur sebelum permintaan maafnya diterima. jemari jemari kekarnya menggengam jari yang lebih mungil, memasukan sela sela jari mereka seakan mereka diciptakan untuk satu sama lain.

im sorry moe, really really sorry. gue minta maaf kalau perlakuan bahkan kata kata gue nyakitin lo banget padahal seharusnya gue tau diri lo selalu berusaha menuhin apapun kemauan gue.”

yang lebih muda kemudian merengkuh zuma hingga tubuh mereka benar benar menempel satu sama lain. geo kemudian membisikkan sejuta maaf pada telinga zuma lalu setelahnya mengecup kuping itu lembut.

“maaf, maaf moe. gue nyesel.”

TW : frontal 🔞 convo, be wise

sshh, pelan pelan dikit ge, sakit!” zuma mengeluh ribut saat jemari geo tidak sengaja bersingunggan dengan analnya yang masih lecet.

terhitung dua minggu dari waktu keduanya melakukan sex tempo hari di apartement geo. pria mungil yang dijadikan lawan bercinta oleh si taurus tersebut ternyata mengalami luka yang diperkirakan cukup parah pada analnya.

“padahal udah dua minggu, gue pernah kasiin lu salep, pernah beliin cranberry juga. masih sakit? jangan jangan lu ngangkang buat orang lain?” sindiran telak ditujukan pada sang korban membuat yang bersangkutan mendelik marah. 

apa katanya? membuka paha untuk orang lain? tidak sadarkah lelaki di hadapannya ini bahwa dia satu satunya penyebab zuma menjadi sekarat sekarang?

“maksud lo apa sat? gue tau, gue murahan di mata lo. tapi gausah bawa urusan buka paha buat orang lain, paham? kalo emang gak ikhlas ngobatin yaudah, gue juga ga minta kan?”

kalau saja keadaan zuma sedang normal, ia sudah sedari tadi melayangkan tinju pada wajah tampan geoffrey yang sayangnya — telah menjadi pujaan hatinya sejak kecil.

hoo, lonte bisa marah juga? masih punya harga diri, heh?“ 

zuma menggeram marah. ia sungguh tak tahan dengan sikap geo yang selalu berucap semaunya tanpa mempedulikan perasaan orang lain.

“tau diri aja, lonte ini rela gabisa jalan demi bisa muasin nafsu lo.” balasnya tak kalah sarkas.

kegiatan geo yang sedang mengobati anal yang lebih tua terhenti sebentar kala menyadari ada getaran dalam nada bicara sang lawan beradu kata. 

pandangan mereka bertemu, geo melihat itu. melihat bagaimana binar yang selalu memancarkan aura positif saat bersamanya kian meredup dengan sabda kata tak sopan yang ia lontarkan beberapa menit lalu.

haaah, apakah ia keterlaluan? 

lama terdiam dengan pemikiran masing masing akhirnya dengan segenap penyesalan yang hinggap, lelaki kelahiran 23 april itu mendudukan tubuhnya sejajar dengan lutut zuma yang memang posisinya sedang mengangkang. menutup rapat kedua paha tersebut dan menitipkan beberapa kecupan halus disana termasuk paha bagian dalam —

“maaf udah kasar. geo is sorry zu, maaf.”

—lalu setelahnya meminta maaf dengan nada penyesalan yang amat kentara.