poseidoonss

TW : teasing, semi NSFW

geo menjemput zuma tepat di depan pintu apartement pria mungil itu ketika zuma dengan tidak tahu malunya meminta dirinya untuk menjemput.

geoffrey dan zuma. dua orang bersahabat semenjak mereka hanya sebatas dua anak itik yang buta aksara — kawan sejak kecil.

dulu semuanya terasa begitu tabu bagi mereka, hal hal berbau dewasa yang tidak pernah ditempu sama sekali kini menjadi suatu kebiasaan akrab bagi keduanya.

entah, geoffrey hanya ingin memastikan bahwa ia tidak memiliki perasaan apapun pada zuma selain memang nafsu yang membuncah. 

beda persoalan dengan zuma yang memang telah memiliki perasaan lebih pada geo. perlakuan lelaki itu kadang membuatnya sakit hati entah itu menghinanya secara verbal atau hal lain yang berkaitan dengan hal vulgar tapi lebih dari sakit hatinya, rasa sayangnya jauh lebih besar.

“hoi njing, ngelamun aja”

zuma tersentak sebelum memasang raut sebalnya, “gua ga ngelamun ye”

geo mengidikkan bahu singkat, berjalan membawa tubuhnya hingga menghimpit presensi yang lebih kecil. jari jari kekarnya ia bawa mengerayangi bagian sensitif dari zuma, 

mengelus bongkahan padat itu dari balik celana ketat yang digunakan si mungil dengan arah tak menentu membuat anal zuma tidak sabar ingin dimanjakan,

“nghhhh”

jari tengahnya ia tempatkan pada tengah tengah pantat sintal sang lawan bercinta berandai andai sedang memotong sebuah persik dihadapannya sekarang.

“ini harus sempit biar gue bisa betah, paham?” bisiknya dengan sensual dengan jarinya yang sibuk bermain dengan bongkahan empuk zuma.

TW : analsex, rimming, dirty talk, minors DNI.

ahhh ahhh ajinghhh pelan aja bangsat! bo’ol gue sakit setan!” sebal zuma pada geo. namun yang diomeli tak kunjung memelankan hentakannya hingga zuma merasa badannya bisa saja tumbang sekarang.

plok plok plok

“sempit banget asli, fuck!” geo menggeram saat merasa penisnya dijepit dengan erat oleh dinding rektum zuma dengan zuma. lubang si aries benar-benar membuatnya merasakan nikmat dunia. ia menggila saat merasakan sensasi urat penisnya beradu dengan rektum sang sahabat.

tak ingin bersabar, geoffrey dengan cekatan membalik posisi mereka dengan zuma diatas tubuhnya, uke on top.

ya mereka tengah bercinta sekarang, di apartemen geo lebih tepatnya. lelaki itu tidak mau memesan hotel karena ayahnya pasti mengetahui dengan pasti riwayat kartu debitnya dan geo tidak ingin mengambil resiko.

“ride me.” pintanya tak ingin dibantah.

zuma mengalungkan kedua tangannya pada leher sang dominan, pinggangnya bergerak naik turun dengan gerakan memutar membuat penis besar itu semakin melesat kedalam tubuhnya. dengan posisi ini geoffrey dapat merasakan bagaimana anal itu memijat penisnya dengan erat.

ahh ahhn anjinghh kontol lo gede banget, anal gue lecet kayaknya sshh” ringisnya pelan dikala penis itu menumbuk analnya kuat.

“nungging.” untuk kesekian kalinya sang dominan memerintah.

zuma memutar tubuhnya menjadi posisi membelakangi geo hingga bulatan sintal itu berada dihadapan si taurus sekarang. lengan kekarnya membuka belahan itu perlahan sembari menenggelamkan wajahnya disana, lidahnya menyapu bersih bagian anal zuma hingga rasanya ia hanya puas dengan kegiatan rimming tersebut.

ahhh, janganhh gee, kotorhhh” namun yang ditegur kedengarannya tidak peduli dan sibuk menjilati bagian belakangnya hingga zuma diserang pening bertubi tubi.

plak plak plak

puas menjilati anal zuma, ditrtamparnya bongkahan itu hingga bergerak kesana kemari sanking sintalnya pantat si mungil, “anal lo lecet tapi gapapa, gue bakal bikin lo gabisa jalan.”

usai mengatakan hal tersebut geo kembali melesakkan kejantanannya hingga zuma memenjamkan matanya karena harus meladeni hormon yang lebih muda. dengan semangat lelaki 177 cm itu memompa penisnya hingga zuma terhentak kedepan dengan kepala nyaris menyentuh head board tempat tidur.

ahh, anjinghhh pelanhhh”

“gue gasuka pelan pelan nghh, lebih suka cepet biar anal lo makin longgar.” jawabnya dengan senyuman miring.

