PENDARATAN
Acungan jempol dan senyum manis menjadi pertanda bahwa burung besi telah hinggap dengan sempurna di landasannya. Senyum manis dari dua insan yang berbeda tugas namun masih di berada di lapangan yang sama mengembang disertai hembusan nafas lega karena berhasil menginjak bumi lagi.
“Welcome home again capt!” Seruan seseorang dengan rompi hijau neon dan 2 tongkat ditangan nya.
“Terimakasih. Tapi aku hanya meninggalkan provinsi ini baru sekitar 7 jam” jelas lawan bicaranya sambil tertawa terbahak melihat tingkah 'juru parkir' yang membantunya hinggap di tanah.
Burung besi itu kembali hinggap di tempat yang biasa. 4 tahun ia mengendalikan burung besi itu dan selama 4 tahun itu juga seseorang dibawah sana menjadi pemandu agar burung besi tersebut bisa hinggap sempurna dan 300 orang bisa bertemu dengan tujuannya.
Bukan waktu yang sebentar bagi Langit, ya namanya Langit, seorang pilot kecil pengendara burung besi berwarna putih kebiruan untuk menyimpan rasa kepada sang pemandu burung besi untuk hinggap bernama Nelson.
Ia yang jatuh cinta pada Nelson yang telah membantunya memperbaiki mainan pesawat disaat umur mereka baru menginjak kelas 4 sekolah dasar. Awalnya hanya rasa terimakasih saja, namun semakin kian membesar seiring berjalannya waktu.
Sudah dua minggu sang 'juru parkir' tak ada di tempatnya memarkirkan si burung besi yang biasa di kendalikan oleh Langit.
Saat turun dari sang burung besi ia celingukan kesana kemari mencari sangtl 'juru parkir'.
“Selamat datang Capt!” Sapa juru parkir lainnya yang saat itu memarkirkan burung besi milik Lintang.
“Nelson?” Tanya nya kepada sang juru parkir yang diketahui bernama John.
“Oh, Nelson ambil cuti tahunannya Capt, tapi tidak tau dia cuti untuk apa” Jelas John.
Sang pengendali burung besi itu hanya bisa mengangguk tanda sudah paham walau di dalam benaknya masih bingung mengapa ia tak terlihat beberapa minggu ini.
Hari ini tampak berbeda dari 2 minggu belakangan ini. Sang 'juru parkir' kembali lagi ke tempatnya semula dengan rompi hijau neon dan 2 tongkat di tangannya.
Langit tersenyum saat mengetahui bahwa Nelson telah kembali. Ia tampat semangat untuk menerbangkan sang burung besi hari ini.
“Ku dengar dari dia kalau sang pengendali nya lesu beberapa hari ini, benarkah?” Tanya Nelson sambil menunjuk sang burung besi yang berada di depannya.
Sang tertuduh hanya tertawa karena ketahuan telah merindukan nya.
“Wah wah, kamu tukang ngadu ya ternyata?” Langit pura pura memarahi burung besi yang sudah 4 tahun ia kendalikan itu.
Mereka tertawa bersama sebelum Langit melangkah ke kendaraan itu.
“Capt, saya tunggu capt disini ya. Hari ini akan ada yang spesial untuk capt” Kata Nelson penuh teka teki.
Langit hanya mengerutkan kening tanda bingung dengan pernyataan Nelson. Walau begitu Langit masih tetap mengangguk untuk mempercepat keadaan.
Acungan jempol dan senyuman manis kembali menjadi tanda burung besi itu telah sampai di tempatnya. Namun, benar ada yang berbeda kali ini.
Sang 'juru parkir' tiba tiba menyilangkan kedua tangannya di udara dan membuat gerakan 'stop' untuk menghentikan sang pilot untuk bergerak dari tempatnya.
Dengan secepat kilat tiba tiba ia mengeluarkan sebuah papan lampu yang bertuliskan “Capt. Langit, Mau jadi pacar Mashaller Nelson?”
Co-pilot yang merupakan teman sekolah Langit, Jaanesh langsung sadar dan menyenggol nyenggol bahu teman sekaligus pilot nya.
Semua orang bahkan 300an orang penumpang menjadi saksi kisah cinta mereka berdua.
Senyum mengembang dari kedua insan yang sedang dimabuk asmara tersebut.
Sang pilot turun dan langsung menghampiri sang marshaller. “Jawabannya apa? Aku udah capek nih bawa bawa ini” Tanyanya sambil memasang muka kelelahan.
Yang ditanya hanya tertawa dan mengangguk tanda ia setuju. “Ha? Apa? Aku gak dengae deh” Tanya sang marshellar itu lagi. Pilot kecil itu lalu membuka penutup telinga yang digunakan marshaller itu, “Iya, aku mau jadi pacar kamu” jawabnya lantang.
Burung besi, landasan terbang dan 300an penumpang menjadi saksi sang pilot dan sang mashaller menjadi sepasang kekasih.
“Aku akan selalu menunggumu disini. Tepat di tempat ini, karena tempat ini awal aku mencintaimu” Nelson, Sang Mashaller