“bajinganhh”

plok plok plok

lima tusukan terakhir geo mencapai puncaknya, menumpahkan semua spermanya di dalam tubuh si mungil hingga yang bersangkutan merasa perutnya menghangat.

ahhh” desahnya lega saat geoffrey mengakhiri permainan mereka.

yang lebih tinggi kemudian memeluk zuma dari belakang, menumpukkan kepalanya disana dengan bagian bawah yang masih sibuk memuntahkan laharnya seusai bercinta,

“banyak banget keluarnya, hm?” sang submissive berucap lembut ketika merasa geo dengan malu malu menyembunyikan wajah tampannya di ceruk leher sang empunya.

“gapapa, biar lo makin gendut.” ujarnya serampangan.

plak!

“JADI SELAMA INI GUE GENDUT?!” zuma membentak geo dengan gemas. apa maksudnya makin gendut? apa selama beberapa bulan ini badannya melebar tanpa ia ketahui?

“bukan gendut, tapi subur” usai mengatakan kalimat yang dianggapnya sebagai pujian, geo dengan cepat mengusakkan hidung bangirnya dengan zuma sembari mencuri satu kecupan singkat pada bibir yang lebih tua, “gemes”

“GEOFFREY ANJING, SIALAAAN!”

** cw : cringe.**

“mau makan dulu?” abraham bertanya guna memecah keheningan diantara mereka.

canggung.

setelah keduanya bertolak dari kediaman sang dominan mereka tidak berbicara apapun. perkataan ibu dari pria yang ia sukai itu membuat pigu dilanda kegundahan setengah mati.

“pi?” mendengar abraham melontarkan dua aksara dengan inisial namanya, pigu tersentak.

“iya kak?”

abraham menghela nafas pelan saat mendapati pria mungil itu sibuk berperang dengan pikirannya sendiri, “mau makan dulu?”

pigu mengangguk samar, “boleh aja kak, terserah.”

mendengar itu, lelaki dengan inisial AD yang telah disukai pigu selama delapan tahun belakangan menghentikan kendaraan mereka di depan salah satu kedai bebek goreng langganannya.

“suka ga sama bebek goreng?”

“suka suka aja, gue pemakan segala”

abraham terkekeh, ‘lucu’ batinnya.

“yaudah lo tunggu sini, gue beli dulu. makannya di mobil aja ya?”

pigu mengangguk, “iya”

bergegas turun dari mobilnya, abra kemudian memesan 1 porsi bebek goreng untuk pigu, ya hanya untuk pigu. dia bisa makan nanti, anggap saja sebagai bonus karena pekerjaan si mungil sangat memuaskan di matanya bersama sang ibu.

cklek

pintu terbuka menampilkan abraham dengan satu porsi bebek boyongannya tadi.

“loh? kok cuma satu? punya lo mana?”

si taurus terkekeh geli melihat reaksi pigu yang menurutnya terlalu gemas untuk dilewatkan.

“gue bisa makan nanti, di rumah.”

pigu menggeleng anarkis mendengar jawaban yang lebih tua. bagaimana ceritanya abra membeli makanan untuk dirinya sedangkan abra sendiri tidak memakan apa apa?

heh, gak ada ya! ini makan berdua aja, lo kalo masih nolak, gue suapin.”

“yaudah suapin aja, biar gue juga gak repot.”

siapapun tolong tahan pigu sekarang, ia rasa ia terlalu cepat larut dengan perkataan abraham yang seakan akan ingin mendekati dirinya dengan serius.

mendengar permintaan abra, lelaki aries itu kemudian menyiapkan santapan mereka diatas piring  yang telah disiapkan oleh abra sendiri saat mampir membeli bebek tadi.

submisif manis itu dengan telaten mencampurkan bumbu bebek dengan beberapa lalapan seperti kemangi, kol, dan tentu saja nasi beserta daging bebek pada tangkupan kecil jari jarinya, meniupinya pelan sebelum menyuapkan kepalan nasi tersebut kepada abraham.

“pelan pelan, masih panas” abraham mengangguk sembari menerima suapan dari yang lebih muda.

seketika pigu merasa ia sedang mengurusi sang suami yang ingin di manja seusai bekerja, ah ada ada saja pikirannya ini.

“ayo pi, sua lagi. yang banyak!!” serunya bak anak kecil

pigu menggulirkan bola matanya malas,

“yang begini tadi katanya gue makan ntar aja, pas di rumah. tapi ujung ujungnya makanan gue lo embat juga.” protes si mungil sambil kerap menyuapkan butiran nasi pada presensi dihadapannya.

yang disindir hanya mampu melayangkan senyum matanya hingga membentuk lengkungan sabit yang indah.

“kunyahnya pelan pelan coba. ini belepotan banget kaya anak SD waktu makan.” ujar si manis dengan punggung tangannya yang sibuk menghapus bekas makanan pada sudut bibir yang lebih tua.

“cantik” ungkap si taurus pelan nyaris tak terdengar.

hm?” pigu mengalihkan pandangannya pada abraham saat dirasa lelaki itu ingin menyampaikan sesuatu.

“lo,” ujarnya setengah terputus, sedikit malu mengatakan apa yang ada di dalam otaknya sekarang. tapi abraham rasa ia perlu mengatakan ini.

“gue? gue kenapa?” penasaran si mungil.

cantik, lo cantik pi.” terang abraham dengan tatapan yang tak punah dari entitas mungil disebelahnya, seakan merayu dengan sopan untuk terus dilindungi dan di dekap dalam panah asmara, pigu rehatta.

warn : a lil bit misgendering.

pigu dan abraham memantapkan langkah mereka memasuki kediaman dow setibanya mereka di salah satu rumah mewah dengan ukiran vintage di samping kiri dan kanan bangunan tersebut.

namun sebelum kedua anak adam itu menginjak ubin lantai pertama —

ehh, halooo. ini pacarmu bang?“ 

ibu abraham menyambut dengan sukacita seakan menaruh harap bahwa pigu adalah sosok yang istimewa bagi putra sulungnya.

“bukan mah, ini adiknya bang hero. kemarin sempat bantu bantu sebentar sebagai MUA waktu pentas di kampus”

bibir wanita setengah abad itu melengkung kebawah, menggambarkan suasana hatinya yang meredup ketika mengetahui fakta tersebut tidak sesuai dengan ekspetasinya.

“ya kalau bukan pacar, jangan gandeng gandeng sembarangan bang.”

pernyataan yang keluar dari mulut sang ibu agaknya membuat dua remaja tersebut tersentak sembari mengalihkan pandangan pada tangan mereka yang memang sedang tertaut satu sama lain.

a-ah, maaf pi.“ 

pigu hanya mengangguk. tangan kirinya dengan setia mengusap punggung tangan kanan yang sempat digenggam oleh abraham tadi.

“iya kak gapapa. eum, hai tante? aku pigu, kenalannya kak abraham. semoga kerja aku gak mengecewakan.” anak itu menyapa tak lupa menebar senyum pada si pemilik rumah.

“astaga, manis banget kamu. ayo keatas, tasyi udah nunggu.”

ketiga presensi berbeda masa itu kemudian memasuki salah satu ruang disana dengan design pororo disekitar kusen pintu.

“princess, hi? ini kakaknya udah dateng”

tasyi dengan seketika menghadapkan tubuhnya pada asal suara,

waaahhh, cecenya cantik banget!!!“ 

mereka bertiga mengerinyitkan dahi sebagai tanggapan atas panggilan tasyi kepada pigu, cece? bukankah panggilan itu sejatinya adalah untuk perempuan?

“cece?”

tasyi mengangguk, “iya cecenya cantik, tapi rambutnya kependekann, jadi mirip abang masa.”

pigu terkekeh, langkahnya ia bawa mendekat kepada anak tanggung dengan rentan usia 8 tahun lebih muda darinya itu,

“hai, tasyi! kamu caantiik bangeeet. tapi aku bukan cewek, aku cowok tau.” terangnya lembut sembari mengusap halus surai yang lebih kecil.

tubuh kecil dalam pelukan pigu kemudian tersentak sebentar — tidak percaya.

huh? cowok? tapi kakak cantik, aku jadinya insecure, ish!” bibirnya mencebik maju saat tahu bahwa dirinya tengah salah kaprah terhadap salah satu orang dewasa disana.

tuh bang, adek aja bilangnya cantik. jadi kapan mau dikenalin secara resmi ke keluarga? mama setuju loh, itung itung nanti kalau kalian jadi, mama bisa punya cucu yang imut imut.”

seketika hawa kamar tasyi menjadi lebih panas, karena demi apapun telinga pigu telah memerah hanya dengan mendengar celotehan mama abraham yang sepertinya, menaruh harapan tinggi pada hubungan mereka.

“iya mah, nanti dikenalin. kalau pigunya mau sama abang.“ 

oke baik pigu rasa dunia memang sedang mempermainkan dirinya. sialaaan keluarga ini memang berbahaya, sangat berbahaya.

warn : a lil bit misgendering.

pigu dan abraham memantapkan langkah mereka memasuki kediaman dow setibanya mereka di salah satu rumah mewah dengan ukiran vintage di samping kiri dan kanan bangunan tersebut.

namun sebelum kedua anak adam itu menginjak ubin lantai pertama —

ehh, halooo. ini pacarmu bang?“ 

ibu abraham menyambut dengan sukacita seakan menaruh harap bahwa pigu adalah sosok yang istimewa bagi putra sulungnya.

“bukan mah, ini adiknya bang hero. kemarin sempat bantu bantu sebentar sebagai MUA waktu pentas di kampus”

bibir wanita setengah abad itu melengkung kebawah, menggambarkan suasana hatinya yang meredup ketika mengetahui fakta tersebut tidak sesuai dengan ekspetasinya.

“ya kalau bukan pacar, jangan gandeng gandeng sembarangan bang.”

pernyataan yang keluar dari mulut sang ibu agaknya membuat dua remaja tersebut tersentak sembari mengalihkan pandangan pada tangan mereka yang memang sedang tertaut satu sama lain.

a-ah, maaf pi.“ 

pigu hanya mengangguk. tangan kirinya dengan setia mengusap punggung tangan kanan yang sempat digenggam oleh abraham tadi.

“iya kak gapapa. eum, hai tante? aku pigu, kenalannya kak abraham. semoga kerja aku gak mengecewakan.” anak itu menyapa tak lupa menebar senyum pada si pemilik rumah.

“astaga, manis banget kamu. ayo keatas, tasyi udah nunggu.”

ketiga presensi berbeda masa itu kemudian memasuki salah satu ruang disana dengan design pororo disekitar kusen pintu.

“princess, hi? ini kakaknya udah dateng”

tasyi dengan seketika menghadapkan tubuhnya pada asal suara,

waaahhh, cecenya cantik banget!!!“ 

mereka bertiga mengerinyitkan dahi sebagai tanggapan atas panggilan tasyi kepada pigu, cece? bukankah panggilan itu sejatinya adalah untuk perempuan?

“cece?”

tasyi mengangguk, “iya cecenya cantik, tapi rambutnya kependekann, jadi kayak abang masa.”

pigu terkekeh, langkahnya ia bawa mendekat kepada anak tanggung dengan rentan usia 8 tahun lebih muda darinya itu,

“hai, tasyi! kamu caantiik bangeeet. tapi aku bukan cewek, aku cowok tau.” terangnya lembut sembari mengusap halus surai yang lebih kecil.

tubuh kecil dalam pelukan pigu kemudian tersentak sebentar — tidak percaya.

huh? cowok? tapi kakak cantik, aku jadinya insecure, ish!” bibirnya mencebik maju saat tahu bahwa dirinya tengah salah kaprah terhadap salah satu orang dewasa disana.

tuh bang, adek aja bilangnya cantik. jadi kapan mau dikenalin secara resmi ke keluarga? mama setuju loh, itung itung nanti kalau kalian jadi, mama bisa punya cucu yang imut imut.”

seketika hawa kamar tasyi menjadi lebih panas, karena demi apapun telinga pigu telah memerah hanya dengan menderngar celotehan mama abraham yang sepertinya, menaruh harapan tinggi pada hubungan mereka.

“iya mah, nanti dikenalin kalau pigunya mau sama abang.“ 

oke baik pigu rasa dunia memang sedang mempermainkan dirinya. sialaaan keluarga ini memang berbahaya, sangat berbahaya.

pigu mengedarkan pandangan was was saat melihat lingkungan salah satu gedung dimana dirinya berada.

sungguh asing dan tak terbaca pertanyaan pertanyaan seperti, “apakah bekerja disini begitu sulit?” “apakah upahnya sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan?” muncul di dalam kepala lelaki itu tanpa bisa dicegah.

“permisi mbak, saya yang melamar pekerjaan sebagai MUA, katanya diminta ke lantai tujuh, bisa tolong arahkan saya dimana ruangannya?” suara tanya yang mengalun begitu sopan bertanya tatkala ia menginjakan kaki pada tempat yang menurutnya telah sesuai dengan perintah adeline tadi malam.

“mari tuan, saya tunjukkan ruangannya.”

mereka berdua — pigu bersama sang resepsionis berjalan menyambangi beberapa ruangan sebelum tiba pada salah satu bilik dengan tagline tiffanny anderson yang tersanggul apik dari balik kusen jingga bercorak putih.

“silahkan tuan, mrs tiffanny sudah menunggu.”

pigu mengangguk,

tangan kecilnya meraih gagang pintu guna berhadapan langsung dengan yang bersangkutan.

oh, kamu sudah datang? silahkan duduk” pinta sang wanita.

lelaki mungil itu kemudian mendudukan dirinya pada salah satu tempat duduk kosong disana, tepatnya menghadap tiffanny agar mereka mudah melakukan sesi wawancara hari ini.

“oke, tanpa banyak basa basi. hanya akan ada 3 pertanyaan di siang hari ini. langsung saja kita mulai, yang pertama, apakah kamu pernah mempunyai pengalaman dalam bidang ini?”

pigu menghela nafas sebentar sebelum menjawab, “sejujurnya, saya tidak pernah punya pengalaman apapun dalam bekerja nyonya. tapi saya tertarik dalam mempelajari make up beserta tuntutan lainnya dalam bidang tersebut jika memang harus dipenuhi sebagai kewajiban dalam bekerja.”

tiffanny menggangguk,

“yang kedua, apakah kamu percaya diri dapat melakukan pekerjaan ini?“ 

lelaki mungil itu berdehem sebentar “ya, saya yakin. jika ditanya kenapa dan apa alasannya, maka saya akan menjawab, ini adalah pekerjaan pertama saya, kepercayaan anda bersama para tim adalah tanggungjawab saya, jadi saya akan mengusahakan yang terbaik nyonya.”

perempuan paruh baya itu melebarkan senyumannya, cukup percaya diri dan sepertinya dia adalah seorang pekerja keras batin wanita itu dalam diam.

“yang terakhir, ini bukan pertanyaan melainkan permintaan. dapatkah kamu bertanggungjawab secara korporat kepada salah satu artis kami?“ 

pigu mengerinyitkan dahi sekajap, tidak mengerti dengan penuturan wanita cantik di hadapannya ini.

“begini, salah satu member dari group band kami sedang melakukan station solo, untuk itu selama beberapa minggu kedepan dia memerlukan satu orang stylist dan wardrobe untuk menemani nya di masa promosi”

“seperti yang kamu ketahui, kami semua berada pada tupoksi masing masing yang tidak bisa ditinggal walau hanya sebentar. maka dari itu, kami memerlukan seseorang untuk mendampinginya, apakah kamu bersedia?“ 

laki laki dengan surai two tone itu hanya terdiam mendengar penjelasan sang kepala terkait pekerjaannya. 

apakah dia harus menerimanya atau—

cklek

pintu terbuka tanpa ketukan menyebabkan keheningan disana,

oh? you come faster than i thought, mr dow?

pigu membeku di tempat, mr dow? bukankah itu adalah nama keluarga dari seseorang yang paling ia cintai selama ini? ah tapi bisa saja bukan, marga dow tidak hanya satu di dunia ini, benar?

here, come closer. let me introduce you to your new private make up artist.”

tiffanny menyambut abraham, membawa lelaki itu berhadapan dengan pigu, keduanya bertatapan dengan pandangan abstrak yang sama sekali tidak terbaca kemana pandangan ini akan bermuara.

“pigu, this is abraham dow. he is the one who you gonna work with, introduce yourself then.”

haah, dunia memang se bercanda ini?

pigu mengedarkan pandangan was was saat melihat lingkungan salah satu gedung dimana dirinya berada.

sungguh asing dan tak terbaca pertanyaan pertanyaan seperti, “apakah bekerja disini begitu sulit?” “apakah upahnya sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan?” muncul di dalam kepala lelaki itu tanpa bisa dicegah.

“permisi mbak, saya yang melamar pekerjaan sebagai MUA, katanya diminta ke lantai tujuh, bisa tolong arahkan saya dimana ruangan nya?” suara tanya yang mengalun begitu sopan bertanya tatkala ia menginjakan kaki pada tempat yang menurutnya telah sesuai dengan perintah adeline tadi malam.

“mari tuan, saya tunjukkan jalannya.”

mereka berdua — pigu bersama sang resepsionis berjalan menyambangi beberapa ruangan sebelum tiba pada salah satu bilik dengan tagline tiffanny anderson yang tersanggul apik dari balik kusen jingga bercorak putih.

“silahkan tuan, mrs tiffanny sudah menunggu.”

pigu mengangguk,

tangan kecil nya meraih gagang pintu guna berhadapan langsung dengan yang bersangkutan.

oh, kamu sudah datang? silahkan duduk” pinta sang wanita.

lelaki mungil itu kemudian mendudukan dirinya pada salah satu tempat duduk kosong disana, tepatnya menghadap tiffanny agar mereka mudah melakukan sesi wawancara hari ini.

“oke, tanpa banyak basa basi. hanya akan ada 3 pertanyaan di siang hari ini. langsung saja kita mulai, yang pertama, apakah kamu pernah mempunyai pengalaman dalam bidang ini?”

pigu menghela nafas sebentar sebelum menjawab, “sejujurnya, saya tidak pernah punya pengalaman apapun dalam bekerja nyonya. tapi saya tertarik dalam mempelajari make up beserta tuntutan lainnya dalam bidang tersebut jika memang harus dipenuhi sebagai kewajiban dalam bekerja.”

tiffanny menggangguk,

“yang kedua, apakah kamu percaya diri dapat melakukan pekerjaan ini?“ 

lelaki mungil itu berdehem sebentar “ya, saya yakin. jika ditanya kenapa dan apa alasannya, maka saya akan menjawab, ini adalah pekerjaan pertama saya, kepercayaan anda bersama para tim adalah tanggungjawab saya, jadi saya akan mengusahakan yang terbaik nyonya.”

perempuan paruh baya itu melebarkan senyumannya, cukup percaya diri dan sepertinya dia adalah seorang pekerja keras batin wanita itu dalam diam.

“yang terakhir, ini bukan pertanyaan melainkan permintaan. dapatkah kamu bertanggungjawab secara korporat kepada salah satu artis kami?“ 

pigu mengerinyitkan dahi sekajap, tidak mengerti dengan penuturan wanita cantik di hadapan nya ini.

“begini, salah satu member dari group band kami sedang melakukan station solo, untuk itu selama beberapa minggu kedepan dia memerlukan satu orang stylist dan wardrobe untuk menemani nya di masa promosi”

“seperti yang kamu ketahui, kami semua berada pada tupoksi masing masing yang tidak bisa ditinggal walau hanya sebentar. maka dari itu, kami memerlukan seseorang untuk mendampingi nya, apakah kamu bersedia?“ 

laki laki dengan surai two tone itu hanya terdiam mendengar penjelasan sang kepala terkait pekerjaannya. 

apakah dia harus menerimanya atau—

cklek

pintu terbuka tanpa ketukan menyebabkan keheningan disana,

oh? you come faster than i thought, mr dow?”

pigu membeku di tempat, mr dow? bukankah itu adalah nama keluarga dari seseorang yang paling ia cintai selama ini? ah tapi bisa saja bukan, marga dow tidak hanya satu di dunia ini, benar?

“here, come closer. let me introduce you to your new private make up artist.”

tiffanny menyambut abraham, membawa lelaki itu berhadapan dengan pigu, keduanya bertatapan dengan pandangan abstrak yang sama sekali tidak terbaca kemana pandangan ini akan bermuara.

“pigu, this is abraham dow. he is the one who you gonna work with, introduce yourself then.”

haah, dunia memang se bercanda ini?

pigu mengedarkan pandangan was was saat melihat lingkungan salah satu gedung dimana dirinya berada.

sungguh asing dan tak terbaca, pertanyaan pertanyaan seperti “apakah bekerja disini begitu sulit?” “apakah upahnya sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan?” muncul di dalam kepala lelaki itu tanpa bisa dicegah.

“permisi mbak, saya yang melamar pekerjaan sebagai MUA, katanya diminta ke lantai tujuh, bisa tolong arahkan saya dimana ruangan nya?” suara tanya yang mengalun begitu sopan bertanya tatkala ia menginjakan kaki pada tempat yang menurutnya telah sesuai dengan perintah adeline tadi malam.

“mari tuan, saya tunjukkan jalannya.”

mereka berdua — pigu bersama sang resepsionis berjalan menyambangi beberapa ruangan sebelum tiba pada salah satu bilik dengan tagline tiffanny anderson yang tersanggul apik dari balik kusen jingga bercorak putih.

“silahkan tuan, mrs tiffanny sudah menunggu.”

pigu mengangguk,

tangan kecil nya meraih gagang pintu guna berhadapan langsung dengan yang bersangkutan.

oh, kamu sudah datang? silahkan duduk” pinta sang wanita.

lelaki mungil itu kemudian mendudukan dirinya pada salah satu tempat duduk kosong disana, tepatnya menghadap tiffanny agar mereka mudah melakukan sesi wawancara hari ini.

“oke, tanpa banyak basa basi. hanya akan ada 3 pertanyaan di siang hari ini. langsung saja kita mulai, yang pertama, apakah kamu pernah mempunyai pengalaman dalam bidang ini?”

pigu menghela nafas sebentar sebelum menjawab, “sejujurnya, saya tidak pernah punya pengalaman apapun dalam bekerja nyonya. tapi saya tertarik dalam mempelajari make up beserta tuntutan lainnya dalam bidang tersebut jika memang harus dipenuhi sebagai kewajiban dalam bekerja.”

tiffanny menggangguk,

“yang kedua, apakah kamu percaya diri dapat melakukan pekerjaan ini?“ 

lelaki mungil itu berdehem sebentar “ya, saya yakin. jika ditanya kenapa dan apa alasannya, maka saya akan menjawab, ini adalah pekerjaan pertama saya, kepercayaan anda bersama para tim adalah tanggungjawab saya, jadi saya akan mengusahakan yang terbaik nyonya.”

perempuan paruh baya itu melebarkan senyumannya, cukup percaya diri dan sepertinya dia adalah seorang pekerja keras batin wanita itu dalam diam.

“yang terakhir, ini bukan pertanyaan melainkan permintaan. dapatkah kamu bertanggungjawab secara korporat kepada salah satu artis kami?“ 

pigu mengerinyitkan dahi sekajap, tidak mengerti dengan penuturan wanita cantik di hadapan nya ini.

“begini, salah satu member dari group band kami sedang melakukan station solo, untuk itu selama beberapa minggu kedepan dia memerlukan satu orang stylist dan wardrobe untuk menemani nya di masa promosi”

“seperti yang kamu ketahui, kami semua berada pada tupoksi masing masing yang tidak bisa ditinggal walau hanya sebentar. maka dari itu, kami memerlukan seseorang untuk mendampingi nya, apakah kamu bersedia?“ 

laki laki dengan surai two tone itu hanya terdiam mendengar penjelasan sang kepala terkait pekerjaannya. 

apakah dia harus menerimanya atau—

cklek

pintu terbuka tanpa ketukan menyebabkan keheningan disana,

oh? you come faster than i thought, mr dow?”

pigu membeku di tempat, mr dow? bukankah itu adalah nama keluarga dari seseorang yang paling ia cintai selama ini? ah tapi bisa saja bukan, marga dow tidak hanya satu di dunia ini, benar?

“here, come closer. let me introduce you to your new private make up artist.”

tiffanny menyambut abraham, membawa lelaki itu berhadapan dengan pigu, keduanya bertatapan dengan pandangan abstrak yang sama sekali tidak terbaca kemana pandangan ini akan bermuara.

“pigu, this is abraham dow. he is the one who you gonna work with, introduce yourself then.”

haah, dunia memang se bercanda ini?

pigu mengedarkan pandangan was was saat melihat lingkungan salah satu gedung dimana dirinya berada.

sungguh asing dan tak terbaca, pertanyaan pertanyaan seperti “apakah bekerja disini begitu sulit?” “apakah upahnya sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan?” muncul di dalam kepala lelaki itu tanpa bisa dicegah.

“permisi mbak, saya yang melamar pekerjaan sebagai MUA, katanya diminta ke lantai tujuh, bisa tolong arahkan saya dimana ruangan nya?” suara tanya yang mengalun begitu sopan bertanya tatkala ia menginjakan kaki pada tempat yang menurutnya telah sesuai dengan perintah adeline tadi malam.

“mari tuan, saya tunjukkan jalannya.”

mereka berdua — pigu bersama sang resepsionis berjalan menyambangi beberapa ruangan sebelum tiba pada salah satu bilik dengan tagline tiffanny anderson yang tersanggul apik dari balik kusen jingga bercorak putih.

“silahkan tuan, mrs tiffanny sudah menunggu.”

pigu mengangguk,

tangan kecil nya meraih gagang pintu guna berhadapan langsung dengan yang bersangkutan.

oh, kamu sudah datang? silahkan duduk” pinta sang wanita.

lelaki mungil itu kemudian mendudukan dirinya pada salah satu tempat duduk kosong disana, tepatnya menghadap tiffanny agar mereka mudah melakukan sesi wawancara hari ini.

“oke, tanpa banyak basa basi. hanya akan ada 3 pertanyaan di siang hari ini. langsung saja kita mulai, yang pertama, apakah kamu pernah mempunyai pengalaman dalam bidang ini?”

pigu menghela nafas sebentar sebelum menjawab, “sejujurnya, saya tidak pernah punya pengalaman apapun dalam bekerja nyonya. tapi saya tertarik dalam mempelajari make up beserta tuntutan lainnya dalam bidang tersebut jika memang harus dipenuhi sebagai kewajiban dalam bekerja.”

tiffanny menggangguk,

“yang kedua, apakah kamu percaya diri dapat melakukan pekerjaan ini?“ 

lelaki mungil itu berdehem sebentar “ya, saya yakin. jika ditanya kenapa dan apa alasannya, maka saya akan menjawab, ini adalah pekerjaan pertama saya, kepercayaan anda bersama para tim adalah tanggungjawab saya, jadi saya akan mengusahakan yang terbaik nyonya.”

perempuan paruh baya itu melebarkan senyumannya, cukup percaya diri dan sepertinya dia adalah seorang pekerja keras batin wanita itu dalam diam.

“yang terakhir, ini bukan pertanyaan melainkan permintaan. dapatkah kamu bertanggungjawab secara korporat kepada salah satu artis kami?“ 

pigu mengerinyitkan dahi sekajap, tidak mengerti dengan penuturan wanita cantik di hadapan nya ini.

“begini, salah satu member dari group band kami sedang melakukan station solo, untuk itu selama beberapa minggu kedepan dia memerlukan satu orang stylist dan wardrobe untuk menemani nya di masa promosi”

“seperti yang kamu ketahui, kami semua berada pada tupoksi masing masing yang tidak bisa ditinggal walau hanya sebentar. maka dari itu, kami memerlukan seseorang untuk mendampingi nya, apakah kamu bersedia?“ 

laki laki dengan surai two tone itu hanya terdiam mendengar penjelasan sang kepala terkait pekerjaannya. 

apakah dia harus menerimanya atau—

cklek

pintu terbuka tanpa ketukan menyebabkan keheningan disana,

oh? you come faster than i thought, mr dow?”

pigu membeku di tempat, mr dow? bukankah itu adalah nama keluarga dari seseorang yang paling ia cintai selama ini? ah tapi bisa saja bukan, marga dow tidak hanya satu di dunia ini, benar?

“here, come closer. let me introduce you to your new private make up artist.”

tiffanny menyambut abraham, membawa lelaki itu berhadapan dengan pigu, keduanya bertatapan dengan pandangan abstrak yang sama sekali tidak terbaca kemana pandangan ini akan bermuara.

“pigu, this is abraham dow. he is the one who you gonna work with, introduce yourself then.”

haah, dunia memang se bercanda ini?

pigu mengedarkan pandangan was was saat melihat lingkungan salah satu gedung dimana dirinya berada.

sungguh asing dan tak terbaca, pertanyaan pertanyaan seperti “*apakah bekerja disini begitu sulit?*” “*apakah upahnya sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan?*” muncul di dalam kepala lelaki itu tanpa bisa dicegah.

“permisi mbak, saya yang melamar pekerjaan sebagai MUA, katanya diminta ke lantai tujuh, bisa tolong arahkan saya dimana ruangan nya?” suara tanya yang mengalun begitu sopan bertanya tatkala ia menginjakan kaki pada tempat yang menurutnya telah sesuai dengan perintah adeline tadi malam.

“mari tuan, saya tunjukkan jalannya.”

mereka berdua — *pigu bersama sang resepsionis* berjalan menyambangi beberapa ruangan sebelum tiba pada salah satu bilik dengan tagline tiffanny anderson yang tersanggul apik dari balik kusen jingga bercorak putih.

“silahkan tuan, mrs tiffanny sudah menunggu.”

pigu mengangguk,

tangan kecil nya meraih gagang pintu guna berhadapan langsung dengan yang bersangkutan.

oh, kamu sudah datang? silahkan duduk” pinta sang wanita.

lelaki mungil itu kemudian mendudukan dirinya pada salah satu tempat duduk kosong disana, tepatnya menghadap tiffanny agar mereka mudah melakukan sesi wawancara hari ini.

“oke, tanpa banyak basa basi. hanya akan ada 3 pertanyaan di siang hari ini. langsung saja kita mulai, yang pertama, apakah kamu pernah mempunyai pengalaman dalam bidang ini?”

pigu menghela nafas sebentar sebelum menjawab, “sejujurnya, saya tidak pernah punya pengalaman apapun dalam bekerja nyonya. tapi saya tertarik dalam mempelajari make up beserta tuntutan lainnya dalam bidang tersebut jika memang harus dipenuhi sebagai kewajiban dalam bekerja.”

tiffanny menggangguk,

“yang kedua, apakah kamu percaya diri dapat melakukan pekerjaan ini?“ 

lelaki mungil itu berdehem sebentar “ya, saya yakin. jika ditanya kenapa dan apa alasannya, maka saya akan menjawab, ini adalah pekerjaan pertama saya, kepercayaan anda bersama para tim adalah tanggungjawab saya, jadi saya akan mengusahakan yang terbaik nyonya.”

perempuan paruh baya itu melebarkan senyumannya, *cukup percaya diri dan sepertinya dia adalah seorang pekerja keras* batin wanita itu dalam diam.

“yang terakhir, ini bukan pertanyaan melainkan permintaan. dapatkah kamu bertanggungjawab secara korporat kepada salah satu artis kami?“ 

pigu mengerinyitkan dahi sekajap, tidak mengerti dengan penuturan wanita cantik di hadapan nya ini.

“begini, salah satu member dari group band kami sedang melakukan station solo, untuk itu selama beberapa minggu kedepan dia memerlukan satu orang stylist dan wardrobe untuk menemani nya di masa promosi”

“seperti yang kamu ketahui, kami semua berada pada tupoksi masing masing yang tidak bisa ditinggal walau hanya sebentar. maka dari itu, kami memerlukan seseorang untuk mendampingi nya, apakah kamu bersedia?“ 

laki laki dengan surai two tone itu hanya terdiam mendengar penjelasan sang kepala terkait pekerjaannya. 

apakah dia harus menerimanya atau—

**cklek**

pintu terbuka tanpa ketukan menyebabkan keheningan disana,

oh? you come faster than i thought, mr dow?”

pigu membeku di tempat, mr dow? bukankah itu adalah nama keluarga dari seseorang yang paling ia cintai selama ini? ah tapi bisa saja bukan, marga dow tidak hanya satu di dunia ini, *benar?*

“here, come closer. let me introduce you to your new private make up artist.”

tiffanny menyambut abraham, membawa lelaki itu berhadapan dengan pigu, keduanya bertatapan dengan pandangan abstrak yang sama sekali tidak terbaca kemana pandangan ini akan bermuara.

“pigu, this is abraham dow. he is the one who you gonna work with, introduce yourself *then*.”

*haah, dunia memang se bercanda ini?*